Anda di halaman 1dari 16

SEJARAH PERADABAN EKONOMI ISLAM PADA MASA DINASTI

ABBASIYAH

Diajukan sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Ekonomi
Islam Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

Oleh :
DIMAS HARDIANSYAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan suatu agama yang komprehensip yang mengatur
seluruh aspek kehidupan, dimulai dari kehidupan pribadi, keluarga masyarakat
bahkan sampai urusan kenegaraan sekalipun. Dalam kehidupan kenegaraan,
umpamanya, suatu negara Islam berkewajiban menciptakan standar hidup yang
layak bagi setiap warga negaranya, oleh karena itu dalam suatu sistem
kenegaraan menurut Islam, negara bertanggungjawab untuk membantu warga
negaranya yang tidak mampu.1

Telah menjadi hukum alam dimana manusia dalam hidupnya memiliki


berbagai macam kebutuhan untuk survive, baik berupa pakaian, makanan,
maupun tempat tinggal. Jika jatuh sakit membutuhkan pengobatan, dan untuk
meningkatkan martabat kehidupannya ia membutuhkan ilmu dan sebagainya.2

Sejarah telah mencatat, sebelum eksisnya dinasti Abbasiyah telah lahir


dinasti Umayyah, suatu dinasti yang banyak mengalami perubahan di berbagai
bidang bila di bandingkan dengan masa permulaan Islam. Pada masa dinasti
Umayyah terjadi improvisasi dibidang ilmu pengetahuan yang sangat pesat,
tetapi dibidang ekonomi terdapat distinguish yang signifikan bila
dikomperatifkan dengan masa daulah Abbasiyah. Sebagai contoh, pada masa
dinasti Abbasiyah perkembangan dan kemajuan ekonomi, pertanian
mendatangkan kontribusi yang cukup besar bagi keuangan negara. dinasti
Abbasiyah telah memberikan keringanan-keringanan kepada petani. Sedang
pada masa dinasti Umayyah, para khalifah pada masa itu bersikap tidak
simpatik kepada petani dengan cara membebankan petani dengan pajak yang

1
Pernyataan diatas merupakan pernyataan Umar Chapra yang terdapat dalam buku, The Islamic
Welfare Satate and Its Role in the Economy, dalam Islamic Persfective, yang disunting oleh
Khursyid
2
Ahmad Basyir, Refleksi Atas Persoalan Keislaman (Seputar Filsafat, Hukum, Politik & Ekonomi),
(Bandung : PT. Mizan, 1993), hlm.177

1
cukup berat.3 Sehingga ekonomi pertanian pada saat itu tidak berkembang
bahkan sektor pertanian bukanlah sektor yang diharapkan untuk memberikan
konrtibusi kepada negara. Hal ini terjadi karena penindasan yang dilakukan
terhadap petani secara berlebihan. Bahkan pada masa dinasti Umayyah terjadi
perhamburan uang yang cukup besar untuk mempertahankan status quo
masing-masing pemimpin.

Dinasti Abbasiyah merupakan suatu dinasti Islam yang eksistensinya di


mulai pada 132 H/750 M hingga 657 H/1258 M dan telah mencapai puncak
kejayaan dan kecermelangan di berbagai bidang, seperti bidang ilmu
pengetahuan, ekonomi, kekayaan, dan kekuasaan. Pada masa inilah munculnya
berbagai macam disiplin ilmu yang pada masa itu diterjemahkan dalam bahasa
Arab sebanyak ratusan bahakan ribuan jilid buku.4

Dinasti Abbasiyah merupakan suatu dinasti yang luas, pilar-pilarnya


solid, sistem peradabannya tinggi, wilayahnya memanjang mencapai daratan
China di sebelah Timur dan Perancis Selatan di sebelah Barat termasuk
Andalusia, semuanya itu diwarisi dari wilayah dinasti Umyyah.5 Dinasti
Abbasiyah dengan menggunakan strategi yang matang, dan studi analisis untuk
integral serta profesional, berhasil merebut wilayah-wilayah sebagai
disebutkan sebelumnya dari tangan dinasti Umayyah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah berdiri dan perkembangan Dinasti Abbasiyah ?
2. Bagaimana sistem ekonomi pada zaman Dinasti Abbasiyah ?

