Anda di halaman 1dari 4

Mata Pelajaran : SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

Kelas : VIII A,B,C,D,E,F,G,H


Hari/tanggal : Selasa, 28 Juli 2020
Guru Mapel/HP : Mahfut, M.Pd.I / 085646021981

MATERI BAB 1
BELAJAR “MENELUSURI JEJAK PERADABAN DINASTI ABBASIYAH”

Perkembangan Islam pada masa Dinasti Abbasiyah

Dalam setiap pemerintahan pada khususnya tentu memiliki perkembangan dan


kemajuan, sebagaimana halnya dalam pemerintahan yang dipegang oleh dinasti
Abbasiyah. Dinasti ini mempunyai kemajuan bagi kelangsungan agama Islam, sehingga
masa dinasti Abbasiyah ini dikenal dengan “The Golden Age of Islam”.
Khilafah di Baghdad yang didirikan oleh Saffah dan Mansur mencapai masa
keemasannya mulai dari Mansur sampai Wathiq dan yang paling jaya adalah periode Harun
dan puteranya, Ma’mun. Istana khalifah Harun yang identik dengan megah dan penuh
dengan kehadiran para pujangga, ilmuwan, dan tokoh-tokoh penting dunia. Dengan Harun
tercatat buku legendaries cerita 1001 malam. Baik segi politik, ekonomi, dan budaya,
periodenya tercatat sebagai The Golden Age of Islam.
Adapun kemajuan-kemajuan yang telah dicapai oleh dinasti Bani Abbasiyah ialah
sebagai berikut :
1. Administrasi
Sebelum Abbasiyah, dalam pemerintahan pos-pos terpenting diisi oleh Bani
Umayyah notabene bangsa Arab, namun pada masa Abbasiyah orang non-arab
mendapat fasilitas dan menduduki jabatan strategis. Khalifah sebagai kepala
pemerintahan, penguasa tertinggi sekaligus menguasai jabatan keagamaan, pemimpin
sakral.
Kalau pada masa Umayyah terdapat lima kementerian pokok, yang
disebut diwan, maka di masa Abbasiyah kelima tersebut ditambah jumlahnya. Kelima
kementerian tersebut ialah (1) Diwan al-jund (Departemen Pertahanan). (2) diwan al-
Kharaj (Departemen Perpajakan). (3) Diwan al-Rasal (Departemen Persuratan). (4)
Diwan al-khatam (Departemen Pos). (5) Diwan al-Barid (Departemen Perhubungan).
Kelima diwan ini pada era Abbasiyah ada penambahan diwan di antaranya. (6) Diwan
al-Azimah (Departemen Pengawasan Urusan Negara). (7) Diwan al-Nazri fi al-mazalim
(Departemen Pembelaan Rakyat Tertindas). (8) Diwan al-Nafaqat (Departemen
Pengawas Keuangan). (9) Diwan al-Sawafi (Departemen Pengurus Jenazah). (10)
Diwan al-Diya (Departemen Kehakiman). (11) Diwan al-Sirr (Departemen Intelijen).
Dan, (13) Diwan al-Tawqi’ (Departemen Tenaga Kerja). Diwan-diwan baru yang
dibentuk pada periode Abbasiyah, antara lain, Diwan al-Syurtha (kepolisian).
Demi kelancaran administrasi wilayah kekuasaan Abbasiyah dibagi dalam
beberapa wilayah administrasi yang dapat disebut provinsi dan masing-masing provinsi
yang dikepalai seorang Amir yang melaksanakan tugas khalifah dan bertanggung
jawab kepadanya.
2. Sosial
Philip Khore Hitti, bahwa para sejarawan Arab lebih berkonsentrasi pada
persoalan Khalifah Abbasiyah, lebih mengutamakan persoalan politik dibandingkan
dengan persoalan lain, yang menyebabkan mereka tidak begitu memberikan gambaran
memadai tentang kehidupan sosial-ekonomi. Dengan adanya asimilasi, Aab-Mawali
(muslim non-Arab) membawa dinasti ini kehilangan jati diri sebagai bangsa Arab
menjadi bangsa majemuk. Untuk memperlancar proses pembaruan antara Arab dengan
rakyat yang takluk sehingga, lembaga poligami, dan perdagangan budak terbukti efektif.
Saat unsur Arab murni surut, orang Mawali dan anak-anak perempuan yang
dimerdekakan, mulai menggantikan posisi mereka. Aristokrasi Arab mulai digantikan
oleh hierarki pejabat yang mewakili berbagai bangsa, yang semula didominasi oleh
Persia dan kemudian oleh Turki.
3. Kegiatan ilmiah
Pada periode Abbasiyah adalah era baru dan identik dengan kemajuan ilmu
pengetahuan. Dari segi pendidikan, ilmu pengetahuan termasuk science, kemajuan
peradaban, dan kultur pada zaman ini bukan hanya identik sebagai masa keemasan
Islam, akan tetapi era ini mengukur dengan gemilang dalam kemajuan peradaban
dunia. Sebelum Dinasti Abbasiyah, pusat kegiatan Dunia Islam selalu bermuara pada
masjid. Masjid dijadikan centre of education (Pusat Pendidikan). Pada Dinasti
