Anda di halaman 1dari 25

Islam Pada Masa Dinasti Abbasiyah (750-1250 M)

Suhati
Muhammad Fadel Reski
Siti Qadhry Ramadhani Waris
Prodi Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Islam
Institut Agama Islam Negeri Parepare (IAIN)

Abstrak
Dalam literatur sejarah Islam, Bagdad dikenal sebagai pusat peradaban Islam dari segi ilmu
pengetahuan, budaya, dan sastra. Perkembangan peradaban inilah yang menjadikan Bagdad
menjadi kota ilmu pengetahuan, dimana tidak hanya bangsa Arab namun juga bangsa Eropa,
Persia, China, India dan Afrika hadir mengisi suasana intelektual di sini. Masa Kekhalifahan
Abbasiyah ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan. Pada periode ini banyak
bermunculan intelektual-intelektual Muslim di bidang ilmu pengetahuan dan agama. Pada masa
Kekhalifahan Abbasiyah, kondisi sosial ekonomi juga berkembang dengan baik. Seperti halnya
dengan pertanian dan perdagangan. Masyarakat pada masa itu menata kehidupannya dengan
baik sehingga negara ini dikenal sebagai negara yang terkenal dan makmur. Pada masa
Kekhalifahan Abbasiyah, kekuasaan umat Islam semakin meningkat. Perusahaan ini dibagi
menjadi dua kelompok: kelompok khusus dan kelompok umum. Kelompok umum meliputi
seniman, ulama, fukoha, penyair, saudagar, pengusaha, pekerja dan petani, sedangkan
kelompok khusus meliputi khalifah, keluarga khalifah, bangsawan dan pegawai negeri. Dalam
perkem bangan ilmu pengetahuan, raja-raja mendukung perkembangan tersebut, terbukti
dengan banyaknya buku-buku berbahasa asing yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dan
bermunculannya para intelektual.
Kata Kunci: Islam, Dinasti Abbasiyah

PENDAHULUAN
Kebudayaan merupakan wujud ekspresi semangat mendalam masyarakat, sedangkan
ekspresi kemajuan mekanis dan teknologi lebih erat kaitannya dengan peradaban. Jika
kebudayaan lebih banyak tercermin dalam seni, sastra, agama, dan etika, maka peradaban lebih
banyak tercermin dalam politik, ekonomi, dan teknologi. Peradaban sering digunakan untuk
merujuk pada kebudayaan dengan sistem teknologi yang maju dan kompleks, seni sipil, seni
rupa, sistem pemerintahan, dan ilmu pengetahuan. Sejarah perkembangan Islam sejak zaman
Muhammad Saw. hingga saat ini akan terus berlanjut. Seperti halnya peradaban Islam, peradaban
ini akan selalu mendapat tempat di banyak belahan dunia Muslim.

Sebagaimana kita ketahui, Islam mencapai kejayaan dalam bidang peradaban, bahkan
sebelum negara-negara Eropa maju, peradaban Islam mencapai puncaknya. Dengan demikian,
tidak dapat dipungkiri bahwa berkat peradaban Islamlah peradaban Eropa menjadi maju karena
masyarakat Eropa mendapat hikmah dari peradaban Islam, khususnya dari peradaban Islam
Barat. Oleh karena itu, kajian terhadap sejarah Islam dan peradabannya menjadi penting agar
umat Islam dapat kembali mencapai kemajuan peradaban Islam. Dinasti Abbasiyah
merupakan dinasti Islam yang paling sukses dalam perkembangan peradaban Islam.

Pemerintahan dinasti ini sangat tertarik dengan upaya pengembangan ilmu pengetahuan,
terbukti dengan penyiapan segala fasilitas untuk tujuan tersebut, dibangunnya pusat-pusat
penelitian dan penerjemahan Baitu hikmah, Majelis Munadzarah dan pusat-pusat penelitian
lainnya. Masa Daulah Abbasiyah adalah masa ketika umat Islam membangun pemerintahan
dengan ilmu sebagai landasan utama, bagaikan keajaiban yang diciptakan dengan menarik orang
ke negeri impian, rasa haus akan ilmu yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah.

A. Sejarah Berdirinya Dinasti Abbasiyah


Abu al-Abbas al-Saffah (750-754 M) adalah pendiri Dinasti Abbasiyah. Namun karena
masa pemerintahannya yang sangat singkat, Abu Ja'far al-Mansur (754-775 M) berperan
menentukan dalam berdirinya pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Pada tahun 762 M, Abu Ja’far
Al Mansur memindahkan ibu kota dari Damaskus ke Hasyimiyah, kemudian ke Bagdad lagi.
Oleh karena itu ibu kota Dinasti Abbasiyah terletak di bangsa Persia.

Abu Ja'far al-Mansur berjasa sebagai pendiri dinasti Abbasiyah, yang memerintah
selama kurang lebih 20 tahun dan dianggap sebagai tokoh yang karena kehebatannya, kuat, ulet
dan gagah berani. Ibn Thabathiba, misalnya, mengatakan bahwa al-Mansur adalah raja yang
agung, tegas, bijaksana, alim dan cerdas, pemerintahannya rapisangat dihormati dan berbudi
luhur. Di tangannya Dinasti Abbasiyah mempunyai pengaruh yang sangat kuat.
Pembentukan pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan. Pemikiran yang pernah
diungkapkan oleh Bani Hasyim (Alawiyah) setelah sabda wafatnya Nabi bahwa yang berhak
memerintah adalah keturunan Nabi dan anak-anak mereka, setidaknya asumsi ini dapat diterima
karena Gerakan Bani Abbasiyah sudah ada sejak lama, yaitu dalam kurun waktu tertentu masa
pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, khalifah kedelapan dinasti tersebut Bani Umayyah. Toko itu
begitu rapi dan tersembunyi sehingga tidak ada Bani Umayyah mengetahui hal itu. Selain itu,
gerakan ini juga mendapat dukungan dari kaum Syiah. Hal ini dapat dimaklumi karena dengan
melakukan hal tersebut Aktivis menggunakan nama Bani Hasyim bukan Bani Abbas. Maka tidak
segera kaum Syi'ah merasakan diri mereka dalam pertempuran itu.

Ada beberapa alasan mengapa gerakan Abbasiyah yang didirikan oleh keturunan Abbas
mendapat dukungan massa. Artinya, banyak kelompok masyarakat yang tidak lagi mendukung
pemerintahan Bani Umayyah yang korup dan lebih memihak pada kelompok tertentu. Misalnya
kelompok Syi'ah pada awal Dinasti Bani Umayyah telah memberontak karena kekuasaannya
direbut oleh Mu'awiyah dan keturunannya. Begitu pula pada akhir Dinasti Bani Umayyah
berbagai jenis kekacauan yang terjadi, yaitu: melanjutkan balas dendam terhadap pendukung Ali
dan Bani Hasyim pada umumnya merendahkan umat Islam non-Arab agar mereka tidak diberih
kesempatan dalam pemerintahan, menyampaikan pesan untuk memahami Ajar Islam dan
memiliki asasi Manusia.

Sementara itu, kelompok Khawarij juga berpendapat bahwa hak politik masyarakat tidak
boleh dimonopoli oleh keturunan tertentu, kecuali hak seluruh umat Islam. Kelompok Khawarij
ini percaya bahwa Khalifah Bani Umayyah menjalankan pemerintahannya secara sekuler.
Kelompok lain yang sangat membenci rezim Bani Umayyah adalah kaum Mawali, non-Arab
yang baru masuk Islam. Masyarakat yang sebagian besar berasal dari Persia merasa tidak
diperlakukan setara dengan masyarakat Arab karena mereka mempunyai beban pajak yang
sangat tinggi. Kelompok inilah yang mendukung revolusi Abbasiyah yang menggulingkan rezim
Bani Umayyah.

