Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS SOSIAL PENDIDIKAN ISLAM PADA

MASA DINASTI ABBASIYAH

A. Pendahuluan

Runtuhnya Dinasti Umayyah dengan terbunuhnya Marwan ibn

Muhammad sebagai khalifah terakhir mengawali berdirinya Dinasti Bani

Abbas dengan khalifah pertama Abdul Abbas As-Shaffah pada tahun 750 M.,

kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abu Ja`far Al-Mansyur dan khalifah-

khalifah lainnya dengan menggunakan system kerajaan sebagaimana dinasti

sebelumnya sampai berakhirnya dinasti ini pada tahun 1258 M.

Kekuasaan Dinasti Bani Abbas, sebagaimana disebutkan melanjutkan

kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para

pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi

Muhammad Saw, dinasti didirikan oleh Abdullah Al-Saffah Ibnu Muhammad

Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Al- Abbas.1

Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam yang sempat membawa

kejayaan umat islam pada masanya. Zaman keemasan Islam dicapai pada masa

dinasti-dinasti ini berkuasa. Pada masa ini pula umat islam banyak melakukan

kajian kritis terhadap ilmu pengetahuan. Akibatnya pada masa ini banyak para

ilmuan dan cendikiawan bermunculan sehingga menjadikan ilmu pengetahuan

maju pesat. Popularitas Dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman

khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya Al-Ma’mum (813-833

1
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002),
h. 49

1
2

M). Harun Al-Rasyid memanfaatkan banyak kekayaan Negara untuk keperluan

sosial, mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan farmasi. Pada

masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Disamping itu,

pemandian-pemandian umum juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling

tinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan,

pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada

pada zaman keemasannya. Pada masa inilah Negara Islam menempatkan

dirinya sebagai Negara terkuat dan tak tertandingi.

Al-Ma’mun pengganti Al-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat

cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku

asing digalakan, untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji

penerjemah-penerjemah dari golongan kristen dan penganut golongan lain

yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang

terpenting adalah pembangunan Bait Al-Hikmah, pusat penerjemah yang

berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar dan

menjadi perpustakaan umum dan diberi nama ”Darul-Ilmi” yang berisi buku-

buku yang tidak terdapat di perpustakaan lainnya. Pada masa Al-Ma’mun

inilah Bagdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan,kekota

inilah para pencari datang berduyun-duyun, dan pada masa ini pula kota

Bagdad dapat memancarkan sinar kebudayaan dan peradaban Islam

keberbagai penjuru dunia. Untuk itu menarik untuk dianalisis kondisi social

pendidikan pada masa Daulah Abbasiyah.


3

B. Sistem Politik dan Sosial pada Masa Daulah Abbasiyah

Pada masa Daulah Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai

sistem politik. Menurut pandangan para pemimpin Bani Abbasiyah, kedaulatan

yang ada pada pemerintahan (Khalifah) adalah berasal dari Allah, bukan dari

rakyat sebagaimana diaplikasikan oleh Abu Bakar dan Umar pada zaman

khalifaurrasyidin. Hal ini dapat dilihat dengan perkataan Khalifah Al-

Mansur “Saya adalah sultan Tuhan diatas buminya “. Pada zaman Dinasti Bani

Abbasiyah, pola pemerintahan yang diterapkan berbedabeda sesuai dengan

perubahan politik,sosial, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang dijalankan

oleh Daulah Abbasiyah pada masa-masa awal atau disebut juga periode I,

antara lain :

1. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedangkan para menteri, panglima,

Gubernur dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan

mawali

2. Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat

kegiatan politik, ekonomi sosial dan kebudayaan.

3. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.

4. Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya

5. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan

tugasnyadalam pemerintah.2

Pada perkembangan selanjutnya, kekuasaan politik Daulah Abbasiyah

sudah mengalami penurunan, terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini

2
A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h. 213-214
4

dikarenakan negara-negara bagian (kerajaan-kerajaan kecil) sudah tidak

menghiraukan pemerintah pusat, kecuali pengakuan politik saja. Panglima di

daerah sudah berkuasa di daerahnya, dan mereka telah mendirikan atau

membentuk pemerintahan sendiri misalnya saja munculnya Daulah-Daulah

kecil, contoh; Daulah Bani Umayyah di Andalusia atau Spanyol, Daulah

Fatimiyah.

Pada masa awal berdirinya Daulah Abbasiyah ada 2 tindakan yang

dilakukan oleh para Khalifah Daulah BaniAbbasiyah untuk mengamankan dan

mempertahankan dari kemungkinan adanya gangguan atau timbulnya

pemberontakan yaitu: pertama, tindakan keras terhadap Bani Umayah dan

kedua, pengutamaan orang-orang turunan persi.

Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Bani Abbasiyah pada

waktu itu dibantu oleh seorang wazir (perdana mentri) atau yang jabatanya

disebut dengan wizaraat. Sedangkan wizaraat itu dibagi lagi menjadi 2 yaitu:

1) Wizaraat Tanfiz (sistem pemerintahan presidentil) yaitu wazir hanya sebagai

pembantu Khalifah dan bekerja atas nama Khalifah. 2) Wizaaratut

Tafwidl (parlemen kabinet). Wazirnya berkuasa penuh untuk memimpin

pemerintahan. Sedangkan Khalifah sebagai lambang saja. Pada kasus lainnya

fungsi Khalifah sebagai pengukuh Dinasti-Dinasti lokal sebagai gubernurnya

Khalifah.3 Selain itu, untuk membantu Khalifah dalam menjalankan tata usaha

negara diadakan sebuah dewan yang bernama diwanul kitaabah (sekretariat

negara) yang dipimpin oleh seorang raisul kuttab (sekretaris negara). Dan

3
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1999),
h. 180
5

dalam menjalankan pemerintahan negara, wazir dibantu beberapa raisul diwan

(menteri departemen-departemen). Tata usaha negara bersifat sentralistik yang

dinamakan an-nidhamul idary al-markazy. Selain itu, dalam zaman Daulah

Abbassiyah juga didirikan angkatan perang amirul umara, baitul maal,

organisasi kehakiman. Selama Dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang

diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan

budaya.

C. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Masa Daulah Abbasiyah 

Masa kejayaan pendidikan Islam merupakan satu periode dimana

pendidikan Islam berkembang pesat yang ditandai dengan berkembangnya

lembaga pendidikan Islam dan madrasah (sekolah-sekolah) formal serta

universitas-universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam. Lembaga-

lembaga pendidikan sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk pola

kehidupan dan pola budaya umat Islam. berbagai ilmu pengetahuan yang

berkembang melalui lembaga pendidikan itu menghasilkan pembentukan dan

pengembangan berbagai macam aspek budaya umat Islam.

Pada masa Daulah Abbasiyah, pendidikan Islam merupakan jawaban

terhadap tantangan perkembangan dan kemajuan kebudayaan Islam.

kebudayaan Islam telah berkembang dengan cepat sehingga mengungguli dan

bahkan menjadi puncak budaya umat manusia pada masa itu. Dalam

perkembangan kebudayaan Islam, ada dua faktor yang mempengaruhi yaitu


6

faktor intern atau pembawaan dari ajaran Islam itu sendiri dan faktor ekstern

yaitu berupa tantangan dan rangsangan dari luar.4

Pendidikan Islam mencapai puncak kejayaan pada masa dinasti

Abbasiyah, yaitu pada masa pemerintahan Harun al Rasyid (170-193 H).

