Anda di halaman 1dari 10

Sejarah Bani Abbasyiyah

 Sejarah Pendidikan Islam


 Dosen pengampu:
Ustadz Drs. Muhammad Khalid, M.Pd

 Muhamad Fakhriyendi Rizkullah


 Muhammad Fajar
 Muhammad Ridlo
 Hasnan Habibi
Masa Pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah (750-1258 M)

 Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah bin Muhammad bin Ali bin
Abdullah bin al-Abbas as-Saffah atau lebih dikenal dengan sebutan Abu al-Abbas
(750-754 M). Sekalipun Abu al-Abbas adalah orang yang mendirikan dinasti
Abbasiyah, namun pembina yang sesungguhnya adalah Abu Ja’far al-Mansyur
(754-775 M)[ Suryantara, H. Bahroin. . Sejarah Kebudayaan Islam. Bogor:
Yudhistira 2011].

 Ibukota yang awalnya terletak di al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih
memantapkan dan menjaga stabilitas Negara yang baru berdiri, khalifah al-
Mansyur memindahkannya ke Baghdad, dekat bekas ibukota Persia, Ctesiphon,
tahun 762 M. Dengan demikian pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada d
tengah-tengah bangsa Persia. Lalu, al-Mansyur juga melakukan konsolidasi dan
penertiban pemerintahannya, di antaranya dengan membuat semacam lembaga
eksekutif dan yudikatif.
 Pada masa al-Rasyid (786-809 M), kekayaan negara banyak dimanfaatkan untuk
keperluan social, mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan
farmasi. Setelah al-Rasyid, al-Makmunlah yang menggantikan, al-Makmun
dikenal sebagai kalifah yang sangat cinta dengan ilmu filsafat.
 Al-Wathiq (842-847 M), khalifah penggantinya, sadar dengan keadaan yang ada,
lalu dia berusaha melapaskan diri dari cengkraman perwira-perwira Turki,
dengan cara memindahkan ibu kota pemerintahan ke Sammara, tetapi usahanya
tidak berhasil. Khalifah-khalifah Abbasiyah tetap berada di bawah bayang-
bayang para perwira Turki.
      Selanjutnya, khalifah al-Mutawakkil (847-861 M) merupakan kekhalifahan
besar terakhir dari dinasti Abbasiyah. Khalifah-khalifah sesudahnya pada
umumnya lemah dan tidak mampu melawan kehendak tentara pengawal dan
sultan-sultan yang kemudian datang menguasai ibu kota. Ibu kota kemudian
dipundahkan lagi ke Baghdad oleh al-Mu’tadid (870-892 M). khalifah terakhir
dari dinasti Abbasiyah adalah al-Mu’tasim (1242-1258 M), pada masanyalah
Baghdad kemudian dihancurkan oleh tentara Hulagu Khan di tahun 1258 M.
 Perkembangan Pendidikan Islam pada
Masa Daulah Abbasiyah
Perkembangan ilmu pengetahuan ditandai dengan mulainya kegiatan
penerjemahan buku-buku, baik dari bahasa Sansekerta, Suriani mapun Yunani.
Dan khalifah al-Mansyurlah yang meletakkan batu pertama bagi kegiatan
penerjemahan ini. Diantara penerjemah yang terkemuka ialah Abdullah bin
Muqaffa (757 M), seorang Majusi yang kemudian masuk Islam. Salah satu
karyanya yang terkenal adalah Kalilah Wa Dimmah, yang berasal dari bahasa
Sansekerta dan sudah dialihbahasakan ke bahasa Persi.
  Pada masa khalifah al-Rasyid, Yuhannad bin Masuwaih diangkat
sebagai penerjemah buku-buku lama yang terdapat di Ankara,
Amuriayah dan di seluruh negeri Romawi.Pada tahun 832 M khalifah
al-Makmun mendirikan sebuah akademi di Baghdad yang
bernama Bait al-Hikmah. Di tempat ini para ilmuan Muslim
melakukan kegiatan penerjemahan, penelitian dan menulis buku.
Dalam ilmu kimia dikenal nama jabir bin Hayyan dengan julukan bapak
al-Kimia. Kemudian Abu Bakar al-Razi (856-925 M) adalah pengarang buku
terbesar tentang kimia. Dalam bidang fisika ada Abu Raihan Muhammad al-
Baituni (973-1048 M) yang menemukan teori tentang bumi berputar sekitar
porosnya juga melakukan penyelidikan tentang kecepatan suara dan cahaya,
serta berhasil menentukan berat dan kepadatan 18 macam permata dan metal.
Dalam bidang filsafat dikenal nama-nama seperti al-Farabi, Ibnu Sina dan
Ibnu Rusyd. Diantara mereka yang pengaruhnya kuat di Eropa adalah Ibnu
Rusyid, yang dikenal dengan sebutan Averros. Bahkan di Eropa ada aliran
yang bernama Averroism.

