Anda di halaman 1dari 30

A.

Latar Belakan Masalah


Sejarah tak ubahnya kacamata masa lalu yang menjadi pijakan dan langkah setiap insan di masa
mendatang. Seperti yang kita ketahui setelah tumbangnya kepemimpinan masa khulafaurrasyidin
maka berganti pula sistem pemerintahan Islam pada masa itu menjadi masa daulah, dan dalam
makalah ini akan disajikan sedikit tentang masa daulah Abbasiyah.
Dalam peradaban ummat Islam, Bani Abbasiyah merupakan salah satu bukti sejarah peradaban
ummat Islam yang terjadi. Bani Abbasiyah merupakan masa pemerintahan ummat Islam yang
memperoleh masa kejayaan yang gemilang. Pada masa ini banyak kesuksesan yang diperoleh
Bani Abbasiyah, baik itu dibidang Ekonomi, Politik, dan Ilmu pengetahuan. Hal inilah yang
perlu untuk kita ketahui sebagai acuan semangat bagi generasi ummat Islam bahwa peradaban
ummat Islam itu pernah memperoleh masa keemasan yang melampaui kesuksesan negara-
negara Eropa. Dengan kita mengetahui bahwa dahulu peradaban ummat Islam itu diakui oleh
seluruh dunia, maka akan memotifasi sekaligus menjadi ilmu pengetahuan kita mengenai
sejarah peradaban ummat Islam sehingga kita akan mencoba untuk mengulangi masa keemasan
itu kembali nantinya oleh generasi ummat Islam saat ini.

B. Kelahiran Daulah Abbasiyah


Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah ‘’The
Golden Age’’. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang
ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu
pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke
bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar yang
menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Bani Abbas mewarisi
imperium besar Bani Umayah. Hal ini memungkinkan mereka dapat mencapai hasil lebih
banyak, karena landasannya telah dipersiapkan oleh Daulah Bani Umayah yang besar.
Menjelang tumbangnya Daulah Umayah telah terjadi banyak kekacauan dalam berbagai bidang
kehidupan bernegara; terjadi kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh
para Khalifah dan para pembesar negara lainnya sehingga terjadilah pelanggaran-pelanggaran
terhadap ajaran Islam, termasuk salah satunya pengucilan yang dilakukan Bani Umaiyah
terhadap kaum mawali yang menyebabkan ketidak puasan dalam diri mereka dan akhirnya
terjadi banyak kerusuhan .
Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa Khalifah Umar bin
Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal memberikan toleransi kepada berbagai
kegiatan keluarga Syiah. Keturunan Bani Hasyim dan Bani Abbas yang ditindas oleh Daulah
Umayah bergerak mencari jalan bebas, dimana mereka mendirikan gerakan rahasia untuk
menumbangkan Daulah Umayah dan membangun Daulah Abbasiyah.

Di bawah pimpinan Imam mereka Muhammad bin Ali Al-Abbasy mereka bergerak dalam dua
fase, yaitu fase sangat rahasia dan fase terang-terangan dan pertempuran. Selama Imam
Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia. Propaganda dikirim ke seluruh
pelosok negara, dan mendapat pengikut yang banyak, terutama dari golongan-golongan yang
merasa ditindas, bahkan juga dari golongan-golongan yang pada mulanya mendukung Daulah
Umayah. Setelah Imam Muhammad meninggal dan diganti oleh anaknya Ibrahim, pada masanya
inilah bergabung seorang pemuda berdarah Persia yang gagah berani dan cerdas dalam gerakan
rahasia ini yang bernama Abu Muslim Al-Khurasani. Semenjak masuknya Abu Muslim ke
dalam gerakan rahasia Abbasiyah ini, maka dimulailah gerakan dengan cara terang-terangan,
kemudian cara pertempuran, dan akhirnya dengan dalih ingin mengembalikan keturunan Ali ke
atas singgasana kekhalifahan, Abu Abbas pimpinan gerakan tersebut berhasil menarik dukungan
kaum Syiah dalam mengobarkan perlawanan terhadap kekhalifahan Umayah. Abu Abbas
kemudian memulai makar dengan melakukan pembunuhan sampai tuntas semua keluarga
Khalifah, yang waktu itu dipegang oleh Khalifah Marwan II bin Muhammad. Begitu dahsyatnya
pembunuhan itu sampai Abu Abbas menyebut dirinya sang pengalir darah atau As-Saffah. Maka
bertepatan pada bulan Zulhijjah 132 H (750 M) dengan terbunuhnya Khalifah Marwan II di
Fusthath, Mesir dan maka resmilah berdiri Daulah Abbasiyah.

Dalam peristiwa tersebut salah seorang pewaris takhta kekhalifahan Umayah, yaitu
Abdurrahman yang baru berumur 20 tahun, berhasil meloloskan diri ke daratan Spanyol. Tokoh
inilah yang kemudian berhasil menyusun kembali kekuatan Bani Umayah di seberang lautan,
yaitu di keamiran Cordova. Di sana dia berhasil mengembalikan kejayaan kekhalifahan Umayah
dengan nama kekhalifahan Andalusia.
Pada awalnya kekhalifahan Daulah Abbasiyah menggunakan Kufah sebagai pusat pemerintahan,
dengan Abu Abbas As-Safah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Kemudian Khalifah
penggantinya Abu Jakfar Al-Mansur (754-775 M) memindahkan pusat pemerintahan ke
Baghdad. Di kota Baghdad ini kemudian akan lahir sebuah imperium besar yang akan menguasai
dunia lebih dari lima abad lamanya. Imperium ini dikenal dengan nama Daulah Abbasiyah.

Dalam beberapa hal Daulah Abbasiyah memiliki kesamaan dan perbedaan dengan Daulah
Umayah. Seperti yang terjadi pada masa Daulah Umayah, misalnya, para bangsawan Daulah
Abbasiyah cenderung hidup mewah dan bergelimang harta. Mereka gemar memelihara budak
belian serta istri peliharaan (hareem). Kehidupan lebih cenderung pada kehidupan duniawi
ketimbang mengembangkan nilai-nilai agama Islam . Namun tidak dapat disangkal sebagian
khalifah memiliki selera seni yang tinggi serta taat beragama.

C. Sistem Politik, Pemerintahan dan Sosial


1. Sistem Politik dan Pemerintahan
Khalifah pertama Bani Abbasiyah, Abdul Abbas yang sekaligus dianggap sebagai pendiri Bani
Abbas, menyebut dirinya dengan julukan Al-Saffah yang berarti Sang Penumpah Darah.
Sedangkan Khalifah Abbasiyah kedua mengambil gelar Al-Mansur dan meletakkan dasar-dasar
pemerintahan Abbasiyah. Di bawah Abbasiyah, kekhalifahan berkembang sebagai system
politik. Dinasti ini muncul dengan bantuan orang-orang Persia yang merasa bosan terhadap Bani
Umayyah di dalam masalah sosial dan politik diskriminastif. Khalifah-khalifah Abbasiyah yang
memakai gelar ”Imam”, pemimpin masyarakat muslim bertujuan untuk menekankan arti
keagamaan kekhalifahan. Abbasiyah mencontoh tradisi Umayyah di dalam mengumumkan lebih
dari satu putra mahkota raja.
Al-Mansur dianggap sebagai pendiri kedua dari Dinasti Abbasiyah. Di masa pemerintahannya
Baghdad dibagun menjadi ibu kota Dinasti Abbasiyah dan merupakan pusat perdagangan serta
kebudayaan. Hingga Baghdad dianggap sebagai kota terpenting di dunia pada saat itu yang kaya
akan ilmu pengetahuan dan kesenian. Hingga beberapa dekade kemudian dinasti Abbasiyah
mencapai masa kejayaan.
Ada beberapa sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyah, yaitu
a. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab murni, sedangkan pejabat lainnya diambil dari
kaum mawalli.
b. Kota Bagdad dijadikan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik,
ekonomi, sosial dan ataupun kebudayaan serta terbuka untuk siapa saja, termasuk bangsa dan
penganut agama lain.
c. Ilmu pengetahuan dianggap sebagai sesuatu yang mulia, yang penting dan sesuatu yang
harus dikembangkan.
d. Kebebasan berpikir sebagai hak asasi manusia.