Karena beliau adalah ahli ilmu pengetahuan dan mempunyai kecerdasan serta

didukung negara dalam kondisi aman, tenang dan dalam masa pembangunan

sehingga dunia Islam pada saat itu diwarnai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan.5

Secara lebih rinci lagi mengenai perkembangan ilmu pengetahuan yang

terjadi pada daulat Bani Abbasiyah ini dapat dikemukakan secara singkat

sebagai berikut:

1. Pekembangan ilmu naqli

Ilmu naqli adalah Ilmu yang bersumber dari naqli (Al-Qur'an dan Hadits)

yang erat kaitannya dengan agama Islam. Ilmu naqli yang berkembang pada

masa itu diantaranya:

a. Ilmu Tafsir

Para mufassir yang masyhur pada zaman Abbasiyah diantaranya Ibnu

Jarir at-Thabary dengan tafsirnya sebanyak 30 juta, Ibnu at_thiyah al-

Andalusi, As-Suda (Tafsir bil Ma’tsur), Abu Bakar Asma, Abu Muslim

Muhammad (tafsir bir Ra’yi).6

4
Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999), h.
77
5
Zuhairini dkk. Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Proyek Pembinaan Sarana dan
Prasarana Perguruan Tinggi Agama, 1996), h. 95
6
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 58
7

b. Ilmu Hadits

Pengumpulan dan pembukuan hadist sudah mulai sejak pemerintahan

khalifah Umar bin Abdul Aziz, salah seorang khalifah Bani Umaiyah.

Namun demikian perkembangannya yang paling menonjol terjadi pada

masa Daulah Abbasiyah, sebab pada masa inilah munculnya ulama-

ulama hadist yang belum ada tandingannya sampai zaman sekarang. Di

antaranya yang terkenal ialah Imam Bukhari yang telah mengumpulkan

hadist sebanyak 7257 hadist, setelah diteliti ditemukan 4000 hadist

shahih, semuanya terkumpul dalam bukunya, Shahih Bukhari, Imam

Muslim terkenal dengan bukunya Shahih Muslim. Buku hadist lainnya

adalah Sunan Abu Daud oleh Abu Daud, Sunan al Turuzi oleh Imam al

Turmuzi, Sunan al Nasa’i oleh al Nasa’I. Sunan Ibnu majah oleh Ibnu

Majah. Keenam buku hadist tersebut lebih populer disebut Kitan al Sittah

c. Ilmu Kalam

Ilmu kalam itu ada karena dua factor (a) Untuk membela Islam dengan

bersenjatakan filsafat (b) karena semua masalah termask masalah agama

telah berkisar dari pola rasa kepada pola akal dan ilmu.

d. Ilmu Tasawuf

Ilmu ini tumbuh dan matang pada zaman Abbasiyah. Inti ajarannya tekun

beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah. Dalam

bidang ini ulamanya antara lain: Al Ghazali seorang ulama sufi dengan

karyanya yang masih beredar dan berpengaruh sampai sekarang yaitu


8

buku Ihya ‘ulumuddin yang sebanyak lima jilid, Al Hallaj dengan

bukunya al Tashawuf, Al Qusyairiyat fi Ilmu al tashawuf

2. Perkembangan Ilmu Aqliyah

a. Ilmu Filsafat

Bagi orang Arab, filsafat merupakan pengetahuan tentang kebenaran

dalam arti yang sebenarnya, sejauh hal itu bisa dipahami oleh pikiran

manusia. Secara khusus, nuansa filsafat mereka berakar pada tradisi

filsafat Yunani, yang dimodifikasi dengan pemikiran para penduduk di

wilayah taklukan, serta pengaruh-pengaruh timur lainnya, yang

disesuaikan dengan nilai-nilai islam, dan diungkapkan dalam bahasa

Arab.

Filosof pertama, al-Kindi atau Abu Yusuf ibn Ishaq, ia memperoleh

gelar “filosof bangsa Arab”, dan ia memang merupakan representasi

pertama dan terakhir dari seorang murid Aristoteles di dunia Timur yang

murni keturunan Arab. Sistem pemikirannya beraliran ekletisisme,

namun Al-Kindi menggunakan pola Neo-Platonis untuk menggabungkan

pemikiran plato dan aristoteles, sertamenjadikan metematika neo-

Pythagoren sebagai landasan ilmu.

