Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu:

Dr. Yosi Nofa, S.Hum,.MA

Disusun Oleh:

Kelompok 6

Nurdianna (2270233010)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM (KPI)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)-YDI

LUBUK SIKAPING-PASAMAN

2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintahan dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al-Abbas, paman Rasullullah.
Adapun khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah Al-Saffah bin
Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib. Dinasti ini berkuasa
selama lima abad, yaitu dari tahun 132-656 Hijriyah (750-1258 M). 1Bagi kalangan bani
Hasyim (Alawiyah), setelah Rasullullah wafat, yang berhak berkuasa adalah keturunan
beliau. Sebelum dinasti Abbasiyah berdiri, terdapat tiga poros utama yang merupakan
pusat kegiatan. Antara satu dan yang lain memiliki kedudukan tersendiri dalam
memainkan perannya untuk menegakkan kekuasaan keluarga besar Abbas bin Abdul
Muthalib. Dari nama Al-Abbas ini, disandarkan tiga pusat kegiatan, yaitu Humainah,
Kufah, dan Khurasan.
Di kota Humaimah, keluarga Abbasiyah bermukim. Para petingginya berjumlah
seratus lima puluh orang di bawah para pimpinannya yang berjumlah dua belas orang
dengan puncak pimpinannya adalah Al-Imam Muhammad bin Ali. Propaganda
Abbasiyah dilaksanakan dengan strategi yang cukup matang sebagai gerakan rahasia.
Akan tetapi, gerakan imam ibrahim- pemimpin Abbasiyah yang berkeinginan mendirikan
kekuasaan Abbasiyah diketahui oleh khalifah Umayah terakhir, yaitu Marwan bin
Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan Umayah dan dipenjarakan
sebelum akhirnya dieksekusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya, Abu Al-Abbas, untuk
menggantikan kedudukannya ketika tahu bahwa ia akan dibunuh dan memerintahkan
untuk pindah ke Kufah. Sementara itu, pemimpin propaganda dibebankan kepada Abu
Salamah. Segeralah Abu Al-Abbas pindah dari Humaimah ke Kufah diiringi oleh para
pembesar Abbasiyah lainnya, seperti Abu Ja'far, Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali.
Penguasa Umayah di Kufah, Yazid bin Umar bin Hubairah, ditaklukkan oleh
Abbasiyah pada tahun 132 Hijriyah. Yazid lalu diusir ke Wasit. Selanjutnya Abu
Salamah menetap di Kufah. Sementara itu, Abdullah bin Ali salah seorang paman Abu
Al-Abbas diperintahkan untuk mengejar khalifah Umayah terakhir bersama pasukannya
yang melarikan diri. Mereka akhirnya dapat dikalahkan di dataran rendah Sungai Zab.
Namun, khalifah itu melarikan diri hingga ke Futsat, Mesir, dan akhirnya terbunuh di

1
Harifuddin Cawidu, "Konsep Khalifah dalam Islam Dilihat dari Perspektif Politis dan Teologis" dalam Tim Lakpesdam NU
(ed), Kumpulan Makalah Dr. H. Harifuddin Cawidu Tahun 1987-2000, (Makassar:PMII Cabang Metro Makassar, 2003), hlm.
12.
Busir, wilayah Al-Fayyun, tahun 132 H/750 M. Dengan demikian berdirikah dinasti
Abbasiyah yang dipimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abu Al-Abbas Al-Saffah
dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah kemudian pindah ke Baghdad.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Proses Kelahiran Dinasti Abbasiyah?
2. Bagaimana Sistem Politik, Pemerintahan, dan Bentuk Negara Dinasti Abbasiyah?
3. Bagaimana Keadaan Sosial, Ekonomi, dan Budaya Dinasti Abbasiyah?
4. Bagaimana Perkembangan Sains dan Teknologi Dinasti Abbasiyah?
5. Apa Penyebab Kemunduran Dinasti Abbasiyah?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Sejarah Perkembangan Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah
2. Supaya Mengetahui Sejarah Besar Islam di Masa Dinasti Abbasiyah
3. Untuk Mengetahui dan Kenal Dengan Para Ilmuwan Hebat Islam Pada Masa Dinasti
Abbasiyah
4. Untuk Mengetahui Faktor Penyebab Kemajuan dan Kemunduran Islam Pada Masa
Dinasti Abbasiyah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdiri dan Perkembangan Dinasti Abbasiyah


Nama dinasti Abbasiyah diambil dari nama salah seorang dari paman Nabi
Muhammad bernama Al-Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim. Orang Abbasiyah
merasa lebih berhak memegang kekhalifahan daripada Umayah sebab mereka adalah
cabang Bani Hasyim yang secara nasab lebih dekat dengan Nabi Muhammad. Pendiri
dinasti Abbasiyah ini adalah Abdullah Al-Saffah bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas atau
lebih dikenal dengan sebutan Abu Al-Abbas Al-Saffah. Daulah Abbasiyah berdiri antara
tahun 132-656/750-1258 M. Selama lima abad lebih keluarga Abbasiyah memegang
kekhalifahan dengan pusat pemerintahan di kota Baghdad.2
Pemerintahan bani Abbasiyah merupakan kelanjutan pemerintahan bani Umayah
sebagai representasi kekhalifahan terbesar dan terpanjang dalam sejarah Islam Klasik.
Dilihat dari aspek Politik, daulah ini bukan perpanjangan dari kepentingan politik daulah
Umayah yang berkuasa sebelumnya. Dengan kata lain, munculnya dinasti Abbasiyah
mendapat dukungan dari rakyat karena mengangkat isu-isu kebobrokan daulah Umayah
serta menyatakan bahwa keturunan bani Hasyim lebih berhak memperoleh kekuasaan.
Dalam mengangkat isu yang kedua, mereka bekerja sama dengan kalangan Alawiyin dan
Syiah.3 Montgomery Watt4 memberikan pandangan bahwa mayoritas pendukung gerakan
Abbasiyah berasal dari kalangan non-Arab yang menginginkan persamaan Hak sebagai
sesama Islam sehingga tidak lagi dianggap sebagai warga kelas dua.
Menurut Muhammad Nashir, pembentukan kekhalifahan bani Abbasiyah melalui
proses yang cukup panjang dan menggunakan strategi revolusi yang andal. Pertama,
melalui kekuatan bawah tanah oleh Muhammad bin Abdullah bin Abbas. Kedua, melalui
upaya propaganda yang terus-menerus dan rahasia tentang hak kekhalifahan yang
seharusnya berada di tangan bani Hasyim, bukan bani Umayah. Ketiga, pemanfaatan
kaum muslim non-Arab yang sejak lama dianggap kelas ke dua. Keempat, propaganda
terang-terangan yang dipimpin oleh Abu Muslim Al-Khurasani.5

2
Lihat Wahyu Ilahi dan Harjani Hefni, Pengantar Sejarah Dakwah, (Jakarta: Kencana,2007), hlm.117.

3
Akbar S. Ahmed, Citra Muslim: Tinjauan Sejarah dan Sosiologi, diterjemahkan Nunding Ram dan Ramli Yakub, (Jakarta:
Erlangga, 1992), hlm. 44.