2. Sistem Sosial
Pada masa ini, sistem sosial adalah sambungan dari masa sebelumnya (Masa Dinasti Umaiyah).
Akan tetapi, pada masa ini terjadi beberapa perubahan yang sangat mencolok, yaitu:
a. Tampilnya kelompok mawali dalam pemerintahan serta mendapatkan tempat yang sama
dalam kedudukan sosial
b. Kerajaan Islam Daulah Abbasiyah terdiri dari beberapa bangsa ang berbeda-beda (bangsa
Mesir, Syam, Jazirah Arab dll.)
c. Perkawinan campur yang melahirkan darah campuran
d. terjadinya pertukaran pendapat, sehingga muncul kebudayaan baru .

D. Kejayaan Daulah Abbasiyah


Masa Abbasiyah menjadi tonggak puncak peradaban Islam. Khalifah-khalifah Bani Abbasiyah
secara terbuka mempelopori perkembangan ilmu pengetahuan dengan mendatangkan naskah-
naskah kuno dari berbagai pusat peradaban sebelumnya untuk kemudian diterjemahkan,
diadaptasi dan diterapkan di dunai Islam. Para ulama’ muslim yang ahli dalam berbagai ilmu
pengetahuan baik agama maupun non agama juga muncul pada masa ini. Pesatnya
perkembangan peradaban juga didukung oleh kemajuan ekonomi imperium yang menjadi
penghubung dunua timur dan barat. Stabilitas politik yang relatif baik terutama pada masa
Abbasiyah awal ini juga menjadi pemicu kemajuan peradaban Islam
1. Gerakan penerjemahan
Meski kegiatan penerjemahan sudah dimulai sejak Daulah Umayyah, upaya untuk
menerjemahkan dan menskrinsip berbahasa asing terutama bahasa yunani dan Persia ke dalam
bahasa arab mengalami masa keemasan pada masa DaulahAbbasiyah. Para ilmuandiutus ke
daeah Bizantium untuk mencari naskah-naskah yunanidalam berbagai ilmu terutama filasafat dan
kedokteran.
Pelopor gerakan penerjemahan pada awal pemerintahan daulah Abbasiyah adalah Khalifah Al-
Mansyur yang juga membangun Ibu kota Baghdad. Pada awal penerjemahan, naskah yang
diterjemahkan terutama dalam bidang astrologi, kimia dan kedokteran. Kemudian naskah-naskah
filsafat karya Aristoteles dan Plato juga diterjemahkan. Dalam masa keemasan, karya yang
banyak diterjemahkan tentang ilmu-ilmu pragmatis seperti kedokteran. Naskah astronomi dan
matematika juga diterjemahkan namun, karya-karya berupa puisi, drama, cerpen dan sejarah
jarang diterjemakan karena bidang ini dianggap kurang bermanfa’at dan dalam hal bahasa, Arab
sendiri perkembangan ilmu-ilmu ini sudah sangat maju.
Pada masa ini, ada yang namanya Baitul hikmah yaitu perpustakaan yang berfungsi sebagai
pusat pengembagan ilmu pengetahuan. Pada masa Harun Ar-Rasyid diganti nama menjadi
Khizanah al-Hikmah (Khazanah kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai perpustakaan dan pusat
penelitian. Pada masa Al-Ma’mun ia dikembangkan dan diubah namanya menjadi Bait al-
Hikmah, yang dipergunakan secara lebih maju yaitu sebagai tempat penyimpanan buku-buku
kuno yang didapat dari Persia, Bizantium, dan bahkan dari Ethiopia dan India. Direktur
perpustakaannya seorang nasionalis Persia, Sahl Ibn Harun. Di bawah kekuasaan Al-Ma’mun,
lembaga ini sebagai perpustakaan juga sebagai pusat kegiatan study dan riset astronomi dan
matematika.

2. Dalam bidang filasafat


Pada masa ini pemikiran filasafat mencakup bidang keilmuan yang sangat luas seperti logika,
geometri, astronomi, dan juga teologia. Beberapa tokoh yang lahir pada masa itu, termasuk
diantaranya adalah Al-Kindi, Al-farobi, Ibnu Sina dan juga Al-Ghazali yang kita kenal dengan
julukan Hujjatul Islam.

3. Perkembangan Ekonomi
Ekonomi imperium Abbasiyah digerakkan oleh perdagangan. Sudah terdapat berbagai macam
industri sepertikain linen di Mesir, sutra dari Syiria dan Irak, kertas dari Samarkand, serta
berbagai produk pertanian seperti gandum dari Mesir dan kurma dari Iraq. Hasil-hasil industri
dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan Negara lain.
Karena industralisasi yang muncul di perkotaan ini, urbanisasi tak dapat dibendung lagi. Selain
itu, perdagangan barang tambang juga semarak. Emas yang ditambang dari Nubia dan Sudan
Barat melambungkan perekonomian Abbasiyah.
Perdagangan dengan wilayah-wilayah lain merupakan hal yang sangat penting. Secara
bersamaan dengan kemajuan Daulah Abbasiyah, Dinasti Tang di Cina juga mengalami masa
puncak kejayaan sehingga hubungan perdagangan antara keduanya menambah semaraknya
kegiatan perdagangan dunia.

4. Dalam bidang Keagamaan


Di bawah kekuasaan Bani Abbasiyah, ilmu-ilmu keagamaan mulai dikembangkan. Dalam masa
inilah ilmu metode tafsir juga mulai berkembang, terutama dua metode penafsiran, yaitu Tafsir
bir Ra’i dan Tafsir bil Ma’tsur. Dalam bidang hadits, pada masa ini hanya merupakan
penyempurnaan, pembukuan dari catatan dan hafalan para sahabat. Pada masa ini pula
dimulainya pengklasifikasian hadits, sehingga muncul yang namanya hadits dhaif, maudlu’,
shahih serta yang lainnya.
Sedangkan dalam bidang hukum Islam karya pertama yang diketahui adalah Majmu’ al Fiqh
karya Zaid bin Ali (w.122 H/740 M) yang berisi tentang fiqh Syi’ah Zaidiyah. Hakim agung
yang pertama adalah Abu Hanifah (w.150/767). Meski diangap sebagai pendiri madzhab Hanafi,
karya-karyanya sendiri tidak ada yang terselamatkan. Dua bukunya yang berjudul Fiqh al-Akbar
(terutama berisi artikel tentang keyakinan) dan Wasiyah Abi Hanifah berisi pemikiran-
pemikirannya terselamatkan karena ditulis oleh para muridnya.

E. Runtuhnya Daulah Abbasiyah


Tak ada gading ang tak retak. Mungkin pepatah inilah ang sangat pas untuk dijadikan cermin
atas kejayaan ang digapai bani Abbasiah. Meskipun Daulah Abbasiyah begitu bercahaya dalam
mendulang kesuksesan dalam hampir segala bidang, namun akhirnya iapun mulai kaku dan
akhirnya runtuh. Menurut beberapa literatur, ada beberapa sebab keruntuhan daulah Abbasyiah,
yaitu:

1. Faktor Internal
Mayoritas kholifah Abbasyiah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadi dan melalaikan
tugas dan kewajiban mereka terhadap negara. Luasnya wilayah kekuasaan kerajaan Abbasyiah,
sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukuan - Semakin kuatnya pengaruh
keturunan Turki, mengakibatkan kelompok Arab dan Persia menaruh kecemburuan atas posisi
mereka.
Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata ketergantungan khalifah kepada mereka sangat
tinggi. Permusuhan antar kelompok suku dan kelompok agama.
Merajalelanya korupsi dikalangan pejabat kerajaan.

2. Faktor Eksternal
Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban. Penyerbuan
Tentara Mongol dibawah pimpinan Hulagu Khan yang menghancrkan Baghdad. Jatuhnya
Baghdad oleh Hukagu Khan menanndai berakhirnya kerajaan Abbasyiah dan muncul: Kerajaan
Syafawiah di Iran, Kerajaan Usmani di Turki, dan Kerajaan Mughal di India.

F. Kesimpulan

Dinamakan khilafah bani Abbasiyah karena para pendiri dan penguasanya adalah keturunan al
Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti ini didirikan oleh Abdullah al-Saffah ibn
Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas. Berdirinya Dinasti ini tidak terlepas dari
keamburadulan Dinasti sebelumny, dinasti Umaiyah. Pada mulanya ibu kota negera adalah al-
Hasyimiyah dekat kufah. Namun untuk lebih memantapkan dan menjaga setabilitas Negara al-
Mansyur memindahkan ibu kota Negara ke Bagdad. Dengan demikian pusat pemerintahan
dinasti Abasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. Al-Mansyur melakukan konsolidasi dan
penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di
lembaga eksekutif dan yudikatif.
Puncak perkembangan dinasti Abbasiyah tidak seluruhnya berawal dari kreatifitas penguasa Bani
Abbasiyah sendiri. Sebagian diantaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam
bidang pendidikan misalnya di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang.
Namun lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abas dengan
berdirinya perpustakaan dan akademi.
Pada beberapa dekade terakhir, daulah Abbasiyah mulai mengalami kemunduran, terutama
dalam bidang politiknya, dan akhirnya membawanya pada perpecahan yang menjadi akhir
sejarah daulah abbasiyah.

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, Karen, Islam : Sejarah Singkat. Yogyakarta : Penerbit Jendela, 2002


Hassan, Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta, 1989
Hasimy, A, Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta : Bulan Bintang, 1993.
Nizar, Samsul, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Kencana, 2007
Sunanto, Musyifah, Sejarah Islam Klasik. Jakarta : Kencana, 2003
Syalabi, A, Sejarah dan Kebudayaan Islam Jilid 2. Jakarta: Pustaka Alhusna, 1983
Watt, W. Mongtomery, Kejayaan Islam. Yogyakarta : Tiara Wacana, 1990

Read more: http://syafieh.blogspot.com/2014/01/perkembangan-islam-pada-masa-


abbasiyah.html#ixzz5hBdN9Bdc
PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA ABBASYIYAH
FEBRUARI 15, 2013SARTIKAHINATA

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Babak ketiga dalam drama besar politik islam dibuka oleh Abu Al- Abbas (750-754) yang
berperan sebagai pelopor. Pada awalnya Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas menjalankan
kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim di Parsi
pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Selanjutnya pada masa pemerintahan
Khalifah Marwan II, pertentangan ini semakin memuncak dan akhirnya pada tahun 750, Abu al-
Abbas al-Saffah berhasil meruntuhkan Daulah Umayyah dan kemudian dilantik sebagai khalifah.
Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga abad,
mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu pengetahuan
dan pengembangan budaya Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940 kekuatan kekhalifahan
menyusut ketika orang-orang non-Arab, khususnya orang Turki (dan kemudian diikuti oleh
Mamluk di Mesir pada pertengahan abad ke-13), mulai mendapatkan pengaruh dan mulai
memisahkan diri dari kekhalifahan.
B. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini selain sebagai pemenuhan tugas mata kuliah sejarah
kebudayaan Islam, juga agar mahasiswa mengetahui perkembangan Islam pada masa
Abbasyiyah.
C. RUMUSAN MASALAH
1. Kapan pendirian Bani Abbasyiyah?
2. Bagaimana periodesasi masa Abbasyiyah?
3. Bagaimana perkembangan islam pada masa Abbasyiyah?
BAB II
PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA ABBASYIYAH

A. Pendirian Bani Abbasyiyah


Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah ‘’The
Golden Age’’. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang
ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu
pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke
bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar yang
menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Bani Abbas mewarisi imperium besar Bani Umayah. Hal ini memungkinkan mereka dapat
mencapai hasil lebih banyak, karena landasannya telah dipersiapkan oleh Daulah Bani Umayah
yang besar. Menjelang tumbangnya Daulah Umayah telah terjadi banyak kekacauan dalam
berbagai bidang kehidupan bernegara; terjadi kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan-kesalahan
yang dibuat oleh para Khalifah dan para pembesar negara lainnya sehingga terjadilah
pelanggaran-pelanggaran terhadap ajaran Islam, termasuk salah satunya pengucilan yang
dilakukan Bani Umaiyah terhadap kaum mawali yang menyebabkan ketidak puasan dalam diri
mereka dan akhirnya terjadi banyak kerusuhan.
Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa Khalifah Umar bin
Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal memberikan toleransi kepada berbagai
kegiatan keluarga Syiah. Keturunan Bani Hasyim dan Bani Abbas yang ditindas oleh Daulah
Umayah bergerak mencari jalan bebas, dimana mereka mendirikan gerakan rahasia untuk
menumbangkan Daulah Umayah dan membangun Daulah Abbasiyah.
Di bawah pimpinan Imam mereka Muhammad bin Ali Al-Abbasy mereka bergerak dalam dua
fase, yaitu fase sangat rahasia dan fase terang-terangan dan pertempuran. Selama Imam
Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia. Propaganda dikirim ke seluruh
pelosok negara, dan mendapat pengikut yang banyak, terutama dari golongan-golongan yang
merasa ditindas, bahkan juga dari golongan-golongan yang pada mulanya mendukung Daulah
Umayah. Setelah Imam Muhammad meninggal dan diganti oleh anaknya Ibrahim, pada masanya
inilah bergabung seorang pemuda berdarah Persia yang gagah berani dan cerdas dalam gerakan
rahasia ini yang bernama Abu Muslim Al-Khurasani.
Semenjak masuknya Abu Muslim ke dalam gerakan rahasia Abbasiyah ini, maka dimulailah
gerakan dengan cara terang-terangan, kemudian cara pertempuran, dan akhirnya dengan dalih
ingin mengembalikan keturunan Ali ke atas singgasana kekhalifahan, Abu Abbas pimpinan
gerakan tersebut berhasil menarik dukungan kaum Syiah dalam mengobarkan perlawanan
terhadap kekhalifahan Umayah. Abu Abbas kemudian memulai makar dengan melakukan
pembunuhan sampai tuntas semua keluarga Khalifah, yang waktu itu dipegang oleh Khalifah
Marwan II bin Muhammad. Begitu dahsyatnya pembunuhan itu sampai Abu Abbas menyebut
dirinya sang pengalir darah atau As-Saffah. Maka bertepatan pada bulan Zulhijjah 132 H (750
M) dengan terbunuhnya Khalifah Marwan II di Fusthath, Mesir dan maka resmilah berdiri
Daulah Abbasiyah.
Dalam peristiwa tersebut salah seorang pewaris takhta kekhalifahan Umayah, yaitu
Abdurrahman yang baru berumur 20 tahun, berhasil meloloskan diri ke daratan Spanyol. Tokoh
inilah yang kemudian berhasil menyusun kembali kekuatan Bani Umayah di seberang lautan,
yaitu di keamiran Cordova. Di sana dia berhasil mengembalikan kejayaan kekhalifahan Umayah
dengan nama kekhalifahan Andalusia.
Pada awalnya kekhalifahan Daulah Abbasiyah menggunakan Kufah sebagai pusat pemerintahan,
dengan Abu Abbas As-Safah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Kemudian Khalifah
penggantinya Abu Jakfar Al-Mansur (754-775 M) memindahkan pusat pemerintahan ke
Baghdad. Di kota Baghdad ini kemudian akan lahir sebuah imperium besar yang akan menguasai
dunia lebih dari lima abad lamanya. Imperium ini dikenal dengan nama Daulah Abbasiyah.
Dalam beberapa hal Daulah Abbasiyah memiliki kesamaan dan perbedaan dengan Daulah
Umayah. Seperti yang terjadi pada masa Daulah Umayah, misalnya, para bangsawan Daulah
Abbasiyah cenderung hidup mewah dan bergelimang harta. Mereka gemar memelihara budak
belian serta istri peliharaan (hareem). Kehidupan lebih cenderung pada kehidupan duniawi
ketimbang mengembangkan nilai-nilai agama Islam . Namun tidak dapat disangkal sebagian
khalifah memiliki selera seni yang tinggi serta taat beragama.
B. Periodesasi Masa Abbasyiyah
Menurut B.G. Stryzewki membagi masa pemerintahan Dinasti Abbasyiyah menjadi lima
periode:
1. Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Arab dan Persia
pertama.
2. Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
3. Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam
pemerintahan khilafah Abbasiyah.
4. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.Periode Keempat (447 H/1055 M – 590
H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Saljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah;
biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Saljuk
Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
5. Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti
lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari
bangsa Mongol.

C. Perkembangan Islam Pada Masa Abbasyiyah


Dinasti Bani Abbasiyah yang berkuasa sejak tahun (132-656 H / 750-1258 M) perkembangan
dari kemajuan sosial budaya yang terjadi pada masa pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah :
1. Kemajuan Dalam Bidang Sosial Budaya
Selama masa pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah (750-1258 M). diantara perkembangannya
adalah dalam bidang :
a. Seni bangunan dan arsitektur masjid
Masjid merupakan bangunan tempat ibadah umat islam yang merupakan wakil menonjol dari
Arsitektur islam. Masjid yang dirikan pada masa pemerintahan Bani Abbas adalah bangunan
masjid Samarra, di Bagdad.
Masjid Samarra adalah tiang-tiang yang di pasang beratap lengkung. Tiang-tiang tersebut
dibangun menggunakan batu bata.
b. Seni bangunan kota
Seni bangunan islam masih mempunyai cirri khas dan gaya tersendiri, dalam pintu pilar,
lengkung kubah, hiasan lebih bergantung (muqarnas hat).
Pemerintah dinasti Abbasiyah adalah kota Bagdad, yang dibangun oleh Abu ja’far al-Mansur
(136-158 H/754-775). Tempat lokasi ditepi sungai Eufrat (Furat) dan Dajlah (Tigris).
Pembangunan ini diarsiteki oleh Hajjaj bin Artbab dan Amran bin Wadldlah, tenaga kerja yang
dibutuhkan. Istana khalifah al-Manshur dipusat kota bernama Qashru al-Dzahab (istana
keemasan)yang luasnya sekitar 160.000 Hasta persegi. Masjid Jami’ didepannya memiliki luas
areal sekitar 40.000 hasta persegi,” Istana dan Masjid merupakan simbol kota.
Sekitar tahun 157 H, khalifah al-Mansur membangun istana baru diluar kota yang diberi nama
Istana ABADI (Qasbrul Khuldi) khalifah al-Mansur membagi kota Bagdad menjadi empat
daerah, yang masing-masing daerah dikepalai oleh seorang naib amir (wakil gubernur) dan tiap-
tiap daerah diberi hak mengurusi wilayah sendiri yaitu daerah otonom.
2. Perkembangan dan Kemajuan Bahasa Sastra
Perkembangan seni bahasa dan kemajuan, baik puisi maupun prosa kemajuan yang cukup
berarti. Salah satu perhatian besar bani Abbas dan juga para ahli bagian Seniman. Berikut uraian
singkatnya :
a. Perkembangan puisi
Berbeda dengan masa pemerintahan bani Umayah yang belum banyak.
Penyair pada masa pemerintahan bani Umayah, masih kental dalam keaslian warna Arabnya,
sedangkan sastrawan pada zaman pemerintahan Bani Abbas, telah melakukan perubahan
kekuasaan tersebut. Mereka telah mampu mengombinasikannya dengan sesuatu yang bukan
berasal dari tradisi arab dari tradisi Arab. Oleh karena itu wajar kalau kemudian pada masa
pemerintahan Bani Abbas banyak bermunculan penyair terkenal. Diantara mereka adalah sebagai
berikut :
1) Abu Nawas (145-198 H) nama aslinya adalah Hasan bin Hani.
2) Abu’ At babiyat (130-211 H).
3) Abu Tamam (wafat 232 H) nama aslinya adalah Habib bin Auwas atb-Tba’i.
4) Dabal al-kbuza’I (wafat 246 H) nama aslinya adalah Da’bal bin Ali Razin dari Kbuza’ab.
Penyair besar yang berwatak kritis.
5) Al-Babtury (206-285 H) nama aslinya adalah Abu Ubadab Walid al Babtury al-Qubtbany atb-
tba’i.
6) Ibnu Rumy (221-283 H). nama aslinya adalah Abu Hasan Ali bin Abbas. Penyair yang berani
menciptakan tema-tema baru.
7) Al-Matanabby (303-354 H) nama aslinya adalah Abu Thayib Ahmad bin Husin al-Kuft
penyair istana yang haus hadiah, pemuja yang paling handal.
8) Al-Mu’arry (363-449 H) nama aslinya Abu A’la al-Mu’arry. Penyair berbakat dan
berpengetahuan luas.

b. Perkembangan prosa
Pada masa pemerintahan dinasti bani Abbasiyah telah terjadi perkembangan yang sangat
menarik dalam bidang prosa. Banyak buku sastra novel, riwayat, kumpulan nasihat, dan uraian-
uraian sastra yang dikarang atau disalin dari bahasa asing.
1) Abdullah bin Muqaffa (wafat tahun 143 H) buku prosa yang dirintis diantaranya Kalilab wa
Dimnab, kitab ini terjemahan dari bahasa sansekerta. Karya seorang filosuf india bernama
Baidaba dia menyalin menjadi bahasa arab.
2) Abdul Hamid al – katib. Ia dipandang sebagai pelopor seni mengarang surat.
3) Al-Jabidb (wafat 255H). karyanya ini memiliki nilai sastra tinggi, sehingga menjadi bahasa
rujukan dan bahan bacaan bagi para sastrawan kemudian.
4) Ibnu Qutaibab (wafat 276 H). ia dikenal sebagai ilmuan dan sastrawan yang sangat cerdas dan
memiliki pengetahuan yang sangat luas tentang bahasa kesusastraan.
5) Ibnu Abdi Rabbib (wafat 328 H) ia seorang penyair yang berbakat yang memiliki
kecendrungan kesajak drama. Sesuatu yang sangat langka dalam tradisi sastra arab. Karya
terkenalnya adalah al-Aqdul Farid, semacam ensiklopedia Islam yang memuat banyak Ilmu
pengetahuan Islam.

3. Perkembangan Seni Musik


Pada umumnya orang Arab memiliki bakat musik, sehingga seni suara atau seni musik menjadi
suatu keharusan bagi mereka sejak zaman jahiliyah. Hal ini terus berkembang pada masa Bani
Umayah hingga Abbasiyah. Pada masa pemerintahan dinasti bani Abasiyah, music islam
mengalami kejayaan.
a. Penyusun Kitab Musik
Diantara para pengarang karya kitab musik adalah sebagai berikut :
1) Yunus bin Sulaiman (wafat tahun 765 M) Beliau adalah pengarang teori musik pertama dalam
islam. Karya musiknya sangat bernilai, sehingga banyak musikus eropa yang meniru.
2) Kbalib bin Abmad (wafat tahun 791 M). beliau mengarang buku-buku teori musik mengenai
not dan irama. Dijadikan sebagai bahan rujukan bagi sekolah-sekolah tinggi musik diseluruh
dunia.
3) Ishak bin Ibrahim al-Mousuly (wafat tahun 850 M). ia telah berhasil memperbaiki musik
jahiliyah dengan sistim baru. Dia mendapat gelar Raja Musik.
4) Hunain bin Isbak (wafat tahun 873 M). Ia telah berhasil menerjemahkan buku-buku teori
musik karangan Plato dan Aristoteles.
5) Al-Farbii selain sebagai seorang filosuf, ia juga dikenal sebagai seniman dan ahli music.
Karyanya banyak diterjemahkan kedalam bahasa Eropa dan menjadi bahan rujukan bagi para
seniman dan pemusik Eropa.

b. Pendidikan Musik
Para khalifah dan pembesar istana Bani Abbas memiliki perhatian yang sangat besar terhadap
musik. Sekolah music yang paling baik adalah sekolah music yang didirikan oleh Sa’aduddin
Mukinin. Karyanya berjudul Syarafiya, menjadi bahan rujukan dan dikagumi masyarakat music
dunia barat. Latar belakangnya penyebab maraknya lembaga pendidikan music bermunculan
adalah karena kemampuan bermain musik menjadi salah satu syarat untuk menjadi pegawai atau
untuk memperoleh pekerjaan dilembaga pemerintahan.

4. Kemajuan dalam Bidang Pendidikan


Pada masa pemerintahan Bani Abbas, pendidikan dan pengajaran mengalami kemajuan yang
gemilang. Pada masa itu prioritas umat islam mampu membaca dan menulis, pada masa ini
pendidiakan dan pengajaran diselenggarakan dirumah-rumah penduduk dan ditempat-tempat
umum lainnya misalnya Muktab.
Menurut keterangan yang ada, terdapat sekitar 30.000 masjid yang sebagian besar dipergunakan
sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran tingkat dasar, kurikulum pendidikan pendidikan
pada tingkat dasar terdiri pelajaran membaca, menulis, tata bahasa, hadist, prinsip-prionsip dasar
matematika dan pelajaran syair. Sedangkan pendidikan tingkat menengah terdiri dari pelajaran
taysir Al – Qur’an pembahasan kandungan Al – Qur’an, Sunah Nabi, Fiqih, dan Ushul Fiqh,
kajian ilmu kalam (teologi), ilmu Mntiq (retorika) dan kesustraan, pada pelajaran tingkat tinggi
mengadakan pengkajian dan penelitian mandiri dibidang astronomi, geografi dunia, filsafat,
geometri, musikdan kedokteran.
5. Kemajuan Bani Abbasiyah dalam Ilmu Pengetahuan
Dinasti bani Abbasiyah yang berkuasa sekitar lima abad lebih, merupakan salah satu dinasti
islam yang sangat peduli didalam upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban islam.
Bani Abbasiyah telah menyiapkan segalanya, diantara fasilitas yang diberikan adalah
pembangunan pusat riset d dan terjemah. Para ilmuan digaji sangat tinggi dan kebutuhan
hidupnya dijamin oleh Negara. Bahkan khalifah Bani Abbasiyah meminta siapa saja termasuk
para pejabat dan tentara untuk mencari naskah-naskah yang berisi ilmu pengetahuan dan
peradaban untuk dibeli dan diterjemahkan menjadi bahasa arab.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah ‘’The
Golden Age’’. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang
ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu
pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke
bahasa Arab.
Menurut B.G. Stryzewki membagi masa pemerintahan Dinasti Abbasyiyah menjadi lima
periode:
1. Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Arab dan Persia
pertama.
2. Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut periode pengaruh Turki pertama.
3. Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Bani Buwaih dalam
pemerintahan khilafah Abbasiyah.
4. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.Periode Keempat (447 H/1055 M – 590
H/l194 M), masa kekuasaan daulah Bani Saljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah;
biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua (di bawah kendali) Kesultanan Saljuk
Raya (salajiqah al-Kubra/Seljuk agung).
5. Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti
lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad dan diakhiri oleh invasi dari
bangsa Mongol.

Dinasti Bani Abbasiyah yang berkuasa sejak tahun (132-656 H / 750-1258 M) perkembangan
dari kemajuan sosial budaya yang terjadi pada masa pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah :
1. Kemajuan dalam bidang sosial budaya
a. Seni bangunan dan arsitektur masjid
b. Seni bangunan kota
2. Perkembangan dan kemajuan bahasa sastra
a. Perkembangan puisi
b. Perkembangan prosa
3. Perkembangan seni musik
a. Penyusun kitab musik
b. Pendidikan musik
4. Kemajuan dalam bidang pendidikan
5. Kemajuan bani abbasiyah dalam ilmu pengetahuan

DAFTAR PUSTAKA
Supriyadi Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Pustaka Setia: Bandung
http://romadhon-byar.blogspot.com/2011/09/perkembangan-islam-periode-klasik.html#_
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekhalifahan_Abbasiyah
DAULAH BANI ABBASIYAH

A. Asal Mula Daulah Bani Abbasiyah

Daulah Bani Abbasiyah yang didirikan pada tahun 132 H / 750 M oleh Abdullah al-Saffah bin
Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas merupakan kelanjutan dari pemerintahan Daulah
Umayyah yang telah hancur di Damaskus. Gerakan bani Abbas pada waktu itu yang dipimpin
oleh Ibrahim Al Imam melakukan gerakan diam-diam atau rahasia yang berpusat di Khurasan.
Dengan pimpinan panglima perang yang bernama Abu Muslim Al Khusrasany, Bani Abbas
dapat menguasai daerah Khurasan dan Kufah. Setelah Kufah dapat dikuasai sepenuhnya,
diangkatlah Abul Abbas menjadi Khalifah pertama pada tahun 132 H / 750 M. Dengan demikian
berakhirlah kekuasaan Daulah Bani Umayyah pada saat itu. Dinamakan kekhalifahan Daulah
Abbasiyah, karena para pendiri dan penguasa dinasti ini merupakan keturunan Bani Abbas,
paman Nabi Muhammad SAW.[1]

Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan
perubahan politik, sosial dan budaya. memiliki lima periode yaitu :

1. Periode pertama 132 H – 232 H sebagai pengaruh Persia pertama.

2. Periode kedua 232 H – 334 H di sebut masa pengaruh Turki pertama.

3. Periode ketiga 334 – 447 H masa kekuasaan Dinasti Buwaih.

4. Periode keempat 447 H – 590 H masa kekuasaan dinasti Saljuk.

5. Periode kelima 590 H – 656 H masa khilafah bebas dari dinasti lain, tetapi kekuasaannya
hanya di sekitar Baqdad.[2]

B. Khalifah-Khalifah Bani Abbas


1. Abul Abbas Assafah (132 – 136 H / 750 – 754 M)

Abul Abbas Assafah memusatkan siasat pemerintahannya untuk mengukuhkan kekuasaannya


dengan jalan melakukan tindakan tangan besi terhadap lawan politiknya, yaitu Bani Umayyah.
Keluarga Bani Umayyah beserta pendukungnya ditumpas. Abul Abbas Assafah
menetapkan kota Anbar menjadi ibu kota pemerintahan dan diberi nama Hasyimiyah. Ia
meninggal pada tahun 136 H / 754 M.

2. Abu Ja’far Al Manshur (136 – 158 H / 754 – 775 M)

Usaha Abul Abbas Assafah dalam menegakkan kestabilan dan keamanan dalam negeri
dilanjutkan oleh Abu Ja’far Al Manshur dengan cara menumpas pendukung Bani Umayyah serta
para pembantunya, seperti Abdullah bin Ali di Siria dan Shalih bin Ali di Mesir, keduanya
adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya.

Setelah keamanan dalam negeri terjamin dengan baik, Abu Ja’far Al Manshur mulai memajukan
ilmu pengetahuan dengan jalan menerjemahkan buku-buku dari bahasa Yunani, Persia, Siria, dan
India ke dalam Bahasa Arab, terutama di bidang kedokteran, astronomi, dan ilmu pasti. Abu
Ja’far mendirikan kota Baghdadkota pemerintahan termasyhur di Timur dan sebagai pusat
berkembangnya ilmu pengetahuan. Di samping itu, beliau mendirikan jawatan kehakiman,
kepolisian, pajak, dan pos untuk memperlancar jalannya roda pemerintahan di seluruh daerah.
Beliau dapat menguasai Afrika Utara, namun tidak dapat menundukkan kekuasaan Bani
Umayyah di Spanyol karena terlalu jauh dari pusat pemerintahan. sebagai ibu

Kekuasaan Bani Umayyah pun dibangun kembali oleh Abdurrahman Ad Dakhil di Spanyol pada
tahun 138 H / 575 M. Pemerintahan baru itu dengan ibu kota Cordova. Kedua kerajaan ini pun
bersaing dalam memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban untuk mempercepat tercapainya
zaman keemasan bagi umat Islam di kedua kerajaan tersebut.

3. Al Mahdi (158 – 169 H / 775 – 785 M)


Setelah ayahnya Al-Mansyur meninggal maka Al-Mahdi naik tahta. Baru saja menjabat ia
memerintahkan membuka pintu penjara dan melepaskan orang-orang hukuman politik, yang
tidak dilepaskan hanya orang-orang penjahat, pembunuh dan perampok. Pada zaman ini
pertumbuhan perekonomian meningkat disektor pertanian melalui irigasi dan peningkatan hasil
pertambangan seperti perak, emas, tembaga, besi. Pada masa pemerintahannya ia melakukan
pembangunan-pembangunan penting seperti memperluas Masjidil Haram, memberi bantuan
tetap kepada fakir miskin, memperbaikki jalan antara Madinah, Mekah, dan Yaman.

4. Musa Al Hadi (169 – 170 H / 785 – 786 M)

Masa pemerintahan Al Hadi hanya berjalan tidak lama. Dia banyak menghadapi pemberontakan
dari kaum Syiah, Khawarij, dan golongan Zindiq (atheis), tetapi semua dapat diatasi olehnya.

5. Harun Al Rasyid (170 – 193 H / 786 – 809 M)

Harun Al Rasyid terkenal dalam sejarah sebagai seorang khalifah yang penuh wibawa, dicintai
rakyatnya, dan disegani oleh lawan dan kawan. Beliau sangat mencintai ilmu dan kebudayaan,
bijaksana, dan penuh inisiatif untuk memajukan kerajaan yang sangat luas itu sehingga
tercapailah suatu kemajuan dan kejayaan yang sangat gemilang.

Kota Baghdad yang disebut kota seribu satu malam mencerminkan kemakmuran dan kemajuan
pemerintahan Harun Al Rasyid, di mana-mana terdapat masjid-masjid besar, megah serta penuh
ukiran yang indah. Di seluruh pelosok kota terdapat gedung-gedung yang megah, jalan-jalan
yang teratur rapi, gedung kesenian, teropong bintang, dan lain sebagainya.

Kemakmuran rakyat tercapai dengan merata. Rakyat hidup dengan aman, makmur, sejahtera.
Ilmu pengetahuan dan peradaban tumbuh dengan baik. Di sekeliling Khalifah berkumpul para
ahli ilmu sastra, budaya, dan agama. Kemajuan materiil yang tumbuh pesat diimbangi dengan
kemajuan bidang spiritual. [3]

6. Abdullah Al Amin (193 – 198 H = 809 – 813 M)


Al Amin adalah putera mahkota yang diwasiatkan oleh Harun Al Rasyid sebagai penggantinya.
Dalam wasiat disebutkan bahwa setelah Al Amin meninggal, ia digantikan oleh adiknya (lain
ibu) Al Makmum. Karena ulah seorang wazir (menteri) yang bernama Fadlal bin Rabi, kedua
saudara itu dapat dihasutnya untuk saling berperang. Terjadilah perang saudara yang berakhir
dengan kemenangan Al Makmum.

7. Abdullah Al Makmum (198 – 218 H = 813 – 833 M)

Khalifah Al Makmum bersikap lebih dekat dengan golongan Alawiyah sehingga berhasil
mengurangi rongrongan dari Syiah . Dia juga terus melanjutkan perhatian khusus terhadap
berbagai bidang yang dapat mendorong kemajuan Islam.

8. Al Mutashim (218 – 227 H / 833 – 842 M)

Al-Mutashim memberi peluang besar orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan.
Siasatnya mnimbulkan kebencian dari pihak Arab dan Persia sehingga membuat lemahnya
pengaruh khalifah. Praktik orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina
secara khusus menjadi prajurit-prajurit professional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti
Bani Abbas menjadi sangan kuat.

9. Harun Al Watsiq (227-232 H / 842-847 M)

Di zaman ini perpecahan di kalangan kerajaan Islam bertambah parah sebagai akibat
politik yang dijalankan oleh Al Mutasim. Banyak provinsi yang memberontak dan tidak lagi
mengakui pemerintahan pusat, seperti Hijaz, Siria, Mosul, dan Bagdad sendiri. Kesempatan itu
digunakan sebaik mungkin oleh bekas-bekas budak dari Turki yang diangkat menjadi tentara.
Mereka melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap penduduk.

C. Peta Daerah Perkembangan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah


Pada masa Daulah Abbasiyah luas kekuasaan Islam semakin bertambah
dan Baghdadsebagai pusat pemerintahannya. Perluasan kekuasaan dan pengaruh Islam bergerak
ke wilayah Timur Asia Tengah dari perbatasan India hingga ke Cina. Wilayah kekuasaan Islam
amat luas yaitu meliputi wilayah yang telah dikuasai oleh Bani Umayah antara lain Hijaz,
Yaman Utara dan Selatan, Oman, Kuwait, Irak, Iran, Yordania, Palestina, Libanon, Mesir,
Tunisia, Aljazair, Maroko, Spanyol, Afganistan, dan Pakistan. Daerah-daerah tersebut memang
belum sepenuhnya berada di wilayah Bani Umayah, namun di masa kekuasaan Bani Abbas
perluasan daerah dan penyiaran Islam semakin berkembang, sehingga meliputi daerah Turki,
Armenia, dan sekitar Laut Kaspia. [4]

Dinasti Bani Abbas pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan
kebudayaan islam dari pada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Ummayah
dengan Bani Abbasiyah. Di samping itu ada pula cirri-ciri yang menonjol pada dinasti Abbasiyah
yang tidak terdapat di zaman Bani Ummayah, yaitu :

1. Berpindahnya ibu kota ke Baqhdad sehingga pemerintah Bani Abbas tidak terpengaruh
dengan Arab. Sedangkan Bani ummayah sangat berorientasi kepada Arab.