Proyek harmonisasi antara filsafat Yunani dengan Islam, yang

dimulai oleh al-Kindi, seorang ketirunan Arab, dilanjutkan oleh al-

Farabi, seorang keturunan Suriah. Di samping sejumlah komentar

terhadap Aristoteles dan filosof Yunani lainnya, al-Farabi juga menulis

berbagai karya tentang psikologi,politik, dan metafisika. Salah satu karya


9

terbaiknya adalah Risalah Fushush al-Hakim (Risalah Mutiara Hikmah)

dan Risalah fi Ara Ahl al-Madinah al-Fadhilah (Risalah tentang

Pendapat Penduduk Kota Ideal).

b. Ilmu Kedokteran

Ilmu kedokteran telah ada sejak pemerintahan Daulah Umaiyah, terbukti

dengan adanya sekolah tinggi kedokteran yuudisapur dan Harran yang

merupakan peninggalan orang Syria. Pada masa Daulah Abbasiyah

perhatian khalifah semakin meningkat terhadap ilmu kedokteran dan

mendorong para ulama untuk mendalami ilmu ini. Ilmuwan muslim

dalam bidang ini antara lain al Hazen, ahli mata dengan karyanya optics

dan Ibnu Sina dengan bukunya al-Qanun fi Tibb.7

c. Ilmu Fisika dan Matematika

Dalam bidang ilmuwan yang terkenal sampai sekarang seperti al

Khawarizmi, al Farqani dan al Biruni. Al Khawarizmi dengan bukunya

al- jabr dan al-Mukabala yang merupakan buku pertama sesungguhnya

ilmu pasti yang sistematis. Dari bukunya inilah berasal istilah aljabar

dan logaritma dalam matematika. Bahkan kemajuan ilmu matematika

yang dicapai pada masa ini telah menyumbangkan pemakaian angka-

angka Arab dalam matematika.

d. Ilmu Sejarah dan Geografi

Dalam bidang sejarah, ulama yang terkenal: Ibu Ishaq, Ibnu Hisyam, al

Waqidi, Ibnu Qutaibah, al Thabari dan lain-lain. Dalam bidang ilmu

7
Mahrus As’ad, Sejarah Kebudayaan Islam, (Bandung: CV Amirco, 1994), h. 26
10

bumi atau geografi ulama yang terkenal : al Yakubi dengan karyanya al

Buldan, Ibnu Kharzabah dengan bukunya al mawalik wa al Mawalik dan

lain-lain.

Selain itu, masa Daulah Abbasiyah ini sering disebut dengan surganya

para pelaku ijtihad, sebab selama seratus tahun sejak berdirinya, dinasti

Abbasiyah mengalami jaman keemasan dan kejayaan. Bagaikan bunga di

musim semi segala sesuatunya bermekaran di masa kejayaan ini. Para

cendekiawan dan ilmuan, mempunyai kesempatan yang sangat baik untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan sesuai dengan minatnya masing-masing.

Para pelaku ijtihad benar-benar menikmati masa ini di mana mereka

mengekspresikan kebebasan berpikir, memuaskan dahaga mereka dengan

berbagai macam ilmu pengetahuan. Ilmu Yunani kuno, khususnya filsafat yang

dulu hanya dibicarakan di lembaga-lembaga perguruan berubah menjadi

kegandrungan masyarakat umum. Masyarakat Abbasiyah juga sangat tertarik

dengan kebudayaan Hindu yang mereka pelajari melalui kelompok orang Iran

dari Bactrianie dan Afganistan.

Di samping itu mereka juga berburu ilmu yang bersumber pada tradisi

budhisme. Kaum Muslim bekerja berdampingan dengan orang-orang Yahudi

Persia yang beragama Kristen dengan penuh keharmonisan. Bangsa Persia

yang pernah mengalami kebesaran dan kejayaan juga berkontribusi

memberikan pelajaran kepada orang Arab. Dari pengaruh Persia inilah umat

Islam belajar dengan giat, mulai menerapkan ilmu pengetahuan disertai dengan
11

penggunaan argumen-argumen yang logis (ijtihad) tidak lagi sekedar sami’na

wa atho’na (mendengar dan melakukan).

