Anda di halaman 1dari 13

Ketatanegaraan pada masa dinasti abbasiyah

Makalah ini diajukan sebagai tugas mata kuliah “fiqh siyasah”

Dosen Pengampu :
Heri firmansyah.,Dr.,M.A

DISUSUN OLEH:
Alfania pane (0205211003)

HUKUM PIDANA ISLAM III A

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

T.A 2022 / 2023


Ketatanegaraan pada masa dinasti abbasiyah

A. Pendahuluan
Pemerintahan dinasti Abbasiyah dinisbatkan kepada Al-Abbas, paman
Rasulullah SAW. Adapun khalifah pertama dari pemerintahan ini adalah Abdullah
Al-Asaffah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas bin Abdil Muttalib.
Dinasti ini berkuasa selama lima abad, yaitu dari tahun 132-656 Hijriyah (750-
1258 M). Bagi kalangan bani Hasyim (Alawiyah), setelah Rasulullah wafat, yang
berhak berkuasa adalah keturunan Nabi Muhammad SAW.

Pemerintahan bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya pada periode


pertama. Secara politis, para khalifah adalah tokoh yang sangat berpengaruh serta
merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain juga berhasil
menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam
Islam. Adapun masa pemerintahan Abu Al-Abbas sangat singkat, yaitu tahun 750-
754 M. Oleh karena itu pembina sebenarnya dari daulah Abbasiyah adalah Abu
Ja’far AlManshur (754-775 M).

Pada mulanya ibukota negara adalah Al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun,


untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, Al-
Mashur memindahkan ibukota negara ke kota yang baru dibangunnya, yaitu
Baghdad, dekat ibukota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M.

Kekuasaan dinasti Abbasiyah berkisar dalam rentang waktu yang panjang


yakni dari tahun 750-1258 M. Setelah melalui masa-masa yang hebat dan penuh
kejayaan, dinasti ini menghadapi ancaman yakni pertikaian politik. Dinasti ini
menjadi ajang berebut pengaruh orang Turki yang bermazhab Sunni dan orang
Persia yang beralihan Syiah.

1
B. Sejarah berdirinya Dinasti Abbasyiah

Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau Khilafah Abbasyiah, dinamakan khilafah


Abbasyiah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-
Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasyiah didirikan oleh Abdullah
Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Kekuasaannya
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d
656 (1258 M).1 Orang Abbasiyah merasa lebih berhak dari pada Bani Umayyah
atas kekhalifahan islam, sebab mereka adalah dari cabang Bani Hasyim yang
secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi Muhammad SAW.

Proses berdirinya Dinasti Abbasiyah ini diawali dari tahap persiapan dan
perencanaan yang dilakukan oleh Ali ibn Abdullah ibn Abbas,seorang zahid yang
hidup pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M). Persiapan yang
dilakukan Ali adalah melakukan propaganda terhadap umat islam (utamanya Bani
Hasyim).

Propaganda Muhammad ibn Ali mendapat sambutan yang luar biasa dari
masyarakat karena beberapa faktor yaitu meningkatnya kekecewaan kelompok
mawali terhadap Dinasti Bani Umayyah karena selama Dinasti ini berkuasa
mereka ditempatkan pada posisi kelas dua dalam sistem sosial sementara orang-
orang Arab menduduki kelas bangsawan, pecahnya persatuan antar suku bangsa
Arab dengan lahirnya fanatisme kesukuan antara Arab utara dengan Arab selatan,
timbulnya kekecewaan kelompok agama terhadap pemerintahan yang sekuler
karena mereka menginginkan pemimpin negara yang memiliki pengetahuan dan
integritas keagamaan yang mumpuni, perlawanan dari kelompok Syiah yang
menuntut hak mereka atas kekuasaan yang pernah dirampas oleh Bani Umayyah
karena mereka tidak mudah melupakan peristiwa tersebut.