4
W. Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), hlm. 188
Kekuasaan daulah Abbasiyah berlangsung selama 524 tahun (132-656 H). Khalifah
pertama adalah Abu Al-Abbas Al-Saffah (132-136 H/750-754 M), sedangkan khalifah
terakhir adalah Abu Ahmad Abdullah Al-Mu'tashim (641-656 H/1243-1258 M). Karena
kekuasaan daulah ini terlama sepanjang sejarah Islam Klasik maka para sejarawan
membaginya menjadi beberapa periode. Ahmad Syalabi membagi menjadi tiga periode. 6
Periode pertama, berlangsung dari tahun 132-232 H/750-874 M, semenjak
kekuasaan Abu Al-Abbas Al-Saffah sampai Abu Al-Ja'far Al-Mutawakkil. Kekuasaan
pada periode ini berada di tangan para khalifah yang memimpin tentara untuk berperang.
Periode pertama (132-232 H/750-847 M) disebut periode pengaruh persia pertama.7
Pada periode pertama, pemerintahan bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya.
Secara politis, para khalifah adalah tokoh yang sangat berpengaruh serta merupakan
pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat
mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi
perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Adapun masa pemerintahan
Abu Al-Abbas sangat singkat, yaitu tahun 750-754 Masehi. Oleh karena itu, pembina
sebenarnya dari daulah Abbasiyah adalah Abu Ja'far Al-Manshur (754-775 M). Pada
mulanya ibukotanegara adalah Al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih
memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, Al-Manshur
memindahgkan ibukota negara ke kota yang baru dibangunnya, yaitu Baghdad, dekat
ibukota persia, Ctesiphon, tahun 762 M.
Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Abbasiyah berada di tengah-tengah
bangsa Persia. Di ibukota yang baru ini, Al-Mansur melakukan konsolidasi dan
penertiban pemerintahannya. Ia mengangkat sejumlah orang untuk menduduki jabatan di
lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan, ia menciptakan tradisi baru
dengan mengangkat wazir sebagai koordinator departemen. Jabatan wazir yang
menggabungkan sebagian fungsi perdana menteri dengan menteri dalam negeri selama
lebih dari lima puluh tahun berada di tangan keluarga yang terpandang yang berasal dari
Balk, Persia. Wazir yang pertama adalah Khalid bin Barmak, kemudian digantikan oleh
anaknya, Yahya bin Khalid, yang kemudian mengangkat anaknya, Ja'far bin Yahya,

5
Muhammad Nashir, "Dakwah Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah" ,dalam Jurnal Komunikasi Islam, vol.02, no. 02,
(Surabaya: Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel, 2012), hlm. 188

6
Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, diterjemahkan Muhammad Labib Ahmad, (Jakarta: Pustaka Al Husna,
2003), hlm. 18.

7
Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedia Islam, cet. Ke-1, (Jakarta Djambatan, 1992), hlm. 3.
menjadi wazir muda. Sementara itu, anaknya yang lain, Fadl bin Yahya, menjadi
gubernur Persia Barat, kemudian Khurusan.
Pada masa itu, persoalan administrasi negara lebih banyak ditangani keluarga
Persia. Masuknya keluarga non-Arab ini ke dalam pemerintahan merupakan unsur
pembeda antara daulah Abbasiyah dan daulah Umayah yang berorientasi ke Arab.
Khalifah Al-Mansur juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan
kepolisian negara; di samping membenahi angkatan bersenjata. Ia menunjuk Muhammad
bin Al-Rahman sebagai hakim di lembaga kehakiman negara. Sementara itu, jawatan pos
yang sudah ada sejak masa dinasti Umayah ditingkatkan peranannya dengan tambahan
tugas. Kalau dulu hanya untuk mengantar surat, pada masa Al-Mansur, jawatan pos
digunakan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi
kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah
laku gubernur setempat kepada khalifah. Khalifah Al-Mansur juga berusaha
menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari
pemerintahan pusat dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Di pihak lain, ia
berdamai dengan kaisar Constantine V. Selama gencatan senjata (758-765), Byzantium
membayar upeti tahunan.
Pada masa pemerintahan khalifah Abu Ja'far Al-Mansur untuk mempertahankan
kekuasaannya (754-775 M) ia mengubah konsep khalifah dengan suatu pernyataan:
innama ana Sulthan Allah fi ardhihi (sungguhnya Saya adalah kekuasaan Allah di
Buminya). Pernyataan ini mengandung pengertian bahwa konsep khalifah adalah jabatan
politik sebagai mandat dari Allah yang berlanjut kepada generasi sesudahnya, bukan
pelanjut dari Nabi dan Khulafa Al-Rasyidin. Ide Al-Mansur ini mengandung makna
politik bahwa ia ingin agar jabatan khalifah sesudahnya dipegang/dilanjutkan oleh warga
Abbasiyah.8
Apabila dilihat dari masa pemerintahan dua khalifah pertama, yaitu Abu Al-Abbas
Al-Saffah dan Abu Ja'far Al-Mansur, masa ini merupakan masa pembentukan dan
konsolidasi orientasi pemerintahan. Di antara keduanya, Al-Mansur yang paling gigih
dalam membina daulah Abbasiyah. Hal ini karena masa pemerintahan Al-Saffah
berlangsung hanya empat tahun. Untuk memantapkan posisi daulah yang baru berdiri,
Al-Mansur menghadapi lawan-lawan politiknya dengan keras, Abu Muslim Al-

8
Dr. Badri Yatim, M.A., Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2006), hlm. 52, lihat juga Ensiklopedia Islam,
Jilid 1, (Jakarta:PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993), hlm. 5.
Khurasani yang menjadi tokoh penting pada masa revolusi juga dibunuh karena
dikhawatirkan akan menjadi pesaingnya di kemudian hari.
Tidak hanya melakukan konsolidasi ke dalam, Al-Mansur juga melakukan upaya
penarikan kembali daerah-daerah yang sebelumnya melepaskan diri dari pemerintahan
pusat dan membentengi daerah-daerah perbatasan. Di antara upaya-upaya tersebut adalah
merebut benteng-benteng di Malatia, Cappadocia, dan Sisilia. Pegunungan Taurus dan
daerah dekat Selat Bosporus di wilayah utara ibukota juga dijaga keamanannya. Al-
Mansur juga mengadakan perdamaian dengan Kaisar Constantine V.9
Untuk mengokohkan posisinya di mata rakyat, Al-Mansur menggunakan nama
yang dilegitimasi oleh pandangan teologis. Ia menyebut dirinya dengan nama Sulthan
Allah fi Al-Ardhi (kekuasaan Allah di muka bumi) dan Al-Mansur sendiri merupakan
gelar; yang belum pernah digunakan pada masa daulah Umayah. Tradisi semacam ini
kemudian dilanjutkan oleh para khalifah bani Abbasiyah.10
Karena dua khalifah pertama telah berhasil meletakkan dasar-dasar kekhalifahan,
maka para khalifah berikutnya terus melanjutkan hingga daulah Abbasiyah berhasil
mencapai masa keemasannya, yaitu pada masa Al-Mahdi, Al-Hadi, Al-Rasyid, Al-
Ma'mum, Al-Mu'tashim, Al-Wathiq, Al-Mutawakkil. Al-Mahdi berhasil membawa
kehidupan perekonomian meningkat dengan cara memperbaiki sistem pertanian dan
perdagangan. Perbaikan irigasi membuat produksi gandum, kurma, dan zaitun melimpah.
Lancarnya arus perdagangan antara timur dan barat menjadikan Baghdad sebagai pusat
perekonomian. Hal ini memperkokoh kemakmuran daulah Abbasiyah.
Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya pada zaman Khalifah Harun
Al-Rasyid (786-809 M) dan putranya Al-Ma'mun (813-833 M). Kekayaan banyak
dimanfaatkan Harun Al-Rasyid untuk keperluan sosial, yaitu mendirikan rumah sakit
serta lembaga pendidikan dokter dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat paling tidak
sekitar delapan ratus orang dokter. Di samping itu, sejumlah pemandian umum juga
dibangun. Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini.
Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, serta