Salah satu inovasi besar pada masa ini adalah diterjemahkannya karya

sastra, filosofi dari Yunani, Persia dan Hindustan. Begitu tingginya

penghargaan terhadap ilmu pengetahuan sehingga pada masa ini para

penterjemah diberikan upah emas murni seberat buku/karya yang

diterjemahkan. Pada jaman ini disempurnakan ilmu geografi, matematik, dan

astronomi. Bahkan melahirkan begitu banyak ilmuan terkenal baik dari yang

bukan Islam maupun yang dari Islam seperti Ibnu Sina, Al-Kindi, Al-Farabi

dan lain sebagainya. Di sinilah khalifah ketujuh Abbasiyah yang bernama Al-

Makmun (813-833 M) mendirikan Darul Hikmah yang berarti Rumah

Kebijaksanaan yang menurut Mahmud Ayub dari Temple University

merupakan Institusi Pendidikan Tinggi pertama di dunia Islam dan Barat.

D. Lembaga Pendidikan Masa Daulah Abbasiyah

1. Lembaga Pendidikan Islam Nonformal

a. Kutab sebagai Lembaga Pendidikan Dasar

Kutab atau maktab, berasal dari kata dasra kattaba yang berarti menulis

atau tempat menulis. Pada mulanya dilaksanakan di rumah guru-guru

yang bersangkutan, yang diajarkan adalah menulis dan membaca.

Kemudian pada akhir abad pertama hijriyah, kutab tidak hanya

mengajarkan menulis dan membaca, tetapi juga mengajarkan membaca al

Qur`an dan pokok-pokok ajaran Islam.


12

b. Pendidikan Rendah di Istana

Pendidikan anak di istana berbeda dengan pendidikan di kutab pada

umumnya. Di istana orng tua murid membuat rencana pelajaran yang

selaras dengan anaknya. Guru yang mengajar disebut Mu`addib, karena

berfungsi mendidik budi pekerti dan mewariskan kecerdasan serta

pengetahuan.

c. Toko-Toko Kitab

Toko-toko kitab bukan hanya sebagai tempat berjual beli saja, tetapi juga

sebagi tempat berkumpulnya para ulama, pujangga, dan ahli-ahli ilmu

pengetahuan untuk berdiskusi, berdebat, bertukar pikiran dalam berbagai

masalah ilmiah atau sekaligus sebagai lembaga pendidikan dalam rangka

pengembangan berbagai macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan

Islam.

d. Rumah-Rumah Para Ulama (Ahli Ilmu Pengetahuan)

Pada masa kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan

Islam, rumah-rumah para ulama dan ahli ilmu pengetahuan menjadi

tempat belajar dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Di antaranya,

rumah Ibnu Sina, al Ghazali, Ali Ibnu Muhammad al Fashihi, Ya`qub

Ibnu Killis, Wazir Khalifah, dan al Aziz Billah al Fathimy.

e. Badiah (Padang Pasir, Dusun Tempat Tinggal Badwi)

Badiah digunakan sebagai tempat untuk mempelajari bahasa Arab yang

fasih dan murni serta mempelajari syair-syair dan sastra Arab. Ulama-

ulama yang banyak pergi ke Badiah untuk tujuan tersebut di antaranya:


13

1) Al-Khalil bin Ahmad (160 H). ia pergi ke badiah Hijaz, Najd, dan

Tihamah.

2) Bajar bin Burd (167 H). Ia belajar kepada 80 orang syekh di Bani

Aqil.

3) Al-Kasai (182 H). Ia belajar di badiah dan menghabiskan 15 botol

tinta untuk menulis tentang Arab.

