Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA


DINASTI ABBASIYAH

Dosen Pengampu:

TIKA DEWI,M.AG

D
I
S
U
S
U
N
Oleh
SEFFIN GRANADY
AL NISHA AGUSTIN

PRODI/SEMESTER:HUKUM KELUARGA-PAGI/I (SATU)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
SYEKH ABDUL HALIM HASAN
AL_ISHLAHIYAH
2022
BAB I
Pendahuluan

Latar Belakang

Peradaban islam mengalami puncak kejayaan pada masa daulah Abbasiyah.


Perkembangan ilmu pengetahuan sangat maju yang diawali dengan
penerjemahan naskah asing terutama yang berbahasa Yunani ke dalam bahasa
Arab, pendirian pusat pengembangan ilmu dan perpustakaan dan terbentuknya
mazhab ilmu pengetahuan dan keagamaan sebagai buah dari kebebasan berfikir.
Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti Islam yang paling berhasil dalam
mengembangkan peradaban Islam. Para ahli sejarah tidak meragukan hasil kerja
para pakar pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah dalam memajukan ilmu
pengetahuan dan peradaban Islam. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah adalah
melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Daulah Abbasiyah
karena para pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas, paman
Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah Ibn
Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn al-Abbass. Dia dilahirkan di Humaimah pada
tahun 104 H. Dia dilantik menjadi Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132 H.
Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-12 ( Ratu Suntiah
dan Maslani, 1997:44). Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh
negeri. Pemberontakan yang paling dahsyat dan merupakan puncak dari segala
pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul Abbas melawan pasukan
Marwan Ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah) yang akhirnya dimenangkan
oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria,berakhirlah riwayat
Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah
(A. Syalabi. 2008: 175). Pada masa inilah masa kejayaan Islam yang mengalami
puncak keemasan pada masa itu berbagai kemajuan dalam segala bidang
mengalami peningkatan seperti bidang pendidikan, ekonomi, politik dan sistem
pemerintahannya.
BAB II
Pembahasan

A. Sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah

Sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah Tonggak berdirinya dinasti Bani Abbas, berawal
sejak merapuhnya sistem internal dan performance penguasa Bani Umayyah yang
berujung pada keruntuhan dinasti Umayah di Damaskus, maka upaya untuk
menggantikannya dalam memimpin umat Islam adalah dari kalangan bani Abbasiyah.
Propaganda revolusi Abbasiyah ini banyak mendapat simpati masyarakat terutama
dari kalangan Syi’ah, karena bernuansa keagamaan, dan berjanji akan menegakkan
kembali keadilan seperti yang dipraktikkan oleh khulafaurrasyidin.1 Nama dinasti
Abbasiyah diambil dari nama salah seorang paman Nabi yang bernama al-Abbas ibn
Abd al-Muthalib ibn Hisyam. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah Ibnu
Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn al- Abbas.2 Orang Abbasiyah merasa lebih berhak
dari pada bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, sebab mereka adalah dari cabang
bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi. Menurut mereka,
orang Umayyah secara paksa menguasai khilafah melalui tragedi perang Siffin. Oleh
karena itu, untuk mendirikan dinasti Abbasiyah, mereka mengadakan gerakan yang
luar biasa melakukan pemberontakan terhadap dinasti Umayyah.3 Di antara yang
mempengaruhi berdirinya khilafah bani Abbasiyah adalah adanya beberapa kelompok
umat yang sudah tidak mendukung lagi terhadap kekuasaan imperium bani Umayah
yang notabenenya korupsi, sekuler dan memihak sebagian kelompok diantaranya
adalah kelompok Syiah dan Khawarij (Badri Yatim. 2008:49-50) serta kaum Mawali
(orang-orang yang baru masuk islam yang mayoritas dari Persi). Di saat terjadi
perpindahan kekuasaan dari Umayyah ke Abbasiyah, wilayah geografis dunia islam
membentang dari timur ke barat, meliputi Mesir, Sudan, Syam, Jazirah Arab, Iraq, Parsi
sampai ke Cina. Kondisi ini mengantarkan terjadinya interaksi intensif antara daerah
satu dengan daerah lainnya. Interaksi ini memungkinkan proses asimilasi budaya dan
peradaban setiap daerah. Nyanyian dan musik menjadi tren dan style kehidupan
bangsawan dan pemuka istana era Abbasiyah. Anak-anak khalifah diberikan les khusus
supaya pintar dan cakap dalam mendendangkan suara mereka. Seniman-seniman
terkenal bermunculan, diantaranya Ibrahim bin Mahdi, Ibrahim al Mosuly dan anaknya
Ishaq. Lingkungan istana berubah dan dipengaruhi nuansa Borjuis mulai dari pakaian,
makanan, dan hadirnya pelayan-pelayan wanita. Para penguasa Abbasiyah
membentuk masyarakat berdasarkan rasa persamaan. Pendekatan terhadap kaum
Malawi dilakukan antara lain dengan mengadopsi sistim Administrasi dari tradisi
setempat (Persia) mengambil beberapa pegawai dan Menteri dari bangsa Persia
dan meletakan ibu kota kerajaannya, Baghdad di wilayah yang dikelilingi oleh bangsa
dan agama yang berlainan seperti bangsa Aria dan Sumit dan agama Islam, Kristen,
dan Majusi. Pembagian kelas dalam masyarakat Daulat Abbasiyah tidak lagi
berdasarkan ras atau kesukaan, melainkan berdasarkan jabatan, menurut jarzid
Zaidan, masyarakat Abbasiyah terbagi dalam 2 kelompok besar, kelas khusus dan kelas
umum. Kelas khusus terdiri dari khalifah, keluarga khalifah (Bani Hasyim) para
pembesar negara (Menteri, gubernur dan panglima), Kaum bangsawan non Bani
Hasyim (Quraisy) pada umumnya. petugas khusus, tentara dan pembantu Istana.
Sedangkan kelas umum terdiri dari para seniman, ulama, pujangga fukoha, saudagar
dan penguasa buruh dan petani. Sebelum daulah Bani Abbasiyah berdiri, terdapat 3
tempat yang menjadi pusat kegiatan kelompok Bani Abbas, antara satu dengan yang
lain mempunyai kedudukan tersendiri dalam memainkan peranannya untuk
menegakkan kekuasaan keluarga besar paman nabi SAW yaitu Abbas Abdul Mutholib
(dari namanya Dinasti itu disandarkan). Tiga tempat itu adalah Humaimah, Kufah dan
Khurasan. Humaimah merupakan kota kecil tempat keluarga Bani Hasyim bermukim,
baik dari kalangan pendukung Ali maupun pendukung keluarga Abbas. Humaimah
terletak berdekatan dengan Damsyik. Kufah merupakan kota yang penduduknya
menganut aliran Syi‘ah pendukung Ali bin Abi Tholib. Ia bermusuhan secara terang-
terangan dengan golongan Bani Umayyah. Demikian pula dengan Khurasan, kota yang
penduduknya mendukung Bani Hasyim. Ia mempunyai warga yang bertemperamen
pemberani, kuat fisiknya, tegap tinggi, teguh pendirian tidak mudah terpengaruh nafsu
dan tidak mudah bingung dengan kepercayaan yang menyimpang. Disinilah
diharapkan dakwah kaum Abbassiyah mendapatkan dukungan. Selama kekuasaan
mereka tersebut, peradaban Islam sangat berkembang. Jika pada masa Bani Umayyah
lebih dikenal dengan upaya ekspansinya, maka pada masa Bani Abbasiyah yang lebih
dikenal adalah berkembangnya peradaban Islam. Kalau dinasti Umayyah terdiri atas
orang-orang ‘Arab Oriented’, dinasti Abbasiyah lebih bersifat internasional, assimilasi
corak pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Timur, Mesir dan sebagainya. Dinasti
Abbasiyah memiliki kesan baik dalam ingatan publik, dan menjadi dinasti paling
terkenal dalam sejarah Islam. Setelah al-Watsiq pemerintahan mulai menurun hingga
al-Mu’tashim khalifah ke 37, jatuh dan mengalami kehancuran di tangan orang Mongol
1258.
B. Perkembangan Peradapan Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah

Masa pemerintahan Daulah Abbasiyah khususnya pada masa kekhalifahan Harun ar-
rasyid dan putranya Al Makmun adalah masa keemasan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan dalam dunia islam Pada masa ini pula umat Islam telah memberikan
kebebasan bagi berperangnya akal dan pikiran untuk kemajuan manusia saat itu. Pada
masa kekhalifahan ini pula hasil pemikiran manusia dan para ahli ilmu dari berbagai
bangsa di dunia yang saat itu berkembang saling melengkapi dan menambah kemajuan
ilmu pengetahuan dalam dunia islam.4 Di samping banyak bermunculan karya-karya
ilmuwan muslim bermunculan pula karya-karya berbahasa asing terutama bahasa
Yunani yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab buku-buku dari berbagai bahasa dan
berbagai judul itu dipilih dan diserahkan kepada para ilmuwan muslim untuk
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Khalifah menyediakan dana yang sangat besar
untuk kegiatan penerjemahan ini. Yang menarik dari perkembangan ilmu pengetahuan
pada masa Bani Abbasiyah adalah bahwa sebagian besar orang-orang yang
berkecimpung dalam bidang ini tidak hanya berasal dari bangsa Arab muslim atau
dikenal dengan kaum mawali. Kaum mawali adalah muslim yang berasal dari bangsa
non-arab terutama orang-orang yang berasal dari Persia. Para ilmuwan muslim pada
masa Bani Abbasiyah menjelajahi tiga benua untuk menuntut ilmu pengetahuan. Ketiga
benua yang dipilih adalah benua Asia Eropa dan Afrika. Dari 3 benua ini dianggap
mengalami kemajuan yang sangat pesat dari semua ilmu pengetahuan. Setelah kembali
dari tempat pengembaraan para ilmuwan muslim membaca dan menerjemahkan buku-
buku tersebut. Dalam waktu yang lama mereka berusaha menggali berbagai
pengetahuan dan kemudian menulis berbagai buku terutama buku-buku dalam bentuk
Dairatul Ma'arif atau saat ini lebih dikenal dengan sebutan ensiklopedia. Dari buku-
buku itulah masyarakat muslim saat itu belajar dan terus mengembangkan
pengetahuannya di berbagai masjid yang saat itu dijadikan sebagai pusat kegiatan
pendidikan. Dengan semakin giat nya kaum muslimin mempelajari berbagai ilmu dari
berbagai buku yang ditulis oleh para ilmuwan muslim dan buku-buku berbahasa asing
yang diterjemahkan oleh mereka Maka masyarakat Islam pada masa itu menunjuk
perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat luar biasa. Ilmu pengetahuan dan
kebudayaan Islam berkembang pula di negara-negara barat(EROPA). Disana
perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban umat Islam berkembang tidak kalah
pesatnya. Berbagai hasil penemuan dan penelitian ilmiah dibukukan oleh para ilmuwan
muslim. Kegiatan penerjemahan dari berbagai buku karya ilmuwan besar Eropa terus
menerus berlangsung. Pembangunan tempat kegiatan kegiatan belajar sangat pesat
dan sangat diperhatikan oleh para penguasa muslim yang ada di sana. Kegiatan-
kegiatan belajar diikuti oleh umat Islam dari berbagai kalangan. Kota-kota besar dan
berbagai peninggalan yang saat ini masih dapat disaksikan merupakan bukti sejarah
kemajuan ilmu pengetahuan dan kebudayaan umat Islam di masa Bani Abbasiyah.
C.Revolusi Dinasti Abbasiyah

Pada tahun 747 M, orang-orang Abbasiyah merasa saat untuk revolusi pun telah tiba.
Propinsi pertama yang dikuasai Abbasiyah adalah propinsi Merv, karena banyak
pendukung mereka di sana sehingga mudah melengserkan amir kota Merv dari
kepemimpinannya. Kemudian mereka beranjak menuju Kufah, salah satu kota basis
pendukung mereka juga.
Bertemulah dua kelompok pasukan di Irak; pasukan Daulah Umayyah dengan
membawa bendera putih sebagai representasi orang-orang Arab dan pasukan
gabungan Abbasiyah, Syiah, dan orang-orang Persia dengan membawa bendera hitam
sebagai representasi orang-orang non-Arab. Pertempuran ini terjadi pada 25 Januari
tahun 750 di daerah dekat sungai Zab, Irak. Peperangan ini dimenangkan oleh orang-
orang Abbasiyah dan pendukungnya, meskipun jumlah mereka lebih sedikit dari
pasukan Daulah Umayyah.
Kemenangan ini menandai jatuhnya Daulah Umayyah setelah beberapa kekalahan
dalam perang-perang sebelumnya. Khalifah Marwan II melarikan diri ke Mesir lalu
ditangkap dan dieksekusi. Saat-saat itu merupakan masa paling mengerikan bagi
keturunan Umayyah. Mereka semua ditangkapi dan dibunuh, kecuali Abdurrahman al-
Umawi yang berhasil melarikan diri ke Andalusia, Spanyol, lalu mendirikan kerajaan
bani Umayyah II. Setelah itu ia dikenal dengan nama Abrurrahman ad-Dakhil.
Dinasti Abbasiyah pun berdiri menggantikan Dinasti Umayyah memimpin dunia Islam.
Khalifah pertama mereka adalah Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin
Abbas bin Abdul Muthalib atau yang dikenal dengan Abul Abbas as-Safah. Ia disebut
dengan as-Safah yang berarti menumpahkan banyak darah karena ia banyak
membunuh manusia sehingga dapat duduk di kursi khalifah.
Kerajaan ini berdiri selama 508 tahun, dan Baghdad sebagai ibu kotanya. Kerajaan ini
dianggap sebagai kerajaan Islam yang terkuat sepanjang masa dan berhasil menjadikan
umat Islam merasakan zaman keemasan dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Meskipun berhasil memberikan nilai-nilai keadilan terhadap orang-orang
non-Arab dan lebih memberikan peran kepada mereka di masyarakat, namun Dinasti
Abbasiyah gagal memenuhi janji mereka untuk mengembalikan era kekhalifahan
khulafaur rasyidin di masa pemerintahan mereka.
D.Sistem Pemerintahan Dinasti Abbasiyah