2. Dalam penyelenggara pemerintahan Bani Abbas ada jabatan Wazir, yang membawahi
kepala-kepala departemen.

3. Ketentaraan professional baru terbentuk pada masa Bani Abbas, yang tidak ada di zaman
Bani Ummayah. [5]

Bani Abbasiyah mampu mengembangkan dan memajukan peradaban Islam, sehingga


daulah ini mencapai puncak kejayaannya. Karena para penguasanya banyak memberikan
dorongan kepada ilmuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dalam segala bidang
kehidupan.

Kemajuan itu antara lain disebabkan sikap dan kebijaksanaan para penguasanya dalam
mengatasi berbagai persoalan, kebijaksanaan itu antara lain ialah:

1. Para khalifah tetap keturunan Arab sedangkan para menteri, gubernur, panglima perang,
dan pegawai diangkat dari bangsa Persia.
2. Kota Baghdad sebagai ibukota, dijadikan kota internasional untuk segala kegiatan seperti
ekonomi, politik, social, dan budaya.

3. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat mulia dan berharga. Parakhalifah
membuka kesempatan pengembangan ilmu pengetahuan seluas-luasnya.

4. Rakyat bebas berpikir serta memperoleh hak asasinya dalam segala bidang, seperti ibadah,
filsafat, dan ilmu pengetahuan.

5. Para menteri keturunan Persiadiberi hak penuh menjalankan pemerintahan, sehingga


mereka memegang peranan penting dalam memajukan kebudayaan Islam.

6. Berkat usaha khalifah yang sungguh-sungguh dalam membangun ekonominya, mereka


memiliki pembendaharaan yang cukup berlimpah.

7. Dalam pengembangan ilmu pengetahuan para khalifah banyak mendukung perkembangan


tersebut sehingga banyak buku-buku yang dikarang dalam berbagai ilmu pengetahuan.[6]

D. Bentuk-Bentuk Peradaban Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah

1. Kota-Kota Pusat Peradaban

Di antara kota pusat peradaban pada masa dinasti Abbasiyah adalah Baghdad danSamarra.
Bagdad merupakan ibu kota negara kerajaan Abbasiyah yang didirikan Kholifah Abu Ja’far Al-
Mansur (754-775 M) pada tahun 762 M. Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat
peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan. Di kota inilah para ahli ilmu pengetahuan datang
beramai-ramai untuk belajar. Sedangkan kotaSamarra terletak di sebelah timur sungai Tigris,
yang berjarak + 60 km dari kota Baghdad. Di dalamnya terdapat 17 istana mungil yang menjadi
contoh seni bangunan Islam di kota-kota lain.
2. Bidang Pemerintahan

Pada masa Abbasiyah I (750-847 M), kekuasaan kholifah sebagai kepala negara sangat terasa
sekali dan benar seorang kholifah adalah penguasa tertinggi dan mengatur segala urusan negara.
Sedang masa Abbasiyah II 847-946 M) kekuasaan kholifah sedikit menurun, sebab Wazir
(perdana mentri) telah mulai memiliki andil dalam urusan negara. Dan pada masa Abbasiyah III
(946-1055 M) dan IV (1055-1258 M), kholifah menjadi boneka saja, karena para gubernur di
daerah-daerah telah menempatkan diri mereka sebagai penguasa kecil yang berkuasa penuh.
Dengan demikian pemerintah pusat tidak ada apa-apanya lagi.

Dalam pembagian wilayah (propinsi), pemerintahan Bani Abbasiyah menamakannya


dengan Imaraat, gubernurnya bergelar Amir / Hakim. Imaraat saat itu ada tiga macam, yaitu
; Imaraat Al-Istikhfa, Al-Amaarah Al-Khassah dan Imaarat Al-Istilau.Kepada wilayah / imaraat
ini diberi hak-hak otonomi terbatas, sedangkan desa/ al-Qura dengan kepala desanya as-Syaikh
al-Qoryah diberi otonomi penuh. [7]

Selain hal tersebut di atas, dinasti Abbasiyah juga telah membentuk angkatan perang yang kuat
di bawah panglima, sehingga kholifah tidak turun langsung dalam menangani tentara. Kholifah
juga membentuk Baitul Mal / Departemen Keuangan untuk mengatur keuangan negara
khususnya. Di samping itu juga kholifah membentuk badan peradilan, guna membantu kholifah
dalam urusan hukum.

3. Bangunan Tempat Pendidikan dan Peribadatan

a. Madrasah, didirikan pertama kali oleh Nizamul Mulk. Terdapat di kota Bagdad, Balkan,
Muro, Tabrisan, Naisabur, Hara, Isfahan, Mausil, Basrah, dan kota-kota lain.

b. Kuttab, yaitu tempat belajar bagi pelajar tingkat rendah dan menengah.

c. Masjid Munadharah, tempat pertemuan para pujangga, ahli fakir, dan para sarjana untuk
menseminarkan masalah-masalah ilmiah.
d. Masjid, biasanya digunakan untuk belajar bagi pelajar tingkat tinggi dan takhassus.

e. Baitul Hikmah, merupakan perpustakaan pusat, dibangun oleh Khalifah Harun Al Rasyid.

f. Masjid Raya Cordova, dibangun pada tahun 786 M.

g. Masjid Ibnu Toulon, di Kairo dibangun pada tahun 786 M.

h. Istana Al Hamra, di Cordova.

i. Istana Al Cazar, dan lain-lain.

4. Bidang Ilmu Pengetahuan

Ilmu pengetahuan pada masa Daulah Bani Abbasiyah terdiri dari ilmu naqli dan ilmu ‘aqli. Ilmu
naqli terdiri dari Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits Ilmu Fiqih, Ilmu Kalam, Ilmu Tasawwuf dan Ilmu
Bahasa. Adapaun ilmu ‘aqli seperti : Ilmu Kedokteran, Ilmu Perbintangan, Ilmu Kimia, Ilmu
Pasti, Logika, Filsafat dan Geografi. Berikut ini ialah Tokoh-tokohnya:

Ilmu Filsafat

· Al Kindi (194 – 260 H / 809 – 873 M)

· Al Farabi (wafat tahun 390 H / 916 M)

· Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H)

· Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H)

· Ibnu Shina (370 – 428 H / 980 – 1037 M).

· Al Ghazali (tahun 450 – 505 H / 1058 – 1101 M)[8]

· Ibnu Rusyd (520 – 595 H / 1126 – 1198 M)

Bidang Kedokteran
· Jabir bin Hayyan (wafat 161 H / 778 M) dianggap sebagi bapak ilmu Kimia.

· Hunain bin Ishaq (194 – 264 H / 810 – 878 M) ahli mata yang terkenal.

· Thabib bin Qurra (221 – 228 H / 836 – 901 M)

· Ar Razi (251 – 313 H / 809 – 973 M)

Bidang Matematika

· Umar Al Farukhan, Insinyur arsitek pembangunan kota Bagdad.

· Al Khwarizmi, pengarang kitab Al Gebra (Al Jabar) ahli matematika terkenal.

· Banu Nusa, menulis banyak buku dan ilmu ukur.

Bidang Astronomi

· Al Fazari, seorang pencipta astrobole, yaitu alat pengukur tinggi dan jarak bintang-bintang.

· Al Battani, terkenal dalam ilmu perbintangan.

· Al Fargoni, membangun beberapa observatorium di Baghdad.

Farmasi dan Kimia

· Ibnu Baithar, ahli obat-obatan, makanan atau gizi.