4) Imam Syafi`i (204 H). Ia belajar di Hudzail selama 17 tahun.8

f. Rumah Sakit (Bimaristan)

Pada masa dinasti Abbasiyah yang mendirikan rumah sakit adalah Harun

al Rasyid, yang memerintahkan kepada dokter Jibrail bin Buhtaisu untuk

mendirikan rumah sakit di Baghdad. Di sebelah rumah sakit ada

perpustakaan dan bilik untuk mengajarkan ilmu kedokteran dan ilmu

obat-obatan.

g. Perpustakaan

Perpustakaan menjadi aspek budaya yang penting dan sebagai tempat

belajar serta sumber pengembangan ilmu pengetahuan. Perpustakaan

tersebut antara lain:

1) Perpustakaan baitul hikmah di Baghdad, didirikan oleh khalifah Harun

al Rasyid. Perpustakaan ini berisi ilmu-ilmu agama Islam dan bahasa

Arab dan ilmu umum yang diterjemahkan dari bahasa Yunani, Persia,

India, Qibty, dan Arami.

8
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Hidakrya Agung, 1990), h. 90
14

2) Perpustakaan al Haidariyah di Najaf (Irak) di sebelah makam Ali bin

Abi Thalib.

3) Perpustakaan Ibnu Suwar di Basrah, didirikan oleh Abu Ali bin

Suwar. Dalam perpustakaan ini diadakan khalakah pelajaran.

4) Perpustakaan Sabur didirikan pada tahun 383 H oleh Abu Nasr sabur

bin Ardasyir. Dalam perpustakaan ini kurang lebih ada 10.400 jilid

buku.

5) Darul Hikmah di Kairo (Mesir), didrikan oleh al Hakim Biamrillah al

Fathimy tahun 395 H.

6) Perpustakaan di Andalusia, perpustakaan yang besar adalah

perpustakaan di Kurtubah (Cordova). Didirikan oleh al Hakam bin an

Nashir yang menjadi khalifah di Andalusia tahun 350 H.

h. Ribath (Khaniqah), ialah kamp, tempat tentara yang dibangun di

perbatasan negeri intuk mempertahankan negara dari serangan musuh.

Ribath yang terbesar adalah di sebelah utara negeri Syam (Syiria) dan

utara Afriqiah (Tunisia). Ribath digunakan sebagai tempat tinggal orang-

orang sufi dan tempat penginapan alim ulama dan pelajar yang datang

dari luar negeri untuk belajar hadits, ilmu agama, dan bahasa Arab.

2. Lembaga Pendidikan Formal

a. Madrasah Nizamiah didrikan oleh Nizam al Mulk, perdana menteri

Saljuk pada tahun 1065 M – 1067 M. Pada tiap-tiap kota Nizam al Mulk

mendirikan satu madrasah besar, di antaranya di Baghdad, Balkh,

Naisabur, Harat, Asfahan, Basran, Marw, dan Mausul. Tetapi madrasah


15

Nizamiah Baghdad adalah madrasah yang terbesar dan terpenting.

Tujuan Nizam al Mulk mendirikan madrasah-madrasah itu adalad untuk

menperkuat pemerintahan Turki Saljuk dan untuk menyiarkan madzhab

keagamaan pemerintahan.

b. Madrasah Nuruddin Zinki, didirikan oleh Nuruddin Zinki di Damaskus.

Madrasah-madrasah yang didirikannya yaitu madrasah an Nuriyah al

Qubra di Damaskus (563 H). Gedung madrasah terdiri dari iwan (aula

tempat kuliah), masjid, tempat istirahat untuk guru, asrama, tempat

tinggal pesuruh madrasah, kamar kecil, dan lapangan. Madrasah lainnya

yaitu madrasah yang didirikan pada masa al Ayubi dan madrasah al

Mustansiriah di Baghdad (Irak) tahun 631 H. Madrasah al Mustansiriah

didirikan oleh khalifah Abasyi al Mustansir Billah pada tahun 631 H.

