Anda di halaman 1dari 27

TUGAS DISKUSI

SEJARAH ISLAM

“ Kerajaan Abbasiyah”

OLEH :

KELOMPOK 5

1. STEFIANA HUA
2. FAISAL GAPUR
3. YULIANA SAPUTRI LKA
4. ANTONIUS BEA KLEDEN
5. MARIA N. SERAN
6. FRANSISKUS BOSCO

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2018
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Berdirinya Kerajaan Abbasiyah

Kerajaa Abbasiyah (132H/750M s.d 656H/1258M). Dinasti Bani Abbas merupakan


khalifah Islam pelanjut Dinasti Bani Umyyah. Ia merupakan perwakilan dari kekhalifahan Islam
yang tersebar dan terpanjang dalam sejarah Islam Klasik. Dinasti yang berpusat di Baghdad.
Dinamakan Daulah Abbasiyah karena pendiri dan penguasa Dinasti ini adalah keturunan Abbas,
paman Nabi Muhammad. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abu al Abbas al Saffah. Dia
dilahirkan di Humaimah pada tahun 104 H, dia dilantik menjadi khalifah pada tanggal 3 Rabiul
awal 132 H. Kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dari tahun 750-1258 M (Syalaby,
1997:44). Kekhalifah ini lahir setelah melakukan perjuanga panjang dan revolusi sosial melawan
kekhalifahan Dinasti Bani Umayyah. Jika Bani Umayyah pemerintahannya bercorak Arab,
militeristik dan sekularistik, maka pemerintahan Bani Abbas bercorak pluraristik etni, sintifik, dan
religius.
Muhammad bin Ali Al-Abbas mulai melakukan pergerakan dengan langkah-langkah dan
proses yang panjang dengan mengunakan strategi revolusi yang handal yaitu :
1. Disusunlah suatu kekuatan bawah tanah keturunan Abbas
2. Melalui upaya-upaya propaganda terus menerus yang bersifat rahasia tentang hak
kekhalifahan yang semestinya ditangan Bani Hasyim bukan Umaiyyah
3. Pemanfaatan kaum muslimin non Arab (Mawali) yang sejak lama merasa dikelas
duakan
4. Propanganda terang-terangan dan mengumumkan pemberontakan terhadap Bani
Umaiyyah

Pada abad ketujuh terjadi pemberontakan diseluruh negeri. Pemberontakan yang paling
dahsyat dan merupakan puncak dari segala pemberontakan yakni perang antara pasukan Abbul
Abbas melawan pasukan Marwan ibn Muhammad (Dinasti Bani Umayyah). Yang akhirnya
dimenangkan oleh pasukan Abbul Abbas. Dengan jatuhnya negeri Syiria, berakhirlah riwayat
Dinasti Bani Umayyah dan bersama dengan itu bangkitlah kekuasaan Abbasiyah. Dari sini dapat
diketahui bahwa bangkitnya Daulah Abbasiyah bukan saja pergantian Dinasti akan tetapi lebih
dari itu adalah penggantian struktur sosial dan ideologi. Sehingga dapat dikatakan kebangkitan
Daulah Bani Abbasiyah merupakan suatu revolusi.
Menurut Crane Brinton dalam Mudzhar (1998:84), ada 4 ciri yang menjadi identitas
revolusi yaitu :
1) Bahwa pada masa sebelum revolusi ideologi yang berkuasa mendapat kritik keras
dari masyarakat disebabkan kekecewaan penderitaan masyarakat yang di sebabkan
ketimpangan-ketimpangan dari ideologi yang berkuasa itu.

2) Mekanisme pemerintahannya tidak efesien karena kelalaiannya


menyesuaikan lembaga-lembaga sosial yang ada dengan perkembangan
keadaan dan tuntutan zaman.

3) Terjadinya penyeberangan kaum intelektual dari mendukung ideologi yang


berkuasa pada wawasan baru yang ditawarkan oleh para kritikus.

4) Revolusi itu pada umumnya bukan hanya di pelopori dan digerakkan oleh orang-
orang lemah dan kaum bawahan, melainkan dilakukan oleh para penguasa oleh
karena hal- hal tertentu yang merasa tidak puas dengan syistem yang ada .
Sebelum daulah Bani Abbasiyah berdiri terdapat 3 tempat yang menjadi pusat kegiatan
kelompok Bani Abbas antara satu dengan lain mempunyai kedudukan tersendiri dalam
memainkan peranannya untuk menengakan kekuasaan keluarga besar paman Nabi SAW yaitu
Abdul Mutholib. Tiga tempat itu adalah Humaimah, Kufah, dan Khurasan.

Humaimah merupakan kota kecil tempat keluarga Bani Hasyim bermukim baik dari
kalangan pendukung Ali maupun pendukung maupun pendukung keluarga Abbas. Humaimah
terletak berdekatan dengan Damsyik. Kufah merupakan kota yang penduduknya menganut aliran
Syi’ah pendukung Ali bin Abi Tholib. Ia bermusuhan secara terang-terangan dengan golongan
Bani Umaiyyah. Demikian pula dengan Khurasan, kota yang penduduknya mendukung Bani
Hasyim.
Setelah Ibrahim al-mam meninggal Abu-Abbas pindah ke Kufah diiringi oleh para
pembesar Abbasiyah lain. Pimpinan Umaiyyah di Kufah Yazid ibn Hubairah ditaklukan oleh
Abbasiyah, sedaangkan khalifah Umaiyyah terahkir Muhammad bersama pasukannya melarikan
diri ke Mesir.
Setelah dapat menguasai wilayah-wilayah imperium Umaiyyah ahkirnya terjadi
pertempuran antara Bani Umaiyyah dengan Abbasiyah di sugai Zab. Pasukan Abbasiyah
menghancurkan kekuatan khalifah Umaiyyah terahkir, Marwan ibn Muhammad terbunuh di desa
Busir pada tahun 750 M. Dengan demikian maka berdirilah Daulah Bani Abbas yang dipimpin
oleh Khalifah pertamanya Abu al-Abbas as- Saffah yang waktu itu berpusat di Kufah.

B. Perkembangan politik kerajaan Abbasiyah

Pada masa awal berdirinya Daulah Abbasiyah ada 2 tindakan yang dilakukan oleh para
khlifah Daulah Abbasiyah untuk mengamankan dan mempertahankan dari kemungkinan adanya
ganguan atau timbulnya pemberontakan yaitu pertama tindakan keras terhadap Bani Umaiyyah
dan kedua pengutamaan orang-orang turunan persia.

