Dinasti Abbasiyah didirikan oleh keturunan dari paman Nabi Muhammad, yaitu Abbas bin Abdul
Muthalib.Selama Kekhalifahan Abbasiyah berlangsung, dunia Islam mengalami kemajuan yang
signifikan pada beberapa bidang, khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan pendidikan.
Pada masa Dinasti Abbasiyah, Islam mencapai kejayaan di berbagai bidang, salah satunya bidang ilmu
pengetahuan.
Kemudian, didirikan pula pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan Bait al-Hikmah, serta
terbentuknya mazhab-mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan.
Pada masa kepemimpinan Khalifah Harun al-Rasyid (786-809), pemerintahan Dinasti Abbasiyah
semakin gemilang.
Sang khalifah mendirikan berbagai bangunan untuk keperluan sosial, seperti rumah sakit, lembaga
pendidikan, dan farmasi.
Di bidang sastra, Kota Bagdad dikenal memiliki hasil karya yang indah dan banyak digandrungi
masyarakat setempat, di antaranya adalah Alf Lailah wa Lailah atau Kisah 1001 Malam.
Di Kota Bagdad pula, lahir para ilmuwan, ulama, filsuf, dan sastrawan Islam ternama seperti Al-
Khawarizmi (ahli astronomi dan matematika), al-Kindi (filsuf Arab pertama), dan al-Razi (filsuf, ahli
fisika, dan kedokteran).
Untuk semakin memajukan ilmu pengetahuan, para khalifah di masa Dinasti Abbasiyah mencetuskan
beberapa kebijakan, yaitu:
Selain itu, pemerintah juga membangun berbagai macam infrastruktur serta lembaga, termasuk
lembaga pendidikan.
Oleh karena itu, pada masa Dinasti Abbasiyah, pendidikan dan pengajaran juga mengalami
perkembangan sangat pesat.
Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa rela meninggalkan kampung halaman demi mendapatkan
ilmu pengetahuan di kota.
Pada masa ini, sebelum lembaga pendidikan formal dibangun, masjid yang difungsikan sebagai pusat
pendidikan.
Selain untuk menunaikan ibadah, masjid juga dijadikan sebagai sarana belajar bagi anak-anak,
pengajian dari para ulama, serta tempat untuk berdiskusi.
Berikut ini lembaga-lembaga pendidikan Islam yang berdiri pada masa Dinasti Abbasiyah.
Kuttab
Kuttab merupakan lembaga pendidikan yang dijadikan sebagai tempat belajar menulis dan
membaca.
Ide pendidikan rendah di istana muncul berdasarkan pemikiran akan pendidikan yang harus bisa
menuntun anak didik sampai mampu melaksanakan tugas-tugasnya ketika sudah beranjak dewasa.
Dari pemikiran itu, khalifah beserta keluarganya mempersiapkan dengan sebaik mungkin pendidikan
yang memadai supaya anak-anak bisa bertanggung jawab terhadap tugas yang kelak mereka emban.
Toko-toko kitab
Perkembangan pendidikan yang pesat juga didorong dengan adanya toko-toko kitab yang berfungsi
sebagai tempat jual-beli kitab dari para penulis dan pembelinya.
Pada masa Dinasti Abbasiyah, rumah-rumah ulama dijadikan sebagai tempat untuk anak-anak
belajar, salah satu rumah yang kerap digunakan untuk melakukan kegiatan ilmiah adalah milik Al-Rais
bin Sina.
Majelis kesusasteraan
Majelis kesusasteraan adalah majelis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas tentang
ilmu pengetahuan secara lebih dalam.
Pada masa Khalifah Harun al-Rasyid, majelis sastra berkembang sangat hebat, karena khalifah sendiri
adalah seorang ahli ilmu pengetahuan yang cerdas sehingga ia juga ikut terlibat di dalamnya.
Khalifah acap kali mengadakan perlombaan ahli-ahli syair, perdebatan, dan sayembara antara ahli
kesenian dan pujangga.
Badiah
Badiah adalah dusun-dusun tempat tinggal orang Arab yang terus mempertahankan keaslian dan
kemurnian bahasa Arab.
Biasanya, khalifah akan mengirim anak-anak ke badiah untuk mempelajari berbagai syair sekaligus
sastra Arab dari sumber aslinya.
Rumah sakit
Khalifah membangun rumah sakit yang tidak hanya digunakan sebagai pusat kesehatan, tetapi juga
untuk mendidik anak-anak yang tertarik dengan dunia keperawatan dan kedokteran.
