Anda di halaman 1dari 17

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH

Dimas Hardiansyah1
Email: dimashardiansyah2020@gmail.com

Abstract
The Abbasid dynasty, which was pioneered by al-Abbas Ibn Muttalib, emerged after the
overthrow of the Umayyad dynasty, the Abbasid dynasty lasted for a very long time starting
from 132 (750 AD) to 656 H (1258 AD). and it was this dynasty that Islam reached its peak of
glory and brilliance in all its aspects, such as science, politics, economics and other fields. The
glory and brilliance that was achieved initially was due to the coaching of the Abbasid daula
itself, namely Abu Ja'far al-Mansur. Various efforts were made by al-Mansur to advance and
stabilize the country, such as the appointment of a vizier, helping the country's most
significant protocol is economic development. In this study the author tries to explain how
the economic system was implemented during the Caliph al-Mansur and its implications for
economic progress.

Abstrak
Dinasti Abbasiyah yang dipelopori oleh al-Abbas Ibnu Muthalib muncul setelah tergulingnya
kekuasaan dinasti Bani Umayyah, kekuasaan dinasti Abbasiyah berlangsung dalam waktu
yang amat panjang dimulai 132 (750 M) hingga 656 H (1258 M). dan dinasti inilah Islam
mencapai puncak kejayaan dan kecermelangan di segala aspeknya, seperti ilmu pengetahuan,
politik, ekonomi dan bidang lainnya. Kejayaan dan kecermelangan yang telah diraih awalnya
adalah berkat pembinaan dari daulah Abbasiyah itu sendiri, yaitu Abu Ja’far al-Mansur.
Berbagai usaha dilakukan oleh al-Mansur untuk memajukan dan stabilitas Negara, seperti
pengangkatan Wazir, membantu protokol Negara yang paling signifikan adalah
pembangunan ekonomi. Dalam penelitian ini penulis mencoba memaparkan bagaimana
sistem ekonomi yang diterapkan pada masa khalifah al-Mansur dan implikasinya terhadap
kemajuan ekonomi.

Kata kunci : Dinasti Abbasiyah, kejayaan, stabilitas negara

Pendahuluan

Islam merupakan suatu agama yang komprehensip yang mengatur


seluruh aspek kehidupan, dimulai dari kehidupan pribadi, keluarga masyarakat
bahkan sampai urusan kenegaraan sekalipun. Dalam kehidupan kenegaraan,
umpamanya, suatu negara Islam berkewajiban menciptakan standar hidup yang
layak bagi setiap warga negaranya, oleh karena itu dalam suatu sistem kenegaraan

1
Mahasiswa Pascasarjana Ekonomi Islam Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung

1
menurut Islam, negara bertanggungjawab untuk membantu warga negaranya
yang tidak mampu.2

Telah menjadi hukum alam dimana manusia dalam hidupnya memiliki


berbagai macam kebutuhan untuk survive, baik berupa pakaian, makanan,
maupun tempat tinggal. Jika jatuh sakit membutuhkan pengobatan, dan untuk
meningkatkan martabat kehidupannya ia membutuhkan ilmu dan sebagainya.3

Sejarah telah mencatat, sebelum eksisnya dinasti Abbasiyah telah lahir


dinasti Umayyah, suatu dinasti yang banyak mengalami perubahan di berbagai
bidang bila di bandingkan dengan masa permulaan Islam. Pada masa dinasti
Umayyah terjadi improvisasi dibidang ilmu pengetahuan yang sangat pesat, tetapi
dibidang ekonomi terdapat distinguish yang signifikan bila dikomperatifkan
dengan masa daulah Abbasiyah. Sebagai contoh, pada masa dinasti Abbasiyah
perkembangan dan kemajuan ekonomi, pertanian mendatangkan kontribusi yang
cukup besar bagi keuangan negara. dinasti Abbasiyah telah memberikan
keringanan-keringanan kepada petani. Sedang pada masa dinasti Umayyah, para
khalifah pada masa itu bersikap tidak simpatik kepada petani dengan cara
membebankan petani dengan pajak yang cukup berat.4 Sehingga ekonomi
pertanian pada saat itu tidak berkembang bahkan sektor pertanian bukanlah
sektor yang diharapkan untuk memberikan konrtibusi kepada negara. Hal ini
terjadi karena penindasan yang dilakukan terhadap petani secara berlebihan.
Bahkan pada masa dinasti Umayyah terjadi perhamburan uang yang cukup besar
untuk mempertahankan status quo masing-masing pemimpin.