Oleh karena itu, masuk akal jika Bani Hasyim mencari solusi terhadap masalah tahun
dengan menciptakan gerakan rahasia untuk menggulingkan Dinasti Umawiyah. Gerakan ini
terjadi secara bersamaan; Keturunan Ali (Alawiyin) Syekh Abu Salama, keturunan Abbas
(Abbasiyah) Syekh Ibrahim al-Iman, keturunan Syekh Persia Abu Muslim al-Khurasan. Mereka
memusatkan kegiatannya di Khurasan. Melalui upaya tersebut, pada tahun 132 H/750 M. Dinasti
Umawiyah runtuh setelah pembunuhan Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir. Dari
penjelasan di atas dapat dipahami bahwa proses berdirinya Dinasti Abbasiyah pada tahun
dimulai dengan dua strategi, yaitu: salah satu dari sistem mencari pendukung dan menyebarkan
gagasan secara diam-diam, berlanjut dari akhir abad ke-1 H, bermarkas pada tahun di Syama dan
berlokasi di Al-Hamminah, sistem ini berakhir dengan kedatangan Abu Muslim Al-Khurasani
pada Jum’iyah yang merundingkan berdirinya Dinasti Abbasiyah.

Sedangkan, kedua strategi dijalankan secara terbuka dan seruan pembentukan dinasti
Abbasiyah terus berlanjut di forum dengan perang melawan Dinasti Bani Umayyah. Dari dua
strategi yang dilakukan oleh Muhammad bin Al-Abasi dan para sahabatnya pada akhir abad
pertama hingga tahun 132 H/750 M, strategi akhirnya membuahkan hasil pada tahun dengan
didirikannya Dinasti Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah berhasil karena pada tahun fondasinya sudah
mengakar sejak Bani Umayyah berkuasa. Mengevaluasi proses terbentuknya, Dinasti Abbasiyah
didirikan berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
a) Basis terpadu menghadapi perpecahan dari dinasti sebelumnya.
b) Dasar universal (universal), tidak berdasarkan suku.
c) Dasar politik dan administratif yang komprehensif, tidak disebutkan namanya
berdasarkan dasar aristokrat.
d) Dasar hubungan hukum yang setara bagi setiap komunitas Muslim.
e) Pemerintah menganut Islam moderat, ras Arab dianggap hanya sebagian kecil dari ras
lainnya.

Dalam drama besar politik Islam yang diresmikan oleh Abu Al-Abbas (750-754), yang
memainkan peran perintis, Irak menjadi tempat terjadinya drama besar. Dalam khotbah
penobatan bacaan awalnya setahun kemudian di Masjid Kufah, khalifah Abbasiyah pertama pada
tahun disebut As-saffah, tempat pertumpahan darah, yang kemudian menjadi julukannya. As-
Saffah menjadi pendiri dinasti Arab Muslim ketiga setelah tahun, Khulafa Ar-Rashidun dan
Dinasti Umayyah kuno. Tahun 750 M hingga 1258 M. Penerus Abu Al-Abbas memegang
pemerintahan, meski tidak selalu berkuasa. Orang Abbasiyah mengklaim dirinya sebagai
pengusung konsep sejati kekhalifahan, yaitu gagasan neraka teokrasi, yang mengantikan
pemerintahan sekuler (mulk) Dinasti Umayah. Sebagai ciri khas keagamaan dalam istana
kerajaanya, dalam berbagai kesempatan seremonial, seperti ketika dinobatkan sebagi khalifah
dan pada shalat jumat, khalifah mengenakan jubah (burdah) yang pernah di kenakan oleh
saudara sepupunya, Nabi Muhammad. Akan tetapi, masa pemerintahanya, begitu singkat. As-
Saffah meninggal (754-775 M.) karena penyakit cacar air ketika berusia 30-an.1

Bani Abbasiyah memerintah selama lima abad dengan 37 raja. Diantaranya 37, lima raja
berperan penting dalam membangun peradaban Islam menjadikan Islam sebagai model
peradaban dunia saat itu. Nama - nama khalifah tersebut adalah Abu Al-Abbas al-Saffah, Abu
Ja’far al-Mansur, al-Mahdi, Harun al-Rasyid dan al-Ma’mun. Adapun khalifah Bani Abbasiyah
dari setiap periode terdiri dari 37 orang mereka adalah:
1. Abu al-Abbas As-Safah (132-136 H/ 750-754 M)
2. Abu Jakfar al-Mansur (136-158 H754-775 M)
3. Abu Abdullah Muhammad al-Mahdi (158-169 H775-785 M)
4. Abu Muhammad Musa al-Hadi (169-170 H/785-786 M)
5. Abu Ja‟far Harun al-Rasyid (170-193 H/786-809 M)
6. Abu Musa Muhammad Al-Amin (193-198 H/809-813 M)
7. Abu Ja‟far Abdullah al-Makmun (198-218 H/813-833 M)
8. Abu Ishaq Muhammad al-Muktasim (218-227 H/833-842 M)
9. Abu Ja‟far Harun al-Wasiq (227-232 H/842-847 M)
10. Abu al-Fadl Ja‟far al-Mutawakkil (232-247 H/847-861 M)
11. Abu Ja‟far Muhammad al-Muntasir (247-248 H/861-862 M)
12. Abu Abbas Ahmad al-Mustain (248-252 H/862-866 M)
13. Abu Abdullah Muhammad al-Muktazz (252-255 H/866-869 M)
14. Abu Ishak Muhammad al-Muhtadi (255-256 H/869-870 M)
15. Abu al-Abbas Ahmad al-Muktamid (256-279 H/870-892 M)
16. Abu al-Abbas Ahmad al-Muktadid (279-289 H/892-902 M)
17. Abu Muhammad Ali al-Muktafi (289-295 H/902-908 M)

1
MARYAMAH, Maryamah. Pendidikan Islam Masa Dinasti Abbasiyah. Tadrib, 2015, 1.1: 47-65.
18. Abu Fadl Ja‟far al-Muqtadir (295-320 H/908-932 M)
19. Abu Mansur Muhammad al-Qahir (320-322 H/932-934 M)
20. Abu al-AbbasAhmad ar-Radi (322-329 H/934-940 M)
21. Abu Ishaq Ibrahim al-Mustaqi (329-323 H/940-944 M)
22. Abu alQasim Abdullah al-Muqtakfi (323-334 H/944-946 M)
23. Abu al-Qasim al-Fadkl al-Mufi (334-362 H/946-974 M)
24. Abu Fadl Abdu al-Karim at-Tai (362-381 H/974-991 M)
25. Abu al-Abbas Ahmad al-Qadir (381-422 H/991-1031 M)
26. Abu Ja‟far Abdullah al-Qasim (422-467 H/1031-1075 M)
27. Abu al-Qasim Abdullah al-Muqtadi (467-487 H/1075-1084 M)
28. Abu al-Abbas Ahmad al-Mustazhir (487-512 H/1074-1118 M)
29. Abu Mansur al-Fadl al-Mustasid (512-529 H/1118-1135 M)
30. Abu Ja‟far al-Mansur al-Rasyid (529-530 H/1135-1136 M)
31. Abu Abdullah Muhammad al-Mustafi (530-555 H/1136-1160 M)
32. Abu al-Muzaffar al-Mustanjid (555-566 H/1160-1170 M)
33. Abu Muhammad al-Hasan al-Mustadi (566-575 H/1170-1180 M)
34. Abu al-Abbas Ahmad al-Nasir (575-622 H/1180-1224 M)
35. Abu Nasr Muhammad al-Zahir (622- 623 H/1224-1226 M)
36. Abu Ja‟far al-Mansur al-Mustansir (623-640 H/1226-1242 M)
37. Abu Ahmad Abdullah al-Muktasim (640-656 H/1242-1258 M).2

B. Masa Keemasan Dinasti Abbasiyah


Khalifah Abu Jafar al-Mansur adalah khalifah kedua Dinasti Abbasiyah dan penerus
Khalifah Abu Abbas al-Shaffa. Al-Mansur yang memprakarsai pemindahan pusat pemerintahan
dari Damaskus ke kota Bagdad untuk melindungi masyarakat. Sejak peralihan kekuasaan ,
Bagdad dibangun sekitar tahun 100.000 pengrajin dari Basra, Suriah, Kufah dan Mosul dan
menjadi kota yang megah. Kota ini menyaksikan Masa keemasan Islam dengan prestasi ilmu
pengetahuan, ekonomi, sosial budaya dan politiknya.