  Dalam periode ini pulalah lahirnya ilmu-ilmu yang


berkaitan dengan keagamaan Islam. Diantaranya adalah
penyusunan al-Hadits. Dalam bidang ini terkenal nama al-
Bukhari dan Muslim (abad IX). Dalam bidang fiqih atau
hukum Islam muncul nama-nama yaitu Malik bin Anas, al-
Syafi’I, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal (abad VIII dan
IX).
Lembaga-lembaga Pendidikan Islam pada Masa
Daulah Abbasiyah
 Kutab atau Maktab
Kutab atau maktab berasal dari kata kataba yang artinya menulis atau tempat
menulis. Namun akhirnya memiliki pengertian sebagai lembaga pendidikan dasar.
 Masjid
     Masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat beribadah, melainkan juga berfungsi
sebagaia pusat kegiatan pendidikan dan kebudayaan.
 Pendidikan Rendah di Istana (QURHUR)
     Pendidikan rendah di istana diperuntukkan bagi anak-anak para pejabat
didasarkan atas pemikiran bahwa pendidikan itu harus bersifat menyiapkan peserta
didik agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya nanti setelah dewasa.
 Toko-toko Buku (al-Hawarit al-Waraqin)
     Selama masa kejayaan Daulah Abbasiyah, toko-toko buku berkembang dengan
pesat seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan.
 Perpustakaan (al-Maktabah)
     Salah satu perpustakaan yang sangat terkenal, yaitu Bait al-Hikmah, yang
didirikan oleh al-Rasyid.
 Salun Kesusastraan (al-Shalunat al-Adabiyah)
     Salun Kesustraan adalah suatu majelis khusus yang diadakan oleh  para khalifah
untuk membahas berbagai macam ilmu pengetahuan.
 Rumah Para Ilmuwan (Bait al-Ulama’)
     Beberapa ilmuwan menjadikan rumah mereka sebagai lembaga pendidikan,
 Observatorium dan Rumah Sakit (al-Bamaristan)
     Observatorium berfungsi sebagai lembaga pendidikan atau sebagai tempat untuk
transmisi ilmu pengetahuan.
 Al-Ribath
     Al-Ribath merupakan tempat kegiatan orang sufi yang ingin menjauh dari
keduniawian dan berkonsentrasi semata-mata hanya untuk beribadah.
 Al-Zawiyah
     Al-Zawiyah merupakan tempat berlangsungnya pengajian-pengajian yang
mempelajari dan membahas dalil-dalil naqliyah dan aqliyah yang berkaitan dengan
aspek agama serta digunakan oleh para sufi sebagai tempat untuk halaqah[ Al-
Maududi, Abul A’la, Khilafah dan Kerajaan (Evaluasi Kritis atas Sejarah
Pemerintahan Islam),  1984, Bandung :Mizan, cet. I
] berdzikir dan tafakur untuk mengingat dan merenungkan keagungan Allah SWT.
 Kemunduran Dinasti Abbasiyah

Ada dua faktor yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Abbasiyah, yaitu


faktor Internal (dari dalamsendiri), dan faktor Eksternal (dari luar).
Faktor internal diantaranya. Pertama, perebutan kekuasaan antar keluarga merupakan pemicu awal
yang akhirnya berimplikasi panjang terhadap kehidupan khalifah selanjutnya, terutama suksesi setelah
Harun ar-Rasyid. Perebutan antara al-Amien dan al-Ma’mun yang memicu perang sipil besar yang pada
akhirnya melemahkan kekuatan militer Abbasiyah dan control terhadap provinsi-provinsi di bawah
kekuasaan Abbasiyah. Selanjutnya dari perebutan tersebut melahirkan orang-orang yang tidak
kompeten, ditambah lagi terjadi pemisahan antrara agama dan politik. Akibatnya terjadi
penyalahgunaan kekuasaan dengan cara hidup dalam kemewahan dan pesta pora di Istana karena
agama tidak lagi menjadi pengawas. Seperti al-Mutawakkil memiliki 4000 orang selir semuanya pernah
tidur seranjang dengan dia. Khalifah al-Mutazz (Khalifah ke-13) menggunakan pelana emas dan baju
berhiaskan emas
. Kedua, perpecahan di bidang akidah dan di bidang madzhab, yang masing-masing kelompok
saling mengklaim paling benar, sehingga memunculkan sikap fanatisme berlebihan. Bahkan khalifah
al-Ma’mun melancarakan gerakan pembasmian kepada orang-orang yang tidak mau tunduk kepada
madzhab Mu’tazilah.
Kemudian faktor eksternal yang menyebabkan runtuhnya Dinasti
Abbasiyah adalah; Pertama, pemberontakan terus menerus yang
dilakukan oleh kelompok Khawarij, Syi’ah, Murjiah, Ahlusunnah, dan
bekas pendukung Dinasti Umayyah yang berpusat di Syiria
menyebabkan penguasa Abbasiyah harus selalu membeli perwira
pasukan dari Turki dan Persia.
Kedua, memberikan kebaikan berlebihan kepada orang-orang Persia,
dan Turki, berakibat mereka dapat menciptakan kerajaan sendiri seperti
Thahiriyah di Khurasan, Shatariyah di Fars, Samaniyah di Ttansxania,
Sajiyyah di Azerbaijan, Buwaihah di Baghdad semuanya dari bangsa
Persia.
Ketiga, serangan bangsa Mongol yang dipimpin oleh Hulaqu Khan.
Baghdad di bumihanguskan dan diratakan dengan tanah. Khalifah al-
Musta’sim dan keluarganya di bunuh, buku-buku yang terkumpul
di Baitul Hikmah di bakar dan dibuang ke sungai Tigris sehingga
berubahlah warna air sungai tersebut menjadi hitam kelam karena
lunturan tinta dari buku-buku itu.
7 Kesimpulan
Kesimpulan Bani Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad,
Irak. Bani Abbasiyah berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat
pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan
Persia.
     Bani Abbasiyah berkuasa selama 150 tahun setelah berhasil merebut kekuasaan
Bani Umayyah pada tahun 750 M. Bani Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari
paman Nabi Muhammad SAW. yang termuda yaitu Abbas bin Abdul Muthalib, oleh
Detail
karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim.
     Daulah Abbasiyah mencapai masa kejayaannnya pada masa pemerintahan al-
Rasyid dan putranya al-Makmun. Kekayaan Negara banyak dimanfaatkan al-Rasyid
untuk keperluan social dan mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan
farmasi. Daulah Abbasiyah lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan
Islam dari pada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Abbasiyah
dengan Bani umayyah.

Anda mungkin juga menyukai