9
Carl Brockelmann, Histori of the Islamic Peoples, (London: Routledge dan Kegan Paul, 1982), hlm. 111

10
Penggunaan tradisi seperti ini selain untuk melegitimasi kekuasaan para khalifah, menurut Hodgson juga karena
pengaruh tradisi Raja Sasania yang telah dinobatkan Tuhan dari tradisi Mazdean, sehingga menjadi wahana khusus bagi
kehendak Ilahi. Penjelasan lebih lanjut bisa dibaca dalam Marshall G.S. Hodgson, The Venture of Islam: Iman dan Sejarah
dalam Peradaban Dunia Masa Islam Klasik, diterjemahkan Mulyadha Kartanegara, vol. 2. (Jakarta: Paramadina, 2002), hlm.
64.
kesusastraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam
menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tidak tertandingi.
Dengan demikian, terlihat bahwa pada masa khalifah Harun Al-Rasyid lebih
menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam daripada perluasan wilayah
yang memang sudah luas. Orientasi kepada pembangunan peradaban dan kebudayaan ini
menjadi unsur pembanding lainnya antara dinasti Abbasiyah dan dinasti Umayah. Al-
Ma'mum, pengganti Harun Al-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada
ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahannya, penerjemah buku-buku asing
digalakkan. Ia juga mendirikan sekolah. Adapun salah satu karya besarnya dan yang
terpenting adalah pembangunan Bait Al-Hikmah yang merupakan perpustakaan yang
sangat besar, sekaligus sebagai pusat penerjemah dan perguruan tinggi.
Pada masa Al-Ma'mum inilah Baghdad menjadi pusat kebudayaan dan ilmu
pengetahuan. Al-Mu'tashim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar
kepada orang-orang Turki untuk masuk ke dalam pemerintahan. Namun, kebijakan yang
dilakukan Al-Mu'tashim, ini justru berakibat adanya persaingan antara golongan arab dan
Persia. Keterlibatan merek dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa
daulah Umayah, daulah Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Tentara
dibina secara khusus menjadi prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer
dinasti Abbasiyah menjadi sangat kuat.
1. Faktor Pendukung Pembentukan Daulah Abbasiyah
a. Perselisihan internal keluarga khalifah Umayah
Para putra mahkota yang berselisih menyebabkan kekuatan kekhalifahan menjadi
rapuh. Apabila yang pertama memegang kekuasaan, ia berusaha untuk
mengasingkan yang lain dan mengganti dengan anaknya sendiri. Hal ini
menimbulkan permusuhan dalam keluarga. Tidak hanya terbatas pada keluarga
khalifah, namun juga di keluarga gubernur atau amir.
b. Munculnya gerakan perlawanan terhadap pemerintah daulah Umayah
Gerakan perlawanan terhadap daulah Umayah dilakukan oleh beberapa
kelompok, seperti Mawali,Syi'ah, dan Dahaq bin Qais asy-Syaibani. Ketika
daulah Umayah berkuasa, orang Mawali dipandang sebagai masyarakat bawahan
sehingga terbukalah jurang dan sekat sosial yang memisahkan. Padahal mereka
turut serta berjuang membela Islam dan bani Umayah.
c. Pertentangan etnis Arab Utara dan Arab Selatan
Pada masa kekuasaan bani Umayah, pertentangan etnis antara suku Arab Utara
(Bani Qays) dan Arab Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum
Islam, semakin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan penguasa Umayah
mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan.
d. Wafatnya Marwan bin Muhammad
Daulah Umayah runtuh pada abad ke tujuh saat terjadi pertempuran antara
pasukan Abu Al-Abbas melawan pasukan Marwan bin Muhammad (khalifah
terakhir daulah Umayah) di tepi Sungai Zab, irak di tahun 132 H (750 M).
Pertempuran tersebut dimenangkan oleh pasukan Abu Abbas Al-Saffah sehingga
berakhirlah riwayat kekuasaan daulah Umayah.11

B. Sistem Politik, Pemerintahan, dan Bentuk Negara


Dalam usahanya memantapkan stabilitas dinasti Abbasiyah maka Abu Abbas as-
Saffah menyiapkan pasukan elit yang dipimpin oleh Abdullah bin Ali (pamannya
sendiri) pasukan ini terus maju sampai ke lembah Sungai Zab (salah satu cabang sungai
Tigris) disini terjadi peperangan yang sangat dahsyat antara pasukan Abbasiyah melawan
pasukan Umayah yang berjumlah tidak kurang dari 12.000 orang, tetapi karena semangat
perang yang dimiliki oleh pasukan Abbasiyah lebih tinggi maka mereka dapat
mengalahkan pasukan Umayah, seterusnya mereka memasuki kota Damaskus yang
menyebabkan khalifah Marwan ll melarikan diri ke Palestin, tetapi pengejaran terhadap
Marwan ll terus dilakukan dan akhirnya Marwan ll wafat di kota Mesir tujuh bulan
setelah kekalahannya pada perang di lembah Zab. dan pada saat yang bersamaan dengan
penyerangan yang dilakukan oleh Abdullah bin Ali, maka dilakukan pula penyerangan
ke wilayah timur dengan target utama adalah pasukan Yazid bin Umar, pasukan yang
disiapkan oleh Abu Muslim Al-Khurasani ini dipimpin oleh Qahtabah yang kemudian
Adapun politik yang dilakukan oleh Abbasiyah sebagai berikut.
a. Para khalifah tetap dari keturunan Arab murni. Sedangkan para menteri, gubernur,
panglima, dan pengawalnya diangkat dari golongan Mawali keturunan Persia.
b. Baghdad sebagai ibu kota negara. Sebagai pusat kegiatan politik, ekonomi, sosial,
dan kebudayaan dijadikan "kota terbuka". Segala bangsa yang menganut berbagai
keyakinan diizinkan bermukim di dalamnya.
c. Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia diakui sepenuhnya.