3
A. Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1995), hlm.212
4
Ibid., hlm.196
5
Muhammad Sayyid al-Wakil, Wajah Dunia Islam dari Dinasti Muawiyah sampai Imperialisme
Moderen, terj. Fadhli Bahri, ( Jakarta : Pustaka al-Kausar, 1998), hlm.75

2
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Sejarah Berdiri dan Perkembangan Dinasti Abbasiyah

Permulaan awal munculnya sejarah perkembangan islam yaitu dimulai


pada saat nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah kemudian islam
berkembang menjadi suatu Pemerintahan yang seiring berjalannya waktu
semakin besar dan meluas takkala pada masa Rasulullah kemudian
dilanjutkan pada masa Khulafaurrasyidin yaitu keempat sahabat nabi yang
cukup dikenal dan diketahui setiap orang yaitu Abu Bakar Assyidiq, Umar bin
Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Setelahnya Islam di pimpin
oleh Daulah Umayyah yang memerintah selama 90 tahun lamanya,
kemudian Pemerintahan Islam berhasil dikuasai oleh Daulah Abbasiyah yang
merupakan keturunan dan paman Nabi yang bernama Al-Abbas bin Abdul
Muthalib bin Hasyim.

Nama Dinasti Abbasiyah diambil dari nama seseorang dari paman Nabi
Muhammad SAW bernama Al-Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim.
Abbasiyah merasa lebih berhak memegang kekhalifahan dibanding Umayyah
sebab mereka adalah cabang bani Hasyim yang secara nasab lebih dekat
dengan Nabi Muhammad SAW. Pendiri Dinasti Abbasiyah adalah Abdullah
Al-Saffah bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas atau lebih dikenal dengan sebutan
Abu Al Abbas Al-Saffah. Daulah Abbasiyah berdiri antara tahun 132-656
H/750-1258 M. selama lima abad lebih keluarga Abbasiyah memegang
kekhalifahan dengan pusat pemerintahan di kota Baghdad.6
Babak ketiga dalam drama besar politik Islam dibuka oleh Abu Al-
Abbas yang berperan sebagai pelopor, Irak menjadi panggung besar drama itu.
Dalam khotbah penobatannya, yang disampaikan setahun sebelumnya di
masjid Kuffah, khalifah Abbasiyah itu menyebut dirinya as-saffih, penumpah

6
Suyuthi Pulungan, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:Amzah, 2018), hal 182

3
darah yang menjadi julukannya. Julukan itu merupakan pertanda buruk karena
dinasti yang baru muncul ini mengisyaratkan bahwa mereka lebih
mengutamakan kekuatan dalam menjalankan kebijakannya. Untuk pertama
kalinya dalam sejarah Islam, di sisi singgasana khalifah tergelar karpet yang
digunakan sebagai eksekusi.7
Menurut Muhammad Nashrt, pembentukkan kekhalifahan bani
Abbasiyah melalui proses yang cukup panjang dan menggunakan strategi
revolusi yang andal. Pertama melalui kedaulatan bawah tanah oleh Muhammad
bin Abdullah bin Abbas. Kedua, melalui upaya propaganda yang terus
menerus dan rahasia tentang hak kekhalifahan yang seharusnya berada
ditangan bani Hasyim, bukan Bani Umayyah. Ketiga, pemanfaatan kaum
muslim non-Arab yang sejak lama dianggap kelas dua. Keempat propaganda
terang-terangan yang dipimpin oleh Abu Muslim Al-Khurassani5. Sebelum
berdirinya Abbasiyah, terdapat tiga tempat yang merupakan pusat kegiatan
politik, yaitu Humaimah, Kufah, dan Khurasan. Ketiga tempat itu digunakan
keluarga Abbas secara sembunyi-sembunyi untuk membangun cikal bakal
Bani Abbasiyah.
1. Humaimah merupakan tempat yang tentram. Bani Hasyim bermukim di
kota itu, baik dari kalangan pendukung Ali maupun pendukung Abbas.
2. Kufah adalah wilayah yang penduduknya menganut Syiah yang selalu
ditindaskan oleh Bani Umayyah
3. Khurasan merupakan wilayah yang penduduknya tidak mudah
terpengaruh oleh kepercayaan yangada dakwah menyimpang. Di Bani
Abbasiyah mendapat dukungan.
Pemimpin Bani Hasyim bernama Al-Imam Muhammad bin Ali
yang merupakan peletak dasar dasar berdirinya Bani Abbasiyah. Ia
menyiapkan strategi perjuangan menegakkan kekuasaan atas nama
Rasulullah SAW. Ia memiliki pengikut sebanyak dua belas orang dan mereka
itu memimpin sebanyak seratus lima puluh orang.

7
Dedi Supriyadi, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung:CV. Pustaka Setia, 2008)., hal. 128.

4
Dalam upaya menegakkan kekuasaan, Abbasiyah melaksanakannya
secara rahasia. Akan tetapi, Imam Ibrahim, pemimpin Abbasiyah lainnya, ingin
upaya tersebut diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin
Muhammad. Ibrahim akhirnya tertangkap oleh pasukan Umayyah dan
dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya dieksekusi. Ia mewasiatkan kepada
adiknya, Abu Al-Abbas untuk menggantikan kedudukannya dan
memerintahkan untuk pindah ke Kufah. Sementara itu, kepemimpinan upaya
penegakan kekuasaan dibebankan kepada Abu Salamah. Dengan demikian,
Abu Al-Abbas segera pindah dari Humaimah ke Kufah diiringi para pembesar
Abbasiyah lainnya, seperti Abu Ja’far, Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali.
Penguasa Umayyah di Kuffah, Yazid bin Umar bin Hubairah,
ditaklukkan oleh Abbasiyah dan diusir ke Wait. Abu Salamah selanjutnya
berkemah di Kufah yang telah ditaklukkan pada tahun 132 Hijriah. Abdullah
bin Ali adalah salah seorang paman Abu Al-Abbas yang diperintahkan untuk
mengejar Khalifah Marwan bin Muhammad. Akan tetapi, pasukan Abbasiyah
dapat mengalahkan Pasukan Marwan bin Muhammad di dataran rendah sungai
Zab. Ia bersama pasukannya melarikandiri, Kemudian Pengejaran dilanjutkan
ke Maushul, Haran, dan menyebrangi Sungai Eufrat sampai ke Damaskus.
Di bawah pimpinan Shalih bin Ali, seorang paman Al- Abbas yang lain, ia
mengejar khalifah yang melarikan diri itu hingga ke Eufrat, Mesir, dan
akhirnya terbunuh di Busir, wilayah Al-Fayyum, pada tahun 132 Hijriah (750
M). dengan demikian, tumbanglah kekuasaan Bani Umayyah dan berdirilah
Bani Abbasiyah dengan pusat kekuasaan awalnya berada di Kufah.
a. Pemerintahan Abu Al-Abbas As-Saffah
Bani Abbasiyah mewarisi kekuasaan Bani Umayyah, mereka kelak
dapat mencapai keberhasilan yang lebih banyak karena landasannya
telah dipersiapkan oleh Bani Umayyah. Pergantian kekuasaan dari Bani
Umayyah ke Bani Abbasiyah lebih dari sekedar pergantian kepemimpinan.
Pergantian ini merupakan revolusi dalam sejarah Islam, suatru titik balik
yang sama pentingnya dengan revolusiPrancis dan revolusi Rusia di dalam
sejarah barat.

5
Seluruh angoota keluarga Abbas dan pemimpin umat Islam
menyatakan setia pada Abu Al-Abbas As-Saffah. As-Saffah kemudian
pindah ke Anbar, sebelah barat Sungai Eufrat dan dekat Baghdad. Ia
menggunakan sebagian besar masa pemerintahannya untuk memerangi
pemimpin-pemimpin Arab yang membantu Bani Umayyah. Ia mengusir
mereka semua, kecuali Abdurrahman yang selamat dan tidak beberapa
lama mendirikan Dinasti Umayyah di Spanyol. As-Saffah juga
memutuskan untuk menghabisi nyawa orang-orang yang setia terhadap
Bani Umayyah.
Kekhalifahan As-Saffah hanya bertahan selama empat tahun
Sembilan bulan. Ia wafat pada tahun 136 Hijriah di Anbar, kota yang
dijadikan untuk mengatur pemerintahan. Usianya tidak lebih dari tiga
puluh tiga tahun, bahkan ada yang mengatakan usianya dua puluh
Sembilan tahun.
b. Pemerintahan Abu Ja’far Al;Mansur
Sebelum Abu Al-Abbas As-Saffah wafat (754 M), ia mengangkat
saudaranya Abu Ja’far dengan gelar Al-Mansur (sebut Mansur)
sebagai penggantinya. Semula ibu kota pemerintahan di pusatkan di
Ambar , dengan nama istana negaranya Al-Hasyimiah. Setelah Mansur
memerintah ia memindahkan ibu kotanya di Baghdad, hal ini
dikarenakan Ambar terletak diantara Syam dan Kufah yang selalu dapat
ancaman dari kaum Syi’ah, maka pusat pemerintahan dipusatkan didaerah
yang lebih aman, Baghdad (762 M). Demi keamanan dari lawan politiknya
seperti orang Rawandiah, maka Mansur membangun sebuah kota yang
indah dan aman di tepi sungai Tigris, kemudian dijadikan sebagai ibu kota
baru Abbasiyah hingga akhir periode dinasti ini.
Baik Saffah maupun Manshur dikenal sebagai pembunuh masal,
bahkan keduanya juga menyingkirkan rival politiknya. Misalnya,
panglima dan pemenang perang. Abdullah ditangkap dan setelah tujuh
tahun berada di penjara lalu dibunuh oleh Mansur. Kelompok Syi’ah
yang lainyang telah banyak membantu proses berdirinya Dinasti ini

6
di bawah pimpinan Abu Muslim Khurasani. Akan tetapi, ia di curigai
Mansur sebagai pesaing politik, selain itu Mansur juga merasa adanya
ancaman dari sekte Syi’ah yang enggan tunduk kepadanya dan rakyat
yang kecewa dengan pemerintahan baru.
Demkianlah pula nasib saudaranya, Ibrahim juga telah dibunuh oleh
Mansur, di mana kedua saudara yang di hormati banyak orang baik
kalangan Syi’ah maupun bukan kalangan Syi’ah. Meskipun Mansur tidak
menghormati Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, mereka disiksa dan
dipenjarakan, namun Mansurlah yang banyak membantu menetapkan
secara formal mazhab sunni. Disinalah Ia abadi di kalangan ahl al-sunnah
wa al-jama’ah Mansur tidak diam disitu saja, setelah kedua saudara itu
disingkirkan dari gelanggang politik, ia juga membunuh di muka umum
secara masal Ali, Hasan, Husein, Simpatisan, dan para pengikutnya.
Bukan hanya itu, ia membatalkan keputeramahkotaan’Isa, pilihan Saffah
dan menganggkat puteranya, Mahdi sebagai putera mahkota baru.
Pada masa Khalifah Mansur dalam bidang politik, Negara cukup stabil
dan maju, setelah ia memadamkan api pemberontakan termasuk Ustadsis di
Herat yang menyatakan dirinya sebagai nabi, menguasai Khurasan dan Sizitsan
yang sangat luas. Ia ditangkap dan dibawa ke Baghdad. Saat Khalifah Mansur
sibuk dalam urusan dalam negeri, tentara Bizantium menyarang dan
menggangu di wilayah perbatasan barat laut. Akhinya mereka
B. Sistem Ekonomi pada Zaman Dinasti Abbasiyah
1. Sistem Ekonomi
Membicarakan tentang sistem ekonomi pada masa al-Mansur tidak
terlepas dari pengertian serta makna dari sistem ekonomi itu sendiri.
Secara terminology system adalah suatu metode atau cara-cara yang
dilakukan dengan susunan yang utuh bertujuan untuk mencapai suatu
maksud.8 Sedangkan ekonomi itu sendiri adalah suatu kegiatan yang
berhubungan dengan produksi, distribusi. Jadi dapat dikatakan bahwa

8
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1985), hlm.955

7
system ekonomi adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan produksi
dan distribusi dengan memakai metode yang tertentu untuk mencapai
tujuan tertentu.
Sistem ekonomi yang diterapkan dapat terealisasi dengan adanya
unsur-unsur yang mendukung terlaksananya sistem ekonomi. Adapun
unsur pendukung dari terlaksananya sistem ekonomi tersebut adalah
pemerintahan, pelaku ekonomi, dan sarana.
Pada masa Dinasti Abbasiyah segala aktivitas perekonomian di
dukung dan di sokong oleh pemerintahan (negara), tetapi rakyat bebas
melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi seperti dalam bidang pertanian,
perdagangan, industri dan lain sebagainya. Sehingga masyarakat merasa
senang berusaha dan dapat mengembangkan segala kemampuan yang
dimiliki (skill), sedangkan negara hanya memungut sebagian kecil pajak
yang tidak memberatkan pada rakyat sebagai pelaku ekonomi.
Pada bidang pertanian, pemerintahan Dinasti Abbasiyah tidak seperti
yang dilaksanakan oleh khalifah Umayyah yang menekan, merampas hak
petani. Kaum petani pada masa al-Mansur dihormati dan dipermudah, hal
ini terlihat pada perlakuan baik dan adil yang ditujukan kepada kaum tani,
dengan tidak membedakan ahli zimmi dan mawali. Andai kata salah satu
khalifah Dinasti Abbasiyah, yaitu al-Mansur sangat anti sikap diskriminasi
artinya memandang orang sama dalam hak dan jiwa. Kalau al-Mansur
tidak menerapkan sistem ini, tetapi beliau dikotomi, sudah pasti dalam
sektor pertanian akan mengalami kegagalan. Hal inilah yang terjadi pada
masa Bani Umayyah bukan kebebasan yang diberikan, malah hak petani
yang dirampas.9
Perindustrian salah satu yang menyebabkan majunya suatu negara
yang dengan menguasai bidang industri tersebut. Kemajuan industri pada
masa Dinasti Abbasiyah dapat dilihat dari kemajuan kota Baghdad sebagai
ibu kota negara yang memiliki berbagai macam industri sebagai contoh di

9
Zainal Abidin Ahmad, Dasar-dasar Ekonomi Islam, (Jakarta : CV. Bulan Bintang, tt), hlm.36 1

8
Baghdad adanya industri tekstil, gelas, dan keramik sedangkan di Basrah
terkenal dengan industri sabun dan gelas.19 Begitu juga dalam bidang
perdagangan, memberikan perhatian penuh terhadap bidang ini, hal ini di
tandai dengan adanya berbagai usaha untuk mewujudkan suatu kondisi
ekonomi yang sesuai dengan tujuannya. Diantara wujud nyata yang
diperbuat adalah membangun pusat-pusat perdagangan, jalur perdagangan
antar bangsa, armada perdagangan, sehingga pada masa beliaulah kota
Baghdad jadi kota perdagangan.
Perhatian Dinasti Abbasiyah terhadap bidang perdagangan ini
diwujudkan pula dengan pembuatan jawatan-jawatan pos yang mengatur
tentang segala macam yang berkaitan dengan penentuan harga barang di
pasaran. Dengan adanya usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah
dalam menata sistem perdagangan secara tidak langsung akan
mempermudah masyarakat untuk melakukan kegiatan ekonomi.
Dan tujuan ekonomi tersebut akan dapat dicapai apabila sistem yang
diterapkan selalu mendapatkan control dari pemerintah, dengan adanya
intervestasi pemerintah sebatas pengaturan dalam bidang perdagangan,
baik itu merupakan penentuan harga, takaran timbangan atau berupa
penentuan harga, takaran timbangan dalam rangka mencegah kezaliman
dengan berbagai bentuknya. Dan dengan adanya control pemerintah
tersebut akan menghilangkan rekayasa pebisnis amoral yang dapat
merugikan masyarakat.
2. Kebijakan Fiskal dan Moneter Pada Masa Dinasti Abbasiyah
Beberapa khalifah yang pernah memimpin pada masa Dinasti
Abbasiyah dan sangat perperan penting dalam meningkatkan
perekonomian Islam adalah sebagai berikut :
a. Khalifah Abu Ja’far Al-Mansyur (137-158 H/753-744M)10
Abu Ja'far Al-Manshur menjabat khalifah kedua Bani
Abbasiyah menggantikan saudaranya Abdul Abbas As-Saffah. Abu

10
Umar Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press,
2001), hal. 150.

9
Ja'far Al-Manshur adalah putra Muhammad bin Ali bin Abdullah bin
Abbas bin Abdul Muthalib. Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur membangun
kota Baghdad menjadi pusat pemerintahan dan meletakkan dasar-dasar
ekonomi dan keuangan negara dengan baik dan terkendali. Oleh sebab itu,
tidak pernah terjadi defisit anggaran besar-besaran. Kas negara selalu
penuh, uang yangmasuk lebih banyak daripada uang keluar. Jalur-jalur
administrasi pemerintahan, mulai dari pusat hingga ke daerah ditata
dengan rapi sehingga sistem dan roda pemerintahan berjalan dengan
baik. Kebijakannya ini menimbulkan dampak yang positif di
kalangan para pejabat pemerintahan, karena terjadi koordinasi dan
kerja sama yang baik di antara mereka. Koordinasi dan kerja sama itu
terjadi antara Kepala Qadhi (Jaksa Agung), Kepala Polisi Rahasia,
Kepala Jawatan Pajak, dan Kepala Jawatan Pos. Hal itu dilakukan
untuk melindungi masyarakat dari berbagai tindakan yang tidak adil
dengan memberikan hak-hakmasyarakat.
Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh Abu Ja’farAl-Mansur adalah
menetapkan intervensi harga pada saat terjadi kenaikan harga yang
tidak wajar. Sumber pendapatan berasal dari zakat, kharaj, dan jizyah.
Pengeluaran negara meliputi biaya administrasi pemerintahan, gaji
pegawai negara, memperkokoh angkatan militer. Sedangkan untuk
kebijakan moneter, khalifah Abu Ja’far Al-Mansur melanjutkan
pendahulunya Al-Saffah yaitu mencetak dinar dengan mengikuti
model dinar Umayyah dan tidak mengubah sedikitpun kecuali pada
ukiran-ukiran dan ukuran dirhamnya berkurang.
Pada awal pemerintah beliau, perbendaharaan negara dapat
dikatakan tidak ada karena khalifah sebelumnya, al-saffah, banyak
menggunkan dana baitul maal untuk diberikan kepada para sahabat dan
tentara. Hal tersebut mendorong khalifah al-manshur untuk bersiap keras
dalam peneguhan kedudukan keuangan negara. Di samping penumpasan
musuh-musuh khalifah, sehingga masa pemerintahannya ini juga
dikenal sebagai masa yang penuh dengan kekerasan.

10
Dalam mengendalikan harga-harga, khalifah Al-Manshur
memerintahkan parakepada jawatan pos untuk melaporkan harga pasaran
dari setiap bahan makanan dan barang lainnya. Jika mengalami kenaikan
yang luar biasa, ia memerintahkan para walinya agar menurunkan harga-
harga ke tingkat semula. di samping itu, khalifah al-manshur sangat
hematdalam membelanjakan harta baitul maal. Ketika ia meninggal,
kekayaan kas negara telah mencapai 810 juta dirham.
Tentang bagaiamana kecakapan rasyid memasukan uang ke dalam kas
negara (bait al-maal), pernah diberitakan orang, bahwa apabila sedang
tidur terlentang memandang awan lalu di angkasa raya, lantas beliau
berkata :’’oh awan, engkau boleh melayang kemana saja, pajakmu pasti
akan datang kepada ku!’’.
Sebabnya maka kas negara demikian kaya nya pada permulaan
Daulah Abbasiyyah.Yaitu karena para khalifah betul-betul memandang
soal ekonomi dan keuangan negara sangat penting, sehingga dengan
demikian pembangunan dalam segala cabang ekonomi dia pandang soal
yang paling penting. Baik khalifah manshur atau khalifah-khalifah
sesudahnya telah membangun ekonomi negara dengan berhasil
sekali, baik dalam bidang pertanian, perindustrian ataupun dalam
bidang perdagangangan.
b. Khalifah Harun Al-Rasyid (170-193 H/786-808M)11
Ketika pemerintahan dikuasai Khalifah Harun Al-Rasyid,
pertumbuhan ekonomi berkembang dengan pesat dan kemakmuran Daulah
Abbasiyah mencapai puncaknya. Pada masa pemerintahannya, khalifah
melakukan diversifikasi sumber pendapatan negara. Ia membangun
baitul mal untuk mengurus keuangan negara dengan menunjuk seorang
wazir yangmengepalai beberapa Diwan, yaitu:
1) Diwan al-khazanah: bertugas mengurus seluruh perbendaharaan
Negara.

11
Umar Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi...,hal. 176.

11
2) Diwan al azra: bertugas mengurus kekayaan negara yang berupa
hasil bumi.
3) Diwan khazain as-siaah: berugas mengurus perlengkapan
angkatan perang.
Sumber pendapatan pada masa pemerintahan ini adalah kharaj,
jizyah, zakat, fa’i, ghanimah, usyr, dan harta lainnya seperti
wakaf,sedekah, dan harta warisan yang tidak mempunyai ahli
waris.Seluruh pendapatan negara terasebut dimasukkanke dalam
baitul mal dan dikeluarkan berdasarkan kebutuhan. Pemerintahan
khalifah Harun Al-Rasyid juga sangat memperhatikan masalah
perpajakan. Ia menunjuk Qadi Abu Yusuf untuk menyusun sebuah
kitab pedoman mengenai keuangan negara secara syariah. Untuk itu,
Imam Abu Yusuf menyusun sebuah kitab yang diberi judul Kitab
al-Kharaj Dalam pemungutan al-Kharaj, para Khalifah
Abbasiyah melakukan dengan tiga cara, yaitu: Al-Muhasabah atau
penaksiran luas areal tanah dan jumlah pajak yang harus dibayar
dalam bentuk uang. Al-Muqasamah atau penetapan jumlah tertentu
(persentase) dari hasil yangdiperoleh. Al-Maqhatha’ah atau penetapan
pajak hasil bumi terhadap para jutawan berdasarkan persetujuan
antara pemerintah dengan yang bersangkutan.
PendapatanNegara dikeluarkan berdasarkan kebutuhan
dan dialokasikan untuk riset ilmiah dan penterjemahan buku-
buku Yunani, disamping untuk biaya pertahanan dan anggaran
rutin pegawai. Untuk melindungi integritas uang logam dan
kepercayaan umum, Harun ar-Rasyid membangun kantor inspektur
uang logam (nazir as-Sikkah) sehingga standar dinar sangat tinggi
kualitasnya.
Khalifah Harun al-Rasyid meninggalkan kekayaan negara
dalam kas waktu beliau meninggal sebanyak lebih dari 900.000
dirham. Kecakapan rasyid dalam mengumukakan kas negara sama
dengan kecakapan manshur, hanya rasyid lebih banyak

12
mengeluarkan di bandingkan dengan manshur, mungkin karena
zaman yang berbeda.
C. Sebab – sebab keruntuhan Dinasti Abbasiyah
Keruntuhan dari segi internal (dari dalam), mayoritas kholifah
Abbasyiah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadi dan melalaikan
tugas dan kewajiban mereka terhadap negara. Luasnya wilayah kekuasaan
kerajaan Abbasyiah, menyebabkan komunikasi pusat dengan daerah sulit
dilakukuan. Semakin kuatnya pengaruh keturunan Turki, mengakibatkan
kelompok Arab dan Persia menaruh kecemburuan atas posisi mereka. Dengan
profesionalisasi angkatan bersenjata ketergantungan khalifah kepada mereka
sangat tinggi. Permusuhan antar kelompok suku dan kelompok agama, serta
merajalelanya korupsi dikalangan pejabat kerajaan. Keruntuhan dari segi
eksternal (dari luar) Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan
menelan banyak korban. Penyerbuan Tentara Mongol dibawah pimpinan
Hulagu Khan yang menghancurkan Baghdad. Jatuhnya Baghdad oleh Hukagu
Khan menanndai berakhirnya kerajaan Abbasyiah dan muncul Kerajaan
Syafawiah di Iran, Kerajaan Usmani di Turki dan Kerajaan Mughal di India.
Daulah Abbasiyah Lenyap dari Permukaan Bumi, runtuhnya daulah ini
ketika dijabat oleh khalifah Al-Musta’sim (khalifah terakhir di daulah ini),
beliau besarta putra-putranya dan seluruh pembesar-pembesar kota Bagdad
mati dibunuh, akibat ulah khianat laskar Holako, sebagian besar penduduk dari
kota ini disembelih, laksana menyembelih binatang. Lalau laskar Holako
merampas,, menjarah dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tiada
terperikan kejam dan ganasnya, mereka juga merusak gedung-gedung nan
indah permai, madrasah-madrasah dan masjid - masjid serta kitab-kitab
pengetahuan yang tiada ternilai harganya, mereka lempar ke dalam sungai
Tigris sehingga hitam airnya lantaran tinta yang luntur. Daulah Abbasiyah
lenyap dari permukaan bumi, runtuh terkubur dalam kota Bagdad yang hangus
dibawah runtuhnya gedung-gedung dan istana yang indah permai. (Osman,
136)

13
BAB 3

KESIMPULAN

Dinasti Abbasiyahdidirikan pada tahun 132 H/750 M oleh Abul Abbas


Ash-shaffah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Kekuasaan Bani Abbasiyah
melewati rentang waktu yang sangat panjang, yaitu lima abad dimulai dari
tahun 132-656 H/750-1258 M. Berdirinya pemerintahan inidianggap sebagai
kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh bani Hasyim
(alawiyun) setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang
berhak berkuasa adalah keturunan Rasulullah dan anak-anaknya. Selama dinasti
ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan
perubahan politik, sosial dan budaya.

Dinasti Abbasiyah menjadikan Islam sebagai pusat perkembangan


ilmu pengetahuan dan hal itu menjadi faktor berkembangnya perekonomian
Islampada masa itu. Dapat dikatakan bahwa, ada suatu kisah yang tak terharga
nilainya dari peninggalan sejarah Dinasti Abbasiyah. Hal ini harus menjadi
motivasi untuk membangun visi umat dalam mengembangkan perekonomian
dunia.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Z. A. (2000). Dasar Dasar Ekonomi Islam. Jakarta: CV. Bulan Bintang.
Chapra, U. (2001). Masa Depan Ilmu Ekonomi . Jakarta: Gema Insani Press.
Dedi Suyandi, M. (2008). Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Hasyim, A. (1995). Sejarah Kebudayaan Islam . Jakarta: Bulan Bintang.
Poerwadarmita, W. (1985). Kmus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Pulungan, S. (2018). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Wakil, M. S. (1998). Wajah Dunia Islam. Jakarta: Pustaka Al Kausar.

15

Anda mungkin juga menyukai