Ilmu Tafsir

· Ilmu tafsir bil ma’tsur, yaitu Al-Quran yang ditafsirkan dengan hadits-hadits. Tokohnya
ialah Ibnu Jarir al Thabari, Ibnu Athiyah al Andalusi, Al Sudai, dan Muqotil Ibnu Sulaiman.

· Ilmu tafsir bin ro’yi, tafsir Al-Qur’an dengan menggunakan akal pikiran. Tokoh-tokohnya
ialah Abu Bakar Asam, Abu Muslim Muhammad, Ibnu Jaru Al Asadi, Abu Yunus Abdussalam.

Ilmu Hadits

· Imam Al Bukhari (194 – 256 H), karyanya ialah Shahih Al Bukhari.

· Imam Muslim (wafat 261 H), karyanya ialah Shahih Muslim.


· Ibnu Majah, karyanya ialah Sunan Ibnu Majah.

· Abu Dawud, karyanya ialah Sunan Abu Dawud.

· An Nasai, hasil karyanya ialah Sunan An Nasai.

Ilmu Kalam

· Jabariyah, tokohnya ialah Jahm bin Sofyan dan Ya’du bin Dirham.

· Qodoriyah, tokohnya Ghilan Al Dimasyqy, Ma’bad Al Juhaini.

· Mu’tazilah, tokohnya Washil bin Atha’.

· Ahlus Sunnah, tokohnya Abu Hasan Al Asy’ary, Al Ghozali.

Ilmu Bahasa

· Sibawaih (wafat tahun 183 H)

· Al Kisai (wafat tahun 198 H)

· Abu Zakariya Al Farra (wafat tahun 208 H)

E. Kehancuran Daulah Abbasiyah

Kehancuran Dinasti Abbasiyah ini tidak terjadi dengan cara spontanitas, melainkan melalui
proses yang panjang yang diawali oleh berbagai pemeberontakan dari kelompok yang tidak
senang terhadap kepemimpinan kholifah Abbasiyah. Disamping itu juga, kelemahan kedudukan
kekholifahan dinasti Abbasiyah di Baghdad, disebabkan oleh luasnya wilayah kekuasaan yang
kurang terkendali, sehingga menimbulkan disintegrasi wilayah.

Ada dua faktor penyebab runtuhnya Daulah Bani Abbasiyah:

Faktor Internal
· Kemerosotan ekonomi, mayoritas Kholifah Abbasiyah periode akhir lebih mementingkan
urusan pribadinya dan cenderung hidup mewah.

· Luasnya wilayah kekuasaan Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit
dilakukan.

· Konflik keagamaan, antara muslim dan zindiq (atheis), Ahlussunnah dengan Syiah, serta
antara Mu’tazilah dengan Salaf.

· Persaingan antar bangsa. Bangsa Arab bersaing dengan Persia, dan Turki yang pada
akhirnya menimbulkan perpecahan.

· Pengaruh dari Mamluk, Bani Buwaih, serta Bani Seljuk.

· Dengan profesionalisasi angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka


sangat tinggi.

· Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran sangat
besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa pengiriman pajak
ke Baghdad.

Faktor Eksternal

· Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban.

· Penyerbuan tentara Mongol di bawah pimpinan Panglima Hulagu Khan yang menghacur
leburkan kota Baghdad. [9]

Perang Salib ini terjadi pada tahun 1095 M, saat Paus Urbanus II berseru kepada
umat Kristen di Eropa untuk melakukan perang suci, untuk memperoleh kembali keleluasaan
berziarah di Baitul Maqdis yang dikuasai oleh Penguasa Seljuk, serta menghambat pengaruh dan
invasi dari tentara Muslim atas wilayah Kristen. Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan
daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka derita banyak sekali, karena
peperangan itu terjadi di wilayahnya. Kerugian-kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik
umat Islam menjadi lemah. Dalam kondisi demikian mereka bukan menjadi bersatu, tetapi malah
terpecah belah. Banyak daulah kecil yang memerdekakan diri dari pemerintahan pusat
Abbasiyah di Baghdad.

Pada tahun 565 H/1258 M, tentara Mongol yang berkekuatan sekitar 200.000 orang tiba di salah
satu pintu Baghdad. Khalifah Al-Musta'shim, penguasa terakhir Bani Abbas di Baghdad (1243 -
1258), betul-betul tidak berdaya dan tidak mampu membendung "topan" tentara Hulagu Khan.
Pada saat yang kritis tersebut, wazir khilafah Abbasiyah, Ibn Alqamiingin mengambil
kesempatan dengan menipu khalifah. la mengatakan kepada khalifah, "Saya telah menemui
mereka untuk perjanjian damai. Hulagu Khan ingin mengawinkan anak perempuannya
dengan Abu Bakr Ibn Mu'tashim, putera khalifah. Dengan demikian, Hulagu Khan akan
menjamin posisimu. la tidak menginginkan sesuatu kecuali kepatuhan, sebagaimana kakek-
kakekmu terhadap sulthan-sulthan Seljuk". [10]

Khalifah menerima usul itu, la keluar bersama beberapa orang pengikut dengan membawa
mutiara, permata dan hadiah-hadiah berharga lainnya untuk diserahkan kepada Hulagu Khan.
Hadiah-hadiah itu dibagi-bagikan Hulagu kepada para panglimanya. Keberangkatan khalifah
disusul oleh para pembesar istana yang terdiri dari ahli fikih dan orang-orang terpandang. Tetapi,
sambutan Hulagu Khan sungguh di luar dugaan khalifah. Apa yang dikatakan wazirnya temyata
tidak benar. Mereka semua, termasuk wazir sendiri, dibunuh dengan leher dipancung secara
bergiliran.

Dengan pembunuhan yang kejam ini berakhirlah kekuasaan Abbasiyah di Baghdad. Kota
Baghdad sendiri dihancurkan rata dengan tanah, sebagaimana kota-kota lain yang dilalui tentara
Mongol tersebut. Walaupun sudah dihancurkan, Hulagu Khan memantapkan kekuasaannya
di Baghdad selama dua tahun, sebelum melanjutkan gerakan ke Syria dan Mesir.

Jatuhnya kota Baghdad pada tahun 1258 M ke tangan bangsa Mongol bukan saja mengakhiri
kekuasaan khilafah Bani Abbasiyah di sana, tetapi juga merupakan awal dari masa kemunduran
politik dan peradaban Islam, karena Bagdad sebagai pusat kebudayaan dan peradaban Islam yang
sangat kaya dengan khazanah ilmu pengetahuan itu ikut pula lenyap dibumihanguskan oleh
pasukan Mongol yang dipimpin Hulaghu Khan tersebut.
[1] Forum Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, Sejarah Kebudayaan Islam, (Sragen, CV. Akik
Pusaka), hal 39

[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada), hal 50

[3] Soepardjo, Integrasi Budi Pekerti dalam Pendidikan Agama Islam, (Solo, Tiga Serangkai) hal
118

[4] Forum Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, Sejarah Kebudayaan Islam, (Sragen, CV. Akik
Pusaka), hal 43

[5] http://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Abbasiyah (diakses tgl 9-11-2011)

[6] Forum Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, Sejarah Kebudayaan Islam, (Sragen, CV. Akik
Pusaka), hal 40

[7] Forum Guru Bina PAI Madrasah Aliyah, Sejarah Kebudayaan Islam, (Sragen, CV. Akik
Pusaka), hal 39

[8] Termasuk ke dalam tokoh yang mengembangkan ilmu tasawuf.

[9] Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Aliyah (Solo, Tiga Serangkai) hal 40

[10] http://id.wikipedia.org/wiki/Bani_Abbasiyah (diakses tgl 9-11-2011)

Anda mungkin juga menyukai