Pada awal kekhalifahan Bani Abbasiyah menggunakan Kuffah sebagai pusat


pemerintahan, dengan Abu al-Saffah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Khalifah
penggantinya, Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M.) memindahkan pusat pemerintahan ke
Bagdad. Daulah Abbasiyah mengalami pergeseran dalam mengembangkan
pemerintahan, sehingga dapatlah dikelompokkan masa Bani Abbasiyah menjadi lima
periode sehubungan dengan corak pemerintahan. Sedangkan menurut asal-usul
penguasa selama masa 508 tahun Bani Abbasiyah mengalami tiga kali pergantian
penguasa, yakni Bani Abbas, Bani Buwaihi, dan Bani Seljuk.

A.Periode Pertama (750-847 M)

Pada periode awal pemerintahan Dinasti Abasiyah masih menekankan pada kebijakan
perluasan daerah. Kalau dasar-dasar pemerintahan Bani Abasiyah ini telah diletakkan
dan dibangun oleh Abu Abbas al-Saffah dan Abu Ja’far al-Mansur, maka puncak
keemasan dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, sejak masa Khalifah al-
Mahdi (775-785 M.) hinga Khalifah al-Wasiq (842-847 M.). Zaman keemasan telah
dimulai pada pemerintahan pengganti Khalifah al-Ja’far, dan mencapai puncaknya
dimasa pemerintahan Harun Al-Rasyid. Dimasa-masa itu para Khalifah
mengembangkan berbagai jenis kesenian, terutama kesusasteraan pada khususnya dan
kebudayaan pada umumnya.

B. Periode Kedua (232 H./847 M. – 334H./945M.)

Kebijakan Khalifah al-Mukasim (833-842 M.), untuk memilih anasir Turki dalam
ketentaraan kekhalifahan Abasiyah dilatar belakangi oleh adanya persaingan antara
golongan Arab dan Persia, pada masa al-Makmun dan sebelumnya.khalifah
alMutawakkil (842-861 M.) merupakan awal dari periode ini adalah khalifah yang
lemah. Pemberontakan masih bermunculan dalam periode ini, seperti pemberontakan
Zanj di dataran rendah Irak selatan dan Karamitah yang berpusat di Bahrain. Faktor-
faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbasiyah pada periode ini
adalah; Pertama, luasnya wilayah kekuasaan yang harus dikendalikan, sementara
komunikasi lambat. Kedua, profesionalisasi tentara menyebabkan ketergantungan
kepada mereka menjadi sangat tinggi. Ketiga, kesulitan keuangan karena beban
pembiayaan tentara sangat besar. Setelah kekuatan militer merosot, khalifah tidak
sanggup lagi memaksa pengiriman pajak ke Bagdad.
C. Periode Ketiga (334 H./945 M.-447 H./1055 M.)