2
DAULAY, Haidar Putra; DAHLAN, Zaini; PUTRI, Yumita Anisa. Peradaban dan Pemikiran Islam pada Masa Bani
Abbasiyah. EDU SOCIETY: JURNAL PENDIDIKAN, ILMU SOSIAL DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT, 2021, 1.2:
228-244.
1. Perkembangan Bidang Ilmu Pengetahuan
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah praktis tidak terlepas dari
unsur-unsur perkembangan ilmu pengetahuan pada masa sebelumnya. Namun puncak
perkembangan ilmu ini terjadi pada masa Harun Ar-Rasid dan putranya Al-Mamun, yang
mengumumkan kebijakan dan sangat tertarik mempelajari ilmu pengetahuan. Kebijakan
diterapkan, termasuk gerakan menerjemahkan buku asing ke dalam bahasa Arab, khususnya
Bahasa Yunani dan Persia. Pada masa Harun al-Rasid, didirikanlah lembaga penerjemahan yang
dipimpin oleh Yuhana bin Musawyh dan berkantor pusat di kota Yunda Sahpur. Yuhana bin
Musawyh dan Hunayn bin Ishaq adalah pionir dalam terjemahan baru langsung dari bahasa
Yunani ke bahasa Arab.

Awalnya, buku-buku berbahasa Yunani sering diterjemahkan ke dalam bahasa Syria


Kuno oleh para pendeta Kristen Syria, dan kemudian para ilmuan menerjemahkannya ke dalam
bahasa Arab. Para ilmuan bertugas menemukan buku berbagai ilmu pengetahuan, antara lain
buku filsafat, kedokteran, ilmu ketatanegaraan, dan buku sastra dari wilayah Bizantium dan
Persia. Pendirian Sekolah Tinggi Penerjemahan di Bagdad pada masa Al-Mamun merupakan
puncak penerjemahan buku asing. Kelompok penerjemah yang didirikan antara lain Hunain bin
Ishaq dan putra-putranya, Ishaq, Khubaih dan banyak ulama seperti Qusta ibn Luqa, Jacobite,
Yahya ibn Bitriq dan lain-lain. Tuan sangat mendukung langkah terjemahan ini sehingga dia
membayar koin emas untuk hasil terjemahannya.

Kebijakan kedua adalah membangun perpustakaan untuk mengembangkan ilmu


pengetahuan, disebut Baitul Hikmah, dahulu disebut Khizana al-Hikmah, di bawah pimpinan
Harun al-Rasid. Pada masa al-Mamun. Baitul Hikmah digunakan untuk menyimpan buku-buku
dalam berbagai bahasa seperti Persia, Yunani, India dan Arab. Selain perpustakaan umum, Baitul
Hikma menjadi universitas yang banyak melahirkan intelektual muslim, dan Pusat Penelitian
akademis.
Kebijakan ketiga adalah mendirikan lembaga pendidikan dan sastra. Pada masa
Abbasiyah, lembaga pendidikan terendah yang memungkinkan anak-anak belajar membaca,
menulis dan berhitung dan remaja memperoleh pengetahuan dasar agama seperti hadis, tafsir dan
fiqh adalah kuttab atau maktab. Waktu untuk mempelajari Kuttab tidak ditentukan menurut
tahun, tetapi jika siswa menguasai isinya, mereka akan terus mempelajari ilmu lainnya. Bagi
siswa yang berada pada tingkat pendalaman biasanya akan belajar kepada seorang yang ahli
dengan keilmuannya masing-masing di luar wilayah. Rumah Ulama digunakan sebagai lembaga
pendidikan, dimana agama dan ilmu pengetahuan umum tidak akan ditemukan di masjid.

Pada masa al-Ma'mun, didirikan lembaga kajian agama dengan nama Majalis al-
Munazhrahah, berlokasi di ma dan istana Khalifah. Dewan serupa lainnya adalah al-Tadris, al-
Hadits, al-Shu'ara, al-Fatwa, al-Muzakarah dan al Adab. Organisasi sastra ini didirikan oleh
Harun al-Rasid sebagai organisasi yang membahas ilmu yang berbeda. Beberapa penyair
terkenal yang muncul pada masanya adalah Abu perca dan Papirus. Belakangan, Dinasti
Abbasiyah mengembangkan teknologi pembuatan kertas yang pertama kali ditemukan oleh
bangsa Cina dalam jumlah kecil. Pabrik kertas dibangun di Bagdad dan Samarkand dan terus
berkembang hingga terdapat beberapa mesin cetak dengan pekerja sebagai juru tulis dan penjilid
buku. Sejak itu, perpustakaan didirikan dan teknologi produksi kertas tersebar di seluruh Eropa.

Ilmu yang dikembangkan oleh Bani Abbasiyah adalah ilmu Naqli yaitu ilmu yang berasal
dari Allah dan Rasul, dan ilmu Akli yaitu ilmu yang berasal dari akal.3
a. Perkembangan di Bidang Ilmu Naqli
Ilmu Naqli adalah ilmu yang bersumber Naqli (al-Qur'an dan Hadits), atau ilmu yang
berkaitan dengan agama Islam. Ilmu ini didirikan sekitar 200 tahun H dari Nabi Muhammad
Saw. sehingga menjadi ilmu yang kita kenal sekarang, pada tahun dengan nama ulumul Al-
Qur'an, ilmu tafsir, hadis, ilmu kalam, bahasa dan fiqh. Berikut berbagai kemajuan dan
perkembangan yang dicapai dalam bidang ilmu naqli:
1) Ilmu Fiqhi
Pada masa Dinasti Abbasiyah lahirlah fuqaha' (ahli fiqih) yang mendirikan mazhab, yaitu:
a) Imam Abu Hanifah (700-767 M),
b) Imam Malik (713-795 M),
c) Imam Syafi’I (767-820M), dan
d) Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M).

3
WANGI, Dewita Sekar. Masa Keemasan Dinasti Abbasiyah (Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Politik, Ekonomi dan Sosial
Budaya). Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam, 2023, 8.1: 13-22.
2) Ilmu Tafsir
Di antara tafsir-tafsir yang ada, tafsir-tafsir tersebut dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a) Tafsir bi al-matsur, yaitu penafsiran Al-Qur'an dengan menggunakan hadits Nabi
Muhammad SAW. Para mufasir terkenal golongan ini pada masa Abbasiyah antara
lain adalah Ibnu Jarir al-Tabari (dengan tafsirnya 30 juz), Ibnu Atiya al-Andalusi
(Abu Muhammad bin Atiya), dan Al-Suda yang mendasarkan tafsirnya pada Ibnu
Abbas, Ibnu Masud dan teman-teman lainnya.
b) Tafsir bi al-ra’yi berarti penjelasan al-Qur'an yang logis, memperluas pemahaman
yang terkandung di dalamnya. Di antara komentator kelompok ini yang dikenal pada
masa Abbasiyah adalah Abu Bakar Asma (Mu'tazila) dan Abu Muslim Muhammad bi
Nashr al-Isfahani (Mu'tazila) yang buku penjelasannya berjumlah 14 jilid.

3) Ilmu Hadits
Hadits merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Di antara ahli hadis
Dinasti Abbasiyah adalah:
a) Imam Bukhari (194-256 H), dengan karyanya Shahih Bukhari.
b) Imam Muslim (wafat pada tahun 261 H), dengan karyanya Shahih Muslim.
c) Ibnu Majah, dengan karyanya Sunan Ibnu Majah.
d) Abu Dawud, dengan karyanya Sunan Abu Dawud.
e) Imam Nasa’i, dengan karyanya Sunan Nasa’i.
f) Imam Baihaqi.

4) Ilmu Kalam
Kajian ilmiah tentang kalam (teologi) yang berkaitan dengan dosa, pahala, surga, neraka
dan perdebatan tentang ketuhanan atau tauhid mungkin telah melahirkan salah satu cabang ilmu
yaitu studi kalam atau teologi. Diantara tokoh ilmu kalam adalah:
a) Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi (tokoh Asy’ariyah).
b) Wasil bin Atha’ dan Abu Huzail al-Allaf (tokoh Mu’tazilah).
c) Al-Juba’i.