Pengangkatan Abu al-Abbas sebagai Khalifah pertama pada tahun 122 H/749 M di masjid
Kuffah, menandai berdirinya Dinasti Abbasiyah secara resmi. Akan tetapi kekuasaan dan pengaruh
Dinasti Umaiyyah yang berpusat di Damaskus masih tetap eksis dibawah pemerintahan
khalifahnya Marwan II. Pada masa awal berdirinya dinasti Abbasiyah ini terjadi dualisme
kekuasaan yaitu Dinasti Umaiyyah yang sedang berada dalam keadaan lemah namun tetap
dipandang sebagai ancaman serius bagi kedaulatan Dinasti Abbasiyah yang baru muncul dan
kekuasaan Abbasiyah yang sedang bangkit. Untuk mengahdapi kekuatan dinasti Umaiyyah
tersebut Abu al-Abbas menyiapkan pasukan di bawah komando Abudullah bin’Ali. Ahkirnya
terjadilah pertempuran yang dasyat antara pasukan Abbasiyah dengan pasukan Umaiyyah di
lembah sugai Az-Zab. Dalam pertempuran ini pasukan Umaiyyah mengalami kekalahan dan
khalifah Marwan II berhasil melarikan diri. Peristiwa ini terjadi pada tahun 132 H/750 M. Dengan
demikian dinasti Abbasiyah berhasil menguasai daerah-daerah syam termasuk pusat pemerintahan
diansti Umaiyyah. Upaya pembersihan keturunan Dinasti Umayyah serta pengejaran terhadap
khalifah Marwan II terus dilakukan. Akhirnya, pada tahun 123 H./750 M. pasukan Abbasiyah
dibawah pimpinan Shaleh bin Ali berhasil membunuh khalifah Marwan II. Dengan terbunuhnya
khalifah Marwan II, maka berakhirlah kekuasaan Dinasti Umayyah dalam panggung sejarah
peradaban ummat Islam. Disisi lain, kemajuan politik yang terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah
ini adalah masuknya orang-orang Persia ke dalam pemerintahan. Dinasti ini telah memberikan
peluang yang cukup besar kepada orang-orang Mawali keturunan Persia untuk menduduki
jabatan-jabatan penting dan strategis seperti jabatan Wazir. Dengan demikian, pengaruh Persia
semakin signifikan dalam tatanan kehidupan politik pada masa itu.
Masuknya orang-orang Persia ke dalam jajaran pemerintahan Dinasti Abbasiyah tidak
dapat dipungkiri karena mereka juga telah memainkan peranan yang sangat penting dalam
menegakkan eksistensi Dinasti Abbasiyah pada periode awal berdirinya Dinasti ini. Disamping
―politik balas budi‖, masuknya orang-orang Persia ke dalam jajaran penting pemerintahan
Dinasti Abbasiyah dimungkinkan karena Dinasti ini mengedepankan ―politik ter- buka‖. Hal ini
sangatlah berbeda dengan apa yang selalu dipraktekkan oleh Dinasti Umayyah yang bersifat
Arab-Sentris.
Pada awalnya, ibu kota pemerintahan Dinasti Abbasiyah terdapat di al-Hasyimiah dekat
Kuffah. Akan tetapi untuk menjaga stabilitas Negara yang baru berdiri tersebut, khalifah Al-
Manshur (754-775M) memindahkan ibu kota atau pusat pemerintahannya ke Baghdad yang
berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kotanya yang baru inilah, khalifah al-Manshur
mengadakan konsolidasi dan penertiban pemerintahan- nya. Ia mengangkat sejumlah personil
untuk menduduki jabatan-jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif.
Disamping membenahi angkatan bersenjata, membentuk lembaga protokol negara dan
mengangkat hakim di lembaga kehakiman Negara, Khalifah al-Manshur pada waktu itu
menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir (perdana mentri) sebagai kordinator
departemen, atau yang jabatannya disebut dengan wizara>t. Wizara>t itu dibagi lagi menjadi 2
yaitu:
1) Wizara>t Tanfiz (sistem pemerintahan presidentil) yaitu wazir hanya sebagai pembantu
Khalifah dan bekerja atas nama Khalifah.
2) Wiza>ratut Tafwidl (parlemen kabinet). Wazirnya berkuasa penuh untuk memimpin
pemerintahan. Sedangkan Khalifah sebagai lambang saja. Pada kasus lainnya fungsi
Khalifah sebagai pengukuh Dinasti-Dinasti lokal sebagai gubernurnya Khalifah.
Kemudian, untuk membantu Khalifah dalam menjalankan tata usaha negara diadakan sebuah
dewan yang ber- nama diwanul kita>>bah (sekretariat negara) yang dipimpin oleh seorang
raisul kuttab (sekretaris negara). Dan dalam menjalankan pemerintahan negara, wazir dibantu
beberapa raisul diwan (menteri departemen-departemen).
Selain itu, untuk membantu Khalifah dalam menjalankan tata usaha negara diadakan
sebuah dewan yang bernama diwanul kitaabah (sekretariat negara) yang dipimpin oleh seorang
raisul kuttab (sekretaris negara). Dan dalam menjalankan pemerintahan negara, wazir dibantu
beberapa raisul diwan (menteri departemen-departemen). Tata usaha negara bersifat sentralistik
yang dinamakan an-nidhamul idary al-markazy.

Selain itu, dalam zaman daulah Abbassiyah juga didirikan angkatan perang, amirul umara,
baitul maal, organisasi kehakiman., Selama Dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan
yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial, ekonomi dan budaya.
Dalam sejarah pemerintahan Bani Abbasiyah tercatat ada beberapa khalifah yang menjabat yaitu
:
1. Abul Abbas as-saffah (750-754 M)
2. Abu Ja‘far al-mansyur (754 – 775 M)
3. Abu Abdullah Muhammad Al-Mahdi bin Al Mansyur (775-785 M)
4. Abu Musa Al-Hadi (785—786 M)
5. Abu Ja‘far Harun Ar-Rasyid (786-809 M)
6. Abu Musa Muhammad bin Harun Al Amin (809-813 M)
7. Abu Ja‘far Abdullah Al Ma‘mun(813-833 M)
8. Abu Ishak M. Al Muta‘shim (833-842 M)
9. Abu Ja‘far Harun Al Watsiq (842-847M)
10. Abul Fadhl Ja‘far Al Mutawakkil (847-861)
11. Al muntashir bin mutawakkil (861-862 M)
12. al-Musta'in (862-866 M)
13. Al-Mu'tazz (866-869)
14. Al Muhtadi bin Al Watsiq (869 hingga 870)

Berdasarkan perubahan tersebut, para sejarawan membagi masa pemerintahan Bani


Abbasiyah menjadi 3 periode, yaitu :

1. Periode Pertama (750-847 M)

Pada periode ini, seluruh kerajaan Islam berada di dibawah kekuasaan para Khalifah dimasa
kejayaan Dinasti Abbasiyah. Adapun para Khalifah yang memimpin pada ini sebagai berikut :

a. Abul Abbas as-saffah (750-754 M)

b. Abu Ja’far al mansyur (754 – 775 M)

c. Abu Abdullah M. Al-Mahdi bin Al Mansyur (775-785 M)

d. Abu Musa Al-Hadi (785—786 M)

e. Abu Ja’far Harun Ar-Rasyid (786-809 M)


f. Abu Musa Muh. Al Amin (809-813 M)

g. Abu Ja’far Abdullah Al Ma’mun (813-833 M)

h. Abu Ishak M. Al Muta’shim (833-842 M)

i. Abu Ja’far Harun Al Watsiq (842-847 M)

j. Abul Fadhl Ja’far Al Mutawakkil (847-861)