11
Sri Mulyani, Sejarah Kebudayaan Islam, (Surakarta: Putra Nugraha), hlm. 6-9.
e. Para menteri keturunan Persia diberi hak sepenuhnya dalam menjalankan
pemerintahan. Sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina
Islam. Mereka sangat mencintai ilmu dan rela mengorbankan kekayaan untuk
memajukan kecerdasan rakyat dan meningkatkan ilmu pengetahuan.
Ketika daulah Abbasiyah berkuasa, tentara-tentara Arab muslim non-Arab ikut
mewarnai sistem kemiliteran daulah ini. Bahkan, mereka lebih dominan daripada tentara-
tentara arab. Tentara non-Arab pertama yang direkrut dalam dinas militer Abbasiyah
adalah penduduk Khurasan karena banyak membantu kelahiran daulah ini. Kelompok
militer pada masa pemerintahan Abu Ja'far al-Mansur, khalifah kedua daulah Abbasiyah
terbagi menjadi tiga,yaitu:
a. kelompok Yaman,
b. kelompok Mudariyah,
c. kelompok Khurasan.
Kemudian dibentuk dinas ketentaraan yang baru, yaitu tentar pengawal khusus
khalifah. Bertugas melindungi khalifah dari teror kaum pemberontak dan demonstran.
Ironisnya, para tentara pengawal khusus ini justru pada akhir masa daulah Abbasiyah
banyak membantu kaum pemberontak.
Berikut beberapa unsur yang menyangkut masalah pertahanan
a. Kesejahteraan tentara
Pada masa pemerintahan khalifah Abu Abbas as-Saffah, setiap tentara digaji
delapan puluh dirham per bulan. Sedangkan, gaji pasukan berkuda dua kali lipat
sebagai tambahan pemeliharaan kuda. Pada masa pemerintahan khalifah Al-
Ma'mum, pasukan infanteri digaji sepuluh dirham dan pasukan kaveri empat puluh
dirham. b. Jumlah tentara pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid mencapai
135.000 orang. c. Senjata d. Senjata pengepung e. Senapan f. Formasi barisan
pasukan g. Armada laut Islam.
Kemajuan politik dan militer berdampak terhadap perkembangan peradaban
umat Islam pada masa tersebut. Berikut dampak kemajuan politik dan militer
terhadap perkembangan peradaban umat Islam.
a. Kuat dalam menghadapi tekanan dari bangsa asing yang ingin menginvasi
negeri-negeri Islam.
b. Mampu menghadapi rongrongan pemberontak dari dalam negeri.
c. Stabilitas dalam negeri. Hal tersebut dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan
dasar masyarakat. Kebutuhan rakyat tercukupi secara ekonomi dan didukung
oleh keamanan yang memadai sehingga menciptakan kondisi dalam negeri
yang stabil, jauh dari pergolakan politik.
C. Sistem Sosial,Ekonomi, dan Budaya
1. Sistem Sosial
Daulah Abbasiyah membentuk masyarakat berdasarkan asas persamaan.
Pendekatan terhadap kaum Mawali dilakukan, antara lain dengan mengadopsi sistem
administrasi dari tradisi setempat (Persia), mengambil beberapa pegawai dan menteri
dari bangsa Persia, dan meletakkan ibukota kerajaan, Baghdad, di wilayah yang
dikelilingi oleh bangsa dan agama berlainan, seperti Islam, Aria, Semit, Kristen, dan
Majusi.
Pembagian kelas dalam masyarakat daulah Abbasiyah tidak lagi berdasarkan ras
atau kesukuan, melainkan jabatan. Menurut Jarji Zaidan, masyarakat Abbasiyah
terbagi dalam dua kelompok besar, sebagai berikut.
a. Kelas Khusus
Masyarakat dalam kelas ini meliputi :
1) Khalifah
2) Keluarga Khalifah (Bani Hasyim)
3) pembesar negara
4) bangsawan yang bukan dari Bani Hasyim, yaitu kaum Quraisy pada umumnya
5) petugas khusus, anggota tentara, dan pembantu istana.
b. Kelas Umum
Masyarakat yang berada dalam kelas Umum adalah masyarakat selain
dalam kelas khusus di atas, yaitu 1. seniman dan pujangga 2. ulama dan fuqaha 3.
saudagar dan pengusaha 4. pekerja dan petani. Kedaulatan Bani Abbasiyah terdiri
atas beberapa suku bangsa, antara lain Maghribi (Maroko), Mesir, Syam, Arab,
Irak, Persia, Sind, dan Turki. Akibat dari percampuran tersebut, terutama di kota-
kota besar, terjadi perkawinan campuran antarbangsa yang melahirkan golongan
baru yang disebut taulid. Perkawinan campuran ini banyak dilakukan oleh
Khalifah, gubernur, menteri, dan pembesar negara lainnya. Akibatnya, banyak
golongan taulid yang menjadi penguasa, seperti Musa al-Hadi, Harun al-Rasyid,
al-Ma'mum, al-Mu'tashim, dan al-Watsiq.
Namun demikian, Untuk menciptakan keadilan sosial, kekhalifahan dinasti
Abbasiyah membuat kebijakan pembentukan badan negara, yang anggotanya
terdiri dari wakil semua golongan. Tugasnya adalah melayani masyarakat dari
berbagai golongan. Tidak ada perbedaan suku, kelas sosial, dan agama.
Didalamnya, para wakil golongan bebas berpendapat di depan Khalifah.
Kebijakan bertujuan melindungi masyarakat non-Muslim, juga menjamin
diberikannya hak-hak mereka sebagai warga negara. Mereka bebas melaksanakan
berbagai aktivitas keagamaannya. Bahkan beberapa orang non-Muslim pernah
menduduki jabatan penting di pemerintahan, seperti Gabriel bin Bakhtisu.
2. Sistem Ekonomi
Pada masa pemerintahan daulah Abbasiyah, kas negara selalu penuh, uang
masuk lebih besar daripada uang keluar. Hal itu karena pada masa awal pemerintahan,
daulah Abbasiyah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Khalifah kedua, al-
Mansur, bukan saja ekonom dan organisator, tetapi juga ulama yang memiliki
wawasan luas dalam bidang agama dan Ilmu pengetahuan. Pada waktu Khalifah al-
Mansur wafat, harta dalam kas negara sebanyak 810 juta dirham. Sedangkan
sepeninggal Harun al-Rasyid, harta dalam kas negara sebanyak 900 juta dirham.
Pada masa al-Mahdi, perekonomian mulai meningkat terutama di sektor
pertanian melalui irigasi dan hasil pertambangan, seperti perak, emas, tembaga, dan
besi. Pelintasan barang dagang antara jalur Timur dan jalur Barat juga banyak
membaw kekayaan. Basrah menjadi pelabuhan yang penting. Khalifah daulah
Abbasiyah senantiasa berusaha keras untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Mereka mengembangkan sistem perekonomian negara dalam mengembangkan sistem
ekonomi pertanian, perindustrian, dan perdagangan. Berikut penjelasannya.
a. Sektor perdagangan
Dalam rangka memasarkan hasil-hasil perindustrian, pemerintahan
Abbasiyah berusaha keras menata alur perdagangan dengan cara berikut.
1) Membangun jalur sebagai sarana transportasi agar lalu lintas perdagangan
menjadi lancar.
2) Mengadakan pameran perdagangan
3) Membangun beberapa pasar di berbagai kota
4) Mengadakan hubungan dagang dengan negara lain
5) Membentuk armada laut untuk melindungi pantai dari bajak laut.
Dengan usaha tersebut, lahirlah beberapa kota dagang besar, seperti
Baghdad. Selain sebagai kota politik, agama, dan kebudayaan, Baghdad
merupakan kota dagang terbesar nomor dua di dunia. Kota dagang lainnya, yaitu
Basrah, Kufah, Madinah, Kairo, dan Qairawan. Produk buatan Abbasiyah
berhasil diekspor ke berbagai negara dengan kapal Islam ke negara India, Sri
Lanka, Indocina, Tiongkok, dan Aceh.
Pemerintah daulah Abbasiyah mengawasi kegiatan perdagangan. Mereka
membentuk badan khusus yang mengatur timbangan, menentukan dan
mengendalikan harga barang, serta mengawasi kualitas atau mutu barang yang
beredar di pasaran.
b. Sektor perindustrian
Khalifah Abbasiyah memanfaatkan sumber kekayaan alam yang berasal
dari tambang sehingga dapat menghasilkan emas, perak, tembaga, seng, dan besi.
Adapun wilayah-wilayah perindustrian beserta komoditasnya sebagai berikut
1. Syam: keramik dan gelas berwarna indah
2. Andalusia: perkapalan, persenjataan, dan industri kulit
3. Damaskus: kemeja tekstil aneka ragam sutra yang sangat terkenal dengan
merek "ad-
1. Damasq"
4. Basrah: sabun dan gelas
5. Khuzastan: tekstil sutra yang bersulam
6. Persia dan Khurasan: barang tambang dan wol
7. Baghdad: gelas, kilang keramik, dan kincir angin.
c. Sektor pertanian
Pemerintah daulah Abbasiyah sangat menghargai dan meringkankan beban
kaum petani. Misalnya, meringkankan pajak hasil bumi hingga beberapa tempat
dibebaskan dari beban pajak. Berbeda dengan daulah Umayah yang membebani
petani dengan berbagai pajak. Adapun cara yang ditempuh untuk mendorong
kemajuan kaum petani, sebagai berikut.
1. Membangun bendungan dan irigasi, menggali kanal, dan pembuatan lahan
pertanian baru.
2. Mengambil tindakan keras terhadap para pejabat yang mengganggu petani.
Pada masa pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid di Makkah dan
Madinah terjadi kemarau panjang yang mengakibatkan rakyat menderita.
Menyaksikan hal tersebut, istri khalifah, Ratu Zubaidah yang ikut berkunjung
kesana memberi sebuah usulan. Sang ratu mengusulkan agar khalifah
membangun sebuah bendungan dan terusan yang dapat mengalirkan air ke ladang
serta memenuhi kebutuhan hidup petani. Sehingga diharapkan kehidupan
penduduk di kota Haramain itu sejahtera.
d. Seni budaya
Seni arsitektur memiliki tempat tersendiri bagi para khalifah Abbasiyah.
Seni tersebut berguna untuk keperluan pembangunan gedung, masjid, istana,
madrasah, serta kantor pemerintahan. Berikut perkembangan seni budaya masa
daulah Abbasiyah.
1. Seni arsitektur
Pada masa daulah Abbasiyah banyak dibangun mesjid yang berfungsi
sebagai pusat kegiatan umat Islam. Juga digunakan untuk tempat berkumpul
para ulama dan ilmuwan untuk mendiskusikan berbagai ilmu pengetahuan.
Beberapa masjid yang dibangun pada masa daulah Abbasiyah sebagai berikut.
1) Masjid Al-Mansur, dibangun oleh khalifah Abu Ja'far al-Mansur 2) Masjid
Raya Ar-Risyafah, dibangun oleh Khalifah al-Mahdi 3) Masjid Jami' Qashr
Al-Khilafah, dibangun oleh Khalifah al-Muktafi 4) Masjid Qathi'ah Umm
Ja'far, dibangun oleh Khalifah al-Muktafi 5) Masjid Agung Samarra,dibangun
oleh Khalifah al-Mutawakkil 6) Masjid Agung Ishafan, dibangun oleh Sultan
Maliksyah 7) Masjid Alauddin Kaykobad di Nedge
D. Perkembangan Sains dan Teknologi
Perkembangan ilmu pengetahuan masa Abbasiyah ditunjang oleh beberapa faktor.
Di masa itu dilakukan berbagai macam penelitian dan kajian tentang ilmu pengetahuan.
Selain itu, kegiatan penerjemahan buku berbahasa asing, seperti Yunani, Mesir, Persia,
dan India ke bahasa Arab semakin gencar dilakukan. Buku yang diterjemahkan, antara
lain bidang kedokteran, filsafat, kimia, matematika, astronomi, dan sebagainya.
Kebijakan ini mulai diterapkan pada masa pemerintahan Khalifah Ja'far al-Mansur, al-
Mahdi, dan Harun ar-Rasyid. Kebijakan pemerintah yang mendukung kegiatan
keilmuwan dan penelitian melahirkan berbagai kemajuan pengetahuan, sebagai berikut.