5) Ilmu Bahasa
Ilmu-ilmu bahasa yang berkembang pada masa Dinasti Abbasiyah adalah ilmu Nakhwu,
ilmu Sharafa, ilmu gender, ilmu Badi dan ilmu Arud. Dalam kaitan ini, bahasa Arab dihadirkan
sebagai bahasa pengetahuan sekaligus alat komunikasi antar umat manusia. Di antara para ahli
dalam bahasa:
a) Imam Sibawah (wafat pada tahun 183 H), dengan karyanya yang terdiri atas 2 jilid
setebal 1.000 halaman.
b) Al-Kisa’i.
c) Abu Zakaria al-Farra (wafat pada tahun 208 H). Kitab Nahwu-nya terdiri atas 6.000
halaman lebih.4

b. Perkembangan Dibidang Ilmu Aqli


Dengan kegiatan penerjemahan itu, sebagian karangan Aristoteles, Plato, Galen, serta
karangan dalam ilmu kedok- teran lainnya sekaligus karangan mengenai ilmu pengetahuan
Yunani lainnya dapat dibaca oleh alim ulama Islam. Nah, bertolak dari buku yang diterjemahkan
itu, para ahli di kalangan kaum muslimin mengembangkan penelitian dan pemikiran menguasai
semua ilmu dan pemikiran filsafat yang pernah berkembang pada masa itu, serta mela- kukan
penelitian secara empiris, dengan mengadakan eks- perimen sekaligus mengembangkan
pemikiran spekulatif dalam batas batas yang tidak dengan kebenaran wahyu. Semenjak itu,
dimulailah 93 pembentukan ilmu-ilmu Islam di bidang aqli, yang sering disebut Abad keemasan,
yang berlangsung pada tahun 900-1100 Masehi.

Dalam bidang ilmu aqlli, berkembang berbagai kajian dalam bidang filsafat, Ilmu
Kedokteran, Ilmu Optik, ilmu matematika, ilmu astronomi, Ilmu kimia, ilmu sejarah dan ilmu
bumi.

1) Filsafat
Khalifah Harun Al-Rasyid dan al-Makmum adalah khalifah-khalifah Dinasti Abbasiyah
yang concern terhadap filsafat, terutama filsafat Aristoteles dan Plato. Mereka mengadakan
hubungan kerja sama dengan raja-raja dari Bizantium dalam pengembangan filsafat dan ilmu

4
SETIAWAN, Aris; WULANDARI, Nuryuana Dwi. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada Masa-Masa Keemasan Dinasti
Abbasiyah: Gerakan Penerjemahan, Perpustakaan dan Observatorium. BAKSOOKA: Jurnal Penelitian Ilmu Sejarah, Sosial dan
Budaya, 2023, 2.01: 86-101.
pengetahuan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila pada masa ini muncul para filosof-
filosof muslim dengan berpuluh-puluh kitab karangan mereka tentang filsafat. Para filosof
muslim yang terkenal pada masa ini diantaranya al-Kindi, al-Farabi dan Ibnu Sina. Ketiga tokoh
filosof ini merupakan mata rantai perkembangan filsafat Islam. Al-Kindi merupakan peletak
dasar pengintegrasian antara filsafat Yunani dengan Islam. Kemudian al-Farabi melanjutkannya,
dan Ibnu Sina memfinalkannya. Disamping itu, sekitar tahun 358 H./970 M. di Baghdad
berkembang perkumpulan filsafat yang sekaligus bergerak dalam bidang religio-politik dengan
nama Ikhwan al-Shafa.

2) Ilmu Kedokteran
Ilmu kedokteran sudah eksis dalam sejarah peradaban ummat Islam sejak masa Dinasti
Umayyah. Hal ini terbukti dengan adanya Sekolah Tinggi Kedokteran di Yudhisapur dan di
Harran. Akan tetapi pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, ilmu kedokteran tidak begitu
berkembang. Pada masa Dinasti Abbasiyah, perkembangan ilmu kedokteran menunjukkan
perkembangan yang demikian maju. Terutama setelah George Bakhtisyu, seorang dokter dari
Yudhisapur berhasil mengobati khalifah al-Manshur sampai sembuh. Akibatnya, perhatian
khalifah-khalifah Dinasti Abbasiyah bertambah terhadap ilmu kedokteran ini serta mendorong
para ulama dan ilmuan untuk mendalaminya.

Pada masa ini muncullah beberapa orang ilmuan muslim yang terkemuka dalam bidang
kedokteran seperti Ar-Razi dengan karyanya yang berjudul al-Hawi yang terdiri dari 20 Jilid,
dipandang sebagai salah satu buku induk dalam ilmu medis. Kemudian, Ibnu Sina atau biasa
dipanggil dengan Avissena (370-428 H./980-1037 M.) dengan karyanya al-Qanun fi al-Thib,
merupakan salah satu buku yang hingga hari ini dipakai sebagai rujukan primer ilmu kedokteran.
Ibnu Sina dan Al-razi disamping dipandang sebagai pakar dalam ilmu kedokteran, juga dianggap
sebagai filosof besar dan fisikawan terkemuka. Disamping itu, pada masa Dinasti Abbasiyah ini
banyak didirikan rumah sakit serta bermunculannya berbagai cabang ilmu kedokteran seperti
ilmu bedah, farmasi, kesehatan mata dan lain-lain.

3) Ilmu Optik
Abu Ali al-Hasan bin al-Haithami atau dalam khazanah Barat biasa dipanggil dengan Al-
Hazen (355- 429 H./966-1038 M.) adalah merupakan ahli mata pada masa Bani
Abbasiyahdengan karyanya yang bertitelkan Optik.

4) Ilmu Matematika
Dinasti Abbasiyah Nampaknya memberikan perhatian yang cukup besar kepada
perkembangan ilmu ini, sebab disiplin ilmu ini dianggap penting untuk meningkatkan kecerdasan
masyarakat. Dalam bidang matematika ini, muncul tokoh-tokoh Islam yang sangat terkenal
hingga sekarang seperti al-Khawarizmi (164-235 H./780-850 M.) seorang ahli matematika
pertama dalam dunia Islam yang mengadopsi system angka Sansekerta (Hindi) dan mentransfor
masikannya menjadi angka Arab. Al-Khawarizmi mengarang buku yang berjudul Al-Jabr dan
alMukabala yang merupakan buku pertama tentang ilmu pasti paling sistematis dalam sejarah
pemikiran ummat manusia. Dari buku inilah kemudian dikenal istilah-istilah yang hingga hari ini
dipakai dalam matematika seperti aljabar dan logaritma.

Bahkan kemajuan matematika yang dihasilkan oleh ummat Islam pada masa Dinasti
Abbasiyah ini telah menyumbangkan pemakaian angka-angka Arab dalam matematika. Tokoh-
tokoh lainnya yang terkenal dalam bidang ini antara lain Umar Kayam, al-Thusi, al-Biruni, Abu
Kamil dan Abu al Wafa’ Muhammad bin Isma‘il bin al-Abbas. Hasil-hasil temuan mereka
tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap per-kembangan matematika sebagai salah satu
disiplin ilmusekarang ini. Bahkan angka Arab sangat kontri-butif terhadap pembuatan mesin
hitung yang dipakai manusia masa sekarang.

5) Ilmu Astronomi
Ilmu astronomi juga mendapat perhatian serius dari para ilmuan pada masa Dinasti
Abbasiyah ini. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya bermunculan para ilmuan atau tokoh-tokoh
ilmu astronomi yang sangat berpengaruh pada masa ini seperti Ibrahim al-Fazari. Ibrahim al-
Fazari dikenal dalam sejarah Islam sebagai astronom Islam yang pertama sekali membuat
astrolobe. Al-Farghani menulis ringkasan ilmu astronomi yang berjudul al-Harkat al-Samawat
wa Jawami’ ‘Ilm al Nujum dan al-Mudkhi Ila Ilm Hayat al-Aflak.
Disamping itu, beliau juga telah mengkoreksi beberapa pendapat Ptolomeus, termasuk
melakukan perhitungan yang benar terhadap orbit bulan dari planet-planet tertentu. Beliau juga
membuktikan tentang probabilitas gerhana matahari yang berbentuk cincin, menentukan garis
edar matahari dan mengembangkan teori orisinal tentang penentuan dapat melihat bulan baru.
Hasil karyanya yang paling terkenal adalah Tahmid al-Mustaqin li Ma’na al-Mamar.