Madrasah
Pada masa Dinasti Abbasiyah, madrasah mulai bermunculan, didorong dengan semakin tingginya
minat belajar masyarakat sehingga dibutuhkan tempat yang bisa menampung guru dan murid lebih
banyak.
Oleh sebab itu, khalifah mendirikan madrasah yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan formal.
Politik dan militer
Kemajuan yang terjadi pada masa Bani Abbasiyah juga dapat dilihat di bidang politik dan militer.
Supaya semua kebijakan militer saat itu bisa terkoordinasi dengan baik, pemerintah Dinasti
Abbasiyah membentuk sebuah departemen pertahanan dan keamanan yang disebut Diwanul Jundi.
Berkembangnya Islam pada masa ini juga didorong oleh antusiasme dari khalifah sekaligus para
ulama.
Mereka memberi perhatian berat terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan memajukan
peradaban Islam.
Ilmu-ilmu agama Islam yang berkembang saat itu adalah ilmu hadis, ilmu tafsir, ilmu fikih dan
tasawuf, dengan ulama-ulama terkenal seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam
Ahmad bin Hambal, dan masih banyak lagi.
Dinasti Abbasiyah mengawali puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Khalifah Harun Ar-
Rasyid. Semasa ia memerintah, ilmu pengetahuan di Kota Baghdad berkembang pesat.
Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti kedua dalam sejarah Islam klasik yang berkuasa selama lima
setengah abad, kurang lebih 524 tahun. Keberadaan daulah ini menggantikan dinasti Islam tertua di
dunia, Dinasti Ummayah.
Kekhalifahan Abbasiyah mencapai puncak kejayaan saat Harun Ar-Rasyid memerintah. Sejak awal
pemerintahannya, ia mendorong fuqaha untuk melakukan ijtihad dalam mencari formulasi fikih
untuk menghadapi persoalan yang semakin kompleks.
Rosidin dalam buku Pendidikan Agama Islam menjelaskan, Khalifah Harun Ar-Rasyid membawa
kejayaan Dinasti Abbasiyah khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Upaya Khalifah Harun Ar-Rasyid dalam mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut di antaranya
memerintahkan para penerjemah buku-buku ilmiah dari bahasa Yunani ke bahasa Arab. Salah
satunya Yuhana Ibn Masawaih (w. 857) seorang dokter istana yang diperintahkannya untuk
menerjemahkan buku-buku kuno mengenai kedokteran.
Selain itu, karya-karya dalam bidang astronomi seperti Sidhanta, sebuah risalah India juga turut
diterjemahkan. Kala itu diterjemahkan oleh Muhammad Ibn Ibrahim Al-Fazari (w. 806).
Sekitar pertengahan abad ke-10 muncul dua penerjemah yang sangat penting dan produktif, yaitu
Yahya Ibn Adi (974 M). Dan Abu Ali Isa Ibnu Ishaq Ibn Zera (w. 1008).
Khalifah Harun Ar-Rasyid memberikan penghargaan bagi setiap ilmuwan yang berhasil
menerjemahkan suatu karya yang berasal dari bahasa asing. Buku yang diterjemahkan itu akan
ditimbang dan diganti dengan emas sesuai dengan berat buku yang dihasilkan.
Bentuk penghargaan yang diberikan pada waktu itu dilihat dari sisi keimanan dan keilmuannya.
Sehingga, banyak masyarakat di sana memuliakan para ilmuwan dan ulama.
Pada masa Khalifah Harun Ar-Rasyid inilah empat mazhab tumbuh dan ilmu-ilmu agama serta ilmu
lainnya berkembang. Negara berada dalam keadaan makmur, kekayaan melimpah, dan terjamin
keamanannya meskipun sejumlah pemberontakan masih terjadi.
Islam mencapai kejayaan pada masa bani Abbasiyah, khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Hal ini dimulai saat Khalifah Harun Ar-Rasyid berkuasa.
Sebagaimana yang ditulis oleh Samsul Munir Amin, dalam bukunya yang berjudul Sejarah Dakwah,
kekalahan bani Umayah menjadi tanda dimulainya kekuasaan bani Abbasiyah pada tahun 750 M
dengan pusat pemerintahan di Bagdad. Pada masa bani Abbasiyah terjadi perkembangan di bidang
ilmu pengetahuan dan seni yang cukup pesat.