1. Filsafat
Filsafat diartikan sebagai pengetahuan dengan akal budi tentang segala hal
yang ada, hakekat yang ada, sebab yang ada, asal yang ada, hukum yang ada, dan
segala sesuatu yang dibahas secara mendalam dan mendasar.¹Filsafat secara bahasa
artinya bijaksana.Adapun secara istilah, artinya berpikir secara mendalam tentang
hakikat kehidupan. Filsafat sering disebut induk ilmu. Objek ilmu filsafat meliputi
sebagai berikut.
a. Mikrokosmos merupakan hal-hal yang berhubungan dengan manusia
b. Makrokosmos berhubungan dengan kehidupan alam semesta
c. Metafisika berkaitan dengan hal-hal yang gaib.
Bidang ilmu filsafat melahirkan pemikir yang disebut filsuf. Berikut
beberapa nama filsuf muslim pada era Abbasiyah.
a. Al-Kindi
Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya'qub bin Ishaq al-Kindi. Ia
dilahirkan pada 809 M dan wafat pada 866 M (252 H). Ia dilahirkan di tengah
keluarga yang memiliki informasi dan kebudayaan tinggi, ditunjang keuletan
dalam menuntut ilmu sehingga menjadikan ia seorang yang cerdas cemerlang.
Di dunia barat, ia dikenal dengan nama Alkindus. Ia keturunan suku Kindah,
Arab Selatan yang Masyur. Ayahnya adalah gubernur Kufah pada masa
Khalifah al-Mahdi (775-785 M) dan ar-Rasyid (786-809 M). Al-Kindi
memiliki perpustakaan pribadi "al-Kindiyah" yang menghimpun karya-karya
di berbagai bidang. Berikut karya-karya dari Al-Kindi.
1. Meteorologi
Terdapat tak kurang dari lima belas buah buku yang dikarang oleh al-
Kindi tentang meteorologi. Berikut beberapa diantaranya.
a. Risalah fii 'illat Kawnu adh-Dhabab tentang asal mula kabut.
b. Risalah al-Atsar alladzi Yazhharu fi jaww wa Yusamma Kaukaban
tentang tanda yang tampak di langit dan disebut planet.
c. Risalah fi 'lllat Ikhtilaf Anwa'us Sanah tentang sebab perbedaan dalam
tahun-tahun.
d. Risalah fi 'lllat allati laha Yabrudu 'ala al Jaww wa Yaskhunu
Maqaruba min al-Ardh tentang alasan bagian atas atmosfer tetap
dingin, sedangkan bagian dekat dengan bumi panas.