Ilmu-ilmu yang diajarkan yaitu ilmu al Qur`an, syari`ah, bahasa Arab,

kedokteran, dan ilmu pasti.

c. Perguruan Tinggi;

1) Baitul Hikmah di Baghdad, didirikan pada amasa Harun al Rasyid

(170-193 H), kemudian diperbesar oleh khalifah al Ma`mun (198-218

H). Pada Baitul Hikmah bukan saja diajarkan ilmu-ilmu agama Islam,

tetapi juga ilmu-ilmu pengetahuan seperti ilmu alam, kimia, falaq, dan

lain-lain. Guru besar Baitul Hikmah adalah Salam, yang menguraikan

teori-teori ilmu pasti dalam al Maj`sthi (almageste) kitab karangan

Bathlimus (Ptolemee). Kemudian guru besar al Khawarazmi, ahli ilmu


16

pasti, ahli falaq, dan pencipta ilmu al jabar, guru besar Muhammad bin

Musa bin Syakir, seorang ahli ilmu ukur, ilmu bintang dan falaq.

2) Darul `Ilmi di Kairo. Didirikan oleh al Hakim Biamrillah al Fathimi di

pinggir sungai Nil untuk menyaingi Baitul Hikmah di Baghdad.

Menurut keterangan al Makrizi, bahwa Darul `Ilmi didirikan di

kampung al Kharun Fusy dengan perintah al Hakim Biamrillah al

Fathimi. Ilmu yang diajarkan di antaranya; ilmu agama, falaq,

kedokteran, dan berhitung.9

E. Kesimpulan

Pendidikan islam yang dimulai dari masa Nabi Muhammad SAW.

Khulafur Rasyidin, serta Masa Muawiyyah dan Abbasiyah serta kekhalifahan

selanjtnya, yang pada puncak kemjuan  ilmu dan kebudayaan Islam adalah

terjadi pada masa Daulah bani Abbasiyah.

Perkembangan kemajuan pendidikan Islam ada dua factor yang saling

mempengaruhi, yaitu faktor intern atau pembawaan dari ajaran agama Islam itu

sendiri dan factor eksteren , yaitu berupa rangsangan dan tantangan dari luar.

Faktor dari dalam yang berupa pembawaan dari ajaran agama Islam itu sendiri,

dan ekstern seperti; Filsafat Yunani yang mulai berpengaruh dikalangan ilmuan

muslim pada masa pemerintahan Bani Umayyah dan mencapai puncaknya

pada masa Bani Abbasiyah, ketika karya-karya filosof Yunani diterjemahkan

kedalam bahasa Syirah oleh Hunayn dan anaknya menerjemahkan dari bahasa

Syirah ke bahasa Arab. Metode-metode berpikir yang digunakan oleh filosof

9
Ibid., h. 65
17

Yunani memberikan motivasi bagi ilmuwan muslim untuk lebih banyak

berkarya dalam kemajuan pendidikan Islam sehingga mucul ilmuwan seperti

Jabir ibn Hayyan, Al-Khindi, Al-razi, Al-Khawarizmi, Al-Farabi, Ibnu Ummar

Khayyan, Ibnu Rusyid dan sebagainya.

Puncak perkembangan pemikiran dan pendidikan Islam terjadi pada masa

Daulah Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya berawal dari

kreatifitas penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian di antaranya sudah simulai

sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan, misalnya diawal

Islam, lembaga pendidikan sedah mulai berkembang. Lembaga-lembaga ini

kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas, dengan

berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih

merupakan sebuah universitas, karena disamping terdapat kitab-kitab, disana

juga orang dapat membaca , menulis, memahami dan berdiskusi.


18

DAFTAR PUSTAKA

As’ad, Mahrus, Sejarah Kebudayaan Islam, Bandung: CV Amirco, 1994

Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu,
1999

Hasjmy, A., Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1995

Lapidus, Ira M., Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1999

Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta: Prenada Media, 2003

Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002

Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakrya Agung, 1990

Zuhairini dkk. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Proyek Pembinaan Sarana dan
Prasarana Perguruan Tinggi Agama, 1996

Anda mungkin juga menyukai