6) Ilmu Kimia
Ummat Islam pada masa ini telah berhasil mengembangkan ilmu kimia. Hal ini sesuai
dengan apa yang telah diungkapkan oleh salah seorang orientalis yang bernama Lenon yang
mengatakan bahwa apa yang diperoleh ummat Islam dari Yunani tidaklah begitu banyak, akan
tetapi ilmuan-ilmuan muslim-lah yang mengembangkannya sehingga mereka tersebut berhasil
dalam menguasai dunia ilmu pengetahuan pada masa ini, ter-masuk ilmu kimia. Dalam disiplin
ilmu kimia ini, bermunculan ilmuan-ilmuan muslim yang cukup terkenal diantaranya Jabir Ibn
Hayyan, yang dikenal sebagai Bapak Ilmu Kimia Modern. Di tangan ilmuan-ilmuan Yunani,
ilmu kimia didasarkan pada spekulasi, maka ditangan ilmuan-ilmuan Islam, ilmu kimia tersebut
berkembang berdasarkan pada eksperimen.

7) Ilmu Sejarah Dan Ilmu Bumi


Dalam bidang sejarah dan ilmu bumi muncul beberapa ilmuan yang terkenal diantaranya
Ahman bin Ya‘coubi dengan karyanya al-Buldan (mengenai ilmu bumi) dan al-Tarikh
(mengenai sejarah), Abi Muhammad Abdullah al-Quthubah dengan karyanya antara lain al-
Imamah wa al-Siyasah, al-Ma’arif, dan ‘Uyun al-Akhbar, Abu Ja‘far Muhammad bin Ja‘far bin
Jabir al-Thabari dengan karyanya yang terkenal al-Umam wa al-Mulk. Kemudian Ibn
Khurdazabah yang merupakan ahli ilmu bumi Islam yang tertua, diantara karyanya yang sangat
terkenal adalah al-Masalik al-Mamalik yang mengandung data penting tentang pemerintahan
(system ketatanegaraan) dan peraturan keuangan. Abu Muhammad al-Hassan al-Hamdani
dengan karyanya yang berjudul Sifat Jazirah al-Arab.

Syamsuddin Abu Abdullah Muhammad dengan karyanya Ahsan at-Tawasim fi Ma’rifat


al-Aqwalin dan lain-lain. Di antara buku-buku hasil karya mereka ini, hingga saat sekarang
masih bisa dijumpa. Dari perjalanan dan rentang sejarah, ternyata Bani Abbas dalam sejarah
lebih banyak berbuat ketimbang Bani Umayyah. Pergantian Dinasti Umayyahkepada Dinasti
Abbasiyah tidak hanya sebagai pergantian kepemimpinan, lebih dari itu telah mengubah,
menorah sejarah Dunia Islam dalam refleksi kegiatan ilmiah. Pengembangan ilmu pengetahuan
pada Bani Abbas merupakan iklim pengembangan wawasan dan disiplin ilmu pengetahuan.5

2. Perkembangan Bidang Politik Pemerintahan dan Militer


Perkembangan politik dan militer Dinasti Abbasiyah terbagi dalam lima periode. Setiap
periode terjadi perubahan kekuasaan, sistem pemerintahan, dan kebijakan militer. Pembahasan
berikut ini akan memaparkan peristiwa politik dan militer Dinasti Abbasiyah pada masing-
masing periode tersebut.

a) Periode Pertama
Periode ini disebut juga dengan periode pengaruh Persia awal karena kekuasaan dinasti
Abbasiyah dari tahun hingga periode ini sangat dipengaruhi oleh keluarga pangeran Persia,
khususnya keluarga Barmak. Pendiri keluarga Barmak, Khalid bin Barmak, memainkan peran
penting dalam upaya militer Dinasti Abbasiyah untuk menggulingkan Dinasti Umayyah. Upaya
militer terus dilakukan oleh khalifah Dinasti Abbasiyah, mulai dari khalifah pertama hingga
khalifah terakhir. Keadilan dari pemerintah dan negara dapat dicapai melalui dukungan militer
dan sistem militer yang kuat. Upaya mendirikan kekhalifahan Dinasti Abbasiyah melalui gerakan
militer merupakan upaya militer pertama Dinasti. Setelah itu, upaya militer dilakukan untuk
mempertahankan kebutuhan Dinasti. Negara aman dari ancaman pemberontakan dan
penyerangan dari kerajaan lain.
b) Periode Kedua
Periode ini merupakan periode pertama pengaruh Turki. Perwira militer Turki sebenarnya
mendominasi pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Gambar raja hanya menjadi simbol di istana di
Bagdad. Turki melakukan apa yang mereka inginkan dan bahkan melakukan intervensi untuk
menggantikan khalifah. Dapat dikatakan bahwa sejak periode ini hingga periode keempat, peran
politik raja menghilang. Mereka cenderung menjadi simbol keagamaan bagi pejabat pemerintah
hanya karena mereka memberi legitimasi agama pada setiap kebijakan yang mereka terapkan.
Khalifah al-Radi kemudian digantikan oleh al-Muttaqi. Namun, ia hanyalah boneka seorang
5
MANSHUR, Abdullah. Perkembangan Politik Dan Ilmu Pengetahuan Pada Dinasti Abbasiyah. Jim. Stimednp. Ac. Id, 2014, 16-
30.
jenderal Turki bernama Tuzun. Pada masa pemerintahannya, orang Yunani menyerang Edessa
dan membunuh umat Islam.

c) Periode Ketiga
Periode ini merupakan periode kedua pengaruh Persia. Sepeninggal khalifah al-Muttaqi,
Tuzun mengangkat al-Muqtafi pada tahun 944 M sebagai khalifah. Pada masa kekhalifahan al-
Muqtafi pada tahun, terjadi perubahan politik yang sangat penting. Saat ini, muncul penguasa
baru dari wilayah Dailam yaitu Dinasti Buwaihia. Untuk mengurangi pengaruh Garda Turki,
Khalifah Almuktafi mengundang dinasti Buwayhia ke Bagdad. Pada masa itu, para khalifah
bahkan kehilangan legitimasi keagamaannya.Posisi mereka sebagai khatib shalat jum’at
diserahkan kepada orang-orang dinasti buwaihiyah. Hal itu disebabkan, dinasti buwaihiyah
menganut aliran syi’ah, sedangkan dinasti abbasiyah menganut aliran suni.

d) Periode Keempat
Pada masa ini, Khalifah al-Qaim mulai memerintah Dinasti Abbasiyah. Periode tahun
ini dikenal sebagai periode kedua pengaruh Turki. Gelombang pengaruh Turki dimulai pada
masa pemerintahan Khalifah al-Qaim yang tidak menyukai kekuasaan dinasti Buwayhiyya.
Khalifah al-Qaim menginginkan tahun bebas dari pengaruh dinasti Buwayhiyya. Pada tahun
1055 M, perselisihan internal dalam dinasti Buwayhia menyebabkan kekacauan di Bagdad.

e) Periode Kelima
Jatuhnya Dinasti Abbasiyah terjadi setelah penyerangan Hulagu Khan pada tahun 1258
Masehi. kota Bagdad dan berbagai situs bersejarah dihancurkan. Khalifah al-Musta'sim dan
anggota keluarganya terbunuh. Dengan demikian, kekuasaan Dinasti Abbasiyah berakhir dan
kekuatan politik dan militernya yang lebih besar dari pendahulunya segera lenyap. Setelah itu,
Bagdad dan wilayah Muslim lainnya berada di bawah kekuasaan Mongol.6

3. Perkembangan di Bidang Ekonomi


Sektor pembangunan di bidang ekonomi merupakan masalah sentral dalam pembangunan
suatu negara. Ia dapat dikatakan sebagai tulang punggung atau bahkan jantung dari kehidupan
6
MUID, ABDUL. Perkembangan Islam Dinasti Bani Abbasiyah. JURNAL ILMU PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN ISLAM,
2019, 3.3..
suatu negara. Tanpa didukung oleh ekonomi yang kuat, mustahil suatu negara dapat
melaksanakan pembangunan-pembangunan di bidang yang lain secara baik dan sempurna.
Dalam masa permulaan pemerintahan Bani Abbasiyyah, pertumbuhan ekonomi (economic
growth) dikatakan cukup stabil dan menunjukkan angka vertikal. Devism negara penuh
berlimpah-limpah, uang masuk lebih banyak dari pada pengeluaran. Kue nasional membengkak
melebihi dari anggaran belanja negara. Khalifah al-Mansur merupakan tokoh ekonom
Abbasiyyah yang telah mempu meletakkan dasar-dasar yang kuat dalam bidang ekonomi dan
keuangan negara.