1
Badri Yatim, Sejarah Peradilan Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta- Rajawali Press) hlm.49

2
Ali bin Abdullah bin Abbas kemudian digantikan anaknya Muhammad bin
Ali. Pada masa Muhammad bin Ali ini, usaha mendirikan dinasti Abbasiyah
semakin meningkat dengan memperluas gerakan antara lain kota al-Humaymah
sebagai pusat perencanaan dan organisasi, Kufah sebagai kota penghubung dan
Khurasan sebagai pusat gerakan praktis. Setelah Muhammad bin Ali wafat, beliau
digantikan oleh anaknya Ibrahim al-Imam.Guna mempertahankan wilayahnya
beliau mengangkat panglima perang Abu Muslim al-Khurasan dan berhasil
merebut Khurasan dan mencapai kemenangan. Setelah beliau wafat,
perjuangannya diteruskan oleh adiknya yaitu Abu Abbas bin Muhammad bin Ali,
beliau ingin merangkul kekuatan dari keluaga lain yaitu Bani Hasyim dan kaum
Alawiyin yang tidak pernah mendapat perhatian dan dikucilkan oleh Dinasti
Umayyah.

Setelah pemerintahan Dinasti Umayyah, digantikan oleh pemerintahan dinasti


Abbasiyah. Dinasti Abbasiyah merupakan dinasti kedua dalam sejarah
pemerintahan umat Islam. Abbasiyah dinisbatkan kepada al-Abbas paman Nabi
Muhammad SAW, Berdirinya dinasti ini sebagai bentuk dukungan terhadap
pandangan yang diserukan oleh Bani Hasyim setelah wafatnya Rasulullah SAW.
yaitu menyandarkan khilafah kepada keluarga Rasul dan kerabatnya.

Sebagaimana diketahui bahwa kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah


Abbasiyah melanjutkan kekuasaan Bani Umayyah. Dinamakan khilafah
Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-
Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah
Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Kekuasaannya
berlangsung dalam rentang waktu yang Panjang ,dari tahun 132 H (750 M) s.d
656 H (1258). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, dan budaya.2

C. Capaian-Capaian Pemerintahan Dinasti Abbasiyah

2
Asnawi, Muh. Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: CV.Aneka Ilmu,2009). H.122

3
Berdirinya Bani Abbasiyah dikarenakan pada masa pemerintahan Bani
Umaiyyah pada masa pemerintahan khalifah Hisyam Ibn Abdi Al-Malik
muncul kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani
Umayyah. Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang dipelopori
keturunan Al-Abbas Ibn Abd Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan
penuh dari golongan syiah dan kaum mawali yang merasa di kelas duakan
oleh pemerintahan Bani Umayyah. Pada waktu itu ada beberapa faktor yang
menyebabkan dinasti Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran,
akhirnya pada tahun 132 H (750 M) tumbanglah daulah Umayyah dengan
terbunuhnya khalifah terakhir yaitu Marwan bin Muhammad dan pada tahun
itu berdirilah kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khalifah Abbasiyah karena
para pendiri dan penguasa dinasti ini keturunan Al-Abbas paman Nabi
Muhammad SAW, dinasti abbasiyah didirikan oleh Abdullah ibn al-Abbas.
Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang dari tahun 132
H sampai dengan 656 H. selama berkuasa pola pemerintahan yang diterapkan
berbeda- beda sesuai dengan perubahanpolitik, sosial dan budaya.
Dinasti Abbasiyah mencapai puncak keemasannya karena terdapat
beberapa faktor diantaranya adalah : 1) Islam makin meluas tidak di
Damaskus tetapi di Baghdad. 2) Adanya perkembangan ilmu pengetahuan. 3)
Dalam penyelenggaraan negara pada masa Bani Abbasiyah ada jabatan wazīr.
4) Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangat mulia dan
berharga.Para khalifah membuka kesempatan pengembagan pengetahuan
seluas-luasnya. 5) Rakyat bebas berpikir serta memperoleh hak asasinya
dalam segala bidang. 6) Daulah Abbasiyah, berbakat usaha yang sungguh-
sungguh membangun ekonominya. Mereka memiliki pembendaharaan yang
berlimpah-limpah disebabkan penghematan dalam pengeluaran. 7) Para
khalifah banyak mendukung perkembangan ilmu pengetahuan sehingga
banyak buku-buku yang dikarang dalam berbagai ilmu pengetahuan, serta
buku-buku pengetahuan berbahasa asing diterjemahkan kedalam bahasa Arab.
8) Adanya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih
dahulu mengalami perkembangan ilmu pengetahuan, asimilasi itu berlangsung