2. Periode kedua (232 H/847 M - 590 H/1194 M)

Pada periode ini, kekuasaan bergeser dari sistem sentralistik pada sistem desentralisasi, yaitu ke
dalam tiga negara otonom :

a. Kaum Turki (232-590 H)

b. Golongan Kaum Bani Buwaih (334-447 H)

c. Golongan Bani Saljuq (447-590 H)

Dinasti-Dinasti di atas pada akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada masa
khalifahAbbasiyah
3. Periode ketiga (590 H/1194 M - 656 H/125M)

Pada periode ini, kekuasaan berada kembali ditangan Khalifah, tetapi hanya di baghdad dan
kawasan-kawasan sekitarnya.

Sedangkan para ahli kebudayaan Islam membagi masa kebudayaan Islam di zaman daulah
Abbasiyah kepada 4 masa, yaitu :

1. Masa Abbasy I, yaitu semenjak lahirnya Daulah Bani Abbasiyah tahun 750 M, sampai
meninggalnya Khalifah al-Wasiq (847 M).

2. Masa Abbasy II, yaitu mulai Khalifah al-Mutawakkal (847 M), sampai berdirinya daulah
Buwaihiyah di Baghdad (946 M).

3. Masa Abbasy III, yaitu dari berdirinya daulah Buwaihiyah tahun (946 M) sampai masuk
kaum Seljuk ke Baghdad (1055 M).

4. Masa Abbasy IV, yaitu masuknya orang-orang Seljuk ke Baghdad (1055 M), sampai jatuhnya
Baghdad ke tangan Tartar di bawah pimpinan Hulako (1268 M).

Dalam versi yang lain yang, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan
Bani Abbasiyah menjadi lima periode :

1. Periode pertama (750–847 M)

Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai masa keemasannya.


Secara politis, para Khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik
dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode
ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam
Islam.
Masa pemerintahan Abu al-Abbas, pendiri Dinasti ini sangat singkat, yaitu dari tahun 750
M sampai 754 M. Karena itu, pembina sebenarnya dari Daulah Abbasiyah adalah Abu Ja’far al-
Mansur (754–775 M). Pada mulanya ibu kota negara adalah al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun,
untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, al-Mansur
memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, yaitu Baghdad, dekat bekas ibu
kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan Dinasti bani
Abbasiyah berada ditengah-tengah bangsa Persia.

Di ibu kota yang baru ini al-Mansur melakukan konsolidasi dan penertiban
pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga
eksekutif dan yudikatif. Pada masa tersebut persoalan-persoalan administrasi negara lebih
banyak ditangani keluarga Persia itu. Masuknya keluaraga non Arab ini ke dalam pemerintahan
merupakan unsur pembeda antara Daulah Abbasiyah dan Daulah Umayyah yang berorientasi ke
Arab.
Khalifah al-Mansur juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan
kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn
Abd al-Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah
ada sejak masa Dinasti Bani Umayyah ditingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau
dulu hanya sekedar untuk mengantar surat, pada masa al-Mansur, jawatan pos ditugaskan untuk
menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan
lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku Gubernur setempat kepada
Khalifah
Khalifah al-Mansur juga berusaha menaklukan kembali daerah-daerah yang sebelumnya
membebaskan diri dari pemerintahan pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Di
pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama genjatan senjata 758-765 M,
Bizantium membayar upeti tahunan.
.

Pada masa al-Mansur pengertian Khalifah kembali berubah. Konsep khilafah dalam
pandangannya ——dan berlanjut ke generasi sesudahnya—— merupakan mandat dari Allah,
bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut nabi sebagaimana pada masa al Khulafa’ al-
Rasyidin.
Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman Khalifah Harun al- Rasyid
(786-809 M) dan putranya al-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun
al-Rasyid untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan dokter dan farmasi didirikan.
Tingkat kemakmuran paling tinggi terwujud pada zaman Khalifah ini. Kesejahteraan sosial,
kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman
keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat
dan tak tertandingi (Yatim,2003:52-53). Dengan demikian telah terlihat bahwa pada masa
Khalifah Harun al-Rasyid lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari
pada perluasan wilayah yang memang sudah luas. Orientasi kepada pembangunan peradaban dan
kebudayaan ini menjadi unsur pembanding lainnya antara Dinasti Abbasiyah dan Dinasti
Umayyah.
Al-Makmun, pengganti al-Rasyid dikenal sebagai Khalifah yang sangat cinta kepada ilmu.
Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Ia juga mendirikan
sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat
penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada
masa al-Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Al-Muktasim, Khalifah berikutnya (833-842 M) memberi peluang besar kepada orang-
orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan. Demikian ini di latar belakangi oleh adanya
persaingan antara golongan Arab dan Persia pada masa al-Ma’mun dan sebelumnya.
Keterlibatan mereka dimulai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa Daulah
Umayyah, Dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktek orang-orang
Muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-
prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer Dinasti Bani Abbasiyah menjadi sangat
kuat. Dalam periode ini, sebenarnya banyak gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik
dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa
Dinasti Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas dan lain-lain semuanya dapat
dipadamkan. Dalam kondisi seperti itu para Khalifah mempunyai prinsip kuat sebagai pusat
politik dan agama sekaligus. Apabila tidak, seperti pada periode sesudahnya, stabilitas tidak lagi
dapat dikontrol, bahkan para Khalifah sendiri berada dibawah pengaruh kekuasaan yang lain.
2. Periode kedua (847-945 M)
Perkembangan peradaban dan kebudayaan serta kemajuan besar yang dicapai Dinasti
Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah, bahkan
cenderung mencolok. Kehidupan mewah para Khalifah ini ditiru oleh para hartawan dan
anak-anak pejabat. Demikian ini menyebabkan roda pemerintahan terganggu dan rakyat
menjadi miskin. Kondisi ini memberi peluang kepada tentara profesional asal Turki yang semula
diangkat oleh Khalifah al-Mu’tasim untuk mengambil alih kendali pemerintahan. Usaha mereka
berhasil, sehingga kekuasaan sesungguhnya berada di tangan mereka, sementara kekuasaan Bani
Abbas di dalam Khilafah Abbasiyah yang didirikannya mulai pudar, dan ini merupakan awal dari
keruntuhan Dinasti ini, meskipun setelah itu usianya masih dapat bertahan lebih dari empat ratus
tahun.
Khalifah Mutawakkil (847-861 M) yang merupakan awal dari periode ini adalah
seorang Khalifah yang lemah. Pada masa pemerintahannya orang-orang Turki dapat merebut
kekuasaan dengan cepat. Setelah Khalifah al-Mutawakkil wafat, merekalah yang memilih dan
mengangkat Khalifah. Dengan demikian kekuasaan tidak lagi berada di tangan Bani Abbas,
meskipun mereka tetap memegang jabatan Khalifah. Sebenarnya ada usaha untuk melepaskan diri
dari para perwira Turki itu, tetapi selalu gagal.. Wibawa Khalifah merosot tajam. Setelah tentara
Turki lemah dengan sendirinya, di daerah-daerah muncul tokoh-tokoh kuat yang kemudian
memerdekakan diri dari kekuasaan pusat, mendirikan Dinasti-Dinasti kecil. Inilah permulaan
masa disintregasi dalam sejarah politik Islam

