Dosen Pengampu :
Heri firmansyah.,Dr.,M.A
DISUSUN OLEH:
Alfania pane (0205211003)
A. Pendahuluan
Pemerintahan dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al-Abbas, paman
Rasulullah SAW. Adapun khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah
Al-Asaffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdil Muttalib.
Dinasti ini berkuasa selama lima abad, yaitu dari tahun 132-656 Hijriyah (750-
1258 M). Bagi kalangan bani Hasyim (Alawiyah), setelah Rasulullah wafat, yang
berhak berkuasa adalah keturunan Nabi Muhammad SAW.
1
B. Sejarah berdirinya Dinasti Abbasyiah
Proses berdirinya Dinasti Abbasiyah ini diawali dari tahap persiapan dan
perencanaan yang dilakukan oleh Ali ibn Abdullah ibn Abbas,seorang zahid yang
hidup pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M). Persiapan yang
dilakukan Ali adalah melakukan propaganda terhadap umat islam (utamanya Bani
Hasyim).
Propaganda Muhammad ibn Ali mendapat sambutan yang luar biasa dari
masyarakat karena beberapa faktor yaitu meningkatnya kekecewaan kelompok
mawali terhadap Dinasti Bani Umayyah karena selama Dinasti ini berkuasa
mereka ditempatkan pada posisi kelas dua dalam sistem sosial sementara orang-
orang Arab menduduki kelas bangsawan, pecahnya persatuan antar suku bangsa
Arab dengan lahirnya fanatisme kesukuan antara Arab utara dengan Arab selatan,
timbulnya kekecewaan kelompok agama terhadap pemerintahan yang sekuler
karena mereka menginginkan pemimpin negara yang memiliki pengetahuan dan
integritas keagamaan yang mumpuni, perlawanan dari kelompok Syiah yang
menuntut hak mereka atas kekuasaan yang pernah dirampas oleh Bani Umayyah
karena mereka tidak mudah melupakan peristiwa tersebut.
1
Badri Yatim, Sejarah Peradilan Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta- Rajawali Press) hlm.49
2
Ali bin Abdullah bin Abbas kemudian digantikan anaknya Muhammad bin
Ali. Pada masa Muhammad bin Ali ini, usaha mendirikan dinasti Abbasiyah
semakin meningkat dengan memperluas gerakan antara lain kota al-Humaymah
sebagai pusat perencanaan dan organisasi, Kufah sebagai kota penghubung dan
Khurasan sebagai pusat gerakan praktis. Setelah Muhammad bin Ali wafat, beliau
digantikan oleh anaknya Ibrahim al-Imam.Guna mempertahankan wilayahnya
beliau mengangkat panglima perang Abu Muslim al-Khurasan dan berhasil
merebut Khurasan dan mencapai kemenangan. Setelah beliau wafat,
perjuangannya diteruskan oleh adiknya yaitu Abu Abbas bin Muhammad bin Ali,
beliau ingin merangkul kekuatan dari keluaga lain yaitu Bani Hasyim dan kaum
Alawiyin yang tidak pernah mendapat perhatian dan dikucilkan oleh Dinasti
Umayyah.
2
Asnawi, Muh. Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: CV.Aneka Ilmu,2009). H.122
3
Berdirinya Bani Abbasiyah dikarenakan pada masa pemerintahan Bani
Umaiyyah pada masa pemerintahan khalifah Hisyam Ibn Abdi Al-Malik
muncul kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani
Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang dipelopori
keturunan Al-Abbas Ibn Abd Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan
penuh dari golongan syiah dan kaum mawali yang merasa di kelas duakan
oleh pemerintahan Bani Umayyah. Pada waktu itu ada beberapa faktor yang
menyebabkan dinasti Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran,
akhirnya pada tahun 132 H (750 M) tumbanglah daulah Umayyah dengan
terbunuhnya khalifah terakhir yaitu Marwan bin Muhammad dan pada tahun
itu berdirilah kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khalifah Abbasiyah karena
para pendiri dan penguasa dinasti ini keturunan Al-Abbas paman Nabi
Muhammad SAW, dinasti abbasiyah didirikan oleh Abdullah ibn al-Abbas.
Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang dari tahun 132
H sampai dengan 656 H. selama berkuasa pola pemerintahan yang diterapkan
berbeda- beda sesuai dengan perubahanpolitik, sosial dan budaya.
Dinasti Abbasiyah mencapai puncak keemasannya karena terdapat
beberapa faktor diantaranya adalah : 1) Islam makin meluas tidak di
Damaskus tetapi di Baghdad. 2) Adanya perkembangan ilmu pengetahuan. 3)
Dalam penyelenggaraan negara pada masa Bani Abbasiyah ada jabatan wazīr.
4) Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat mulia dan
berharga.Para khalifah membuka kesempatan pengembagan pengetahuan
seluas-luasnya. 5) Rakyat bebas berpikir serta memperoleh hak asasinya
dalam segala bidang. 6) Daulah Abbasiyah, berbakat usaha yang sungguh-
sungguh membangun ekonominya. Mereka memiliki pembendaharaan yang
berlimpah-limpah disebabkan penghematan dalam pengeluaran. 7) Para
khalifah banyak mendukung perkembangan ilmu pengetahuan sehingga
banyak buku-buku yang dikarang dalam berbagai ilmu pengetahuan, serta
buku-buku pengetahuan berbahasa asing diterjemahkan kedalam bahasa Arab.
8) Adanya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih
dahulu mengalami perkembangan ilmu pengetahuan, asimilasi itu berlangsung
4
efektif dan bangsa-bangsa tersebut memberi saham pengetahuan yang
bermanfaat.
Kemajuan juga terjadi pada bidang sastra bahasa dan seni musik. Pada
masa inilah lahir seorang sastrawan dan budayawan terkenal, seperti Abu
Nawas, Abu Athahiyah, Al Mutanabby, Abdullah bin Muqaffa dan lain-
lainnya. Karya buah pikiran mereka masih dapat dibaca hingga kini, seperti
kitab Kalilah wa Dimna dan lain sebagainya. Sementara tokoh terkenal dalam
bidang musik yang kini karyanya juga masih dipakai adalah Yunus bin
Sulaiman, Khalil bin Ahmad, pencipta teori musik Islam, Al farabi dan lain-
lainnya.3
5
menjalankan tata usaha Negara. b. Nidhamul Idary Al-Markazy yaitu
sentralisasi wilayah dengan cara wilayah jajahan dibagi dalam beberapa
provinsi yang dinamakan Imaard, dengan gubernurnya yang bergelar Amir
atau Hakim. Kepala daerah hanya diberikan hak otonomi terbatas; yang
mendapat otonomi penuh adalah “al- Qura” atau desa dengan kepala desa
yang bergelar syaikh al-Qariyah. Hal ini jelas untuk membatasi kewenangan
kepala daerah agar tidak menyusun pasukan untuk melawan Baghdad. c.
Amirul Umara yaitu panglima besar angkatan perang Islam untuk
menggantikan posisi khalifah dalam keadaan darurat. d. Memperluas fungsi
Baitul Maal, dengan cara membentuk tiga dewan : Dīwānul Khazaanah untuk
mengurusi keuangan Negara, Dīwānul al- Azra’u untuk mengurusi kekayaan
Negara dan Dīwān Khazaainus Sila, untuk mengurus perlengkapan angkatan
perang. e. Organisasi kehakiman, Qiwan Qadlil Qudha (Mahkamah Agung),
dan al- Sutrah al-Qadlaiyah (jabatan kejaksaan), Qudhah al-Aqaalim (hakim
provinsi yang mengetuai pengadilan Tinggi), serta Qudha al-Amsaar (hakim
kota yang mengetuai Pengadilan Negeri). f. Dīwān al-Tawqi, dewan
korespondensi atau kantor arsip yang menanganI semua surat-surat resmi,
dokumen politik serta instruksi ketetapan khalifah, dewan penyelidik keluhan
departemen kepolisian dan pos.
6
pernyataan al-Manshur ini menunjukkan bahwa khalifah memerintah
berdasarkan mandat Tuhan, bukan pilihan rakyat. Oleh karenanya,
kekuasaannya adalah suci dan mutlak serta harus dipatuhi oleh umat, karena
khalifah berkuasa dalam masalah politik kenegaraan dan agama sekaligus.