4
efektif dan bangsa-bangsa tersebut memberi saham pengetahuan yang
bermanfaat.
Kemajuan juga terjadi pada bidang sastra bahasa dan seni musik. Pada
masa inilah lahir seorang sastrawan dan budayawan terkenal, seperti Abu
Nawas, Abu Athahiyah, Al Mutanabby, Abdullah bin Muqaffa dan lain-
lainnya. Karya buah pikiran mereka masih dapat dibaca hingga kini, seperti
kitab Kalilah wa Dimna dan lain sebagainya. Sementara tokoh terkenal dalam
bidang musik yang kini karyanya juga masih dipakai adalah Yunus bin
Sulaiman, Khalil bin Ahmad, pencipta teori musik Islam, Al farabi dan lain-
lainnya.3

D. Bentuk Pemerintahan Dinasti Abbasyiah

Sistem dan bentuk pemerintahan, demikian pula struktur organisasi


pemerintahan dan administrasi pemerintahan Dinasti ini pada dasarnya tidak
jauh berbeda dengan Dinasti Umayyah.Namun ada hal baru yang diciptakan
oleh Bani Abbas.Sistem dan bentuk pemerintahan Monarki yang diciptakan
oleh Muawiyah bin Abi Sufyan diteruskan oleh Dinasti Bani Abbasyiah dan
memakai gelar Khalifah.Tetapi derajatnya lebih tinggi dari gelar Khalifah di
zaman Dinasti Umayyah.Khalifah-Khalifah Abbasyiah menempatkan diri
mereka sebagai żillullāh fi al-arḍ (bayangan Allah dibumi).Penyebutan ini
diperkuat dengan ucapan Abu Ja’far Al-Mansur.“Sesungguhnya saya adalah
Sultan Allah dibumi Nya”.Ini mengandung pengertian bahwa khalifah
memperoleh kekuasaan dan kedaulatan dari Allah, bukan dari rakyat. Karena
itu khalifah menganggap kekuasaanya ia peroleh atas kehendak Tuhan dan
Tuhan pula yang member kekuasaan itu kepadanya, maka kekuasaanya
bersifat absolut. Sebab, kekuasaanya ia anggap sebagai penjelmaan kekuasaan
Tuhan sebagai penguasa Tunggal alam semesta ini. Karena itu pula kekuasaan
absolute khalifah-khalifah Abbasyiah lebih menonjol dari pada khalifah-
khalifah Bani Umayyah.4 Biro-Biro Pemerintahan pada Masa Bani
Abbasyiah : a. Dīwānul Kitaabah (sekretaris Negara) yang bertugas
3
Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, Jilid I, (Kairo: Lajnah Al-Ta’lif wa Al-Nasyr) hlm.207

5
menjalankan tata usaha Negara. b. Nidhamul Idary Al-Markazy yaitu
sentralisasi wilayah dengan cara wilayah jajahan dibagi dalam beberapa
provinsi yang dinamakan Imaard, dengan gubernurnya yang bergelar Amir
atau Hakim. Kepala daerah hanya diberikan hak otonomi terbatas; yang
mendapat otonomi penuh adalah “al- Qura” atau desa dengan kepala desa
yang bergelar syaikh al-Qariyah. Hal ini jelas untuk membatasi kewenangan
kepala daerah agar tidak menyusun pasukan untuk melawan Baghdad. c.
Amirul Umara yaitu panglima besar angkatan perang Islam untuk
menggantikan posisi khalifah dalam keadaan darurat. d. Memperluas fungsi
Baitul Maal, dengan cara membentuk tiga dewan : Dīwānul Khazaanah untuk
mengurusi keuangan Negara, Dīwānul al- Azra’u untuk mengurusi kekayaan
Negara dan Dīwān Khazaainus Sila, untuk mengurus perlengkapan angkatan
perang. e. Organisasi kehakiman, Qiwan Qadlil Qudha (Mahkamah Agung),
dan al- Sutrah al-Qadlaiyah (jabatan kejaksaan), Qudhah al-Aqaalim (hakim
provinsi yang mengetuai pengadilan Tinggi), serta Qudha al-Amsaar (hakim
kota yang mengetuai Pengadilan Negeri). f. Dīwān al-Tawqi, dewan
korespondensi atau kantor arsip yang menanganI semua surat-surat resmi,
dokumen politik serta instruksi ketetapan khalifah, dewan penyelidik keluhan
departemen kepolisian dan pos.

Sistem pemerintahan yang dikembangkan Bani Abbas merupakan


pengembangan dari bentuk yang sudah dilaksanakan sebelumnya, Bani Abbas
mengembangkan sistem pemerintahan dengan mengacu pada empat aspek,
yaitu:

1. Aspek Khilafah Berbeda dengan pemerintahan Bani Umaiyah, Bani


Abbas menyatukan kekuasaan agama dan politik. Perhatian mereka terhadap
agama tentu tidak terlepas dari pertimbangan politis, yaitu untuk memperkuat
posisi dan melegitimasikan kekuasaan mereka terhadap rakyat. Pemanfaatan
bahasa agama dalam pemerintahan ini terlihat dalam pernyataan al-Manshur
bahwa dirinya adalah wakil Allah di bumi-Nya (Zhill Allah fi al-Ardh),
4
Abd Rahman Ibn Muhammad Ibn Khaldum, al-Mukaddimah, (Bairut ; DarLhy al-Turats Al-
Arabi, t,th) h.94

6
pernyataan al-Manshur ini menunjukkan bahwa khalifah memerintah
berdasarkan mandat Tuhan, bukan pilihan rakyat. Oleh karenanya,
kekuasaannya adalah suci dan mutlak serta harus dipatuhi oleh umat, karena
khalifah berkuasa dalam masalah politik kenegaraan dan agama sekaligus.
Para khalifah Bani Abbas akhirnya mengklaim diri mereka sebagai bayang-
bayang Tuhan di muka bumi (the shadow of God on the Earth) dan khalifah
Tuhan, bukan khalifah Nabi. Berdasarkan prinsip ini, kekuasaan khalifah
bersifat absolut dan tidak boleh digantikan kecuali setelah ia meninggal.
Absolutisme kekuasaan khalifah ini didukung juga oleh beberapa ulama Sunni
yang hidup pada masa Daulat Bani Abbas, seperti: Ibn Abi Rabi’, al-Mawardi,
al-Ghazali, dan Ibn Taimiyah. Mereka mendukung gagasan kekuasaan mutlak
khalifah dan sakralnya kedudukan mereka.5

2. Aspek Wizarah adalah salah satu aspek dalam kenegaraan yang


membantu tugas-tugas kepala negara. Orang yang membantu dalam
pelaksanaan tugas-tugas kenegaraan tersebut dinamakan wazir. Sebelum masa
Bani Abbas, wizarah memang sudah ada, namun belum terlembaga. Pada
masa Bani Abbas, di bawah pengaruh kebudayaan Persia, wazir ini mulai
dilembagakan. Dalam pemerintahan al-Saffah, wazir yang diangkatnya adalah
Abu Salamah al-Khallal ibn Sulaiman al-Hamadzani. Wazir bertugas sebagai
tangan kanan khalifah. Dia menjalankan urusan-urusan kenegaraan atas nama
khalifah. Dia berhak mengangkat dan memecat pegawai pemerintahan, kepala
daerah bahkan hakim. Wazir juga berperan mengoordinasikan departemen-
departemen (Diwan), seperti Departemen Perpajakan (Diwan al-Kharaj),
Departemen Pertahanan (Diwan al-Jaisy), dan Departemen Keuangan (Diwan
Bayt al-Mal).6 Ahli tata Negara pada masa itu, al-Mawardi membagi wazir
menjadi dua bentuk, yaitu: Pertama; wazir al-tafwidh, yaitu wazir yang
memiliki kekuasaan luas memutuskan berbagai kebijaksanaan kenegaraan. Ia
juga merupakan koordinator kepala-kepala departemen. Atau dapat juga wazir
ini dikatakan Perdana Menteri. Kedua: wazir at-tanfidz, yaitu wazir yang

5
Iqbal, Fiqh, h. 98.
6
Iqbal, Fiqh, h. 100

7
hanya bertugas sebagai pelaksana kebijaksanaan yang digariskan oleh wazir
tafwidh. Ia tidak berwenang menentukan kebijaksanaan sendiri.7

3. Aspek Kitabah Pada masa Bani Abbas berkuasa, juga diangkat katib-
katib oleh wazir untuk membantu wazir dalam pemerintahan, ini disebabkan
karena besarnya pengaruh wazir pada masa itu, sehingga wazir membutuhkan
tenaga-tenaga untuk membantu tugas-tugasnya dalam mengkoordinasi
masing-masing departemen. Di antara jabatan katib ini yaitu: katib al-rasa’il
(asisten pribadi), katib al-kharaj (pajak), katib al-jund (militer), katib al-
syurthah, dan katib al-qadhi (hakim).

4. Aspek Hijabah berarti pembatas atau penghalang. Dalam sistem


pemerintahan Bani Abbas, hajib (petugas hijab) berarti pengawal khalifah,
karena tugas dan wewenang mereka adalah menghalangi dan membatasi agar
tidak semua orang bebas bertemu dengan Khalifah Bani Abbas. Mereka
bertugas menjaga keselamatan dan keamanan Khalifah.8

Selain itu, untuk urusan daerah (provinsi), khalifah Bani Abbas


mengangkat kepala daerah (amir) sebagai pembantu mereka dalam
pemerintahan. Ketika mereka masih kuat, sistem pemerintahan bersifat
sentralistik. Semua kepala daerah bertanggung jawab kepada khalifah yang
diwakili oleh wazir. Namun setelah kekuasaan pusat lemah, masing-masing
amir berkuasa penuh mengatur pemerintahannya sendiri, sehingga banyak
daerah melepaskan diri dan mendirikan dinasti-dinasti kecil.

Kebijakan lain yang dibuat pada masa Bani Abbasiyah yaitu: pada masa
al-Saffah, daerah kekuasaan Bani Abbas dibagi menjadi dua belas provinsi.
Bani Abbas juga membentuk lembaga peradilan militer (Qadhi al-‘Askar atau
qadhi al-Jund). Khalifah sendiri juga menyediakan waktu-waktu tertentu di
istana untuk menangani perkara-perkara khusus. Dalam bidang perekonomian,
sumber pendapatan terbesar Negara berasal dari pajak. Penghasilan dari pajak,
selain untuk kepentingan masyarakat luas, dibelanjakan juga untuk membayar
7
Iqbal, Fiqh, h. 100.
8
Iqbal, Fiqh, h. 102.

8
gaji pegawai tiap-tiap departemen. Selain dari pajak, sumber pendapatan
Negara lainnya adalah pertanian, perdagangan, dan industri. Untuk
mendukung sektor ini, Khalifah membangung jembatan, irigasi dan
memanfaatkan pupuk. Pemerintah pada waktu itu juga mendirikan sekolah
pertanian.9

Dinasti Abbasiyah, adidaya tunggal dizamannya mampu bertahan sampai


pertengahan abad ke 13. Dunia Islam kemudian kehilangan unsur terpenting
eksistensinya, yaitu kesatuan atau integritas. Berbagai penyebab dapat
dideteksi, salah satunya yaitu tekanan yang semakin intens dari berbagai
dinasti lain.10 Sebab-sebab lain kemunduran Abbasiyah yaitu karena gaya
hidup mewah yang terjadi pada para khalifah Abbasiyah dan keluarganya serta
pejabatnya karena harta kekayaan yang melimpah dari hasil wilayah yang
luas, ditambah lagi dengan industri olahan yang melimpah dan tanah yang
subur serta pendapatan pajak dari pelabuhan-pelabuhan yang menghubungkan
antara dunia Barat dan Timur. Kondisi tersebut diperburuk oleh lemahnya
para khalifah, sehingga mereka berada di bawah pengaruh para pengawalnya
yang menguasai keadaan yang terdiri dari orang-orang Turki. Di samping itu,
adanya dinasti-dinasti yang memerdekakan diri terhadap pemerintahan pusat
(Baghdad). Bahkan dinasti-dinasti seperti Bani Umaiyah di Spanyol dan
Fatimiyah di Afrika Utara dan Mesir menjadi saingan Abbasiyah. Serangan-
serangan yang dilakukan oleh pasukan Salib ke Palestina yang berjalan begitu
lama dengan jatuh dan bangunnya pasukan Muslim memperlemah kekuasaan
bani Abbasiyah juga.11

Proses kehancuran Abbasiyah Baghdad mencapai klimaksnya pada tahun


1258 M ketika pasukan Mongol dibawah komando Hulagu Khan menyerbu
dan menguasai Baghdad. Riwayat khilafah Abbasiyah dikubur bersama mayat
khalifahnya yang terakhir, yaitu al-Mu’tashim. Meskipun kekuatan riil
khalifah telah berkurang drastis sejak lama, kehilangan lembaga khalifah ini
9
Iqbal, Fiqh, h. 105
10
Hasan Asari, Modernisasi Islam: Tokoh, Gagasan dan Gerakan, (Bandung: Citapustaka Media,
2002), h.23
11
Ali Mufrodi, Islam, h. 105-106.

9
memiliki dampak yang sangat besar terhadap umat Islam. Kenyataan sejarah
menunjukkan bahwa penguasa lokal membutuhkan konfirmasi moral religius
dari khalifah, meskipun mungkin mereka memiliki kekuatan militer dan
ekonomi yang lebih besar.12

E. KESIMPULAN

12
Hasan Asari, Modernisasi, h. 23.

10
Berkaitan dengan sebab kebangkitan Dinasti Abbasiyah ini, para ahli
sejarah mengemukakan beberapa teori yang masing-masing menitik beratkan
kepada salah satu aspek sebab utama dari kebangkitan Dinasti Abbasiyah
tersebut, yaitu teori kelompok Kebangsaan, teori pengelompokan golongan
berdasarkan paham keagamaan, teori faksionalisme kesukuan, dan teori yang
menekankan kepada ketidakadilan ekonomi dan disparitas regional.

Kondisi Dinasti Umayyah ketika itu dalam keadaan kacau dan dalam
tubuh bani Umayyah telah terjadi banyak celah, aksi-aksi makar dari musuh-
musuh Bani Umayyah semakin berambisi untuk merubah system
pemerintahan Dinasti Umayyah kepada system yang baru.

Revolusi Bani Abbas di lakukan dengan berkoalisi antara suku Persia,


Yaman, Alawiyin dan orang syi’ah dan telah berhasil berkumpul menjadi satu
kekuatan yang kuat untuk melawan rezim Muawiyyah, dengan demikian
mereka membuat propaganda dan menyusun strategi perang.Mereka
rencanakan dengan cerdas dan rapi untuk melakukan perlawanan terhadap
Dinasti Umayyah.

Upaya pengokohan Dinasti Abbasiyah setelah terjadi ledakan revolusi


pertama, Bani Abbasiyah mengangkat seorang khalifah. Kedua, Untuk
mempertahankan kekuasaannya mereka menghabisi Bani Umayyah,
melenyapkan sekte-sekte yang menyimpang dan melenyapkan tokoh-tokoh
seperti, Abu Salamah Al-Khilal, Abdullah bin Ali, Abu Muslim Al Khurasani.
Ketiga, kekhalifahan Abu Ja’far Al-Manshur menutup pengokohan
pemerintahannya dengan membangun ibu kota, dia ingin menjauhkan ibu kota
tersebut dari pengaruh negara-negara lain, awalnya ibu kota di Damaskus
kemudian ibu kota berpindah di Baghdad.

11
12

Anda mungkin juga menyukai