Abbasiyah inilah mulai adanya pengembangan keilmuan dan teknologi diarahkan
kedalam ma’had.
Abad 10 Masehi disebut abad pembangunan daulah Islamiyah di mana dunia
Islam, mulai dari Cordon di Spanyol sampai ke Multan di Pakistan, mengalami
kemajuan di segala bidang, terutama dalam bidang berbagai macam ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni. Dunia Islam, pada waktu itu dalam keadaan maju, jaya dan makmur.
Di antara pusat-pusat ilmu pengetahuan dan filsafat yang terkenal ialah
Damaskus, Alexandria, Qayrawan, Fustat, Kairo, al-Maadain, Jundeshahpur, dan lain-
lain. Banyaknya cendekiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintahan dan istana
para khalifah Abbasiyah, misalnya Mansur yang banyak mengangkat pegawai
pemerintahan dan istana dari cendekiawan-cendekiawan Persia.
Pribadi beberapa Khalifah terutama pada masa awal Abbasiyah seperti Mansur,
Harun, dan Ma’mun adalah kutu buku dan sangat mencintai ilmu pengetahuan
sehingga terpengaruh dalam kebijakannya yang banyak ditujukan kepada peningkatan
ilmu pengetahuan. Selain itu semua, karena permasalahan yang dihadapi oleh umat
Islam semakin kompleks dan berkembang, oleh karena itu perlu dibuka ilmu
pengetahuan dalam berbagai bidang, khususnya ilmu-ilmu naqli seperti ilmu agama,
bahasa, dan adab. Adapun ilmu aqli seperti kedokteran, Manthiq, olahraga, ilmu
astronomi dan ilmu-ilmu yang lain telah dimulai oleh umat Islam dengan metode yang
teratur. Kegiatan ilmiah di kalangan umat Islam, semasa Abbasiyah yang menandakan
Islam memperoleh kemajuan di segala bidang.
Adapun ilmu yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah terdiri dari
perkembangan ilmu naqli (sumber dari Al-Qur’an dan Hadis) yaitu seperti ilmu tafsir,
ilmu hadis, ilmu kalam,ilmu tasawuf, ilmu bahasa, ilmu fiqih, serta pembukuan kitab-
kitab hukum. Sedangkan perkembangan ilmu aqli di antaranya ilmu kedokteran dan
ilmu filsafat, dan lain lain.
4. Peran Pemerintah
Pada masa kejayaan Islam banyak Khalifah mencintai dan mendukung penuh
atas aktifitas mereka yang paling menonjol dan besar melalui penerjemahan yang
merupakan kegiatan yang paling besar melalui penerjemahan yang merupakan
kegiatan yang paling besar peranannya dalam mentransfer ilmu pengetahuan.
Misalnya, Khalid ibn Yazid, seorang penguasa, pecinta ilmu yang memerintahkan
kepada para cendekiawan Mesir atau yang tinggal di Mesir agar mereka
menerjemahkan buku-buku tentang kedokteran, bintang, dan kimia yang berbahasa
Ynani ke dalam bahasa arab. Demikian juga Khalifah Umar bin Khattab II menyuruh
menerjemahkan buku-buku kedokteran kedalam bahsa arab.
Pada 832 M, Ma’mun mendirikan Bait al-HIkmah di Baghdad sebagai akademi
pertama, lengkap dengan teropong bintang, perpustakaan, dan lembaga
penerjemahan. Kepala akademi ini yang pertama adalah Yahya Ibnu Musawaih (777–
857M) murid Gibril Ibnu Bakhtisyu, kemudian diangkat Hunain Ibnu Ishaq, murid Yahya
sebagai ketua kedua.
Sekitar akhir abad ke-10 M, kegiatan kaum muslim bukan hanya
menerjemahkan, bahkan mulai memberikan syarahan (penjelasan), dan melkukan
tahqiq (pengeditan). Dengan kepekaan mereka, hasil kritik dan analisis itu memancing
lahirnya teori-teori baru sebagai hasil renungan mereka sendiri. Misalnya apa yang
yang telah dilakukan oleh Muhammad ibnu Musa al-Khawarizmi dengan memisahkan
Aljabar dari ilmu hisab yang pada akhirnya menjadi ilmu tersendiri secara sistematis.
Pada masa inilah lahir karya-karya Ulama’ yang telah tersusun rapi. Semasa Abbasiyah
muncul Ulama’-Ulama’ besar. Diantara kebanggaan zaman pemerintahan Abbasiyah
adalah terdapatnya 4 imam yaitu Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad ibnu Hanbal,
madzhab fiqih yang ulung ketika itu. Mereka merupakan para Ulama’ fiqih yang paling
agung dan tiada bandingannya di dunia Islam.
KEGIATAN BELAJAR DAN TUGAS 1
(SELASA, 28 JULI 2020)

1. Baca materi belajar diatas dengan baik!


2. Tulis kemajuan-kemajuan dinasti abbasiyah !
3. Cari tokoh-tokoh ilmuwan yang muncul pada masa dinasti abbasiyah ini!

Anda mungkin juga menyukai