Para khalifah Bani Abbas akhirnya mengklaim diri mereka sebagai bayang-
bayang Tuhan di muka bumi (the shadow of God on the Earth) dan khalifah
Tuhan, bukan khalifah Nabi. Berdasarkan prinsip ini, kekuasaan khalifah
bersifat absolut dan tidak boleh digantikan kecuali setelah ia meninggal.
Absolutisme kekuasaan khalifah ini didukung juga oleh beberapa ulama Sunni
yang hidup pada masa Daulat Bani Abbas, seperti: Ibn Abi Rabi’, al-Mawardi,
al-Ghazali, dan Ibn Taimiyah. Mereka mendukung gagasan kekuasaan mutlak
khalifah dan sakralnya kedudukan mereka.5
5
Iqbal, Fiqh, h. 98.
6
Iqbal, Fiqh, h. 100
7
hanya bertugas sebagai pelaksana kebijaksanaan yang digariskan oleh wazir
tafwidh. Ia tidak berwenang menentukan kebijaksanaan sendiri.7
3. Aspek Kitabah Pada masa Bani Abbas berkuasa, juga diangkat katib-
katib oleh wazir untuk membantu wazir dalam pemerintahan, ini disebabkan
karena besarnya pengaruh wazir pada masa itu, sehingga wazir membutuhkan
tenaga-tenaga untuk membantu tugas-tugasnya dalam mengkoordinasi
masing-masing departemen. Di antara jabatan katib ini yaitu: katib al-rasa’il
(asisten pribadi), katib al-kharaj (pajak), katib al-jund (militer), katib al-
syurthah, dan katib al-qadhi (hakim).
Kebijakan lain yang dibuat pada masa Bani Abbasiyah yaitu: pada masa
al-Saffah, daerah kekuasaan Bani Abbas dibagi menjadi dua belas provinsi.
Bani Abbas juga membentuk lembaga peradilan militer (Qadhi al-‘Askar atau
qadhi al-Jund). Khalifah sendiri juga menyediakan waktu-waktu tertentu di
istana untuk menangani perkara-perkara khusus. Dalam bidang perekonomian,
sumber pendapatan terbesar Negara berasal dari pajak. Penghasilan dari pajak,
selain untuk kepentingan masyarakat luas, dibelanjakan juga untuk membayar
7
Iqbal, Fiqh, h. 100.
8
Iqbal, Fiqh, h. 102.
8
gaji pegawai tiap-tiap departemen. Selain dari pajak, sumber pendapatan
Negara lainnya adalah pertanian, perdagangan, dan industri. Untuk
mendukung sektor ini, Khalifah membangung jembatan, irigasi dan
memanfaatkan pupuk. Pemerintah pada waktu itu juga mendirikan sekolah
pertanian.9
9
memiliki dampak yang sangat besar terhadap umat Islam. Kenyataan sejarah
menunjukkan bahwa penguasa lokal membutuhkan konfirmasi moral religius
dari khalifah, meskipun mungkin mereka memiliki kekuatan militer dan
ekonomi yang lebih besar.12
E. KESIMPULAN
12
Hasan Asari, Modernisasi, h. 23.
10
Berkaitan dengan sebab kebangkitan Dinasti Abbasiyah ini, para ahli
sejarah mengemukakan beberapa teori yang masing-masing menitik beratkan
kepada salah satu aspek sebab utama dari kebangkitan Dinasti Abbasiyah
tersebut, yaitu teori kelompok Kebangsaan, teori pengelompokan golongan
berdasarkan paham keagamaan, teori faksionalisme kesukuan, dan teori yang
menekankan kepada ketidakadilan ekonomi dan disparitas regional.
Kondisi Dinasti Umayyah ketika itu dalam keadaan kacau dan dalam
tubuh bani Umayyah telah terjadi banyak celah, aksi-aksi makar dari musuh-
musuh Bani Umayyah semakin berambisi untuk merubah system
pemerintahan Dinasti Umayyah kepada system yang baru.
11
12