Baca juga:
Puncak kejayaan Abbasiyah terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid (786-809 M)
dan Al-Ma’mun (813-833 M). Ketika Khalifah Harun Ar-Rasyid memerintah, negara bani Abbasiyah
menjadi negara dalam keadaan yang makmur. Keadaan tersebut seperti, kekayaan melimpah,
keamanan terjamin, dan ilmu agama seperti ilmu fiqih juga berkembang. Perkembangan dari ilmu
fiqih ditandai dengan munculnya empat mazhab fiqih.
Selain itu, menurut buku Pendidikan Agama Islam: Berbasis Islam Kontemporer Perspektif Indonesia
karya Afiful Ikhwan, faktor kejayaan bani Abbasiyah disebabkan karena dinasti ini lebih fokus pada
pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah.
Melansir repositori dari laman Cendekia Kemenag yang berjudul Faktor-faktor yang Menyebabkan
Kemajuan Peradaban Islam di Dunia, berikut sejumlah faktor-faktor yang mendorong kemajuan
peradaban Islam lainnya:
1. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu
mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan
Berkat keberhasilan penyebaran Islam ke berbagai wilayah yang baru, Islam bertemu dengan
berbagai kebudayaan baru yang memiliki khazanah pengetahuan yang baru pula. Faktor ini telah
mendorong lahirnya ilmu pengetahuan.
2. Kemajemukan dalam pemerintahan dan politik yang berguna untuk mengokohkan dinastinya
Dinasti Abbasiyah mengambil strategi yang berbeda dengan Dinasti Umayyah, yakni dengan
menggunakan dua metode berikut:
Melakukan nikah silang dengan wanita-wanita Persia. Hasil dari pernikahan ini salah satunya adalah
melahirkan khalifah baru yaitu al-Makmun. Pada masa ini pula, Dinasti Abbasiyah membuka ruang
yang luas bagi orang di luar Arab.
4. Gerakan penerjemahan manuskrip kuno seperti hasil karya cendekiawan Yunani ke dalam
bahasa Arab
Kegiatan menerjemahkan manuskrip kuno ini sudah dilakukan sejak masa Khalifah al-Manshur dan
keturunannya dengan mengangkat dan menggaji para penerjemah dengan gaji yang sangat tinggi.
Pada masa pemerintahan Khalifah al-Ma’mun dibangun Baitul Hikmah yang berfungsi sebagai
perpustakaan, pusat penerjemahan, dan lembaga penelitian. Tidak hanya itu, di lingkungan istana
juga didirikan perpustakaan pribadi khalifah yang berfungsi sebagai lembaga pendidikan bagi
keluarga istana yang mencakup para ilmuwan, ulama, dan para pujangga.
Baca juga:
Melansir pada buku Pasti Bisa Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti yang disusun oleh Tim Duta,
berikut beberapa kemajuan peradaban Islam yang diraih pada masa bani Abbasiyah, yakni:
1. Dibangunnya Baitul Hikmah, yaitu sebuah perpustakaan besar yang berisikan berbagai buku
ilmu pengetahuan.
3. Menerjemahkan berbagai naskah ilmu pengetahuan kuno dari Yunani, India, dan Persia ke
dalam bahasa Arab yang mempermudah ilmu tersebut untuk dipelajari.
5. Berkembangnya ilmu pengetahuan umum, yakni filsafat, kedokteran, ilmu ukur, ilmu hitung,
dan sebagainya yang disertai dengan lahirnya tokoh-tokoh berpengaruh pada peradaban dunia.
Dinasti Abbasiyah adalah kekhalifahan ketiga yang berdiri setelah wafatnya Nabi Muhammad.
Kekhalifahan ini didirikan oleh dinasti keturunan dari paman Nabi Muhammad, Abbas bin Abdul-
Muttalib.
Kekuasaan dinasti ini berlangsung selama lima abad, yakni dari tahun 750 hingga 1258 M.
Selama masa pemerintahannya, Kekhalifahan Abbasiyah menerapkan pola pemerintahan yang
berbeda-beda, sesuai perubahan politik, sosial, dan budaya
Salah satu pencapaian terbesarnya adalah berhasil menjadikan dunia Islam sebagai pusat
pengetahuan dunia
Kompas.com Stori
Baca di App
Thoughtco
KOMPAS.com – Dinasti Abbasiyah adalah kekhalifahan ketiga yang berdiri setelah wafatnya Nabi
Muhammad.