3. Periode ketiga (945 -1055 M)

Pada periode ini, Daulah Abbasiyah berada di bawah kekuasaan Bani Buwaih.
Keadaan Khalifah lebih buruk dari sebelumnya, terutama karena Bani Buwaih adalah penganut
aliran Syi’ah. Khalifah tidak lebih sebagai pegawai yang diperintah dan diberi gaji. Bani Buwaih
membagi kekuasaannya kepada tiga bersaudara : Ali untuk wilayah bagian selatan negeri Persia,
Hasan untuk wilayah bagian utara, dan Ahmad untuk wilayah Al- Ahwaz, Wasit dan Baghdad.
Dengan demikian Baghdad pada periode ini tidak lagi merupakan pusat pemerintahn Islam karena
telah pindah ke Syiraz di masa berkuasa Ali bin Buwaih yang memiliki kekuasaan Bani Buwaih.
Meskipun demikian, dalam bidang ilmu pengetahuan Daulah Abbasiyah terus mengalami
kemajuan pada periode ini. Pada masa inilah muncul pemikir-pemikir besar seperti al-Farabi,
Ibnu Sina, Al-Biruni, Ibnu Maskawaih, dan kelompok studi Ikhwan as- Safa. Bidang ekonomi,
pertanian, dan perdagangan juga mengalami kemajuan. Kemajuan ini juga diikuti dengan
pembangunan masjid dan rumah sakit. Pada masa Bani Buwaih berkuasa di Baghdad, telah terjadi
beberapa kali kerusuhan aliran antara Ahlussunnah dan Syi’ah, pemberontakan tentara dan
sebagainya.

4. Periode keempat (1055-1199 M)

Periode ini ditandai dengan kekuasaan Bani Seljuk atas Daulah Abbasiyah. Kehadiran Bani
Seljuk ini adalah atas undangan Khalifah untuk melumpuhkan kekuatan Bani Buwaih di
Baghdad. Keadaan Khalifah memang membaik, paling tidak karena kewibawaannya dalam
bidang agama kembali setelah beberapa lama dikuasai oleh orang- orang Syi’ah.

Sebagaimana pada periode sebelumnya, ilmu pengetahuan juga berkembang pada periode
ini. Nizam al-Mulk, perdana menteri pada masa Alp Arselan dan Malikhsyah, mendirikan
Madrasah Nizamiyah (1067 M) dan madrasah Hanafiyah di Baghdad. Cabang- cabang Madrasah
Nizamiyah didirikan hampir di setiap kota di Irak dan Khurasan. Madrasah ini menjadi model
bagi perguruan tinggi dikemudian hari. Dari madrasah ini telah lahir banyak cendekiawan
dalam berbagai disiplin ilmu. Di antara para cendekiawan Islam yang dilahirkan dan berkembang
pada periode ini adalah al-Zamakhsari, penulis dalam bidang Tafsir dan Ushul al-Din (teologi),
Al-Qusyairi dalam bidang tafsir, al-Ghazali dalam bidang ilmu kalam dan tasawwuf, dan Umar
Khayyam dalam bidang ilmu perbintangan.

Dalam bidang politik, pusat kekuasaan juga tidak terletak di kota Baghdad. Mereka
membagi wilayah kekuasaan menjadi beberapa propinsi dengan seorang Gubernur untuk
mengepalai masing-masing propinsi tersebut. Pada masa pusat kekuasaan melemah, masing-
masing propinsi tersebut memerdekakan diri. Konflik-konflik dan peperangan yang terjadi di
antara mereka melemahkan mereka sendiri, dan sedikit demi sedikit kekuasaan politik Khalifah
menguat kembali, terutama untuk negeri Irak. Kekuasaan mereka tersebut berakhir di Irak di
tangan Khawarizm Syah pada tahun 590 H/ 1199 M.
5. Periode kelima (1199-1258 M)

Berakhirnya kekuasaan Dinasti Seljuk atas Baghdad atau khilafah Abbasiyah merupakan
awal dari periode kelima. Pada periode ini, khilafah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah
kekuasaan Dinasti tertentu. Para Khalifah Abbasiyah sudah merdeka dan berkuasa kembali,
tetapi hanya di Baghdad dan sekitarnya. Wilayah kekuasaan Khalifah yang sempit ini
menunjukkan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongol dan Tartar menyerang
Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancur luluhkan tanpa perlawanan yang berarti.
Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini awal babak baru dalam sejarah Islam,
yang disebut masa pertengahan. Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah,
masa kemunduran dimulai sejak periode kedua. Namun demikian. Dalam sejarah kekuasaan Bani
Abbas terlihat bahwa apabila Khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala
pegawai sipil, tetapi jika Khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.

C. Masa Kepemimpinan Para Khalifah Besar Kerajaan Abbasiyah


Abul al-Abbas diumumkan sebagai khalifah pertama Daulah Abbasiyah pada tahun
750 M, dalam khutbah pelantikannya yang disampaikan di Masjid Khufah, ia menyebut dirinya
dengan Al-Saffah (penumpah darah) yang akhirnya menjadi julukannya. al-Saffah dengan
berbagai cara untuk membasmi keluarga Umaiyah, antara lain dengan kekuatan senjata ia
mengumpulkan tentaranya dan melantik pamannya sendiri sebagai pimpinanya. Targer utama
mereka adalah menyerang pusat kekuatan Dinasti Umaiyah di Damaskus. Usaha lain yang
dilakukan al-Saffah untuk memusnahkan keluarga Umaiyah adalah dengan cara mengundang
kurang lebih 90 anggota keluarga Umaiyah untuk menghadiri suatu upacara perjamuan,
kemudian membunuh mereka dengan
cara yang kejam. Perlakuan kejam itu tidah hanya pada anggota keluarga yangmasih hidup,
tetapi juga yang suudah meninggal. Kuburan-kuburan mereka dibongkar dan jenazahnya dibakar,
ada dua kuburan yang selamat yaitu kuburan Muawiyah bin Abi Sufyan dan Umar bin
Abdul Aziz. Perlakuan-perlakuan kejam tersebut jelas menimbulkan kemarahan para
pendukung Dinasti Umaiyah di Damaskus, tetapi mereka berhasil ditumpas oleh Abbasiyah. Abu
Abbas al-Saffah meninggal tahun 754 M, pemerintahannya singkat hanya dalam kurun waktu
empat tahun, setelah itu ia digantikan oleh saudaranya Abu Jafar al-Mansur, dialah yang
dianggap sebagai pendiri Dinasti Abbasiyah. Dia tetap melanjutkan kebijaksanaan al-Saffah
yakni menindak tegas setiap orang yang menentang kekuasaannya, termasuk juga dari
kalangan keluarganya sendiri
Perkembangan pemerintahan dua khalifah yang pertama Abu al-Abbas al Saffah (750-

