Sepeninggal Hisyam bin Abd al-Malik, khalifah-khalifah Bani Umayyah yang tampil
bukan hanya lemah, tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin memperkuat golongan oposisi.
Akhirnya pada tahun 750 M, daulah Bani Umayyah dapat digulingkan dan pemerintahan pun
berpindah tangan kepada Bani Abbasiyah. Karena sifat masalah yang berkembang di bawah
dinasti Umayyah terlalu arogan membuat Bani Abbasiyah mengadakan suatu revolusi, bukan
hanya melakukan pergantian dinasti saja. Kemajuan-kemajuan telah dirasakan oleh kaum
muslimin dalam masa ini, terlebih ketika kepemerintahan dipegang oleh khalifah Harun al-
Rasyid, dan putranya al-Makmun.
Dalam zamannya tersebut, berbagai disiplin ilmu telah dilahirkan atas jasa beberapa tokoh
intelektual muslim, kedokteran, filsafat, kimia, sejarah, dan geografi, misalnya.
Dinamakan khalifah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah
keturunan al-Abbas, paman Nabi Muhammad saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah
al-Suffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam
rentang waktu yang panjang, dari tahun 132-565 H (750-1258 M). Selama dinasti ini berkuasa,
pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan
budaya. Berdasarkan pola pemerintahan, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan
Bani Abbasiyah menjadi tiga periode[1] yaitu:
1. Periode pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M). Kekuasaan pada periode ini berada di tangan
para khalifah.
2. Periode kedua (232 H/847 M – 590 H/1194 M). Pada periode ini kekuasaan hilang dari tangan
para khalifah berpindah kepada kaum Turki (232-234 H), golongan Bani Buwaim (334-447 H),
dan golongan Bani Saljuq (447-590 H).
3. Periode ketiga (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), pada periode ini kekuasaan berada kembali di
tangan para khalifah, tetapi hanya di Baghdad dan kawasan-kawasan sekitarnya
Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya.
Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik
dan agama sekaligus. Di sisi lain kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini
juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam
Islam. Namun, setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbasiyah mulai menurun dalam
bidang politik meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan berkembang.[2]
Kalau dasar-dasar pemerintahan Bani Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al-
Abbas dan Abu Ja’far al-Mansur, maka puncak keemasannya dari dinasti ini berada pada tujuh
khalifah sesudahnya, yaitu:
1. Al-Mahdi (775-785 M)
2. Al-Hadi (775-786 M)
4. Al-Ma’mun (813-833 M)
5. Al-Mu’tashim (833-842 M)
6. Al-Wasiq (842-847 M)
7. Al-Mutawakkil (847-861 M)
Popularitas Daulah Bani Abbasiyah mencapai puncaknya pada zaman khalifah Harun al-
Rasyid dan putranya al-Makmun. Ketika mendirikan sebuah akademi pertama di lengkapi pula
dengan lembaga untuk penerjemahan. Adapun kemajuan yang dapat dicapai adalah sebagai
berikut :[4]
a. Maktab/kuttab dan masjid yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak remaja belajar
dasar-dasar bacaan, menghitung dan menulis serta anak remaja belajar dasar-dasar ilmu agama.
b. Tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam Islam pergi ke luar daerah atau ke
masjid-masjid, bahkan ke rumah gurunya. Pada tahap berikutnya, mulailah dibuka madrasah-
madrasah yang dipelopori Nizhamul Muluk yang memerintah pada tahun 456-485 H. Lembaga
inilah yang kemudian berkembang pada masa dinasti Bani Abbasiyah.
Gerakan keilmuan pada dinasti Abbasiyah lebih bersifat spesifik, kajian keilmuan yang
kemanfaatannya bersifat keduniaan bertumpu pada ilmu kedokteran, di samping kajian yang
bersifat pada al-Qur’an dan al-Hadits, sedang astronomi, mantiq dan sastra baru dikembangkan
dengan penerjemahan dari Yunani.
Pada masa dinasti Bani Abbasiyah, ilmu dan metode tafsir mulai berkembang, terutama
dua metode, yaitu tafsir bil al-ma’tsur (interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi
dari nabi dan para sahabat), dan tafsir bil al-ra’yi (metode rasional yang lebih banyak bertumpu
kepada pendapat dan pikiran daripada hadits dan pendapat sahabat).[5]
Dalam bidang hadits, pada zamannya hanya bersifat penyempurnaan, pembukuan dari
catatan dan hafalan dari para sahabat. Pada zaman ini juga mulai diklasifikasikan secara
sistematis dan kronologis.
Dalam bidang fiqh, pada masa ini lahir fuqaha legendaris, seperti Imam Hanifah (700-
767 M), Imam Malik (713-795 M), Imam Syafi’i (767-820 M) dan Imam Ahmad ibn Hambal
(780-855 M).
Ilmu lughah tumbuh berkembang dengan pesat pula karena bahasa Arab yang semakin
dewasa memerlukan suatu ilmu bahasa yang menyeluruh.
a. Astronomi, ilmu ini melalui karya India Sindhind, kemudian diterjemahkan Muhammad ibn
Ibrahim al-Farazi (77 M). Di samping itu, masih ada ilmuwan Islam lainnya, seperti Ali ibn Isa
al-Asturlabi, al-Farghani, al-Battani, Umar al-Khayyam dan al-Tusi.
b. Kedokteran, dokter pertama yang terkenal adalah Ali ibn Rabban al-Tabari. Tokoh lainnya al-
Razi, al-Farabi dan Ibnu Sina.
c. Kimia, tokohnya adalah Jabir ibn Hayyan (721-815 M). Tokoh lainnya al-Razi, al-Tuqrai yang
hidup di abad ke-12 M.
d. Sejarah dan geografi, tokohnya Ahmad ibn al-Yakubi, Abu Ja’far Muhammad bin Ja’far bin Jarir
al-Tabari. Kemudian ahli ilmu bumi yang terkenal adalah Ibnu Khurdazabah (820-913 M).
c. Merangkul orang-orang Persia, dalam rangka politik memperkuat diri, Abbasiyah memberi
peluang dan kesempatan besar kepada kaum Mawali.
d. Menumpas pemnberontakan-pemberontakan
f. Para khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, gubernur dan para
pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan Mawali.
g. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia
i. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam
pemerintah (Hasjmy, 1993: 213-214).
Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi masa keemasan Bani Abbasiyah,
khususnya dalam bidang bahasa,[7] adalah:
1. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami
perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Asimilasi berlangsung secara efektif dan
bernilai guna. Bangsa itu memberi saham-saham tertentu dalam perkembangan ilmu
pengetahuan.
a. Fase pertama, pada masa khalifah al-Mansur hingga Harun al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak
diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq
c. Fase ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-
bidang yang diterjemahkan semakin luas.
Dengan gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan dalam bidang ilmu
pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Akan tetapi, secara garis besar ada dua
faktor penyebab tumbuh dan kejayaan Bani Abbasiyah,[8] yaitu:
1. Faktor internal: faktor yang berasal dari dalam ajaran Islam yang mampu memberikan motivasi
bagi para pemeluk untuk mengembangkan peradabannya.
a. Semangat Islam
Pada masa daulah Bani Abbasiyah, telah banyak tokoh-tokoh intelektual muslim yang
berhasil menemukan berbagai bidang ilmu pengetahuan, antara lain yaitu :[10]
1. Filsafat
Setelah kitab-kitab filsafat Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, kaum muslimin
sibuk mempelajari ilmu filsafat, sehingga lahir filosof dunia yang terkenal, yaitu :
d. Ibnu Bajah
e. Ibnu Thufnil
2. Kedokteran
c. Abu Zakaria al-Razi (tokoh pertama yang membedakan cacar dengan measles)
d. Ibnu Sina
3. Matematika
Di antara ahli matematika Islam terkenal adalah beliau pengarang kitab Al-Gebra (al-
Jabar), ahli matematika yang berhasil menemukan angka nol (0).
Di masa para ahli farmasi dan kimia pada masa pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah
adalah Ibnu Baithar (karyanya yang terkenal adalah al-Mughni).
5. Perbintangan
c. Raihan al-Bairleny
d. Abu Ali al-Hasan ibn al-Hitami (terkenal dengan al-Hazen dalam bidang optik).[11]
Ilmu tafsir yang berkembang pesat adalah tafsir al-Ma’tsur dan al-Ra’yi di antara tokoh-
tokohnya adalah :
a. Ibnu Jarir al-Thabari (ahli tafsir al-Ma’tsur
a. Imam Bukhari
b. Imam Muslim
c. Ibnu Majah
d. Abu Dawud
e. Al-Nasa’i
Perdebatan para ahli mengenai dosa, pahala, surga, dan neraka serta pembicaraan mereka
mengenai ilmu ketuhanan atau tauhid menghasilkan ilmu, yaitu ilmu tauhid dan ilmu kalam. Para
pelopornya adalah Jaham ibnu Shafwan, Wasil bin Atha’.
Sedangkan ilmu bahasa yang berkembang pada waktu itu adalah nahwu, bayan, badi’ dan
arudl. Di antara ilmuwan bahasa yang terkenal, adalah:
b. Al-Kasai
KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa puncak keemasan daulah Bani
Abbasiyah adalah terletak pada periode I yaitu pada masa khalifah Harun al-Rasyid dan juga
terletak pada masa khalifah al-Makmun (putra Harun al-Rasyid). Pada zaman itu juga muncul
beberapa intelektual-intelektual muslim yang berhasil menemukan berbagai ilmu pengetahuan
yang sangat penting, baik itu pengetahuan agama ataupun umum. Adapun faktor yang
mendukung masa keemasannya terdapat 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.