Kekhalifahan ini didirikan oleh dinasti keturunan dari paman Nabi Muhammad, Abbas bin Abdul-
Muttalib.

Kekuasaan dinasti ini berlangsung selama lima abad, yakni dari tahun 750 hingga 1258 M.
Salah satu pencapaian terbesarnya adalah berhasil menjadikan dunia Islam sebagai pusat
pengetahuan dunia.
Baca juga: Kekhalifahan Abbasiyah: Sejarah, Masa Keemasan, dan Akhir Kekuasaan
Pada masa Bani Abbasiyah umat Islam mencapai puncak kejayaan di berbagai bidang.
Ini terjadi karena perhatian yang besar dari pemerintah terhadap kemajuan ilmu pengetahuan.
Khalifah Al-Ma’mun melakukan penerjemahan buku-buku asing dan mendirikan baitul hikmah
yang menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan.
Kemudian muncul para ilmuwan yang memiliki akidah kuat dan menguasai ilmu agama dan sains.
Seperti Al-Khawarizmi menemukan angka nol, Al- Farazi penemu astrolabe, Imam Bukhari dan
Imam Muslim yang menyusun hadis shahih yang menjadi panduan umat islam hingga saat ini.
Berdasarkan bukti sejarah tersebut, nilai keteladanan untuk memajukan ilmu pengetahuan masa
kini adalah pemerintah harus berperan aktif dalam memberi penghargaan terhadap jasa para
ilmuwan.
Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, pemerintah membangun berbagai infrastruktur dan
lembaga, termasuk lembaga pendidikan.
Semangat mengembangkan ilmu pengetahuan yang ditunjukkan para khalifah pun terlihat jelas.
Para khalifah yang memimpin turut mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dengan
kebijakan-kebijakannya.
Kompas.com Stori
Baca di App
Thoughtco
Kekhalifahan ini didirikan oleh dinasti keturunan dari paman Nabi Muhammad, Abbas bin Abdul-
Muttalib.
Kekuasaan dinasti ini berlangsung selama lima abad, yakni dari tahun 750 hingga 1258 M.
Salah satu pencapaian terbesarnya adalah berhasil menjadikan dunia Islam sebagai pusat
pengetahuan dunia.
Baca juga: Kekhalifahan Abbasiyah: Sejarah, Masa Keemasan, dan Akhir Kekuasaan
Pada masa Bani Abbasiyah umat Islam mencapai puncak kejayaan di berbagai bidang.
Ini terjadi karena perhatian yang besar dari pemerintah terhadap kemajuan ilmu pengetahuan.
Khalifah Al-Ma’mun melakukan penerjemahan buku-buku asing dan mendirikan baitul hikmah
yang menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan.
Kemudian muncul para ilmuwan yang memiliki akidah kuat dan menguasai ilmu agama dan sains.
Seperti Al-Khawarizmi menemukan angka nol, Al- Farazi penemu astrolabe, Imam Bukhari dan
Imam Muslim yang menyusun hadis shahih yang menjadi panduan umat islam hingga saat ini.
Berdasarkan bukti sejarah tersebut, nilai keteladanan untuk memajukan ilmu pengetahuan masa
kini adalah pemerintah harus berperan aktif dalam memberi penghargaan terhadap jasa para
ilmuwan.
Pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, pemerintah membangun berbagai infrastruktur dan
lembaga, termasuk lembaga pendidikan.
Semangat mengembangkan ilmu pengetahuan yang ditunjukkan para khalifah pun terlihat jelas.
Para khalifah yang memimpin turut mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dengan
kebijakan-kebijakannya.
Beberapa langkah atau kebijakan yang dikeluarkan khalifah pada masa pemerintahan Daulah
Abbasiyah adalah sebagai berikut.
Penyusunan buku pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah dilakukan secara besar-besaran.
Hasil penelitian para ulama kemudian disusun dalam sebuah buku sehingga dapat dengan
mudah dipelajari oleh generasi penerus.
Khalifah Bani Abbasiyah mendukung dan mendanai penerjemahan ilmu-ilmu pengetahuan dari
bahasa asing ke Bahasa Arab.
Dengan demikian, ilmu pengetahuan yang dimiliki umat Islam semakin luas dan berkembang.
Kegiatan ilmiah menjadi salah satu kebutuhan primer bagi penduduk Daulah Abbasiyah.
Hampir di setiap majelis hingga tempat-tempat umum seperti pasar, para ilmuwan
menyampaikan pengetahuan mereka miliki.