754) dan saudaranya mengunakan Abu Jafar al Mansur (754-775) masa pembentukan dan

koalisi orientasi pemrintahan. Untuk mengokohkan posisinya di mata rakyat, al-Mansur

menggunakan nama yang dilegitimasi oleh pandangan teologis, ia menyebut dirinya dengan

“Sulthan Allah fi al-Ardhi” (Kekuasaan Allah di muka bumi), dan al-Mansur sendiri juga

merupakan gelar tahta dari nama aslinya Abu Ja’far. Tradisi semacam ini kemudian

dilanjutkan oleh umumnya para khalifah Dinasti Bani Abbas selanjutnya. Dan untuk

mengokohkan posisinya juga dinasti Al Mansur mengambil strategi yang berbeda dengan

dinasti Umaiyyah yang bercorak ke-Araban. Ia mengambil hubungan dengan Persia dan

melengakapi struktur pemerintah yaitu :

1) Ia memindahkan ibu kota dari Damaskus ke Baghdad, dekat Ibukota Persia pada

tahun 762 . Ibu kota Abbasiyah menjadi penting sebagai pusat

pemerintahan, perdagangan dan pemukiman, pusat pemerintahan dinasti Bani

Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia

2) Tentara pengawal tidak lagi diambil orang-orang Arab, tetapi dari orang-orang

Persia.

3) Membuat tradisi baru mengangkat menteri yang membawahi kepala-kepala

departemen

4) Memperbaiki sistem komunikasi antar wilayah dengan cara menambah fungsi

jabatan pos. Misanya melaporkan tingkah laku gubernur-gubernur kepada khalifah

dimana yang sebelumnya tidak ada

Pada masa al-Mansur terjadi pemberontakan dari kelompok syi’ah akan tetapi

pemberontakan tersebut dapat dikalahkan, setelah dapat mengalahkan pemberontakan tersebut

al-Mansur membawa pasukannya untuk meredam tiga ancaman utama terhadap kekuasaannya

yakni penduduk Syiria bekas kekuasaan Umaiyah, yang masih belum mau menjadi bawahan

pusat kekuasaan baru di Bagdad. Kedua khalifah terdahulu telah berhasil meletakan dasar-dasar
bangunan kekhalifahan berikut khusunya hingga melanjutkan dinasti Bani Abbas berhasil

mencapai puncak keemasan.

al-Mansur meninggal dan kemudian pemerintahannya dipegang oleh putranya al-

Mahdi, khalifah yang bernama Abu Abdullah Muhammad Abdullah ini sejak usia lima

belas tahun telah ikut memimpin pasukan di medan peperangan. Di masa ini perubahan

penting terjadi, faksi politik Khurasan dan sekelompok militer mulai menjadi saingan. Selain

itu sekertariat kerajaan mulai menjadi kelompok penekan.

Sebelum meninggal al-Mahdi telah mempersiapkan dua anaknya al-Hadi dan Harun al-

Rashid untuk bergiliran menggantikan kekuasaannya. Alasan al-Mahdi mengangkat dua orang

putranya adalah agar kekuasaan Abbasiyah tetap di tangan keluarga keturunan al-Abbas.

Namun, kebijakan tersebut menjadi sumber kericuhan dan persaingan berebut kekuasaan.

Setelah al-Mahdi meninggal putra pertama al-Hadi naik tahta kerajaan.

Al-Hadi mengendalikan kerajaan dengan keras, tidak seperti ayahnya, al- Hadi kurang

menghargai orang-orang non Arab (mawali) dan kelompok Syi’ah yang dahulu menjadi

tulang punggung kekuatan revolusi Abbasiyah. Ia melanggar keputusan ayahnya yang

mengangkat saudaranya, Harun al-Rashid untuk menggantikan tahtanya setelah meninggal

dengan mengangkat anaknya sendiri Ja’far. Namun rencana itu tidak sepenuhnya berjalan,

ketika tiba-tiba dia meninggal, saudaranya Harun al-Rashid dibaiat oleh pendukungnya. Setelah

kuat Harun al-Rashid memaksa Ja’far untuk meninggalkan kekuasaannya.

Dizaman Harun al-Rasyid dan puteranya Al-Ma’mun dinasti ini paling mengalami puncak

kemajuan, khususnya dibidang ilmu pengetahuan, kebudayaan dan perekonomian. Harun al

Rasyid memanfaatkan kemajuan perkekonomian untuk keperluan sosial seperti membangun

rumah sakit umum, pendidikan dokter, mendirikan farmasi dan fasilitas-fasilitas umum

diadakan seperti pemandian-pemandian dan sarana-sarana belajar bagi masyarakat umum.

Penyedian insfrastruktur yang telah dilengakapi oleh Harun al Rasyid mendorong Al Ma’mun

untuk melanjutkan program-programnya , khususnya dalam bidang pendidikan, ilmu


pengetahuan, kehidupan intelektual, serta kebudayaan. Didirikan Bait al Hikmah sebagai pusat

studi perpustakaan dan penerjemahan serta penelitian berbagai ilmu pengetahuan yang paling

besar. Sebagai pecinta ilmu maka Al Ma’mun memiliki perpustakaan dan sekolah pribadi di

lingkungan istana yang sangat berkualitas hasil studinya. Disanalah banyak sekali

berkumpulnya para ulama, peneliti serta para pujangga yang banyak melahirkan berbagai ilmu

pengetahuan.

Lain dari khalifah-khalifah terdahalu yang banyak beravaliasi kepada Persia, kini Al

Mu’tasim, anak dari ibu yang berasal dari Turki mulai memasukan pengaruh-pengaruh Turki

ke dalam pemerintahan Bani Abbas, ia merekrut orang –orang Turki secara profesional untuk

menjadi pengawalnya dan turut serta angkat senjata sebagai tentara bayaran padahal

sebelumnya cara ini belum ada. Karena kemampuannya tentara pengawal Turki ahkirnya begitu

berkuasa di Istana, sehingga khalifah-khalifah sekedar dijadikan boneka pengawal Turki. Kuasa

bukan lagi ditangan Khalifah. Untuk melepaskan pengaruh Turki khalifah Al Watsiq

mendirikan ibukota Samara, tetapi disana khalifah-khalifah semakin mudah dikuasa oleh

tentara pengawal Turki

Al Mutawakil merupakan khalifah besar terahkir dimasa kejayaan Abbasiyah. Khalifah

sesudahnya pada umumnya lemah dan tidak dapat melawan kehendak tentara pengawal Turki.

Ahkirnya ibukota dipindahkan kembali ke Baghdad oleh khalifah Al-Musta’sim (1242-1258).

Meskipun jaraknya sangat panjang, tetapi kondisi pemerintahan dan politik mengalami

disentegrasi sehinga ahkirnya mengalami kemunduran dan dijatuhkan oleh serangan tentara

Hulugu dari Mongolia pada 1258 M

Pada pemerintahan Dinasti Abbasiyah dicirikan oleh beberapa hal yaitu; yang pertama

berbeda dengan Umaiyyah yang tampak serta Arab maka Abbasiyah memasukan unsur-unsur

Persia dalam pemrintahan dan unsur kekuatan militer dari Turki yang dikelolah secara

profesional. Sedangkan pengaruhnya kuat Arab masih tetap bertahan yaitu berupa bahasa,

agama dan personil-personil khalifah. Hal ini menunjukan bahwa Abbasiyah lebuh brcorak
pluralistik dari pada Umaiyyah. Yang kedua berbeda dengan Umaiyyah lebih menekan pada

perluasan, maka Abbasiyah lebih menekan pada pembentukan dan perkembangan kebudayaan

dan peradapan Islam

D. Kehidupan Perekonomian Kerajaan Abbasiyah


Permulaan masa kepemimpinan Bani Abbassiyah, perbendaharaan negara penuh dan
berlimpah-limpah, uang masuk lebih banyak daripada pengeluaran. Yang menjadi Khalifah
adalah Mansyur. Dia betul-betul telah meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi ekonomi dan
keuangan negara. Dia mencontohkan Khalifah Umar bin Khattab dalam menguatkan Islam. Dan
keberhasilan kehidupan ekonomi maka berhasil pula dalam :

1. Pertanian, Khalifah membela dan menghormati kaum tani, bahkan meringankan pajak hasil
bumi mereka, dan ada beberapa yang dihapuskan sama sekali.

2. Perindustrian, Khalifah menganjurkan untuk beramai-ramai membangun berbagai industri,


sehingga terkenallah beberapa kota dan industri-industrinya.

3. Perdagangan, Segala usaha ditempuh untuk memajukan perdagangan seperti:

a) Membangun sumur dan tempat-tempat istirahat di jalan-jalan yang dilewati kafilah dagang.

b) Membangun armada-armada dagang.

c) Membangun armada : untuk melindungi parta-partai negara dari serangan bajak laut.

Usaha-usaha tersebut sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan perdagangan dalam dan
luar negeri. Akibatnya kafilah-kafilah dagang kaum muslimin melintasi segala negeri dan kapal-
kapal dagangnya mengarungi tujuh lautan.
Selain ketiga hal tersebut, juga terdapat peninggalan-peninggalan yang memperlihatkan
kemajuan pesat Bani Abbassiyah.

1. Istana Qarruzzabad di Baghdad

2. Istana di kota Samarra

3. Bangunan-bangunan sekolah

4. Kuttab

5. Masjid

6. Majlis Muhadharah

7. Darul Hikmah

8. Masjid Raya Kordova (786 M)

9. Masjid Ibnu Taulon di Kairo (876 M)

10. Istana Al Hamra di Kordova

11. Istana Al Cazar, dan lain-lain (Ma’ruf,1996:39-40).

E. Perkembangan Intelektual
Perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahhan Harun ar-Rasyid , kemajuan intelektual pada waktu itu setidaknya dipengaruhi
oleh dua hal yaitu:
1. Terjadinya Asimilasi antara bangsa Arab dan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu
mengalami perkembangan dalam ilmu pengetahuan. Pengaruh Persia pada saat itu sangat
penting dibidang pemerintahan. selain itu mereka banyak berjasa dalam perkembangan ilmu
filsafat dan sastra. Sedangkan pengaruh Yunani masuk melalui terjemah-terjemah dalam
banyak bidang ilmu, terutama Filsafat.
2. Gerakan Terjemah
Pada masa daulah ini usaha penerjemahan kitab-kitab asing dilakukan dengan giat
sekali. Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan
umum terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia dan sejarah. Dari gerakan
ini muncullah tokoh-tokoh Islam dalam ilmu pengetahuan, antara lain ;
a. Bidang filsafat: al-Kindi, al-Farabi, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Sina, al-
Ghazali,Ibnu Rusyid.
b. Bidang kedokteran: Jabir ibnu Hayan , Hunain bin Ishaq, Tabib bin Qurra ,Ar-Razi.
c. Bidang Matematika: Umar al-Farukhan , al-Khawarizmi.
d. Bidang astronomi: al-Fazari, al-Battani, Abul watak, al-Farghoni dan sebagainya.

Dari hasil ijtihad dan semangat riset, maka para ahli pengetahuan, para alim ulama, berhasil
menemukan berbagai keahlian berupa penemuan berbagai bidang-bidang ilmu pengetahuan, antara lain :

1. Ilmu Umum

a.Ilmu Filsafat

1) Al-Kindi (809-873 M) buku karangannya sebanyak 236 judul.

2) Al Farabi (wafat tahun 916 M) dalam usia 80 tahun.

3) Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H)

4) Ibnu Thufail (wafat tahun 581 H)

5) Ibnu Shina (980-1037 M). Karangan-karangan yang terkenal antara lain: Shafa, Najat, Qoman,
Saddiya dan lain-lain

6) Al Ghazali (1085-1101 M). Dikenal sebagai Hujjatul Islam, karangannya: Al Munqizh


Minadl-Dlalal,Tahafutul Falasifah,Mizanul Amal,Ihya Ulumuddin dan lain- lain
7) Ibnu Rusd (1126-1198 M). Karangannya : Kulliyaat, Tafsir Urjuza, Kasful Afillah dan lain-
lain

b. Bidang Kedokteran

1) Jabir bin Hayyan (wafat 778 M). Dikenal sebagai bapak Kimia.

2) Hurain bin Ishaq (810-878 M). Ahli mata yang terkenal disamping sebagai penterjemah
bahasa asing.

3) Thabib bin Qurra (836-901 M)

4) Ar Razi atau Razes (809-873 M). Karangan yang terkenal mengenai cacar dan campak
yang diterjemahkan dalam bahasa latin.

c. Bidang Matematika
1) Umar Al Farukhan: Insinyur Arsitek Pembangunan kota Baghdad.
2) Al Khawarizmi: Pengarang kitab Al Gebra (Al Jabar), penemu angka (0).

d. Bidang Astronomi
Berkembang subur di kalangan umat Islam, sehingga banyak para ahli yang terkenal dalam
perbintangan ini seperti :

1) Al Farazi : pencipta Astro lobe

2) Al Gattani/Al Betagnius

3) Abul wafat : menemukan jalan ketiga dari bulan

4) Al Farghoni atau Al Fragenius

e. Bidang Seni Ukir

Beberapa seniman ukir terkenal: Badr dan Tariff (961-976 M) dan ada seni musik, seni tari, seni
pahat, seni sulam, seni lukis dan seni bangunan.