Keutamaan al-Mansur dalam menguatkan dasar Daulah Abbasiyyah dengan ketajaman


pikiran, disiplin, dan adil adalah sama halnya dengan Khalifah Umar ibn Khattab dalam
menguatkan Islam. Pada waktu khalifah al-Mansur meninggal dunia setelah memerintah selama
22 tahun, dalam kas negara tersisa kekayaan negara sebanyak 810.000.000 dirham. Sedangkan
pada Khalifah harun al-Rasyid meninggalkan kekayaan negara sebanyak 900.000.000 dirham.
Kecakapan Harun dalam menggunakan anggaran belanja negara sama dengan al- Mansur, hanya
saja Harun lebih banyak mengeluarkan dibanding dengan al- Mansur, mungkin karena tuntutan
zaman yang berbeda. Pada masa permulaan Abbasiyyah, semua khalifah menaruh perhatian
besar terhadap perkembangan ekonomi dan keuangan negara. Sektor-sektor perekonomian yang
dikembangkan meliputi pertanian, perindustrian, dan perdagangan.

a) Sektor Pertanian
Di sektor pertanian, usaha-usaha yang dilakukannya antara lain: 1) memperlakukan ahl
zimmah dan mawali denga perlakuan baik dan adil, serta menjamin hak milik dan jiwa mereka,
hingga kembalilah mereka bertani di seluruh penjuru negeri. 2) mengambil tindakan keras
terhadap para pejabat yang berlaku kejam kepada para petani. 3) memperluas daerah-daerah di
segnap wilayah negara. 4) membangun dan mentempurnakan sarana perhubungan ke daerah-
daerah pertanian, baik darat maupun air. 5) membangun bendungan-bendungan dan menggali
kanal-kanal baik besar maupun kecil, sehingga tidak ada daerah pertanian yang tidak terjangkau
irigasi. Dengan langkah seperti itu, maka pertanian menjadi maju pesat, tidak saja di tanah Iraq
yang tanahnya terkenal subur, tapi juga di seantero negeri. Tiap-tiap wilayah mempunyai
kekhususan dalam menghasilkan pertanian.
b) Sektor Penindustrian
Pada masa Abbasiyyah dibangun tempat-tempat perindustrian hampir meliputi seluruh
wilayah tanah air. Perindustrian terbesar dari sektor pertambangan yang meliputi: tambang
perak, tembaga, seng, dan besi yang dihasilkan dai tambang-tambang di Persia dan Khurasan.
Dekat Beirut terdapat beberapa tambang besi, seperti halnya marmer di Tibris, dan sebagainya.
Juga di Asia barat terdapat pabrik-pabrik, seperti pabrik permadani, sutera, katun, wol, brokat
(baju perempuan), sofa, dan lain-lain.

Dengan banyaknya dibangun tempat-tempat industri, maka terkenallah, misalnya:


Bashrah, terkenal dengan industri sabun dan gelas; Kufah dengan industri suteranya; Khuzastan,
dengan tekhtil sutera bersulam; Damaskus, dengan kemeja sutera; Khurasan, dengan selendang,
wol, emas, dan peraknya; Syam, dengan keramik dan gelas berwarnanya; Andalusia, dengan
kapal, kulit, dan senjata; Baghdad sebagai ibu kota negara memiliki berbagai macam tempat
industri. Dalam catatan sejarah, Baghdad mempunyi lebih 100 kincir air, 4000 pabrik gellas,
30.000 kilang keramik. Di samping itu, Baghdad mempunyai industri-industri khusus barang-
barang mewah (lux) baik gelas, tekstil, keramik, dan sebagainya. Di kota Baghdad diadakan
pasar-pasar khusus untuk macam-macam hasil produksi, seperti pasar besi, pasar kayu jati, pasar
keramik, pasar tekstil, dan sebagainya.

c) Sektor Perdagangan
Kota Baghdad, di samping sebagai kota politik, kota agama, kota kebudayaan, juga
merupakan “kota perdagangan” yang terbesar di dunia saat itu. Sedangkan kota Damaskus
merupakan kota dagang nomor dua, sebagai pusat kota perdagangan translit bagi kafilah-kafilah
dagang dari Asia Kecil, dan daerah-daerah Furat yang menuju negeri- negeri Arab dan Mesir
atau sebaliknya. Sungai Tigris dan Furat menjadi pelabuhan transmisi bagi kapal- kapal dagang
dari berbagai penjuru dunia. Terjadinya kontak perdagangan tingkat internasional ini semenjak
Khalifah al-Mansur. Kecuali Baghdad dan Damaskus, juga terkenal sebagai kota dagang adalah
Bashrah, Kufah, Madinah, Kairo, dan kota-kota di Persia.
Kapal - kapal dagang Arab Islam telah sampai ke Ceylon, Bombai, Malaka, pelabuhan-
pelabuhan di Indocina, tiongkok, dan India. Pada waktu itu terjadilah hubungan dagang antara
kota-kota dagang Islam dengan kota- kota dagang di seluruh penjuru dunia. Untuk menghindari
terjadinya kolusi dan penyelewengan dalam sektor perdagangan, Khalifah Harun membentuk
satu badan khusus yang bertugas mengawasi pasaran dagang, mengatur ukuran timbangan,
menentukan harga pasaran, atau dengan kata lain mengatur politik harga.7

4. Perkembangan di Bidang Sosial Budaya


Sebagai bentuk kemajuan bidang sosial budaya pada masa dinasti Abbasiyah adalah
adanya proses asimilasi dan akulturasi masyarakat. Kemajuan tersebut dapat dilihat dari seni
bangunan maupun arsitekturnya, seperti pada bangunan masjid dan istana yaitu istana Qasrul
Khuldi dan Qashrul Dzahabi. Untuk bangunan masjid dapat disaksikan pada masjid Agung
Samarra yang terletak di Kota Samarra. Pembangunan masjid ini dilakukan pada masa khalifah
ke-10 yaitu al-Mutawakkil. Yang menjadi keunikan adalah masjid ini memiliki menara
berbentuk spiral atau seerti cangkang siput. Ciri khas lainnya terlihat pada bentuk lengkung
khubah, bentuk pilar, mozaik maupun hiasan seni pada masjid.

Kota Baghdad merupakan salah satu kota yang dibangun pada masa Abu Ja’far al-
Mansur. Model bangunannya berbentuk bundar dan pada pusat kota didirikan masjid dan istana
khalifah yang disekelilingya terdapat rumah kepala polisi dan komandan pengawal serta asrama
para pengawal. Selain itu, di kota dibangun pagar yang kuat dan tinggi, memiliki empat pintu
masuk. Didalam kota terdapat taman bunga, masjid dan tempat rekreasi yang beragam. Sehingga
tidak mengherankan apabila kota Baghdad menjadi tempat kunjungan bagi masyarakat dunia
karena keindahan tata bangunannya dan sebagai pusat pemerintahan maupun perkembangan ilmu
pengetahuan.