Kekhalifahan Abbasiyah gencar membangun Baitul Hikmah, atau pusat ilmu pengetahuan yang
sekaligus menjadi perpustakaan.
Pada periode ini, perpustakaan telah berfungsi layaknya sebuah universitas di masa sekarang.
Perkembangan lembaga pendidikan ini menjadi salah satu cermin pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan pada masa tersebut.
Ilmuwan-ilmuwan muslim beserta ilmu yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah adalah
sebagai berikut.
Ilmu Tafsir
Pada masa Dinasti Abbasiyah, berkembang dua aliran ilmu tafsir yang terus digunakan hingga
sekarang, yaitu tafsir bi al-ma’tsur yang menekankan pada penafsiran ayat-ayat Al-Quran dengan
hadis dan pendapat para sahabat, dan tafsir bi ar-ra’yi yang berpijak pada logika daripada nas
syariat.
Sementara tokoh ilmuwan dalam bidang tasfir adalah Ibnu Jarir at-Tabary, Ibnu Atiyah al-
Andalusy, As-Suda, Mupatil bin Sulaiman, dan Muhammad bin Ishak.
Filsafat Islam
Perkembangan filsafat Islam dimulai saat penerjemahan filsafat Yunani dalam Bahasa Arab
sekaligus diadakan penyesuaian dengan ajaran Islam.
Beberapa ilmuwan muslim dalam ilmu filsafat Islam adalah Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu
Rusyd, Abu Bakar Ibnu Tufail, Al-Ghazali, dan Abu Bakar Muhammad bin as-Sayig (Ibnu Bajjah).
Ilmu Hadis
Beberapa karya para ilmuwan muslim terkenal dalam bidang ilmu hadis adalah sebagai berikut.
Ilmu Fikih
Setelah Nabi Muhammad wafat, muncul para ulama ahli fikih yang menjadi andalan bagi umat Islam
dalam menjelaskan persoalan fikih.
Beberapa di antaranya adalah Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hanbali.
Ilmu Kalam
Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas tentang ketuhanan. Ilmuwan termasyur dalam bidang ini
adalah Wasil bin Ata’, Abu Hasan al-Asy’ari, Imam al-Ghazali, Abu Huzail al-Allaf, dan Ad-Dhaam.
Ilmu Tasawuf
Tasawuf adalah ilmu yang membahas tentang cara ber-taqarub dengan benar kepada Allah SWT.
Beberapa ilmuwan muslim dalam bidang ini adalah Al Gazali, Al-Qusyairy, dan Syahabbudin.
Para ilmuwan muslim dalam bidang ilmu tarikh adalah Ibnu Jarir at-Tabary, Khatib Bagdadi, Ibnu
Hayyan, Ibnu Batutah, dan Ibnu Khaldun.
Ilmu Kedokteran
Ilmu kedokteran dalam Islam dikenal dengan nama at-Tib. Orang-orang Barat bahkan juga menuntut
ilmu di universitas milik umat Islam.
Ar-Razi, karyanya berjudul al-Hawi yang membahas tentang campak dan cacar
Ilmu Geografi
Ilmu Geografi berkembang seiring dengan semakin luasnya daerah kekuasaan Islam serta
perdagangan.
Pada saat itu, sering diadakan perjalanan ilmiah juga perjalanan untuk pesiar, dan pengetahuan yang
diperoleh akan dituangkan ke dalam kitab.
Beberapa ilmuwan dalam bidang geografi adalah Al-Muqaddasy, Yaqut al-Hamawy, dan Ibnu
Khardazabah.
Ilmu Bahasa
Pada masa pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah, Bahasa Arab ditetapkan sebagai bahasa resmi
negara.
Ilmu bahasa yang berkembang meliputi ilmu nahwu, saraf, ma’ani, bayan, dan badi.
Beberapa ilmuwan muslim dalam bidang ini adalah Sibawaihi, Muaz al-Harra’, dan Al-Kisai.
Ilmu Astronomi
Ilmu Astronomi atau falak adalah ilmu yang memelajari tentang matahari, bulan, bintang, dan planet-
planet.
Beberapa contoh ilmuwan dari bidang ini adalah sebagai berikut.
Abu Ishaq az-Zarqali, menemukan bahwa orbit planet adalah edaran eliptik, bukan sirkular
Ilmu Matematika
Ilmu matematika juga berkembang pesat dan melahirkan tokoh-tokoh sebagai berikut.
Banu Musa