2. Astronomi
a. Risalah fi Masa'il Su'ila 'Anha min Ahwal al-Kawakib, jawaban terhadap
pernyataan tentang planet.
b. Risalah fi Jawab Masa'il Thabi'iyyah fi Kayfiyyat Nujumiyyah,
pemecahan soal-soal fisis tentang perbintangan.
c. Risalah fi Mathrah asy-Syu'aat, tentang proyeksi sinar.
d. Risalah fi Fashlain, tentang dua musim (panas dan dingin).
e. Risalah fi idhah 'illat Ruju' al-Kawakib, tentang penjelasan sebab gerak ke
belakang planet.
f. Fii asy-Syu'aat, tentang sinar bintang.
3. Kedokteran
a. Risalah fi 'lllat Nafts ad-Damm, tentang Hemoptisis (batuk darah dari
saluranpernapasan).
b. Risalah fi 'lllat al-Judzam wa Asyfiyatuhu, tentang penyakit lepra dan
pengobatannya.
c. Risalah fi Asyfiyat as-Sumum, tentang obat penawar racun.
d. Risalah fi 'adhat al-Kalb al-Kalib, tentang rabies.
e. Risalah fi 'illat Baharain al-Amradh al-Haddah, tentang sebab igauan
dalam penyakit akut.
b. Al-Ghazali
Nama lengkap al-Ghazali ialah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad
al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i. Ia lahir di Thus 450 H (1058 M) dan wafat
pada 505 H (1111 M). Al-Ghazali adalah filsuf dan teolog muslim Persia yang
dikenal sebagai Algazel di dunia Barat pada abad pertengahan. Imam al-
Ghazali mempunyai daya ingat kuat dan bijak berhujjah sehingga digelari
Hujjatuk Islam karena kemampuannya. Ia sangat dihormati di dua kerajaan
Islam, yaitu Saljuk dan Abbasiyah yang merupakan pusat kebesaran Islam di
masa itu.
Imam al-Ghazali mengembara selama 10 tahun. Ia telah mengunjungi
tempat-tempat suci di daerah Islam yang luas, seperti Makkah, Madinah,
Yerussalem, dan Mesir untuk berjumpa dengan ulama-ulama disana dengan
tujuan mendalami ilmu pengetahuan yang ada. Dalam pengembaraan yang
ada. Dalam kitab pengembaraan, al-Ghazali menulis kitab Ihya' 'Ulumuddin
yang memberi sumbangan besar kepada masyarakat dan pemikiran manusia
dalam sebuah masalah.
c. Ibnu Miskawaih
Ibnu Miskawaih lebih dikenal sebagai filsuf akhlak daripada seorang
cendekiawan muslim yang ahli di bidang kedokteran, ketuhanan, maupun
agama. Dia paling berjasa dalam mengkaji akhlak secara ilmiah. Bahkan pada
masa daulah Buwaihi, dia diangkat menjadi sekretaris dan pustakawan.
Menurut ibnu Miskawaih, akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang
mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran
terlebih dahulu. Karakteristik pemikiran Ibnu Miskawaih dalam pendidikan
akhlak secara umum dimulai dengan pembahasan tentang akhlak. Menurutnya,
watak bersifat alami dan diperoleh melalui kebiasaan atau latihan. Dia berpikir
bahwa kedua watak tersebut hakikatnya tidak alami meskipun kita lahir
dengan membawa watak masing-masing. Namun, watak dapat diusahakan
melalui pendidikan dan pengajaran.
Ibnu Miskawaih memiliki berbagai karya. Karya yang paling masyur
adalah kitab Tahdzibul Akhlaq wa Tathhirul A'raaq. Buku ini menjelaskan
tentang jalan untuk meraih kestabilan akhlaq yang tepat dalam perilaku yang
teratur dan sistematis. Adapun karya-karyanya yang lain sebagai berikut.
1. Tartib as-Sa'adah, tentang akhlak dan politik. 2. Al-Musthafa, tentang syair
pilihan. 3. Jawidan Khairad, tentang kumpulan ungkapan bijak. 4. Asy-
Syaribah, tentang minuman. 5. Tajarib al-Umam (Pengalaman bangsa-bangsa),
buku ini menjadi acuan sejarah dunia hingga tahun 369 H.
2. Kedokteran
a. Ali bin Rabbani ath-Thabari
Ali bin Rabbani ath-Thabari menulis buku Firdaus al-Hikmah setelah
memeluk Islam. Ali masuk Islam dalam pelayanan Khalifah al-Mu'tashim
yang menunjuk dirinya untuk mengurus pengadilan. Buku Firdaus al-Hikmah
dibagi dalam tujuh bagian,antara lain berisi: masalah ilmu kesehatan
kontemporer, berjudul Kulliyatu ath-Thibb, uraian bagian-bagian organ tubuh
manusia, peraturan menjaga kesehatan dan uraian tentang penyakit-penyakit
yang pasti menghinggapi otot, deskripsi tentang diet, tentang seluruh penyakit
yang biasa menimpa badan, deskripsi tentang rasa dan warna, tentang obat-
obatan dan racun, serta materi tentang astronomi dan ringkasan pengobatan ala
india.
Selain Firdaus al-Hikmah, buku-bukunya yang diterjemahkan ke bahasa
Inggris dan Jerman adalah Diin ad-Daulah (Agama Negara) dan Hifzhu as-
Shihhah (Menjaga Kesehatan).
b. Ar-Razi
Ar-Razi dikenal dengan nama Rhazes.Beliau dijuluki Fakhruddin ar-Razi
yang berarti "kebanggaan agama dari Ray". Ar-Razi adalah pakar Al-Qur'an
(ahli tafsir),hadis,fikih, ushul fikih, sastra Arab, perbandingan agama, fisika,
kedokteran, serta filsuf. Ia merupakan ilmuwan muslim di bidang kedokteran
yang pertama kali menemukan perbedaan atara penyakit cacar air dan cacar
merah. Dia pula ilmuwan pertama yang menulis buku tentang kedokteran anak
dengan diagnosis metode injeksi urethal (saluran kencing dan sperma).
Ar-Razi adalah penemu diagnosis khas dengan pemanasan saraf sehingga
terukurlah tekanan darah. Karangannya berjudul al-Judari wa al-Hasbah (cacar
dan campak) telah dicetak dalam berbagai bahasa. Ia pernah menulis dalam
setahun lebih dari 20.000 lembar kertas. Karyanya mencapai 232 buku di
bidang farmasi yang paling penting adalah memperkenalkan penggunaan
bahan kimia dalam pembuatan obat-obatan. Adapun karyanya yang terkenal
ialah Tafsir al-Kabir.
c. Ibnu Sina
Ibnu Sina di dunia barat dikenal dengan nama Avicenna. Di usianya yang
baru 18 tahun, Ibnu Sina telah menjadi dokter hebat. Di masa itu, Sultan Nuh
bin Mansur pernah sakit parah.meski telah didatangkan dokter ahli dari seluruh
penjuru negeri, penyakitnya tidak kunjung sembuh. Ketika Ibnu sina mencoba
mengobati sang sultan, ternyata penyakit tersebut dapat disembuhkan. Orang-
orang Barat menjulukinya sebagai Medicorum Principal yang berarti rajanya
para dokter. Buku karangan Ibnu Sina yang berjudul Al-Qanun fi Ath Thibb
dijadikan pegangan wajib bagi para dokter di dunia. Ibnu Sina juga memiliki
keahlian di bidang filsafat. Ibnu Sina memiliki kegemaran membaca karya-
karya Aristoteles. Bahkan ia pernah membaca buku Methephsysi of Aristoteles
sebanyak 40 kali. Ia juga membaca karangan filsuf muslim al-Farabi. Ibnu sina
meninggal pada bulan Juni 1037 M di Hamadan, Persia.

