Anda di halaman 1dari 11

Biografi/Riwayat Hidup/Sejarah Muawiyah

bin Abu Sufyan


vio S wey Islam quran
Muawiyah bin Abu Sufyan

(602 680; umur 7778 tahun; bahasa Arab: ) bergelar Muawiyah I adalah
khalifah pertama dari Bani Umayyah.
Muawiyah diakui oleh kalangan Sunni sebagai salah seorang Sahabat Nabi, walaupun
keislamannya baru dilakukan setelah Mekkah ditaklukkan. Kalangan Syi'ah sampai saat ini tidak
mengakui Muawiyah sebagai khalifah dan Sahabat Nabi, karena dianggap telah menyimpang
setelah meninggalnya Rasulullah SAW. Ia diakui sebagai khalifah sejak Hasan bin Ali, yang
selama beberapa bulan menggantikan ayahnya sebagai khalifah, berbai'at padanya. Dia menjabat
sebagai khalifah mulai tahun 661 (umur 5859 tahun) sampai dengan 680.
Terjadinya Perang Shiffin makin memperkokoh posisi Muawiyah dan melemahkan kekhalifahan
Ali bin Abu Thalib, walaupun secara militer ia dapat dikalahkan. Hal ini adalah karena keunggulan
saat berdiplomasi antara Amru bin Ash (kubu Muawiyah) dengan Abu Musa Al Asy'ari (kubu Ali)
yang terjadi di akhir peperangan tersebut. Seperti halnya Amru bin Ash, Muawiyah adalah seorang
administrator dan negarawan ulung.