Cendekiawan muslim, hal tersebut bisa terjadi karena khalifah yang menjabat saat itu,
Harun al-Rasyid dan putranya al-Ma’mun memberi perhatian khusus terhadap ilmu pengetahuan.
Begitu pula pada bidang lainnya yaitu sistem politik pemerintahan dan militer, ekonomi dan
sosial budaya yang semuanya dapat berkembang pesat. Semua masyarakat dapat merasakan
7
FARAH, Naila. Perkembangan Ekonomi dan Administrasi pada Masa Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah. Jurnal Al-Amwal,
2014, 6.2: 25-49.
kemakmuran dan kesejahteraan sebab kemajuan tersebut, negara juga dapat diuntungkan melalui
sistem pajak yang diterapkan karena terstruktunya tatanan bidang ekonomi. Diplihnya para wazir
sebagai tangan kanan khalifah sangat berpengaruh pula terhadap pengorganisasian departemen
departemen yang ada. Oleh sebab itu, sebagai seorang muslim di masa sekarang maupun yang
akan datang, supaya dapat mengambil ibrah atau pelajaran dari kemajuan kemajuan yang diraih
pada masa Dinasti Abbasiyah. Dan selanjutnya mampu membawa Islam kembali pada puncak.8

C. Pendidikan Pada Masa Dinasti Abbasiyah


Pada masa Dinasti Abbasiyah, pendidikan dan pengajaran berkembang sangat pesat,
hingga anak-anak bahkan orang dewasa saling berlomba-lomba dalam mencari ilmu
pengetahuan. Begitu pentingnya pendidikan dalam kehidupan mendorong sebagian besar
masyarakat meninggalkan kampung halamannya untuk menimba ilmu di kota dan merupakan
pertanda pesatnya perkembangan pendidikan dan pengajaran yang ditandai dengan tumbuh dan
berkembangnya Islam sebagai lembaga pendidikan.

Di dunia Islam, sebelum munculnya lembaga pendidikan formal, Masjid digunakan


sebagai pusat pendidikan. Fungsi masjid selain sebagai tempat ibadah juga sebagai lembaga dan
fasilitas pendidikan, antara lain sebagai tempat pendidikan anak-anak, tempat pengajian agama-
agama yang tergabung dalam kelompok (Halaqah), tempat pertukaran dan pelatihan disiplin
ilmu yang berbeda, serta perpustakaan yang dilengkapi dengan tempat yang berisi banyak karya
dari berbagai jenis ilmu pengetahuan.

Selain masjid, lembaga pendidikan Islam formal dan informal lainnya juga berkembang.
Lembaga-lembaga ini terus berkembang seiring dengan semakin populernya bentuk lembaga
pendidikan, baik formal maupun informal, yang berkembang dan meluas. Dari lembaga
pendidikan Islam yang ada pada masa Dinasti Abbasiyah, diantaranya adalah:

1) Khuttab
Ini adalah fasilitas pendidikan dasar. Ketika agama Islam diturunkan Allah, diantara para
sahabat ada yang pandai menulis dan membaca dengan baik. Selanjutnya, menulis dan
8
Wangi, D. S. (2023). Masa Keemasan Dinasti Abbasiyah (Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Politik, Ekonomi dan Sosial
Budaya). Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam, 8(1), 13-22.
mengucapkan angka dianggap mempunyai kedudukan yang kuat dan dianjurkan dalam Islam,
itulah sebabnya angka menjadi sangat populer di kalangan umat Islam. Kemampuan menulis dan
membaca dalam kehidupan sosial politik umat Islam ternyata memegang peranan penting karena
sejak awal pengajaran Alquran memerlukan kemampuan menulis dan membaca karena Menulis
dan membaca menjadi semakin banyak. Kuttab yang populer. dianggap sebagai tempat yang
penting untuk pengajaran menulis dan membaca, terutama bagi anak-anak yang sedang
berkembang pesat.

2) Pendidikan Rendah di Istana


Pendidikan Rendah di Istana didasarkan pada gagasan bahwa pendidikan harus
mempersiapkan siswa untuk memikul tanggung jawab setelah dewasa. Berdasarkan pemikiran
tersebut, raja beserta keluarganya serta para pejabat keraton lainnya berusaha mempersiapkan
pendidikan tingkat rendah ini untuk membiasakan anak-anak mereka dengan lingkungan dan
tugas-tugas yang akan mereka jalankan sejak dini.

3) Toko-toko Kitab
Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam yang semakin pesat terus diiringi
dengan lahirnya buku-buku berbagai bidang ilmu, sehingga didirikanlah toko-toko buku.
Awalnya, toko ini berfungsi sebagai tempat jual beli buku dari disiplin ilmu berbeda yang
berkembang saat itu. Mereka membelinya dari penulis dan kemudian menjualnya kembali
kepada siapa saja yang ingin mempelajarinya.

4) Rumah-rumah Para Ulama


Ulama juga berperan penting dalam transmisi ilmu agama dan ilmu umum. Praktik
kegiatan pendidikan di rumah terjadi pada masa awal Islam. Misalnya Rasulullah Saw,
digunakan rumah al-Arqam (Dar al-Arqam) bin Abi al-Arqam sebagai tempat belajar dan
mengajarkan dasar-dasar agama baru dan membaca ayat Al-qur’an. Dan pada masa Bani
Abbasiyah, dari rumah ulama yang digunakan sebagai lembaga pendidikan, rumah yang biasa
digunakan untuk kegiatan ilmiah adalah rumah al-Rais ibn Sina; ada yang membaca kitab Al-
Seefa dan ada pula yang membaca kitab Al-Qanun.
5) Majlis atau Saloon Kesusasteraan
Dewan atau salon sastra merupakan pertemuan khusus yang diadakan oleh raja untuk
membahas berbagai ilmu pengetahuan. Saat itu, khususnya pada masa pemerintahan Raja
Harunal-Rasid, dewan sastra ini mencapai kesuksesan luar biasa pada tahun, bahkan seperti
khalifah yang diraihnya. ilmuwan cerdas, hingga raja bertindak di sana. Pada masanya, kompetisi
antar penyair, debat antar pengacara, dan kompetisi antara seniman dan penyair rutin diadakan.

6) Badiah
Badiah merupakan desa tempat tinggal orang Arab, mereka selalu menjaga keaslian dan
kemurnian bahasa Arab, bahkan sangat memperhatikan penguasaan bahasa tersebut dengan
mengikuti kaidah bahasa tersebut. Maka, para raja mengirimkan anaknya ke Badiah-badiah ini
untuk mempelajari puisi dan sastra Arab dari sumber primer. Dan banyak ulama dan ahli ilmu
pengetahuan lainnya datang ke Badiah Badiah dengan tujuan mempelajari bahasa dan sastra
Arab yang murni dan asli. badiah menjadi sumber ilmu pengetahuan khususnya bahasa dan
sastra Arab, dan difungsikan sebagai lembaga pembelajaran Islam.

7) Rumah Sakit
Untuk menjamin kesehatan raja dan pejabat negara saat itu, banyak rumah sakit
dibangun. Rumah sakit ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan
pasien tetapi juga sebagai tempat pelatihan bagi staf terkait. dengan perawatan dan pengobatan,
dan merupakan tempat dilakukannya berbagai penelitian dan percobaan (magang) di bidang
kedokteran dan farmasi, untuk mengembangkan ilmu kedokteran dan ilmu farmasi. Dengan
demikian, rumah sakit di dunia Islam juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan.

8) Perpustakaan dan Observatorium


Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan pada masa Abbasiyah didirikan perpustakaan
dan observatorium serta tempat penelitian dan kajian ilmiah lainnya. Dalam fasilitas ini siswa
mendapat kesempatan untuk belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan.Tempat-tempat
tersebut juga digunakan sebagai tempat belajar mengajar dalam arti luas, artinya belajar bukan
dalam artian menerima ilmu dari guru seperti yang dipahami secara umum melainkan Kegiatan
pembelajaran berbasis aktivitas siswa (student-centered), seperti pembelajaran melalui
pemecahan masalah, eksperimen, belajar dengan cara melakukan (learn by doing), dan mencari
tahu (explore). Kegiatan pembelajaran tersebut dilakukan tidak hanya di ruang kelas tetapi juga
di fasilitas pusat penelitian ilmiah.