2. Ilmu Naqli

a. Ilmu Tafsir, Para mufassirin yang termasyur: Ibnu Jarir ath Tabary, Ibnu Athiyah al Andalusy
(wafat 147 H), As Suda, Mupatil bin Sulaiman (wafat 150 H), Muhammad bin Ishak dan lain-lain
b. Ilmu Hadist, Muncullah ahli-ahli hadist ternama seperti: Imam Bukhori (194-256 H),Imam
Muslim (wafat 231 H), Ibnu Majah (wafat 273 H),Abu Daud (wafat 275 H), At
Tarmidzi, dan lain-lain
c. Ilmu Kalam, Dalam kenyataannya kaum Mu’tazilah berjasa besar dalam menciptakan ilmu kalam,
diantaranya para pelopor itu adalah: Wasil bin Atha’, Abu Huzail al Allaf, Adh Dhaam, Abu Hasan
Asy’ary, Hujjatul Islam Imam Ghazali
d. Ilmu Tasawuf, Ahli-ahli dan ulama-ulamanya adalah : Al Qusyairy (wafat 465 H).
Karangannya : ar Risalatul Qusyairiyah, Syahabuddin (wafat 632 H). Karangannya : Awariful
Ma’arif, Imam Ghazali : Karangannya al Bashut, al Wajiz dan lain-lain.
e. Para Imam Fuqaha, Lahirlah para Fuqaha yang sampai sekarang aliran mereka masih mendapat
tempat yang luas dalam masyarakat Islam. Yang mengembangkan faham/mazhabnya dalam zaman
ini adalah: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal dan Para
Imam Syi’ah (Hasjmy, 1995:276-278).

F. Perkembangan Peradaban di Bidang Fisik


Perkembangan peradaban pada masa daulah Bani Abbasiyah sangat maju pesat, karena upaya-
upaya dilakukan oleh para Khalifah di bidang fisik. Hal ini dapat kita lihat dari bangunan -bangunan
yang berupa:

a. Kuttab, yaitu tempat belajar dalam tingkatan pendidikan rendah dan menengah.

b. Majlis Muhadharah,yaitu tempat pertemuan para ulama, sarjana,ahli pikir dan pujangga
untuk membahas masalah-masalah ilmiah.

c. Baitul Hikmah, Adalah perpustakaan yang didirikan oleh Harun Ar-Rasyid. Ini merupakan
perpustakaan terbesar yang di dalamnya juga disediakan tempat ruangan belajar.

d. Madrasah, Perdana menteri Nidhomul Mulk adalah orang yang mula-mula mendirikan sekolah
dalam bentuk yang ada sampai sekarang ini, dengan nama Madrasah.

e. Masjid, Biasanya dipakai untuk pendidikan tinggi dan tahassus.

Pada masa Daulah Bani Abbassiyah, peradaban di bidang fisik seperti kehidupan ekonomi:
pertanian, perindustrian, perdagangan berhasil dikembangkan oleh Khalifah Mansyur.

G. Perkembangan Kebudayaan Abbasiyah

Dalam negara Islam di masa Bani Abbassiyah berkembang corak kebudayaan, yang
berasal dari beberapa bangsa. Apa yang terjadi dalam unsur bangsa, terjadi pula dalam unsur
kebudayaan. Dalam masa sekarang ini berkembang empat unsur kebudayaan yang mempengaruhi
kehidupan akal/rasio yaitu Kebudayaan Persia, Kebudayaan Yunani, Kebudayaan Hindi dan
Kebudayaan Arab dan berkembangnya ilmu pengetahuan.

1. Kebudayaan Persia, Pesatnya perkembangan kebudayaan Persia di zaman ini karena 2 faktor,
yaitu :

a. Pembentukan lembaga wizarah


b. Pemindahan ibukota

2. Kebudayaan Hindi, Peranan orang India dalam membentuk kebudayaan Islam terjadi dengan dua
cara:

a. Secara langsung, Kaum muslimin berhubungan langsung dengan orang-orang India seperti
lewat perdagangan dan penaklukan.

b. Secara tak langsung,penyaluran kebudayaan India ke dalam kebudayaan Islam lewat


kebudayaan Persia.
3. Kebudayaan Yunani

Sebelum dan sesudah Islam, terkenallah di Timur beberapa kota yang menjadi pusat
kehidupan kebudayaan Yunani. Yang paling termasyur diantaranya adalah :

a. Jundaisabur, Terletak di Khuzistan, dibangun oleh Sabur yang dijadikan tempat


pembuangan para tawanan Romawi. Setelah jatuh di bawah kekuasaan
Islam. Sekolah-sekolah tinggi kedokteran yang asalnya diajar berbagai ilmu
Yunani dan bahasa Persia, diadakan perubahan-perubahan dan pembaharuan.

b. Harran,Kota yang dibangun di utara Iraq yang menjadi pusat pertemuan segala
macam kebudayaan. Warga kota Harran merupakan pengembangan kebudayaan
Yunani terpenting di zaman Islam, terutama dimasa Daulah Abbassiyah.

c. Iskandariyyah, Ibukota Mesir waktu menjadi jajahan Yunani. Dalam kota


Iskandariyyah ini lahir aliran falsafah terbesar yang dikenal “Filsafat Baru Plato”
(Neo Platonisme). Dalam masa Bani Abbassiyah hubungan alam pemikiran Neo
Platonisme bertambah erat dengan alam pikiran kaum muslimin.

4. Kebudayaan Arab

Masuknya kebudayaan Arab ke dalam kebudayaan Islam terjadi dengan dua jalan
utama, yaitu :

a. Jalan Agama, Mengharuskan mempelajari Qur’an, Hadist, Fiqh yang


semuanya dalam bahasa Arab.

b. Jalan Bahasa,Jazirah Arabia adalah sumber bahasa Arab, bahasa terkaya diantara
rumpun bahasa samy dan tempat lahirnya Islam.
H. Keruntuhan Kejaraan Abbasiyah
Sejarah perkembangan sejarah kerajaan Abbasiyah dapat dibagi menajdi tiga
periode yang pertama periode perkembangan dan puncak kejayaan (750-950). Periode
kedua disintegrasi (950-1050). Ditandai dengan upaya wilayah-wilayah melepaskan
diri dan meminta otonominasi, serta berkuasanya dinasti Bani Buwih dari Persia ke
dalam pemerintah khalifah di Baghdad, sehinga pemerintah de Facto ditangan
mereka, dan khalifah dijadikan boneka. Ketiga periode kemunduran dan kehancuran
(1050-1258). Dimana pengaruh Bani Seljuk sangat dominan dilingkungan
pemerintahan pusat Baghdad dan khalifah tidak memiliki peran signifikan. Disamping
itu khalifah terbattas dari pengaruh luar, tetapi kekuasaan hanya efektif disekitar kota
Baghdad. Ahkirnya tentara Hulagu dari Mongolia menyerang Baghdad hinga
mengalami kehancuran.

Faktor-faktor penyebab kemunduran kerajaan Abbasiyah adalah:

1. Masuk dominasi kekuatan luar ke dalam pusat pemerintahan Baghdad


sehingga mejadikan posisi khalifah sebagai boneka. Dalam arti secar de
jure, khalifah yang berkuasa atas seluruh dinasti Bani Abbas, tetapi de
facto pemerintah dikuasai oleh kekuatan lain. Seperti diketahui bahwa
awal khalifah memasukkan unsur-unsur non Arab, baik personil maupun
kebudayaan seperti unsur Persia dan Turki. Lambat laun unsur tersebut
ikut mewarnai jalannya pemerintahan, hinga sampai pada perkembangan
selanjutnya militer dan penjaga dikuasai oleh orang-orang Turki. Pada
945-1055 M dinasti Bani Buwaih dari Persia secara de facto berkuasa di
Baghdad, selanjutnya pada 1055-1194 M dinasti Bani Seljuk dari Turki
menguasai pemerintahan pusat mengantikan Bani Buwaih di Baghdad.
2. Pada periode 950-1050 M banyak wilayah yang dipimpin oleh gubernur
melepaskan diri dari pusat Baghdad, kemudian mereka mendirikan
kerajaan kecil secara mandiri. Diwilayah barat Baghdad, misalnya
muncul diansti Idris di Maroko, dinasti Aghlabi di Tunisa, dinasti
Thuluni di Mesir. Diwilayah timur Baghdad misalnya muncul dinasti
Thahiri di Khurasan, dinasti Saffari di Fes, dan dinasti Samani di
Transoxania. Disintegrasi disebabkan oleh terlalu luasnya wilayah
Abbasiyah sehingga kontrol pemerintahan pusat tidak efektif
menjangkaunya. Sementara disatu sisi pemerintahan pusat Baghdad
sendiri di jelaskan mengalami permasalahan yang menghabiskan
perhatian khalifah pada masalah-masalah internal
3. Kesulitan ekonomi sumber penghasilan Abbasiyah antara lain dari pajak
wilayah dan pertanian. Sehubungan dengan banyak dinasti yang
melepaskan diri sangat mempengaruhi jumlah wilayah pembayar pajak.
Maka untuk meningkatkan pembayaran pemerintah memaksimalkan
peran militer untuk menekan dan mengambil pembayaran pajak.
Menurut Jurji Zaidan pendapatan Abbasiyah menurun karena para
petugas pajak memonopoli pajak, di samping pertanian terganggu karena
irigasi tertimbun lumpur dan sugai Nahrawan mengalami kerusakan
besar akaibat perang dan tidak di perbaiki saluranyan.
4. Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah, dinasti ini tidak mempunyai
ketentuan mekanisme pergantian khalifah. Hal ini membuat orang-orang
Turki pengawal khalifah diantara keluarga dinasti khalifah leluansa
untuk mengangkat siapa saja yang dia kehendaki dan dengan mudah
melakukan pemecatan bagi khalifah yang tidak disengani. Ketidak
jelasan ini menjadikan para putera khalifah disatu sisinya dan antara
saudara-saudara khalifah
5. Muncul gerakan-gerakan pemberontakan pada masa Al Muhtadi (869)
timbul pemberontakan kaum Zanj di bawah tentara Mongolio dibawah
pimpinan Ali bin Muhammad. Di Irak terdapat gerakan syiah’ah
Qamariyah yang dipimpin oleh Hamdan Qarmat yang memulai oprerasai
pada 874 M. Gerakan ini bersikap oposisi bahkan menjadikan wilayah
adapun bahkan menjadikan wilayah merupakan zona merdeka. Sebelum
berkuasa dinasti Bani Buwaih jug melakukan pemberontakan ke
pemerintahan Baghdad sehinga ahkirnya berhasil menguasainya

Setelah lama menahan masa-masa kemunduran, ahkirnya Abbasiyah ini mengalami


kehancuran ditangan tentara mongolia yang dipimpin oleh Hulagu pada 1258 M.
Adapun yang menjadi faktor kehancuran ada dua yaitu:

1. Faktor Internal
Sebagai faktor internal menurut Jurji Zaidan bahwa sebelum Hulagu menyerang
Baghdad ternyata kondisi internalnya sangat lemah. Hal ini disebabkan oleh
keadaan akibat kemunduran yang telah lama dialami dan telah terjadi
pertentangan kelompok Syiah dan Suni, paham yang dianut oleh istana adalah
Sunni sedangkan wasirnya , Mu’ayid al Din al Alqami seorang penganut Syiah.
Darha Karkh tempat tingal oarang –orang Syiah di hancurkan oleh Al Daudar dan
Abu Dakar, putera khalifah karena sakit maka Alqami mengirim surat kepada
Hulagu yang isinya meminta Hulagu dan tentaranya supaya menyerang Baghdad.
2. Faktor Eskternal
Adalah bahwa raja Mongolia Mangu berkeinginan untuk memperluas kekuasaan
maka diperintahkan Kubilaikan untuk melakukan misi menyerang wilayah timur,
sedangkan Hulagu menyerang ke barat untuk menaklukkan kekuaasaan islam .
sementara latar belakang Hulagu berminat seklai menghancurkan kekhalifah islam
dikerenakan salah satunya adalah dia beristrikan orang kristen. Dan karena janji
raja Mangu pada raja Armenia untuk menyerahkan Jerussalem kepada oarang-
orang kristen, apabila Mangu berhasil menumbangkan kekuatan islam. Sdan pada
saat itu perang salib bertahap belumlah selesai.

Pada 10 Februari 1258 M benteng Baghdad dihancurkan. Kekayaan negara termasuk


buku-buku diperpustakaan dihanguskan. Khalifah beserta keluarganya dibunuh
DAFTRA PUSTAKA

Nua Sinu Gabrie, Modul Sejarah Islam. 2015. Modul Sejarah Islam

Pdf/journal. Uinsgd.ac.id/ kebangkitan Pendidikan Bani Abbasiyah

Pdf/diligib. Uinsby.ac.id/bab 1-5 / Latar Belakang Duaulah Abbasiyah

Pdf/Repository. Uinjkt .ac.id/Kemajuan Islam Dimasa Bani Abbasiyah

Pdf/jim. Stimednp .ac.i/2014/03/ Perkembangan Politik dan Ilmu Pengetahuan pada Dinasti
Abbasiyah

www. Acedemia.edu/Dinasti Abbasiyah/kemajuan dan keberhasilan

Anda mungkin juga menyukai