Setelah wafatnya khalifah Ali bin abi thalib,maka orang orang irak mengangkat Hasan putra Ali
sebagai khalifah.Setelah beberap bulan memegang pemerintahan Hasan menyerahkan
pemerintahan pada muawiyah supaya umat islam bersatu dan beliau pensiun dari pemerintahan
kemudian menetap di madinah
Di masa Muawiyah sistem pemerintahan berudah dari sistem kekhilafahan syura (musyawarah) ke
sistem monarki (kerajaan) dan dinamakan daulah bani umayah,dinasti ini berumur 90
tahun.Khalifah pertamanya adalah Muawiyah bin abi sufyan
Profil Muawiyah.
Mu'awiyah ibn Abi-Sufyan dilahirkan kira-kira tahun 600 M,jadi seumuran dengan Ali.Dan
merupakan keluarga Bani Abd-Shams,dari suku Quraysh.Banu Abd-Shams termasuk berpengaruh
dalam masyarakat Mekah.Ayahnya adalah Abu Sufyan ibn Harb,menentang Nabi Muhammad
ketika Nabi Muhammad mendapat Wahyu.
Dia meriwayatkan hadits dari Rasulullah sebanyak seratus enam puluh tiga hadits.Beberapa
sahabat dan tabiin yang meriwayatkan hadits darinya anta-ra lain:Abdullah bin Abbas,Abdulah
bin Umar,Abdullah bin Zubair,Abu Dar-da,Jarir aI-Bajali,Numan bin Basyir dan yang
lain.Sedangkan dari kalangan tabiin antara lain:Said bin al-Musayyib,Hamid bin Abdur Rahman
dll.
Ketika pada tahun 630 M,Nabi Muhammad dan pengikutnya menaklukan Mekah,seluruh
penduduk Mekah termasuk Bani Abd-Syam,secara formal tun-duk pada Muhammad dan masuk
Islam.Sebagian besar serjarawan menyatakan bahwa Muawiyah bersama ayahnya Abu Sufyan
menjadi Muslim pada waktu Fathu Mekah. Ada juga yang berpendapat bahwa Muawiyah
menerima islam pada awal-awal kenabian dan mendapat tantangan dari kerabatnya.Pasca Fathu
Mekah,Muawiyah diangkat oleh Nabi Muhammad sebagai salah satu juru tulisnya dan mendapat
kepercayaan menulis Wahyu Allah.
Ketika Nabi Muhammad wafat,dan Abu Bakar menjadi Khalifah,Mua-wiyah ikut kontingen
pasukan yang menyerbu Syria dibawah pimpinan saudaranya Yazid bin Abu Sofyan.Pada masa
Kekhalifahan Umar bin Khatab,beliau diangkat sebagai guber-nur Syam pada tahun
640,menggantikan saudaranya,Yazid bin Abu Sofyan yang wafat karena wabah amwas.Secara
bertahap beliau memperoleh penguasaan atas seluruh Syria,dan mendapatkan loyalitas dari seluruh
tentara dan pen-duduk kawasan itu.Pada tahun 647,Muawiyah membangun angkatan bersenjata
Syria yang kuat sehingga mampu memukul mundur serangan Bizantium dan tahun berikutnya
menyerang Bizantium dan berhasil menguasai pulau Syprus (649) dan Rhodesia (654) serta
mengalahkan angkatan laut Bizantium di pesisir Lycia (655).
Dan pada saat yang sama,Muawiyah secara periodik memberangkatkan ekspedisi kedaratan
Anatolia.Semua kampanye penyerangan ini terhenti sehubungan dengan naiknya Ali menjadi
Khalifah menggantikan Usman bin Afan.
Ketika Ali menjadi Khalifah,Beliau menuntut keadilan kepada Ali atas pembunuhan Khalifah
Usman.Sebenarnya Ali pun mau menghukum para pembunuh Usman,tetapi berhubung keadaan
negara sedang kacau,beliau menunda permasalahan tersebut sampai suasana kembali stabil.Hal ini
tidak disetujui oleh Muawiyah,dan karena ada provokasi dari golongan sabaiyah maka pecahlah
Perang Siffin antara Khalifah Ali dan Gubernur Muawiyah.Ketika keadaan perang tersebut
memburuk,pihak Muawiyah,menyerukan Tahkim yang diterima oleh pihak Ali.Pihak Muawiyah
diwakili oleh Amr bin Ash,sedangkan pihak Ali diwakili oleh Abu Musa Al Asyari. Pasca
tahkim,muncullah kaum Khawarij yang membuat keonaran.Oleh karena itu Ali berusaha
memadamkan kaum ini. .
Menjadi Khalifah
Ketika Ali terbunuh pada tahun 661,Muawiyah memiliki pasukan paling besar dalam kedaulatan
islam dan memiliki kekuatan yang besar untuk mengklaim kekhalifahan.Putra Ali,Hasan ibn
Ali,setelah mempertimbangkan keadaan umat.memberikan hak kekhalifahannya kepada
Muawiyah dan memilih tinggal di Madinah dan pensiun.Tahun ini disebut sebagai AamJamaah
(Tahun Kesatuan),sebab pada tahun inilah umat Islam bersatu dalam menen-tukan satu
khalifah.Pada tahun itu pula Muawiyah mengangkat Marwan bin Hakam sebagai gubernur
Madinah.
Setelah terjadinya ketentraman dan persatuan dalam kedaulatan islam,Muawiyah mulai
meluncurkan kampanye militer.Ke timur,Pasukan islam berhasil menaklukan Khurasan (663-671)
dari arah Basrah,menyebrangi sungai Oxus,dan menyerbu Bukhara di Turkistan (674).Ke
Barat,Gubernur Muawiyah di Mesir mengirim ekspedisi dibawah pimpinan Uqbabin Nafi
menaklukan Afrika Utara yang masih dikuasai Bizantium sampai Algeria.Ke Utara,menyerang
Asia Kecil untuk melawan Bizantium.Muawiyah juga meluncurkan serangan sebanyak 2 kali
meskipun tidak berhasil untuk mengepung Konstantinople yang dipimpin putranya,Yazid.
Untuk mengamankan tahtanya,dan memperluas batas wilayah Islam,Muawiyah sangat
mengandalkan orang-orang Syam (Suriah),yang kebanyakan terdiri atas bangsa Arab Yaman dan
mengenyampingkan umat Islam pendatang dari Hijaz.Menurut riwayat,Orang-orang Syam ini