d. Ibnu Nafis
Ibnu Nafis merupakan ahli peredaran darah dalam tubuh manusia.
Penemuan ini kemudian dipakai sebagai bahan penelitian oleh para dokter
Barat, seperti Michael Servetus, Realdo Colombo, dan Andre Palago. Karya
tulis Ibnu Nafis di bidang kedokteran sebagai berikut.
1) Kitab asy-Syamil fi ath-Thibb, sebuah ensiklopedia lengkap kedokteran .
2) Kitab al-Muhadzdzab fi al-Kuhl, sebuah buku yang memuat hampir
seluruh cabang kedokteran, kecuali oftalmologi.
3) Mujiz al-Qanun
4) Aphorisme (Fusul) of Hippocrates, tentang komentar atau pendapat
Hipporates.
5) Masail fi ath-Thibb, komentar atas karya Hunain bin Ishaq.
e. Abi Mahasin
Abi Mahasin ialah seoarang dokter ahli mata yang berhasil menemukan
berbagai penyakit mata serta pengobatannya. Dia mampu melakukan operasi
mata pada masa itu masih langka dilakukan. Karyanya yang terkenal berjudul
Al-Kafi fi al-Kuhl fi ath-Thibb, yang menguraikan tentang ilmu kedokteran
mata atau oftalmologi.
3. Bidang Kimia
Di masa daulah Abbasiyah terdapat ilmuwan muslim yang ahli dalam bidang
kimia, yakni Jabir bin Hayyan. Di dunia barat ia dikenal dengan nama
Geber.Kontribusi terbesar beliau adalah dalam bidang ilmu kimia. Kontribusi Jabir
bin Hayyan, antara lain dalam penyempurnaan proses kristalisasi, distilasi,
kalsinasi, sublimasi dan penguapan, serta pengembangan instrumen untuk
melakukan proses-proses tersebut. Beliau juga menemukan zat antikarat, kertas
tahan air, tinta yang dapat dibaca di tempat gelap, garam, soda api, dan air raksa.
Dia berhasil menulis delapan puluh buku tentang kimia. Jabir bin Hayyan juga
orang pertama yang mendirikan laboratorium kimia yang letaknya jauh dari
perkampungan. Berikut karya-karyanya: kitab al-kimya, kitab as-sab'in, kitab al-
rahmah, at-tajmi, az-zilaq asy-syarqi, book of the kingdom, book of eastern
mercury, dan book of balance.
4. Bidang Matematika
Penerjemahan buku-buku dari Yunani, Romawi, dan India ke dalam bahasa
Arab melahirkan berbagai karya, termasuk dalam bidang matematika.
Pengembangan ilmu matematika/ilmu hisab dibutuhkan pemerintah untuk
merencanakan pembangunan secara cepat. Misalnya dalam pembangunan gedung,
setiap sudut harus terukur secara tepat agar tidak terjadi kesalahan. Diantara ahli
matematika Muslim yang terkenal adalah: a) Al-Khawarizmi, ia adalah pengarang
Kitab al-Mukhtasar di Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah, berisi tentang ilmu hitung
dan penemu angka nol; b) Abu al-Wafa Muhammad bin Muhammad bin Isma'il
bin al-Abbas (940-998); c) Al-Biruni, ahli di bidang aritmatika teoritis dan praktis,
penjumlahan,seri, analisis kombinatorial, kaidah angka 3, bilangan irasional, teori
perbandingan, aljabar, geometri, Teorema Archimedes, dan sudut segi tiga, dan; d)
Umar Khayyam (1048-1131 M), pengarang buku tentang aljabar. Bukunya telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis oleh F. Woepeke (1857), berjudul Reatise
on Algabera.
5. Bidang Astronomi
Ilmu astronomi dalam Islam disebut ilmu Falak, yaitu ilmu yang mempelajari
benda-benda langit, seperti matahari,bulan, bintang, dan planet-planet lain. Ilmu ini
ditemukan sekitar 3000 tahun SM di Babylonia. Digunakan untuk menentukan
waktu ibadah, terutama waktu shalat, penentuan arah kiblat, dan penanggalan
Qamariyah. Ketika menentukan letak ibukota yang ingin dibangunnya, Khalifah
Al-Mansur juga memanfaatkan ilmu astronomi. Beliau banyak dibantu oleh ahli
astronomi dari India.
Ilmuan Muslim berhasil mendirikan Observatorium, dilengkapi dengan
peralatan yang maju, terutama untuk melakukan kajian pengembangan ilmu
tersebut. Habasyi al-Hasib al-Marwazi melakukan observasi sejak usia 15 tahun.ia
memimpin penyusunan tiga label Zij al-Makmum (Tabel al-Makmum) pada masa
pemerintahan Khalifah al-Makmum. Tabel pertama mengkritik metode Al-
Khawarizmi, kedua menulis tentang Al-Zij al-Mumtahan, ketiga Al-Zij asy-Syah.
Tokoh astronomi Muslim pertama adalah Muhammad al-Fazani. Ia dikenal
sebagai pembuat astrolabe, yaitu alat mempelajari ilmu perbintangan pertama di
kalangan Muslim. Tokoh-tokoh lainnya antara lain:
a. Ali bin Isa al-Usturlabi, penulis risalah astrolabe
b. Al-Fargani alias Al-Faragnus, penulis ringkasan ilmu astronomi.
c. Al-Battani. Ia penemu garis bujur terjauh matahari yang meningkat 16,47
derajat. Ia juga menentukan secara akurat kemiringan ekliptik (lingkaran
matahari), panjangnya musim, dan orbit matahari. Ia pun berhasil menemukan
orbit bulan dan planet serta teori untuk menentukan bulan baru. Karyanya
adalah Kitab al-Zij.
d. Al-Biruni. Karya besarnya Masudic Canon, pada tahun 1031, dia
merampungkan ensiklopedia astronomi yang sangat panjang, yaitu Al-Qanun
Al-Mas'udi. Al-Biruni berpendapat bahwa galaksi Bima Sakti adalah
kumpulan sejumlah bintang. Ilmuwan pertama pembeda antara astronomi dan
astrologi.
e. Nasiruddin At-Tusi (1201-1274 M), berhasil membuat table pergerakan planet
yang akurat. Sumbangan lainnya yang amat penting bagi perkembangan
astronomi adalah Kitab Zij al-llkhani. Kitab ini disusun setelah 12 tahun
memimpin Observatorium di Maragha. Ia juga berhasil menulis kitab terkenal
lainnya berjudul At-Tazkirah fi 'Ilm al-Hay'ah (memoar astronomi).
6. Bidang Biologi
a. Abu Sai'id al-Asma'i, merupakan ahli tumbuhan. Dia menulis sebuah buku
yang memuat tentang tumbuhan dan pepohonan berjudul An Nabat wa Syajar
(buku tentang tumbuhan dan pepohonan).
b. Muhammad ad-Damiry
Dikenal sebagai ahli binatang. Bukunya yang terkenal berjudul Hayat Al-
Hayawan Al-Kubra memuat secara lengkap jenis-jenis bintang dan sifat-
sifatnya, juga terdapat dongeng tentang binatang (fabel).
c. Al-Jahiz
Ahli zoologi sekaligus ahli biologi terkemuka dari abad ke-9 M itu
mengungkapkan dampak lingkungan terhadap kemungkinan seekor binatang
untuk bertahan hidup.Al-Jahiz merupakan penganut awal determinasi
lingkungan. Menurutnya, lingkungan dapat menentukan karakteristik fisik
penghuni sebuah komunitas tertentu. Asal muasal beragam warna kulit
manusia terjadi akibat hasil dari lingkungan tempat tinggal mereka. Kitab
termasyhurnya yang berjudul Al-Haywan (Buku tentang binatang, berisi
tentang, kuman, teori evolusi, adaptasi, dan psikologi binatang. Ia pun tercatat
sebagai ahli biologi pertama yang mencatat perubahan hidup burung melalui
migrasi.12