Dinasti Abbasiyah merupakan suatu dinasti Islam yang eksistensinya di


mulai pada 132 H/750 M hingga 657 H/1258 M dan telah mencapai puncak kejayaan
dan kecermelangan di berbagai bidang, seperti bidang ilmu pengetahuan,
ekonomi, kekayaan, dan kekuasaan. Pada masa inilah munculnya berbagai macam

2
Pernyataan diatas merupakan pernyataan Umar Chapra yang terdapat dalam buku, The Islamic
Welfare Satate and Its Role in the Economy, dalam Islamic Persfective, yang disunting oleh
Khursyid
3
Ahmad Basyir, Refleksi Atas Persoalan Keislaman (Seputar Filsafat, Hukum, Politik & Ekonomi),
(Bandung : PT. Mizan, 1993), hlm.177
4
A. Hasymi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1995), hlm.212

2
disiplin ilmu yang pada masa itu diterjemahkan dalam bahasa Arab sebanyak
ratusan bahakan ribuan jilid buku.5

Dinasti Abbasiyah merupakan suatu dinasti yang luas, pilar-pilarnya solid,


sistem peradabannya tinggi, wilayahnya memanjang mencapai daratan China di
sebelah Timur dan Perancis Selatan di sebelah Barat termasuk Andalusia,
semuanya itu diwarisi dari wilayah dinasti Umyyah.6 Dinasti Abbasiyah dengan
menggunakan strategi yang matang, dan studi analisis untuk integral serta
profesional, berhasil merebut wilayah-wilayah sebagai disebutkan sebelumnya
dari tangan dinasti Umayyah.

Pembahasan

Sejarah Berdiri dan Perkembangan Dinasti Abbasiyah

Permulaan awal munculnya sejarah perkembangan islam yaitu dimulai pada saat
nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah kemudian islam berkembang menjadi
suatu Pemerintahan yang seiring berjalannya waktu semakin besar dan meluas takkala
pada masa Rasulullah kemudian dilanjutkan pada masa Khulafaurrasyidin yaitu
keempat sahabat nabi yang cukup dikenal dan diketahui setiap orang yaitu Abu Bakar
Assyidiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Setelahnya Islam
di pimpin oleh Daulah Umayyah yang memerintah selama 90 tahun lamanya,
kemudian Pemerintahan Islam berhasil dikuasai oleh Daulah Abbasiyah yang
merupakan keturunan dan paman Nabi yang bernama Al-Abbas bin Abdul Muthalib bin
Hasyim.

Nama Dinasti Abbasiyah diambil dari nama seseorang dari paman Nabi
Muhammad SAW bernama Al-Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim. Abbasiyah merasa
lebih berhak memegang kekhalifahan dibanding Umayyah sebab mereka adalah
cabang bani Hasyim yang secara nasab lebih dekat dengan Nabi Muhammad SAW.
Pendiri Dinasti Abbasiyah adalah Abdullah Al-Saffah bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas

5
Ibid., hlm.196
6
Muhammad Sayyid al-Wakil, Wajah Dunia Islam dari Dinasti Muawiyah sampai Imperialisme
Moderen, terj. Fadhli Bahri, ( Jakarta : Pustaka al-Kausar, 1998), hlm.75

3
atau lebih dikenal dengan sebutan Abu Al Abbas Al-Saffah. Daulah Abbasiyah berdiri
antara tahun 132-656 H/750-1258 M. selama lima abad lebih keluarga Abbasiyah
memegang kekhalifahan dengan pusat pemerintahan di kota Baghdad.7
Babak ketiga dalam drama besar politik Islam dibuka oleh Abu Al-Abbas yang
berperan sebagai pelopor, Irak menjadi panggung besar drama itu. Dalam khotbah
penobatannya, yang disampaikan setahun sebelumnya di masjid Kuffah, khalifah
Abbasiyah itu menyebut dirinya as-saffih, penumpah darah yang menjadi julukannya.
Julukan itu merupakan pertanda buruk karena dinasti yang baru muncul ini
mengisyaratkan bahwa mereka lebih mengutamakan kekuatan dalam menjalankan
kebijakannya. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Islam, di sisi singgasana khalifah
tergelar karpet yang digunakan sebagai eksekusi.8
Menurut Muhammad Nashrt, pembentukkan kekhalifahan bani Abbasiyah
melalui proses yang cukup panjang dan menggunakan strategi revolusi yang andal.
Pertama melalui kedaulatan bawah tanah oleh Muhammad bin Abdullah bin Abbas.
Kedua, melalui upaya propaganda yang terus menerus dan rahasia tentang hak
kekhalifahan yang seharusnya berada ditangan bani Hasyim, bukan Bani Umayyah.
Ketiga, pemanfaatan kaum muslim non-Arab yang sejak lama dianggap kelas dua.
Keempat propaganda terang-terangan yang dipimpin oleh Abu Muslim Al-Khurassani.
Sebelum berdirinya Abbasiyah, terdapat tiga tempat yang merupakan pusat kegiatan
politik, yaitu Humaimah, Kufah, dan Khurasan. Ketiga tempat itu digunakan keluarga
Abbas secara sembunyi-sembunyi untuk membangun cikal bakal Bani Abbasiyah.
1. Humaimah merupakan tempat yang tentram. Bani Hasyim bermukim di kota itu,
baik dari kalangan pendukung Ali maupun pendukung Abbas.
2. Kufah adalah wilayah yang penduduknya menganut Syiah yang selalu
ditindaskan oleh Bani Umayyah
3. Khurasan merupakan wilayah yang penduduknya tidak mudah terpengaruh oleh
kepercayaan yangada dakwah menyimpang. Di Bani Abbasiyah mendapat
dukungan.

7
Suyuthi Pulungan, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta:Amzah, 2018), hal 182

8
Dedi Supriyadi, M.Ag, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung:CV. Pustaka Setia, 2008)., hal. 128.

4
Pemimpin Bani Hasyim bernama Al-Imam Muhammad bin Ali yang
merupakan peletak dasar dasar berdirinya Bani Abbasiyah. Ia menyiapkan strategi
perjuangan menegakkan kekuasaan atas nama Rasulullah SAW. Ia memiliki
pengikut sebanyak dua belas orang dan mereka itu memimpin sebanyak seratus lima
puluh orang.
Dalam upaya menegakkan kekuasaan, Abbasiyah melaksanakannya secara
rahasia. Akan tetapi, Imam Ibrahim, pemimpin Abbasiyah lainnya, ingin upaya tersebut
diketahui oleh khalifah Umayyah terakhir, Marwan bin Muhammad. Ibrahim akhirnya
tertangkap oleh pasukan Umayyah dan dipenjarakan di Haran sebelum akhirnya
dieksekusi. Ia mewasiatkan kepada adiknya, Abu Al-Abbas untuk menggantikan
kedudukannya dan memerintahkan untuk pindah ke Kufah. Sementara itu,
kepemimpinan upaya penegakan kekuasaan dibebankan kepada Abu Salamah.
Dengan demikian, Abu Al-Abbas segera pindah dari Humaimah ke Kufah diiringi para
pembesar Abbasiyah lainnya, seperti Abu Ja’far, Isa bin Musa, dan Abdullah bin Ali.
Penguasa Umayyah di Kuffah, Yazid bin Umar bin Hubairah, ditaklukkan oleh
Abbasiyah dan diusir ke Wait. Abu Salamah selanjutnya berkemah di Kufah yang telah
ditaklukkan pada tahun 132 Hijriah. Abdullah bin Ali adalah salah seorang paman Abu
Al-Abbas yang diperintahkan untuk mengejar Khalifah Marwan bin Muhammad. Akan
tetapi, pasukan Abbasiyah dapat mengalahkan Pasukan Marwan bin Muhammad di
dataran rendah sungai Zab. Ia bersama pasukannya melarikandiri, Kemudian
Pengejaran dilanjutkan ke Maushul, Haran, dan menyebrangi Sungai Eufrat sampai
ke Damaskus. Di bawah pimpinan Shalih bin Ali, seorang paman Al- Abbas yang lain, ia
mengejar khalifah yang melarikan diri itu hingga ke Eufrat, Mesir, dan akhirnya
terbunuh di Busir, wilayah Al-Fayyum, pada tahun 132 Hijriah (750 M). dengan demikian,
tumbanglah kekuasaan Bani Umayyah dan berdirilah Bani Abbasiyah dengan pusat
kekuasaan awalnya berada di Kufah.
a. Pemerintahan Abu Al-Abbas As-Saffah
Bani Abbasiyah mewarisi kekuasaan Bani Umayyah, mereka kelak dapat
mencapai keberhasilan yang lebih banyak karena landasannya telah dipersiapkan
oleh Bani Umayyah. Pergantian kekuasaan dari Bani Umayyah ke Bani Abbasiyah lebih
dari sekedar pergantian kepemimpinan. Pergantian ini merupakan revolusi dalam

5
sejarah Islam, suatru titik balik yang sama pentingnya dengan revolusiPrancis dan
revolusi Rusia di dalam sejarah barat.
Seluruh angoota keluarga Abbas dan pemimpin umat Islam menyatakan setia
pada Abu Al-Abbas As-Saffah. As-Saffah kemudian pindah ke Anbar, sebelah barat
Sungai Eufrat dan dekat Baghdad. Ia menggunakan sebagian besar masa
pemerintahannya untuk memerangi pemimpin-pemimpin Arab yang membantu Bani
Umayyah. Ia mengusir mereka semua, kecuali Abdurrahman yang selamat dan tidak
beberapa lama mendirikan Dinasti Umayyah di Spanyol. As-Saffah juga memutuskan
untuk menghabisi nyawa orang-orang yang setia terhadap Bani Umayyah.
Kekhalifahan As-Saffah hanya bertahan selama empat tahun Sembilan bulan. Ia
wafat pada tahun 136 Hijriah di Anbar, kota yang dijadikan untuk mengatur
pemerintahan. Usianya tidak lebih dari tiga puluh tiga tahun, bahkan ada yang
mengatakan usianya dua puluh Sembilan tahun.
b. Pemerintahan Abu Ja’far Al;Mansur
Sebelum Abu Al-Abbas As-Saffah wafat (754 M), ia mengangkat saudaranya
Abu Ja’far dengan gelar Al-Mansur (sebut Mansur) sebagai penggantinya. Semula
ibu kota pemerintahan di pusatkan di Ambar , dengan nama istana negaranya Al-
Hasyimiah. Setelah Mansur memerintah ia memindahkan ibu kotanya di Baghdad,
hal ini dikarenakan Ambar terletak diantara Syam dan Kufah yang selalu dapat
ancaman dari kaum Syi’ah, maka pusat pemerintahan dipusatkan didaerah yang lebih
aman, Baghdad (762 M). Demi keamanan dari lawan politiknya seperti orang
Rawandiah, maka Mansur membangun sebuah kota yang indah dan aman di tepi
sungai Tigris, kemudian dijadikan sebagai ibu kota baru Abbasiyah hingga akhir periode
dinasti ini.
Baik Saffah maupun Manshur dikenal sebagai pembunuh masal, bahkan
keduanya juga menyingkirkan rival politiknya. Misalnya, panglima dan pemenang
perang. Abdullah ditangkap dan setelah tujuh tahun berada di penjara lalu dibunuh
oleh Mansur. Kelompok Syi’ah yang lainyang telah banyak membantu proses
berdirinya Dinasti ini di bawah pimpinan Abu Muslim Khurasani. Akan tetapi, ia di
curigai Mansur sebagai pesaing politik, selain itu Mansur juga merasa adanya
ancaman dari sekte Syi’ah yang enggan tunduk kepadanya dan rakyat yang kecewa
dengan pemerintahan baru.

6
Demkianlah pula nasib saudaranya, Ibrahim juga telah dibunuh oleh Mansur, di
mana kedua saudara yang di hormati banyak orang baik kalangan Syi’ah maupun
bukan kalangan Syi’ah. Meskipun Mansur tidak menghormati Imam Abu Hanifah dan
Imam Malik, mereka disiksa dan dipenjarakan, namun Mansurlah yang banyak
membantu menetapkan secara formal mazhab sunni. Disinalah Ia abadi di kalangan ahl
al-sunnah wa al-jama’ah Mansur tidak diam disitu saja, setelah kedua saudara itu
disingkirkan dari gelanggang politik, ia juga membunuh di muka umum secara masal
Ali, Hasan, Husein, Simpatisan, dan para pengikutnya. Bukan hanya itu, ia membatalkan
keputeramahkotaan’Isa, pilihan Saffah dan menganggkat puteranya, Mahdi sebagai
putera mahkota baru.
Pada masa Khalifah Mansur dalam bidang politik, Negara cukup stabil dan
maju, setelah ia memadamkan api pemberontakan termasuk Ustadsis di Herat yang
menyatakan dirinya sebagai nabi, menguasai Khurasan dan Sizitsan yang sangat luas.
Ia ditangkap dan dibawa ke Baghdad. Saat Khalifah Mansur sibuk dalam urusan dalam
negeri, tentara Bizantium menyarang dan menggangu di wilayah perbatasan barat
laut. Akhinya mereka
Khalifah – khalifah Dinasti Abbasiyah
Khalifah Abbasiyah atau kekuasaan Dinasti Abbasiyah mewarisi imperium besar
dari bani Umayyah. Dinamakan khalifah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa
dinasti ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammas SAW. Dinasti didirikan
oleh Abdullah al-Saffahibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas. Kekuasaannya
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H/750 M sampai
dengan 656 H/1258 M, khalifah-khalifah pada saat itu adalah
No. Nama Khalifah Tahun
1. Abul Abbas As-Saffah 750-754 M
2 .Abu Jafar Al-Mansur 754-775 M
3 .Muhammad Al-Mahdi 775-785 M
4 .Musa Al-Hadi 785-786 M
5 .Harun Ar-Rasyid 786-809 M
6 .Al-Amin 809-813 M
7 .Al-Ma‟mun 813-833 M
8 .Al-Mu‟tashim 833-842 M

7
9 .Al-Watiq 842-847 M
10. Al-Mutawakkil 847-861 M
11 .Al-Muntashir 861-862M
12 .Al-Musta‟in 862-866 M
13 .Al-Mu‟tazz 886-869 M
14 .Al-Muhtadi 869-870 M
15 .Al-Mu‟tamid 870-892 M
16 .Al-Mu‟tazid 892-902 M
17 .Al-Muktafi 902-908 M
18 .Al-Muqtadir 908-932 M
19 .Al-Qahir 908-934 M
20 .Ar-Razi 934-940 M
21 .Al-Muttqi 940-944 M
22 .Al-Mustakfi 944-946 M
23 .Al-Muthi‟ 946-974 M
24 .Ath-Tha‟i 974-991 M
25 .Al-Qadir 991-1031 M
26 .Al-Qa‟im 1031-1075 M
27 .Al-Muqtadi 1075-1094 M
28 .Al-Mustazhhir 1094-1118 M
29 .Al-Mustarsyid 1118-1135 M
30 .Ar-Rasyid 1135-1136 M
31 .Al-Muqtafi 1136-1160 M
32 .Al-Mustanjid 1160-1170 M
33 .Al-Mustazi 1170-1180 M
34 .An-Nashir 1180-1225 M
35 .Azh-Zhahir 1225-1226 M
36 .Al-Mustanshir 1226-1242 M
37 .Al-Muta‟shim 1242-1258 M
Dari tabel di atas, maka dapat dilihat bahwa, menunjukkan kekuasaan Dinasti
Abbasiyah dalam rentang waktu yang sangat panjang. Dinasti Abbasiyah merupakan
zaman keemasan umat Islam. Ketika itu Dinasti Abbasiyah menjadi dinasti yang tidak

8
ada bandingannya. Hal ini terjadi karena semangat revolusi untuk melepaskan diri atas
ketidak adilan oleh pemerintahan sebelumnya, sehingga menjadikan motivasi yang
kuat untuk membentuk dinasti yang baru. Dengan semangat ini menjadikan Dinasti
Abbasiyah mencapai puncak keemasan.
Masa Keemasan Dinasti Abbasiyah
Popularitas Dinasti Abbasiyah mencapai puncaknya pada masa Khalifah Harun
Al-Rasyid (786 M-809 M) dan putranya Al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang dimiliki
Khalifah Harun Al-Rasyid digunakan untuk kepentingan sosial seperti: lembaga
pendidikan, kesehatan, rumah sakit, pendidikan ilmu pengetahuan, dan kebudayaan
serta kesusasteraan berada pada zaman keemasan. Masa pemerintahan
Abbasiyah sering dikatakan sebagai zaman keemasan Islam.
1. Bidang Administrasi dan Pemerintahan
ada masa Abu Ja’far Al-Mansur (754-775 M) memindahkan ibukota negara yang
awalnya Al-Hasyimiyah menjadi ke kota yang baru dibangunnya Bagdad pada
tahun 762 M. Di ibu kota yang baru ini Al-Manshur melakukan konsolidasi dan
penertiban peme-rintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk
menduduk jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif. Di dalam peme-rintahan,
dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat wazir (perdana menteri)
sebagai koordinator departemen, membentuk lembaga protokol negara,
sekretaris negara, dewan penyelidik keluhan, dan kepolisisan negara disamping
membenahi angkatan bersenjata.
2. Bidang Perdagangan
Pada masa Al-Mahdi (775-785 M) perekonomian mulai meningkat dengan
peningkatan di sektor pertanian, malalui irigasi dan peningkatan hasil
penambangan seperti perak, emas, tembaga, dan besi.
3. Bidang Pendidikan
Ketika pada masa Al-Ma’mun (813-833 M) dikenal sebagai khalifah yang sangat
cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahnya, penerjemahan buku-buku asing
digalakkan. Ia juga banyak men-dirikan sekolah salah satu karya besarnya yang
terpenting adalah pemabngunan Baitul Hikmah (akademi ilmu dan peradaban),
pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan

9
perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma’mun inilah Baghdad mulai menjadi
pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
4. Bidang Militer
Al-Mu’tashim (833-842 M) memberi peluang besar kepada orang-orang Turki
untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara
pengawal. Tidak seperti pada masa dinasti Umayyah, dinasti Abbasiyah
mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktik orang-orang muslim
mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi
prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani
Abbas menjadi sangat kuat.
5. Bidang Ilmu Pengetahuan
Pada masa Bani Abbasiyah ini terdapat empat mazhab, yang petama Imam
Abu Hanifah (700-767 M) mazhab ini banyak lebih banyak menggunakan
pemikiran rasional daripada hadis. Berbeda dengan Imam Maliki (713-795 M)
banyak mengandung hadis dan tradisi masyarakatMadinah. Pendapat dua tokoh
itu di tengahi oleh Imam Syafi’i (767-820 M) dan Imam Ahmad ibn Hanbal (780-855
M). Terdapat pula aliran-aliran seperti Khawarij, Murjiah, dan Mu’tazilah. Al-Fazari
terkenal dalam bidang astronomi sebagai astronom Islam yang pertama kali
menyusun astrolabe dan terkenal karena ia menulis ringkasan ilmu
astronomi yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan
Johannes Hispalensis. Al-Razi dan Ibn Sina dikenal dalam bidang kedokteran.
Al-Razi adalah tokoh pertamayang membedakan antara penyakit cacar
dengan measles dan orang pertama yang menyusun buku mengenai
kedokteran anak. Ibn Sina yang juga seorang filosof, berhasil me-nemukan
sistem peredaran darah pada manusia. Karyanya adalah Al-Qanun fi Ath-Thib.
Muhammadibn Musa Al-Khawarizmi terkenal di bidang matematika yang
menciptakan ilmu aljabar. Al-Mas’udi terkenal dalam bidang sejarah yang ahli
geografi.
Sistem Ekonomi pada Zaman Dinasti Abbasiyah
1. Sistem Ekonomi
Membicarakan tentang sistem ekonomi pada masa al-Mansur tidak terlepas
dari pengertian serta makna dari sistem ekonomi itu sendiri. Secara terminology

10
system adalah suatu metode atau cara-cara yang dilakukan dengan susunan yang
utuh bertujuan untuk mencapai suatu maksud.9 Sedangkan ekonomi itu sendiri
adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan produksi, distribusi. Jadi dapat
dikatakan bahwa system ekonomi adalah suatu kegiatan yang berhubungan
dengan produksi dan distribusi dengan memakai metode yang tertentu untuk
mencapai tujuan tertentu.
Sistem ekonomi yang diterapkan dapat terealisasi dengan adanya unsur-
unsur yang mendukung terlaksananya sistem ekonomi. Adapun unsur pendukung
dari terlaksananya sistem ekonomi tersebut adalah pemerintahan, pelaku
ekonomi, dan sarana.
Pada masa Dinasti Abbasiyah segala aktivitas perekonomian di dukung dan di
sokong oleh pemerintahan (negara), tetapi rakyat bebas melakukan kegiatan-
kegiatan ekonomi seperti dalam bidang pertanian, perdagangan, industri dan lain
sebagainya. Sehingga masyarakat merasa senang berusaha dan dapat
mengembangkan segala kemampuan yang dimiliki (skill), sedangkan negara
hanya memungut sebagian kecil pajak yang tidak memberatkan pada rakyat
sebagai pelaku ekonomi.
Pada bidang pertanian, pemerintahan Dinasti Abbasiyah tidak seperti yang
dilaksanakan oleh khalifah Umayyah yang menekan, merampas hak petani. Kaum
petani pada masa al-Mansur dihormati dan dipermudah, hal ini terlihat pada
perlakuan baik dan adil yang ditujukan kepada kaum tani, dengan tidak
membedakan ahli zimmi dan mawali. Andai kata salah satu khalifah Dinasti
Abbasiyah, yaitu al-Mansur sangat anti sikap diskriminasi artinya memandang
orang sama dalam hak dan jiwa. Kalau al-Mansur tidak menerapkan sistem ini,
tetapi beliau dikotomi, sudah pasti dalam sektor pertanian akan mengalami
kegagalan. Hal inilah yang terjadi pada masa Bani Umayyah bukan kebebasan yang
diberikan, malah hak petani yang dirampas.10
Perindustrian salah satu yang menyebabkan majunya suatu negara yang
dengan menguasai bidang industri tersebut. Kemajuan industri pada masa Dinasti

9
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1985),
hlm.955
10
Zainal Abidin Ahmad, Dasar-dasar Ekonomi Islam, (Jakarta : CV. Bulan Bintang, tt), hlm.36 1

11
Abbasiyah dapat dilihat dari kemajuan kota Baghdad sebagai ibu kota negara yang
memiliki berbagai macam industri sebagai contoh di Baghdad adanya industri
tekstil, gelas, dan keramik sedangkan di Basrah terkenal dengan industri sabun
dan gelas. Begitu juga dalam bidang perdagangan, memberikan perhatian penuh
terhadap bidang ini, hal ini di tandai dengan adanya berbagai usaha untuk
mewujudkan suatu kondisi ekonomi yang sesuai dengan tujuannya. Diantara
wujud nyata yang diperbuat adalah membangun pusat-pusat perdagangan, jalur
perdagangan antar bangsa, armada perdagangan, sehingga pada masa beliaulah
kota Baghdad jadi kota perdagangan.
Perhatian Dinasti Abbasiyah terhadap bidang perdagangan ini diwujudkan
pula dengan pembuatan jawatan-jawatan pos yang mengatur tentang segala
macam yang berkaitan dengan penentuan harga barang di pasaran. Dengan
adanya usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam menata sistem
perdagangan secara tidak langsung akan mempermudah masyarakat untuk
melakukan kegiatan ekonomi.
Dan tujuan ekonomi tersebut akan dapat dicapai apabila sistem yang
diterapkan selalu mendapatkan control dari pemerintah, dengan adanya
intervestasi pemerintah sebatas pengaturan dalam bidang perdagangan, baik itu
merupakan penentuan harga, takaran timbangan atau berupa penentuan harga,
takaran timbangan dalam rangka mencegah kezaliman dengan berbagai
bentuknya. Dan dengan adanya control pemerintah tersebut akan menghilangkan
rekayasa pebisnis amoral yang dapat merugikan masyarakat.
2. Kebijakan Fiskal dan Moneter Pada Masa Dinasti Abbasiyah
Beberapa khalifah yang pernah memimpin pada masa Dinasti Abbasiyah
dan sangat perperan penting dalam meningkatkan perekonomian Islam adalah
sebagai berikut :
a. Khalifah Abu Ja’far Al-Mansyur (137-158 H/753-744M)11
Abu Ja'far Al-Manshur menjabat khalifah kedua Bani Abbasiyah
menggantikan saudaranya Abdul Abbas As-Saffah. Abu Ja'far Al-Manshur
adalah putra Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib.

11
Umar Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), hal. 150.

12
Khalifah Abu Ja'far Al-Manshur membangun kota Baghdad menjadi pusat
pemerintahan dan meletakkan dasar-dasar ekonomi dan keuangan negara
dengan baik dan terkendali. Oleh sebab itu, tidak pernah terjadi defisit anggaran
besar-besaran. Kas negara selalu penuh, uang yangmasuk lebih banyak daripada
uang keluar. Jalur-jalur administrasi pemerintahan, mulai dari pusat hingga ke
daerah ditata dengan rapi sehingga sistem dan roda pemerintahan berjalan
dengan baik. Kebijakannya ini menimbulkan dampak yang positif di kalangan
para pejabat pemerintahan, karena terjadi koordinasi dan kerja sama yang baik
di antara mereka. Koordinasi dan kerja sama itu terjadi antara Kepala Qadhi
(Jaksa Agung), Kepala Polisi Rahasia, Kepala Jawatan Pajak, dan Kepala
Jawatan Pos. Hal itu dilakukan untuk melindungi masyarakat dari berbagai
tindakan yang tidak adil dengan memberikan hak-hakmasyarakat.
Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh Abu Ja’farAl-Mansur adalah
menetapkan intervensi harga pada saat terjadi kenaikan harga yang tidak
wajar. Sumber pendapatan berasal dari zakat, kharaj, dan jizyah. Pengeluaran
negara meliputi biaya administrasi pemerintahan, gaji pegawai negara,
memperkokoh angkatan militer. Sedangkan untuk kebijakan moneter, khalifah
Abu Ja’far Al-Mansur melanjutkan pendahulunya Al-Saffah yaitu mencetak
dinar dengan mengikuti model dinar Umayyah dan tidak mengubah sedikitpun
kecuali pada ukiran-ukiran dan ukuran dirhamnya berkurang.
Pada awal pemerintah beliau, perbendaharaan negara dapat dikatakan
tidak ada karena khalifah sebelumnya, al-saffah, banyak menggunkan dana
baitul maal untuk diberikan kepada para sahabat dan tentara. Hal tersebut
mendorong khalifah al-manshur untuk bersiap keras dalam peneguhan
kedudukan keuangan negara. Di samping penumpasan musuh-musuh khalifah,
sehingga masa pemerintahannya ini juga dikenal sebagai masa yang penuh
dengan kekerasan.
Dalam mengendalikan harga-harga, khalifah Al-Manshur memerintahkan
parakepada jawatan pos untuk melaporkan harga pasaran dari setiap bahan
makanan dan barang lainnya. Jika mengalami kenaikan yang luar biasa, ia
memerintahkan para walinya agar menurunkan harga-harga ke tingkat semula. di
samping itu, khalifah al-manshur sangat hematdalam membelanjakan harta

13
baitul maal. Ketika ia meninggal, kekayaan kas negara telah mencapai 810 juta
dirham.
Tentang bagaiamana kecakapan rasyid memasukan uang ke dalam kas
negara (bait al-maal), pernah diberitakan orang, bahwa apabila sedang tidur
terlentang memandang awan lalu di angkasa raya, lantas beliau berkata :’’oh
awan, engkau boleh melayang kemana saja, pajakmu pasti akan datang kepada
ku!’’.
Sebabnya maka kas negara demikian kaya nya pada permulaan Daulah
Abbasiyyah.Yaitu karena para khalifah betul-betul memandang soal ekonomi dan
keuangan negara sangat penting, sehingga dengan demikian pembangunan
dalam segala cabang ekonomi dia pandang soal yang paling penting. Baik khalifah
manshur atau khalifah-khalifah sesudahnya telah membangun ekonomi
negara dengan berhasil sekali, baik dalam bidang pertanian, perindustrian
ataupun dalam bidang perdagangangan.
b. Khalifah Harun Al-Rasyid (170-193 H/786-808M)12
Ketika pemerintahan dikuasai Khalifah Harun Al-Rasyid, pertumbuhan
ekonomi berkembang dengan pesat dan kemakmuran Daulah Abbasiyah
mencapai puncaknya. Pada masa pemerintahannya, khalifah melakukan
diversifikasi sumber pendapatan negara. Ia membangun baitul mal untuk
mengurus keuangan negara dengan menunjuk seorang wazir yangmengepalai
beberapa Diwan, yaitu:
1) Diwan al-khazanah: bertugas mengurus seluruh perbendaharaan Negara.
2) Diwan al azra: bertugas mengurus kekayaan negara yang berupa hasil bumi.
3) Diwan khazain as-siaah: berugas mengurus perlengkapan angkatan perang.
Sumber pendapatan pada masa pemerintahan ini adalah kharaj, jizyah, zakat,
fa’i, ghanimah, usyr, dan harta lainnya seperti wakaf,sedekah, dan harta warisan
yang tidak mempunyai ahli waris.Seluruh pendapatan negara terasebut
dimasukkanke dalam baitul mal dan dikeluarkan berdasarkan kebutuhan.
Pemerintahan khalifah Harun Al-Rasyid juga sangat memperhatikan masalah
perpajakan. Ia menunjuk Qadi Abu Yusuf untuk menyusun sebuah kitab pedoman

12
Umar Chapra, Masa Depan Ilmu Ekonomi...,hal. 176.

14
mengenai keuangan negara secara syariah. Untuk itu, Imam Abu Yusuf menyusun
sebuah kitab yang diberi judul Kitab al-Kharaj Dalam pemungutan al-Kharaj,
para Khalifah Abbasiyah melakukan dengan tiga cara, yaitu: al-muhassabah pajak
dibayar tergantung jumlah luas area tanah, al-mussaqamah menetapkan jumlah
presentase dari hasil pendapatan yang diperoleh dan terakhir al-muqqatha’ah
menetapkan hasil pajak bumi kepada orang-orang kaya sesuai dengan
kesepakatan pemerintah dan orang yang bersangkutan. Pendapatan Negara
dikeluarkan berdasarkan kebutuhan dan dialokasikan untuk riset ilmiah
dan penterjemahan buku-buku Yunani, disamping untuk biaya pertahanan
dan anggaran rutin pegawai. Untuk melindungi integritas uang logam dan
kepercayaan umum, Harun ar-Rasyid membangun kantor inspektur uang logam
(nazir as-Sikkah) sehingga standar dinar sangat tinggi kualitasnya.
Khalifah Harun al-Rasyid meninggalkan kekayaan negara dalam kas waktu
beliau meninggal sebanyak lebih dari 900.000 dirham. Kecakapan rasyid dalam
mengumukakan kas negara sama dengan kecakapan manshur, hanya rasyid
lebih banyak mengeluarkan di bandingkan dengan manshur, mungkin karena
zaman yang berbeda.
B. Sebab – sebab keruntuhan Dinasti Abbasiyah
Keruntuhan dari segi internal (dari dalam), mayoritas kholifah Abbasyiah
periode akhir lebih mementingkan urusan pribadi dan melalaikan tugas dan
kewajiban mereka terhadap negara. Luasnya wilayah kekuasaan kerajaan
Abbasyiah, menyebabkan komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukuan.
Semakin kuatnya pengaruh keturunan Turki, mengakibatkan kelompok Arab dan
Persia menaruh kecemburuan atas posisi mereka. Dengan profesionalisasi
angkatan bersenjata ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
Permusuhan antar kelompok suku dan kelompok agama, serta merajalelanya
korupsi dikalangan pejabat kerajaan. Keruntuhan dari segi eksternal (dari luar)
Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban.
Penyerbuan Tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan yang
menghancurkan Baghdad. Jatuhnya Baghdad oleh Hukagu Khan menanndai
berakhirnya kerajaan Abbasyiah dan muncul Kerajaan Syafawiah di Iran, Kerajaan
Usmani di Turki dan Kerajaan Mughal di India.

15
Daulah Abbasiyah Lenyap dari Permukaan Bumi, runtuhnya daulah ini
ketika dijabat oleh khalifah Al-Musta’sim (khalifah terakhir di daulah ini), beliau
besarta putra-putranya dan seluruh pembesar-pembesar kota Bagdad mati
dibunuh, akibat ulah khianat laskar Holako, sebagian besar penduduk dari kota ini
disembelih, laksana menyembelih binatang. Lalau laskar Holako merampas,,
menjarah dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tiada terperikan kejam dan
ganasnya, mereka juga merusak gedung-gedung nan indah permai, madrasah-
madrasah dan masjid - masjid serta kitab-kitab pengetahuan yang tiada ternilai
harganya, mereka lempar ke dalam sungai Tigris sehingga hitam airnya lantaran
tinta yang luntur. Daulah Abbasiyah lenyap dari permukaan bumi, runtuh terkubur
dalam kota Bagdad yang hangus dibawah runtuhnya gedung-gedung dan istana
yang indah permai. (Osman, 136)

Kesimpulan

Dinasti Abbasiyahdidirikan pada tahun 132 H/750 M oleh Abul Abbas Ash-
shaffah, dan sekaligus sebagai khalifah pertama. Kekuasaan Bani Abbasiyah melewati
rentang waktu yang sangat panjang, yaitu lima abad dimulai dari tahun 132-656
H/750-1258 M. Berdirinya pemerintahan inidianggap sebagai kemenangan pemikiran
yang pernah dikumandangkan oleh bani Hasyim (alawiyun) setelah meninggalnya
Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak berkuasa adalah keturunan
Rasulullah dan anak-anaknya. Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang
diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya.

Dinasti Abbasiyah menjadikan Islam sebagai pusat perkembangan ilmu


pengetahuan dan hal itu menjadi faktor berkembangnya perekonomian Islampada
masa itu. Dapat dikatakan bahwa, ada suatu kisah yang tak terharga nilainya dari
peninggalan sejarah Dinasti Abbasiyah. Hal ini harus menjadi motivasi untuk
membangun visi umat dalam mengembangkan perekonomian dunia.

Daftar Pustaka
Ahmad, Z. A. (2000). Dasar Dasar Ekonomi Islam. Jakarta: CV. Bulan Bintang.

Chapra, U. (2001). Masa Depan Ilmu Ekonomi . Jakarta: Gema Insani Press.

Dedi Suyandi, M. (2008). Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.

16
Hasyim, A. (1995). Sejarah Kebudayaan Islam . Jakarta: Bulan Bintang.

Poerwadarmita, W. (1985). Kmus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Pulungan, S. (2018). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.

Wakil, M. S. (1998). Wajah Dunia Islam. Jakarta: Pustaka Al Kausar.

17

Anda mungkin juga menyukai