9) Madrasah
Madrasah muncul pada masa Dinasti Abbasiyah sebagai kelanjutan pengajaran dan
pendidikan yang berlangsung di masjid dan lokasi lainnya. Selain semakin besarnya minat
masyarakat terhadap kajian ilmu pengetahuan, juga semakin berkembangnya perkembangan
berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan, dan untuk mengajarkannya diperlukan lebih
banyak guru, sarana dan prasarana yang lebih lengkap, serta organisasi administrasi yang lebih
tertata. Sehingga memunculkan lembaga formal yaitu madrasah.9

D. Masa Keruntuhan dan Kemunduran Dinasti Abbasiyah


Kemunduran dan keruntuhan Dinasti Abbasiyah disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal.
1. Faktor Enternal
a. Perebutan Kekuasaan di Pusat Pemerintahan
Kecenderungan mendominasi kekuasaan masing-masing negara sudah tampak sejak awal
berdirinya Negara Abbasiyah. Namun, saat itu jumlah khalifah orang-orang mampu menjaga
keseimbangan politik. Jadi saat itu tidak ada keruntuhan.

b. Munculnya Dinasti-Dinasti Kecil Yang Memerdekakan Diri


Alasan utama munculnya dinasti-dinasti kecil yang mencapai kemerdekaan adalah
perebutan kekuasaan di dalam pemerintahan pusat, terutama antara Persia dan Turki, yang
menyebabkan para pendukung di beberapa provinsi pinggiran mulai melepaskan diri dari
kekuasaan Bani Abbasiyah.

c. Kemerosotan Perekonomian
Menyusutnya wilayah kekuasaan menyebabkan berkurangnya pendapatan negara.
Sementara itu, biaya meningkat karena semakin mewahnya kehidupan para khalifah dan pejabat,
9
NUNZAIRINA, Nunzairina. Dinasti Abbasiyah: Kemajuan Peradaban Islam, Pendidikan Dan Kebangkitan Kaum
Intelektual. JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam), 2020, 3.2.
sehingga jenis pengeluaran semakin beragam dan banyak pejabat yang terlibat korupsi. Selain
itu, kemerosotan ekonomi disebabkan oleh penerapan kebijakan pengurangan pajak dan banyak
dinasti kecil yang merdeka sehingga tidak membayar upeti.

d. Munculnya Aliran-Aliran Sesat dan Fanatisme Keagamaan


Pada masa Khalifah Al-Mansur muncul gerakan yang disebut Zindiq. Gerakan muncul
karena sebagian masyarakat Persia kecewa karena tidak menjadi penguasa. Mereka menyebarkan
ajaran Manuisme, Zoroastrianisme dan Mazdakisme. Selain itu, terdapat konflik dengan aliran
Islam lainnya, seperti konflik antara Ahlusunnah dan Mu’tazilah serta konflik bersenjata antara
Al-Afsyin dan Qaramitah.

2. Faktor Eksternal
a. Perang Salib
Perang Salib terjadi pada tahun 1095 Masehi. Perang ini disebabkan oleh kekalahan
tentara Romawi dan kebencian meningkat setelah Dinasti Seljuk menerapkan peraturan yang
mempersulit umat Kristiani untuk berziarah ke sana. Maka Paus Urbanus II pada tahun
menyerukan umat Kristen Eropa untuk memimpin perang salib, dan mereka berhasil menguasai
Baitl Maqdis, Eddesa, Nicaea, Tripoli, Akka dan kota Tyre.
b. Serangan Mongolia
Seperti awal kehancuran Bagdad dan Kekhalifahan Islam. Bangsa Mongol menguasai
Khurasan, Persia dan negara-negara Asia Tengah. Pada bulan Januari 1258, Hulagu Khan
menghancurkan tembok ibukota, membakar kota Bagdad dan melakukan pembunuhan terhadap
Khalifah Al-Mu'tashim, penguasa Fuqaha dan lainnya sehingga menyebabkan total dua juta
korban. Pembantaian berlangsung selama 40 hari. Pembunuhan Sultan Al-Mu.tashim menandai
berakhirnya Dinasti Abbasiyah.10

PENUTUP
Berdirinya Dinasti Abbasiyah berawal sejak runtuhnya kekuasaan Bani Umayyah di
Damaskus. Selama Pemerintahan berlangsung, Dinasti Abbasiyah melakukan dakwah melalui
dua lingkup, yaitu lingkup negara dan penguasa, dan lingkup masyarakat. Dinasti Abbasiyah
10
FRAIZILLA, Ananda Yunia Nura; NIKMAH, Elsa Fadhilatul; SETIAWATI, Debi. PERKEMBANGAN DAN
KERUNTUHAN DINASTI ABBASIYAH. Dewaruci: Jurnal Studi Sejarah dan Pengajarannya, 2022, 1.2: 29-36.
mengalami masa keemasan pada masa pemerintahan Khalifah Abu Ja’far al-Mansur, Khalifah
Harun ar-Rasyid, dan Khalifah Abdullah al-Makmun. Menurut para sejarawan, masa
pemerintahan Bani Abbasiyah dibagi menjadi 5 periode, yaitu: Periode Pertama yang dikenal
sebagai periode pengaruh Persia pertama dan juga disebut sebagai zaman kebangkitan dan
pencerahan. Periode kedua yang dikenal sebagai periode pengaruh Turki pertama.

Periode ketiga yang dikenal sebagai periode pengaruh Persia kedua. Periode keempat
yang dikenal sebagai periode pengaruh turki kedua dan masuknya orang-orang Seljuk ke
Baghdad. Periode kelima yang dikenal sebagai periode jatuhnya Baghdad ke tangan Bangsa
Mongol. Dinasti Abbasiyah mengalami kemunduran karena beberapa faktor yaitu faktor internal
dan eksternal. Faktor internal tersebut meliputi perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan,
munculnya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri, kemerosotan perekonomian, dan
munculnya aliran-aliran aesat dan fanatisme keagamaan. Sedangkan faktor eksternal meliputi
perang Salib, dan serangan Mongolia.

DAFTAR PUSTAKA

MARYAMAH, Maryamah. Pendidikan Islam Masa Dinasti Abbasiyah. Tadrib, 2015


DAULAY, Haidar Putra; DAHLAN, Zaini; PUTRI, Yumita Anisa. Peradaban dan Pemikiran
Islam pada Masa Bani Abbasiyah. EDU SOCIETY: JURNAL PENDIDIKAN, ILMU
SOSIAL DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT, 2021
WANGI, Dewita Sekar. Masa Keemasan Dinasti Abbasiyah (Perkembangan Ilmu Pengetahuan,
Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya). Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan
Sejarah Islam, 2023
SETIAWAN, Aris; WULANDARI, Nuryuana Dwi. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Pada
Masa- Masa Keemasan Dinasti Abbasiyah: Gerakan Penerjemahan, Perpustakaan dan
Observatorium. BAKSOOKA: Jurnal Penelitian Ilmu Sejarah, Sosial dan Budaya, 2023
MANSHUR, Abdullah. Perkembangan Politik Dan Ilmu Pengetahuan Pada Dinasti
Abbasiyah. Jim. Stimednp. Ac. Id, 2014
MUID, ABDUL. Perkembangan Islam Dinasti Bani Abbasiyah. JURNAL ILMU
PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN ISLAM, 2019
FARAH, Naila. Perkembangan Ekonomi dan Administrasi pada Masa Bani Umayyah dan Bani
Abbasiyah. Jurnal Al-Amwal, 2014
Wangi, D. S. (2023). Masa Keemasan Dinasti Abbasiyah (Perkembangan Ilmu Pengetahuan,
Politik, Ekonomi dan Sosial Budaya). Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan
Sejarah Islam
NUNZAIRINA, Nunzairina. Dinasti Abbasiyah: Kemajuan Peradaban Islam, Pendidikan Dan
Kebangkitan Kaum Intelektual. JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam), 2020
FRAIZILLA, Ananda Yunia Nura; NIKMAH, Elsa Fadhilatul; SETIAWATI, Debi.
PERKEMBANGAN DAN KERUNTUHAN DINASTI ABBASIYAH. Dewaruci:
Jurnal Studi Sejarah dan Pengajarannya, 2022

Anda mungkin juga menyukai