Posisi Bani Abasiyah yang berada di bawah kekuasaan Bani Buwaihi merupakan ciri
utama periode ketiga ini. Keadaan Khalifah lebih buruk ketimbang di masa sebelumnya,
lebih-lebih karena Bani Buwaihi menganut aliran Syi’ah. Akibatnya kedudukan Khalifah
tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Sementara itu Bani Buwaihi
telah membagi kekuasaanya kepada tiga bersaudara. Ali menguasai wilayah bagian
selatan Persia, Hasan menguasi wilayah bagian utara, dan Ahmad menguasai wilayah
al-Ahwaz, Wasit, dan Bagdad. Bagdad dalam periode ini tidak sebagai pusat
pemerintahan Islam, karena telah pindah ke Syiraz dimana berkuasa Ali bin Buwaihi

D. Periode Keempat (447 H./1055M.-590 H./1199 M.)

Periode keempat ini ditandai oleh kekuasaan Bani Saljuk dalam Daulah Abbasiyah.
Kehadirannya atas naungan khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaihi di
Baghdad. Keadaan khalifah memang sudah membaik, paling tidak karena
kewibawannya dalam bidang agama sudah kembali setelah beberapa lama dikuasai
orang-orang Syi’ah

E. Periode Kelima (590 H./1199 M.-656 H./1258 M.)

Telah terjadi perubahaan besar-besaran dalam periode ini. Pada periode ini, Khalifah
Bani Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu. Mereka
merdeka dan berkuasa, tetapi hanya di Bagdad dan sekitarnya. Sempitnya wilayah
kekuasaan khalifah menunjukkan kelemahan politiknya, pada masa inilah tentara
Mongol dan Tartar menghancurkan Bagdad tanpa perlawanan pada tahun 656 H./1256
M.
E.Masa Keemasan Dinasti Abbasiyah

Popularitas Dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya pada masa Khalifah Harun Al-
Rasyid (786 M-809 M) dan putranya Al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang dimiliki
Khalifah Harun Al-Rasyid digunakan untuk kepentingan sosial seperti: lembaga
pendidikan, kesehatan, rumah sakit, pendidikan ilmu pengetahuan, dan kebudayaan
serta kesusasteraan berada pada zaman keemasan. Masa pemerintahan Abbasiyah sering
dikatakan sebagai zaman keemasan Islam.
1.Bidang Administrasi dan Pemerintahan
Pada masa Abu Ja’far Al-Mansur (754-775 M) memindahkan ibukota negara yang
awalnya Al-Hasyimiyah menjadi ke kota yang baru dibangunnya Bagdad pada tahun
762 M. Di ibu kota yang baru ini Al-Manshur melakukan konsolidasi dan penertiban
peme-rintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduk jabatan di
lembaga eksekutif dan yudikatif. Di dalam peme-rintahan, dia menciptakan tradisi baru
dengan mengangkat wazir (perdana menteri) sebagai koordinator departemen,
membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dewan penyelidik keluhan, dan
kepolisisan negara disamping membenahi angkatan bersenjata.

2.Bidang Perdagangan
Pada masa Al-Mahdi (775-785 M) perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan
di sektor pertanian, malalui irigasi dan peningkatan hasil penambangan seperti perak,
emas, tembaga, dan besi.

3.Bidang Pendidikan
Ketika pada masa Al-Ma’mun (813-833 M) dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta
kepada ilmu. Pada masa pemerintahnya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Ia
juga banyak men-dirikan sekolah salah satu karya besarnya yang terpenting adalah
pemabngunan Baitul Hikmah (akademi ilmu dan peradaban), pusat penerjemahan yang
berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-
Ma’mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

4.Bidang Militer
Al-Mu’tashim (833-842 M) memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk
masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal.
Tidak seperti pada masa dinasti Umayyah, dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan
sistem ketentaraan. Praktik orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti.
Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian,
kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat.
BAB III
Penutup

A. Simpulan

zaman pemerintahan Abbasiyah yang pertama merupakan puncak keemasan dinasti


ini. secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat
kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran, masyarakat mencapai
tingkat tertinggi. Disamping itu Dinasti Abbasiyah (750-1208 M) juga merupakan
dinasti yang menelurkan konsep-konsep keemasan Islam dalam hal pengembangan
ilmu pengetahuan. zaman keemasan Islam yang ditandai dengan penguasaan ilmu
pengetahuan di berbagai sektor telah membawa kemakmuran tersendiri pada
masyarakat saat itu. kemajuan di segala bidang yang diperoleh Bani Abbasiyah
menempatkan bahwa Bani Abbasiyah lebih baik dari bani Umayyah di samping itu
pada masa Dinasti ini banyak terlahir tokoh-tokoh intelektual muslim yang cukup
berpengaruh sampai saat ini

Anda mungkin juga menyukai