E. Kemunduran Daulah Abbasiyah


Daulah Abbasiyah sebagai penguasa kedua pemerintahan Umat Islam setelah
Khulafaur Rasyidin dalam sejarah perjalanannya mengalami fase yang sama dengan
daulah Umayyah. Meliputi fase kelahiran, perkembangan, kejayaan, kemudian memasuki
masa sulit dan akhirnya mundur dan runtuhn berikut dua faktor penyebab keruntuhan
Daulah Abbasiyah.
12
Philip K. Hitti, Histori of Arab, London; Macmilan Ltd, 1970, h. 471
a. Faktor internal
1) Hubud Dunya (kecintaan yang berlebihan terhadap kemewahan dunia)
Khalifah Abbasiyah memiliki gaya hidup mewah dan mencolok. Hal tersebut
setelah keberhasilan mereka dalam perekonomian negara. Gaya hidup mewah
di kalangan para Khalifah membuat sistem pemerintahan Daulah Abbasiyah
lemah dan mudah dikendalikan bangsa Turki.
2) Konflik keluarga yang berujung pada perebutan kekuasaan
Penyebab keruntuhan Abbasiyah antara lain disebabkan oleh ketidakwajaran
dalam pergantian kekuasaan setelah masa kekhalifahan al-Mutawakkil. Para
Khalifah Abbasiyah periode kedua yang berjumlah dua belas orang hampir
semua meninggal dengan cara diracun atau dibunuh dan diturunkan secara
paksa, hanya empat Khalifah yang meninggal secara wajar.
3) Konflik keagamaan
Konflik keagamaan yang terjadi pada masa Daulah Abbasiyah melahirkan tiga
kelompok yang sering berebut pengaruh, yaitu pengikut Muawiyah, Syi'ah,
dan Khawarij. Ketiga kelompok tersebut bermula dari konflik yang sering
terjadi antar Muawiyyah dan Ali bin Abi Thalib. Hal tersebut menandakan
bahwa konflik agama sudah terjadi sejak masa kekhalifahan Daulah Umayyah.
4) Ketergantungan dan kepercayaan khalifah terhadap Wazir sangat tinggi
Pada masa Daulah Abbasiyah para menteri atau Wazir sangat dipercaya oleh
para khalifah. Namun, kepercayaan yang diberikan khalifah dimanfaatkan oleh
mereka untuk melakukan perbuatan yang menyebabkan hubungan di antara
penguasa renggang bahkan sampai terjadi perang saudara.
b. Faktor eksternal
1) Muncul banyak pemberontakan
Banyak pemberontakan yang terjadi pada masa Daulah Abbasiyah bermula
dari sikap Khalifah yang mengabaikan daerah kekuasaan sehingga banyak
daerah kekuasaan yang terlepas dari tangan Daulah Abbasiyah. Selain itu,
pemberontakan terjadi karena Khalifah mengeluarkan kebijakan yang tidak
berpihak kepada rakyat.
2) Dominasi kekuasaan bangsa Turki
Orang-orang Turki pada masa kekhalifahan Daulah Abbasiyah banyak
mendominasi jabatan pemerintah. Mereka memanfaatkan pengangkatan
jabatan sebagai jalan untuk penggusuran kekuasaan para Khalifah hingga
akhirnya mereka berhasil merebut kekuasaan Daulah Abbasiyah.
3) Dominasi kekuasaan bangsa Persia
Sebelum bangsa Persia berhasil merebut takhta kekuasaan Abbasiyah, mereka
patuh terhadap pembesar-pembesar dari pada khalifah. Sehingga banyak dari
mereka yang menjadi panglima tentara, diantaranya menjadi panglima besar.
Setelah memiliki kedudukan yang kuat, para Khalifah Abbasiyah berada di
bawah telunjuk mereka dan seluruh pemerintahan berada di tangan mereka.13

13
Mulyani, Sri dkk. (ed), Sejarah Kebudayaan Islam, Surakarta: Putra Nugraha
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas yang telah dijelaskan mengenai peradaban Islam
pada masa Dinasti Abbasiyah, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat beberapa faktor
yang menyebabkan kemajuan serta kemunduran dinasti ini. Islam mencapai puncak
keemasannya Karena dipimpin oleh Khalifah yang berlandaskan Islam.pada saat Dinasti
Abbasiyah menguasai hampir seluruh wilayah. Islam berada di puncak kejayaannya baik
dari segi ekonomi, politik, sosial, dan hampir di seluruh sensi kehidupan. pada masa
inilah lahirnya para ilmuwan terkenal Islam di segala bidang kehidupan. Seperti Ibnu
Sina, ilmuwan terkenal bidang kedokteran. Al-Kindi seorang Filsuf Islam yang terkenal ,
serta Al-Khawarizmi ilmuwan Matematika yang hasil pemikirannya dijadikan landasan
wajib dalam bidang pendidikan.
Kejayaan Dinasti Abbasiyah tidak bertahan selamanya, hal ini disebabkan karena
para khalifahnya yang hanya mementingkan kehidupannya sendiri.tanpa peduli kondisi
rakyatnya. Sehingga seluruh kekuasaan yang telah diraih oleh Khalifah sebelumnya lepas
dari Dinasti Abbasiyah. Jadi, kemajuan serta kemunduran suatu pemerintahan tergantung
pada seorang pemimpinnya. Apakah peduli atau acuh dengan kondisi masyarakatnya
serta tidak boleh mementingkan kepentingan pribadi diatas kepentingan bersama.
B. Saran
Semoga kedepannya kita sebagai generasi muda di zaman sekarang tambah giat
dan semangat belajar dan memperluas ilmu. Karena ternyata semua kehidupan kita
sekarang ini, baik berupa ilmu ataupun dalam bidang seperti kedokteran itu adalah hasil
karya dari ilmuwan Islam. Sehingga menjadi motivasi bagi kita untuk giat belajar. Serta
tidak lupa, penulis menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kata sempurna, baik
dari segi penyusunan ataupun isi materinya. Kritik dan saran diperlukan untuk makalah
ini, agar kedepannya bisa menjadi makalah yang lengkap.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam. I, ll, lll, Jakarta:Alhusna.


Mulyani, Sri dan Muhammad Latif, (2022), Sejarah Kebudayaan Islam Kelas Vlll. Surakarta:
Putra
Nugraha
Hitti, Philip Khuri. (2005), Histori of the Arabics. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta
Murodi. (2013), Sejarah Kebudayaan Islam, Madrasah Tsanawiyah Kelas Vlll. Semarang:
Toha
Putra
Khudari Bek, Muhammad. 1986. Muhadharah Tarikhu al-Umam al-Islamiyah: Daulah al-
Abbasiyah. Beirut: Dar al-Qalam.
Darsono, Ibrahim T. 2013. Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam 2. Surakarta: PT Tiga
Serangkai
Hasan, Ibrahim. 1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam (terj). Yogyakarta: Kota Kembang.
Yatim Badri, 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai