Di bawah pimpinan Imam mereka Muhammad bin Ali Al-Abbasy mereka bergerak dalam dua
fase, yaitu fase sangat rahasia dan fase terang-terangan dan pertempuran. Selama Imam
Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia. Propaganda dikirim ke seluruh
pelosok negara, dan mendapat pengikut yang banyak, terutama dari golongan-golongan yang
merasa ditindas, bahkan juga dari golongan-golongan yang pada mulanya mendukung Daulah
Umayah. Setelah Imam Muhammad meninggal dan diganti oleh anaknya Ibrahim, pada masanya
inilah bergabung seorang pemuda berdarah Persia yang gagah berani dan cerdas dalam gerakan
rahasia ini yang bernama Abu Muslim Al-Khurasani. Semenjak masuknya Abu Muslim ke
dalam gerakan rahasia Abbasiyah ini, maka dimulailah gerakan dengan cara terang-terangan,
kemudian cara pertempuran, dan akhirnya dengan dalih ingin mengembalikan keturunan Ali ke
atas singgasana kekhalifahan, Abu Abbas pimpinan gerakan tersebut berhasil menarik dukungan
kaum Syiah dalam mengobarkan perlawanan terhadap kekhalifahan Umayah. Abu Abbas
kemudian memulai makar dengan melakukan pembunuhan sampai tuntas semua keluarga
Khalifah, yang waktu itu dipegang oleh Khalifah Marwan II bin Muhammad. Begitu dahsyatnya
pembunuhan itu sampai Abu Abbas menyebut dirinya sang pengalir darah atau As-Saffah. Maka
bertepatan pada bulan Zulhijjah 132 H (750 M) dengan terbunuhnya Khalifah Marwan II di
Fusthath, Mesir dan maka resmilah berdiri Daulah Abbasiyah.
Dalam peristiwa tersebut salah seorang pewaris takhta kekhalifahan Umayah, yaitu
Abdurrahman yang baru berumur 20 tahun, berhasil meloloskan diri ke daratan Spanyol. Tokoh
inilah yang kemudian berhasil menyusun kembali kekuatan Bani Umayah di seberang lautan,
yaitu di keamiran Cordova. Di sana dia berhasil mengembalikan kejayaan kekhalifahan Umayah
dengan nama kekhalifahan Andalusia.
Pada awalnya kekhalifahan Daulah Abbasiyah menggunakan Kufah sebagai pusat pemerintahan,
dengan Abu Abbas As-Safah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Kemudian Khalifah
penggantinya Abu Jakfar Al-Mansur (754-775 M) memindahkan pusat pemerintahan ke
Baghdad. Di kota Baghdad ini kemudian akan lahir sebuah imperium besar yang akan menguasai
dunia lebih dari lima abad lamanya. Imperium ini dikenal dengan nama Daulah Abbasiyah.
Dalam beberapa hal Daulah Abbasiyah memiliki kesamaan dan perbedaan dengan Daulah
Umayah. Seperti yang terjadi pada masa Daulah Umayah, misalnya, para bangsawan Daulah
Abbasiyah cenderung hidup mewah dan bergelimang harta. Mereka gemar memelihara budak
belian serta istri peliharaan (hareem). Kehidupan lebih cenderung pada kehidupan duniawi
ketimbang mengembangkan nilai-nilai agama Islam . Namun tidak dapat disangkal sebagian
khalifah memiliki selera seni yang tinggi serta taat beragama.
2. Sistem Sosial
Pada masa ini, sistem sosial adalah sambungan dari masa sebelumnya (Masa Dinasti Umaiyah).
Akan tetapi, pada masa ini terjadi beberapa perubahan yang sangat mencolok, yaitu:
a. Tampilnya kelompok mawali dalam pemerintahan serta mendapatkan tempat yang sama
dalam kedudukan sosial
b. Kerajaan Islam Daulah Abbasiyah terdiri dari beberapa bangsa ang berbeda-beda (bangsa
Mesir, Syam, Jazirah Arab dll.)
c. Perkawinan campur yang melahirkan darah campuran
d. terjadinya pertukaran pendapat, sehingga muncul kebudayaan baru .
3. Perkembangan Ekonomi
Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Sudah terdapat berbagai macam
industri sepertikain linen di Mesir, sutra dari Syiria dan Irak, kertas dari Samarkand, serta
berbagai produk pertanian seperti gandum dari Mesir dan kurma dari Iraq. Hasil-hasil industri
dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain.
Karena industralisasi yang muncul di perkotaan ini, urbanisasi tak dapat dibendung lagi. Selain
itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan
Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah.
Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang sangat penting. Secara
bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa
puncak kejayaan sehingga hubungan perdagangan antara keduanya menambah semaraknya
kegiatan perdagangan dunia.
1. Faktor Internal
Mayoritas kholifah Abbasyiah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadi dan melalaikan
tugas dan kewajiban mereka terhadap negara. Luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Abbasyiah,
sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukuan - Semakin kuatnya pengaruh
keturunan Turki, mengakibatkan kelompok Arab dan Persia menaruh kecemburuan atas posisi
mereka.
Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata ketergantungan khalifah kepada mereka sangat
tinggi. Permusuhan antar kelompok suku dan kelompok agama.
Merajalelanya korupsi dikalangan pejabat kerajaan.
2. Faktor Eksternal
Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban. Penyerbuan
Tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan yang menghancrkan Baghdad. Jatuhnya
Baghdad oleh Hukagu Khan menanndai berakhirnya kerajaan Abbasyiah dan muncul: Kerajaan
Syafawiah di Iran, Kerajaan Usmani di Turki, dan Kerajaan Mughal di India.
F. Kesimpulan
Dinamakan khilafah bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya adalah keturunan al
Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn
Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas. Berdirinya Dinasti ini tidak terlepas dari
keamburadulan Dinasti sebelumny, dinasti Umaiyah. Pada mulanya ibu kota negera adalah al-
Hasyimiyah dekat kufah. Namun untuk lebih memantapkan dan menjaga setabilitas Negara al-
Mansyur memindahkan ibu kota Negara ke Bagdad. Dengan demikian pusat pemerintahan
dinasti Abasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Al-Mansyur melakukan konsolidasi dan
penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di
lembaga eksekutif dan yudikatif.
Puncak perkembangan dinasti Abbasiyah tidak seluruhnya berawal dari kreatifitas penguasa Bani
Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam
bidang pendidikan misalnya di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang.
Namun lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abas dengan
berdirinya perpustakaan dan akademi.
Pada beberapa dekade terakhir, daulah Abbasiyah mulai mengalami kemunduran, terutama
dalam bidang politiknya, dan akhirnya membawanya pada perpecahan yang menjadi akhir
sejarah daulah abbasiyah.
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Babak ketiga dalam drama besar politik islam dibuka oleh Abu Al- Abbas (750-754) yang
berperan sebagai pelopor. Pada awalnya Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas menjalankan
kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim di Parsi
pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Selanjutnya pada masa pemerintahan
Khalifah Marwan II, pertentangan ini semakin memuncak dan akhirnya pada tahun 750, Abu al-
Abbas al-Saffah berhasil meruntuhkan Daulah Umayyah dan kemudian dilantik sebagai khalifah.
Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga abad,
mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu pengetahuan
dan pengembangan budaya Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940 kekuatan kekhalifahan
menyusut ketika orang-orang non-Arab, khususnya orang Turki (dan kemudian diikuti oleh
Mamluk di Mesir pada pertengahan abad ke-13), mulai mendapatkan pengaruh dan mulai
memisahkan diri dari kekhalifahan.
B. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini selain sebagai pemenuhan tugas mata kuliah sejarah
kebudayaan Islam, juga agar mahasiswa mengetahui perkembangan Islam pada masa
Abbasyiyah.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Kapan pendirian Bani Abbasyiyah?
2. Bagaimana periodesasi masa Abbasyiyah?
3. Bagaimana perkembangan islam pada masa Abbasyiyah?
BAB II
PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA ABBASYIYAH
b. Perkembangan prosa
Pada masa pemerintahan dinasti bani Abbasiyah telah terjadi perkembangan yang sangat
menarik dalam bidang prosa. Banyak buku sastra novel, riwayat, kumpulan nasihat, dan uraian-
uraian sastra yang dikarang atau disalin dari bahasa asing.
1) Abdullah bin Muqaffa (wafat tahun 143 H) buku prosa yang dirintis diantaranya Kalilab wa
Dimnab, kitab ini terjemahan dari bahasa sansekerta. Karya seorang filosuf india bernama
Baidaba dia menyalin menjadi bahasa arab.
2) Abdul Hamid al – katib. Ia dipandang sebagai pelopor seni mengarang surat.
3) Al-Jabidb (wafat 255H). karyanya ini memiliki nilai sastra tinggi, sehingga menjadi bahasa
rujukan dan bahan bacaan bagi para sastrawan kemudian.
4) Ibnu Qutaibab (wafat 276 H). ia dikenal sebagai ilmuan dan sastrawan yang sangat cerdas dan
memiliki pengetahuan yang sangat luas tentang bahasa kesusastraan.
5) Ibnu Abdi Rabbib (wafat 328 H) ia seorang penyair yang berbakat yang memiliki
kecendrungan kesajak drama. Sesuatu yang sangat langka dalam tradisi sastra arab. Karya
terkenalnya adalah al-Aqdul Farid, semacam ensiklopedia Islam yang memuat banyak Ilmu
pengetahuan Islam.
b. Pendidikan Musik
Para khalifah dan pembesar istana Bani Abbas memiliki perhatian yang sangat besar terhadap
musik. Sekolah music yang paling baik adalah sekolah music yang didirikan oleh Sa’aduddin
Mukinin. Karyanya berjudul Syarafiya, menjadi bahan rujukan dan dikagumi masyarakat music
dunia barat. Latar belakangnya penyebab maraknya lembaga pendidikan music bermunculan
adalah karena kemampuan bermain musik menjadi salah satu syarat untuk menjadi pegawai atau
untuk memperoleh pekerjaan dilembaga pemerintahan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah ‘’The
Golden Age’’. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang
ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu
pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke
bahasa Arab.
Menurut B.G. Stryzewki membagi masa pemerintahan Dinasti Abbasyiyah menjadi lima
periode:
1. Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Arab dan Persia
pertama.
2. Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
3. Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam
pemerintahan khilafah Abbasiyah.
4. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.Periode Keempat (447 H/1055 M – 590
H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Saljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah;
biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Saljuk
Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
5. Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti
lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari
bangsa Mongol.
Dinasti Bani Abbasiyah yang berkuasa sejak tahun (132-656 H / 750-1258 M) perkembangan
dari kemajuan sosial budaya yang terjadi pada masa pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah :
1. Kemajuan dalam bidang sosial budaya
a. Seni bangunan dan arsitektur masjid
b. Seni bangunan kota
2. Perkembangan dan kemajuan bahasa sastra
a. Perkembangan puisi
b. Perkembangan prosa
3. Perkembangan seni musik
a. Penyusun kitab musik
b. Pendidikan musik
4. Kemajuan dalam bidang pendidikan
5. Kemajuan bani abbasiyah dalam ilmu pengetahuan
DAFTAR PUSTAKA
Supriyadi Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Pustaka Setia: Bandung
http://romadhon-byar.blogspot.com/2011/09/perkembangan-islam-periode-klasik.html#_
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Abbasiyah
DAULAH BANI ABBASIYAH
Daulah Bani Abbasiyah yang didirikan pada tahun 132 H / 750 M oleh Abdullah al-Saffah bin
Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas merupakan kelanjutan dari pemerintahan Daulah
Umayyah yang telah hancur di Damaskus. Gerakan bani Abbas pada waktu itu yang dipimpin
oleh Ibrahim Al Imam melakukan gerakan diam-diam atau rahasia yang berpusat di Khurasan.
Dengan pimpinan panglima perang yang bernama Abu Muslim Al Khusrasany, Bani Abbas
dapat menguasai daerah Khurasan dan Kufah. Setelah Kufah dapat dikuasai sepenuhnya,
diangkatlah Abul Abbas menjadi Khalifah pertama pada tahun 132 H / 750 M. Dengan demikian
berakhirlah kekuasaan Daulah Bani Umayyah pada saat itu. Dinamakan kekhalifahan Daulah
Abbasiyah, karena para pendiri dan penguasa dinasti ini merupakan keturunan Bani Abbas,
paman Nabi Muhammad SAW.[1]
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan
perubahan politik, sosial dan budaya. memiliki lima periode yaitu :
5. Periode kelima 590 H – 656 H masa khilafah bebas dari dinasti lain, tetapi kekuasaannya
hanya di sekitar Baqdad.[2]
Usaha Abul Abbas Assafah dalam menegakkan kestabilan dan keamanan dalam negeri
dilanjutkan oleh Abu Ja’far Al Manshur dengan cara menumpas pendukung Bani Umayyah serta
para pembantunya, seperti Abdullah bin Ali di Siria dan Shalih bin Ali di Mesir, keduanya
adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya.
Setelah keamanan dalam negeri terjamin dengan baik, Abu Ja’far Al Manshur mulai memajukan
ilmu pengetahuan dengan jalan menerjemahkan buku-buku dari bahasa Yunani, Persia, Siria, dan
India ke dalam Bahasa Arab, terutama di bidang kedokteran, astronomi, dan ilmu pasti. Abu
Ja’far mendirikan kota Baghdadkota pemerintahan termasyhur di Timur dan sebagai pusat
berkembangnya ilmu pengetahuan. Di samping itu, beliau mendirikan jawatan kehakiman,
kepolisian, pajak, dan pos untuk memperlancar jalannya roda pemerintahan di seluruh daerah.
Beliau dapat menguasai Afrika Utara, namun tidak dapat menundukkan kekuasaan Bani
Umayyah di Spanyol karena terlalu jauh dari pusat pemerintahan. sebagai ibu
Kekuasaan Bani Umayyah pun dibangun kembali oleh Abdurrahman Ad Dakhil di Spanyol pada
tahun 138 H / 575 M. Pemerintahan baru itu dengan ibu kota Cordova. Kedua kerajaan ini pun
bersaing dalam memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban untuk mempercepat tercapainya
zaman keemasan bagi umat Islam di kedua kerajaan tersebut.
Masa pemerintahan Al Hadi hanya berjalan tidak lama. Dia banyak menghadapi pemberontakan
dari kaum Syiah, Khawarij, dan golongan Zindiq (atheis), tetapi semua dapat diatasi olehnya.
Harun Al Rasyid terkenal dalam sejarah sebagai seorang khalifah yang penuh wibawa, dicintai
rakyatnya, dan disegani oleh lawan dan kawan. Beliau sangat mencintai ilmu dan kebudayaan,
bijaksana, dan penuh inisiatif untuk memajukan kerajaan yang sangat luas itu sehingga
tercapailah suatu kemajuan dan kejayaan yang sangat gemilang.
Kota Baghdad yang disebut kota seribu satu malam mencerminkan kemakmuran dan kemajuan
pemerintahan Harun Al Rasyid, di mana-mana terdapat masjid-masjid besar, megah serta penuh
ukiran yang indah. Di seluruh pelosok kota terdapat gedung-gedung yang megah, jalan-jalan
yang teratur rapi, gedung kesenian, teropong bintang, dan lain sebagainya.
Kemakmuran rakyat tercapai dengan merata. Rakyat hidup dengan aman, makmur, sejahtera.
Ilmu pengetahuan dan peradaban tumbuh dengan baik. Di sekeliling Khalifah berkumpul para
ahli ilmu sastra, budaya, dan agama. Kemajuan materiil yang tumbuh pesat diimbangi dengan
kemajuan bidang spiritual. [3]
Khalifah Al Makmum bersikap lebih dekat dengan golongan Alawiyah sehingga berhasil
mengurangi rongrongan dari Syiah . Dia juga terus melanjutkan perhatian khusus terhadap
berbagai bidang yang dapat mendorong kemajuan Islam.
Al-Mutashim memberi peluang besar orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan.
Siasatnya mnimbulkan kebencian dari pihak Arab dan Persia sehingga membuat lemahnya
pengaruh khalifah. Praktik orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina
secara khusus menjadi prajurit-prajurit professional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti
Bani Abbas menjadi sangan kuat.
Di zaman ini perpecahan di kalangan kerajaan Islam bertambah parah sebagai akibat
politik yang dijalankan oleh Al Mutasim. Banyak provinsi yang memberontak dan tidak lagi
mengakui pemerintahan pusat, seperti Hijaz, Siria, Mosul, dan Bagdad sendiri. Kesempatan itu
digunakan sebaik mungkin oleh bekas-bekas budak dari Turki yang diangkat menjadi tentara.
Mereka melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap penduduk.
Dinasti Bani Abbas pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan
kebudayaan islam dari pada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Ummayah
dengan Bani Abbasiyah. Di samping itu ada pula cirri-ciri yang menonjol pada dinasti Abbasiyah
yang tidak terdapat di zaman Bani Ummayah, yaitu :
1. Berpindahnya ibu kota ke Baqhdad sehingga pemerintah Bani Abbas tidak terpengaruh
dengan Arab. Sedangkan Bani ummayah sangat berorientasi kepada Arab.
2. Dalam penyelenggara pemerintahan Bani Abbas ada jabatan Wazir, yang membawahi
kepala-kepala departemen.
3. Ketentaraan professional baru terbentuk pada masa Bani Abbas, yang tidak ada di zaman
Bani Ummayah. [5]
Kemajuan itu antara lain disebabkan sikap dan kebijaksanaan para penguasanya dalam
mengatasi berbagai persoalan, kebijaksanaan itu antara lain ialah:
1. Para khalifah tetap keturunan Arab sedangkan para menteri, gubernur, panglima perang,
dan pegawai diangkat dari bangsa Persia.
2. Kota Baghdad sebagai ibukota, dijadikan kota internasional untuk segala kegiatan seperti
ekonomi, politik, social, dan budaya.
3. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat mulia dan berharga. Parakhalifah
membuka kesempatan pengembangan ilmu pengetahuan seluas-luasnya.
4. Rakyat bebas berpikir serta memperoleh hak asasinya dalam segala bidang, seperti ibadah,
filsafat, dan ilmu pengetahuan.
Di antara kota pusat peradaban pada masa dinasti Abbasiyah adalah Baghdad danSamarra.
Bagdad merupakan ibu kota negara kerajaan Abbasiyah yang didirikan Kholifah Abu Ja’far Al-
Mansur (754-775 M) pada tahun 762 M. Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat
peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan. Di kota inilah para ahli ilmu pengetahuan datang
beramai-ramai untuk belajar. Sedangkan kotaSamarra terletak di sebelah timur sungai Tigris,
yang berjarak + 60 km dari kota Baghdad. Di dalamnya terdapat 17 istana mungil yang menjadi
contoh seni bangunan Islam di kota-kota lain.
2. Bidang Pemerintahan
Pada masa Abbasiyah I (750-847 M), kekuasaan kholifah sebagai kepala negara sangat terasa
sekali dan benar seorang kholifah adalah penguasa tertinggi dan mengatur segala urusan negara.
Sedang masa Abbasiyah II 847-946 M) kekuasaan kholifah sedikit menurun, sebab Wazir
(perdana mentri) telah mulai memiliki andil dalam urusan negara. Dan pada masa Abbasiyah III
(946-1055 M) dan IV (1055-1258 M), kholifah menjadi boneka saja, karena para gubernur di
daerah-daerah telah menempatkan diri mereka sebagai penguasa kecil yang berkuasa penuh.
Dengan demikian pemerintah pusat tidak ada apa-apanya lagi.
Selain hal tersebut di atas, dinasti Abbasiyah juga telah membentuk angkatan perang yang kuat
di bawah panglima, sehingga kholifah tidak turun langsung dalam menangani tentara. Kholifah
juga membentuk Baitul Mal / Departemen Keuangan untuk mengatur keuangan negara
khususnya. Di samping itu juga kholifah membentuk badan peradilan, guna membantu kholifah
dalam urusan hukum.
a. Madrasah, didirikan pertama kali oleh Nizamul Mulk. Terdapat di kota Bagdad, Balkan,
Muro, Tabrisan, Naisabur, Hara, Isfahan, Mausil, Basrah, dan kota-kota lain.
b. Kuttab, yaitu tempat belajar bagi pelajar tingkat rendah dan menengah.
c. Masjid Munadharah, tempat pertemuan para pujangga, ahli fakir, dan para sarjana untuk
menseminarkan masalah-masalah ilmiah.
d. Masjid, biasanya digunakan untuk belajar bagi pelajar tingkat tinggi dan takhassus.
e. Baitul Hikmah, merupakan perpustakaan pusat, dibangun oleh Khalifah Harun Al Rasyid.
Ilmu pengetahuan pada masa Daulah Bani Abbasiyah terdiri dari ilmu naqli dan ilmu ‘aqli. Ilmu
naqli terdiri dari Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits Ilmu Fiqih, Ilmu Kalam, Ilmu Tasawwuf dan Ilmu
Bahasa. Adapaun ilmu ‘aqli seperti : Ilmu Kedokteran, Ilmu Perbintangan, Ilmu Kimia, Ilmu
Pasti, Logika, Filsafat dan Geografi. Berikut ini ialah Tokoh-tokohnya:
Ilmu Filsafat
Bidang Kedokteran
· Jabir bin Hayyan (wafat 161 H / 778 M) dianggap sebagi bapak ilmu Kimia.
· Hunain bin Ishaq (194 – 264 H / 810 – 878 M) ahli mata yang terkenal.
Bidang Matematika
Bidang Astronomi
· Al Fazari, seorang pencipta astrobole, yaitu alat pengukur tinggi dan jarak bintang-bintang.
Ilmu Tafsir
· Ilmu tafsir bil ma’tsur, yaitu Al-Quran yang ditafsirkan dengan hadits-hadits. Tokohnya
ialah Ibnu Jarir al Thabari, Ibnu Athiyah al Andalusi, Al Sudai, dan Muqotil Ibnu Sulaiman.
· Ilmu tafsir bin ro’yi, tafsir Al-Qur’an dengan menggunakan akal pikiran. Tokoh-tokohnya
ialah Abu Bakar Asam, Abu Muslim Muhammad, Ibnu Jaru Al Asadi, Abu Yunus Abdussalam.
Ilmu Hadits
Ilmu Kalam
· Jabariyah, tokohnya ialah Jahm bin Sofyan dan Ya’du bin Dirham.
Ilmu Bahasa
Kehancuran Dinasti Abbasiyah ini tidak terjadi dengan cara spontanitas, melainkan melalui
proses yang panjang yang diawali oleh berbagai pemeberontakan dari kelompok yang tidak
senang terhadap kepemimpinan kholifah Abbasiyah. Disamping itu juga, kelemahan kedudukan
kekholifahan dinasti Abbasiyah di Baghdad, disebabkan oleh luasnya wilayah kekuasaan yang
kurang terkendali, sehingga menimbulkan disintegrasi wilayah.
Faktor Internal
· Kemerosotan ekonomi, mayoritas Kholifah Abbasiyah periode akhir lebih mementingkan
urusan pribadinya dan cenderung hidup mewah.
· Luasnya wilayah kekuasaan Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit
dilakukan.
· Konflik keagamaan, antara muslim dan zindiq (atheis), Ahlussunnah dengan Syiah, serta
antara Mu’tazilah dengan Salaf.
· Persaingan antar bangsa. Bangsa Arab bersaing dengan Persia, dan Turki yang pada
akhirnya menimbulkan perpecahan.
· Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat
besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak
ke Baghdad.
Faktor Eksternal
· Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban.
· Penyerbuan tentara Mongol di bawah pimpinan Panglima Hulagu Khan yang menghacur
leburkan kota Baghdad. [9]
Perang Salib ini terjadi pada tahun 1095 M, saat Paus Urbanus II berseru kepada
umat Kristen di Eropa untuk melakukan perang suci, untuk memperoleh kembali keleluasaan
berziarah di Baitul Maqdis yang dikuasai oleh Penguasa Seljuk, serta menghambat pengaruh dan
invasi dari tentara Muslim atas wilayah Kristen. Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan
daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena
peperangan itu terjadi di wilayahnya. Kerugian-kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik
umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah
terpecah belah. Banyak daulah kecil yang memerdekakan diri dari pemerintahan pusat
Abbasiyah di Baghdad.
Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba di salah
satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Musta'shim, penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad (1243 -
1258), betul-betul tidak berdaya dan tidak mampu membendung "topan" tentara Hulagu Khan.
Pada saat yang kritis tersebut, wazir khilafah Abbasiyah, Ibn Alqamiingin mengambil
kesempatan dengan menipu khalifah. la mengatakan kepada khalifah, "Saya telah menemui
mereka untuk perjanjian damai. Hulagu Khan ingin mengawinkan anak perempuannya
dengan Abu Bakr Ibn Mu'tashim, putera khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan
menjamin posisimu. la tidak menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-
kakekmu terhadap sulthan-sulthan Seljuk". [10]
Khalifah menerima usul itu, la keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa
mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga lainnya untuk diserahkan kepada Hulagu Khan.
Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para panglimanya. Keberangkatan khalifah
disusul oleh para pembesar istana yang terdiri dari ahli fikih dan orang-orang terpandang. Tetapi,
sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang dikatakan wazirnya temyata
tidak benar. Mereka semua, termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara
bergiliran.
Dengan pembunuhan yang kejam ini berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Kota
Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara
Mongol tersebut. Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya
di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syria dan Mesir.
Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri
kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran
politik dan peradaban Islam, karena Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang
sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh
pasukan Mongol yang dipimpin Hulaghu Khan tersebut.
[1] Forum Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, Sejarah Kebudayaan Islam, (Sragen, CV. Akik
Pusaka), hal 39
[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada), hal 50
[3] Soepardjo, Integrasi Budi Pekerti dalam Pendidikan Agama Islam, (Solo, Tiga Serangkai) hal
118
[4] Forum Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, Sejarah Kebudayaan Islam, (Sragen, CV. Akik
Pusaka), hal 43
[6] Forum Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, Sejarah Kebudayaan Islam, (Sragen, CV. Akik
Pusaka), hal 40
[7] Forum Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, Sejarah Kebudayaan Islam, (Sragen, CV. Akik
Pusaka), hal 39
[9] Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Aliyah (Solo, Tiga Serangkai) hal 40