sangat loyal terhadap Muawiyah sejak beliau masih menjadi Gubernur Syam. Sebagai prajurit,
memang kualitas Muawiyah lebih rendah dibandingkan dengan Ali bin Abi ThalibTetapi sebagai
organisator militer,Muawiyah berhasil mencetak pasukan Syam menjadi satu kekuatan militer
Islam yang terorganisir dan berdisiplin tinggi.Dengan mengadopsi kerangka pemerintahan
Bizantium,ia membangun sebuah negara yang stabil dan terorganisir.
Para sejarawan mencatatnya sebagai orang islam pertamayang membangun kantor catatan negara
dan lanyanan pos yang kelak pada masa Abdul Malik bin Marwan menjadi sebuah lembaga yang
menghubungkan berbagai wilayah kedaulatan islam yang luas. Selama berkuasa,kesukesan
Muawiyah ditunjang dengan kerjasamanya dengan pendukungnya,terutama Amr bin Ash,wakilnya
di Mesir,Al Mughirah bin Syubah,gubernur Kufah,provinsi yang selalu bergolak,dan Abdullah
bin Abihi,penguasa Basrah.Ketiga orang ini bersama Muawiyah disebut sebagai empat politisi
ulung Arab Islam.Ziyad digelari bin Abihi kerena ketidakjelasan identitas ayahnya.Ibunya adalah
seorang budak di Taif yang dikenal Abu Sofyan.Pada awalnya Ziyad adalah pendukung Ali,tetapi
pada saat kritis,Muawiyah mengakui Ziyad sebagai saudara sahnya.
Dalam diri Muawiyah,seni berpolitik berkembang.Ia memiliki kemampuan luar biasa untuk
menggunakan kekuatan hanya ketika dipandang perlu dan sebagai gantinya lebih banyak
menggunakan jaklan damai.Kelembutannya yang sarat dengan kebijakan,yang ia gunakan agar
tentara meletakan senjata dan membuat kagum musuhnya,sikapnya yang tidak mudah marah dan
pengendalian diri yang sangat tinggi,membuatnya mampu menguasai keadaan.
Bagi para Khalifah Bani Umayah sesudahnya,Muawiyah merupakan teladandalam
kelembutan,semangat,kecerdasan,dan kenegarawanan yang berusaha mereka ikuti. Sebelum
wafatnya,Muawiyah,dengan menuruti nasehat Mughira,gubernur Basrah mengangkat putranya
Yazid sebagai pengganti dirinya kelak.Hal ini menimbulkan kebencian kaum Syiah.Diantara
orang-orang syiah yang pertama kali melancarkan permusuhan terbuka terhadap bani Umayyah
adalah Hajar bin Adi.Ia mengkritik pedas Mughirah bin Syubah,sang gubernur Kufah.Berhubung
Mughirah bertipikal lemah lembut dan pemaaf,maka ia mengingatkannuya akan akibat
tindakannya.
Ketika Mughirah bin Syubah wafat,Muawiyah mengangkat Ziyyad sebagai gubernur Kufah.Maka
Ziyyad mengirim surat kepada Muawiyah mengenai Hajar bin Adi.Oleh Muawiyah,Hajar bin Adi
diundang ke Syam dan membunuhnya bersama pengikut setianya. Mengenai hal ini seorang
sejarawan muslim terkemuka yang bernama Ibnu Khaldun dalam kitabnya Mukaddimah
menulis :Seorang imam tidak sewajarnya dicurigai meskipun dia telah melantik ayah atau
puteranya sendiri sebagai penggantinya.Dia telah dipertanggungjawabkan untuk mengurus
kebajikan kaum muslimin selagi dia masih hidup.Lebih dari pada itu dia bertanggungjawab untuk
membasmi,semasa hidupnya (kemungkinan mewabahnya perkara-perkara yang tidak diingini)
setelah kematiannya . Malah,dia tidak harus dicurigai dalam hal apapun pun.Lebih-lebih lagi
sekiranya ada alasan (untuk melantik seorang pengganti itu),seperti keinginannya untuk mening-
katkan kepentingan umum,atau kekuatiran akan terjadinya suatu malapetaka (sekiranya tidak
dilantik seorang pengganti),oleh itu meragui seorang imam itu adalah bukan persoalannya.
Hal yang sedemikian sebagai satu contoh adalah sebagaimana yang berlaku ketika Muawiyah
melantik puteranya,Yazid.Tindakan itu diambil dengan persetujuan rakyat dan,karena itu,dengan
sendirinya menjadi satu bahan hujah kepada persoalan yang dibincangkan.Akan tetapi,Muawiyah
sendiri bersikap lebih menyokong puteranya Yazid dibanding dengan calon penggantinya yang
lain.Sebabnya ialah,dia lebih menitikberatkan kepentingan umum yang menghendaki adanya
perpaduan dan harmoni di kalangan masyarakat itu,karena orang yang menguasai
pemerintahan,yaitu Bani Umayyah,pada waktu itu setuju melantik Yazid.
Tidak ada motif lain dari Muawiyah. Hemahnya yang tinggi dan hakikat bahwa dia merupakan
salah seorang dari sahabat-sahabat Nabi mencegah keterangan yang lain-lainnya.Fakta bahwa dia
sering datang kepada para sahabat terkemuka,untuk dimintai nasihat,dan kenyataan bahwa mereka
tidak memberikan pendapat (yang bertentangan) merupakan bukti tidak adanya kecurigaan atas
dirinya.Mereka (para sahabat) tidak termasuk orang gegabah yang mengambil keputusan
dalammasalah kebenaran,dan demikian pula Muawiyah tidak mudah seenaknya menerima
kebenaran.Mereka mempunyai peranan masing-masing dalam masalah ini,dan keadilan mereka
menahan diri mereka untuk bertindak sewenang-wenangnya.Mu'awiyah sendiri wafat pada tanggal
6 Mei 680. Dan digantikan putranya Yazid bin Muawiyah.Wafatnya Khalifah Muawiyah
menyebabkan armada laut Arab mundur dari perairan Bosporus dan Aegea,sehingga untuk
sementara menghentikan penyerangan ke Konstantinopel.

Muawiyah bin Abu Sufyan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Muawiyah I
Masa kekuasaan 661 680

Dinobatkan 661

Dilantik 661

Nama lengkap Muawiyah bin Abu Sufyan

Pendahulu Ali

Pewaris Yazid I

Pengganti Yazid I

Anak Yazid I

Wangsa Bani Abdus Syams

Dinasti Bani Umayyah

Ayah Abu Sufyan

Ibu Hindun binti Utbah

Muawiyah bin Abu Sufyan (602 680; umur 7778 tahun; bahasa Arab: )
bergelar Muawiyah I adalah khalifah pertama dari Bani Umayyah dan juru tulis Nabi
Muhammad.

Muawiyah diakui oleh kalangan Sunni sebagai salah seorang Sahabat Nabi, walaupun
keislamannya baru dilakukan setelah Mekkah ditaklukkan. Ada pendapat lain yang menyatakan
bahwa Muawiyah masuk Islam pada 7 H. Kalangan Syi'ah sampai saat ini tidak mengakui
Muawiyah sebagai khalifah dan Sahabat Nabi, karena dianggap telah menyimpang setelah
meninggalnya Rasulullah SAW. Ia diakui sebagai khalifah sejak Hasan bin Ali, yang selama
beberapa bulan menggantikan ayahnya sebagai khalifah, berbai'at padanya. Dia menjabat sebagai
khalifah mulai tahun 661 (umur 5859 tahun) sampai dengan 680.
Terjadinya Perang Shiffin makin memperkokoh posisi Muawiyah dan melemahkan kekhalifahan
Ali bin Abu Thalib, walaupun secara militer ia dapat dikalahkan. Hal ini adalah karena keunggulan
saat berdiplomasi antara Amru bin Ash (kubu Muawiyah) dengan Abu Musa Al Asy'ari (kubu Ali)
yang terjadi di akhir peperangan tersebut. Seperti halnya Amru bin Ash, Muawiyah adalah seorang
administrator dan negarawan ulung. Muawiyah adalah sahabat yang kontroversial dan tindakannya
sering disalahartikan.

Asal-Usul Muawiyah
Nama Lengkap
Nama lengkap Muawiyah adalah Muawiyah bin Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah bin Abdi
Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab[1] Ia berasal dari bani (klan) Umawiyah.

Kunyah
Muawiyah memiliki kunyah (nama panggilan atau julukan). Kunyah nya adalah Abu
Abdurrahman dan Al-Quraisyi al-Umawi Al-Makki.[2]

Ciri Fisik Muawiyah


Muawiyah adalah laki-laki yang berperawakan tinggi, berkulit putih, tampan, dan penuh
wibawa[3].

Umar bin Khattab juga berkata bahwa Muawiyah suka makan makanan yang lezat[4] dan bergaya
seperti raja[5]. Umar berkata begitu bukan bermaksud menjelekkan Muawiyah tapi hanya
menginformasikan ciri khas Muawiyah. Bisa dimengerti mengapa Muawiyah melakukan hal itu
karena ia memang berasal dari kabilah terpandang di masyarakat.

Sifat Muawiyah
Muawiyah adalah orang yang menyukai kebersihan[6]

Keluarga Muawiyah
Orangtua Muawiyah
Ayahnya Muawiyah adalah Abu Sufyan bin Harb, seorang sahabat Nabi Muhammad. Sedangkan
ibunya adalah Hindun binti Utbah, seorang sahabiyah (sahabat wanita) nabi Muhammad.

Harapan Orangtuanya
Saat kecil, Abu Sufyan pernah melihat Muawiyah yang sedang merangkak, lalu berkata, "anakku
ini berkepala besar, dia pantas memimpin kaumnya". Hindun menjawab, "hanya memimpin
kaumnya saja? Seharusnya ia memimpin bangsa Arab seluruhnya"[7]

Saudara-Saudara Muawiyah
Muawiyah memiliki beberapa saudara. Mereka adalah sebagai berikut:

1. Yazid bin Abu Sufyan

2. Utbah bin Abu Sufyan

3. Anbasah bin Abu Sufyan

4. Ummu Habibah binti Abu Sufyan

5. Ummul Hakam binti Abu Sufyan

6. Azzah binti Abu Sufyan

7. Umaimah binti Abu Sufyan[8]

Istri-Istri Muawiyah
Muawiyah memiliki beberapa orang istri. Ada yang diceraikannya dan ada pula yang meninggal[9].
Berikut adalah nama-nama mereka:
1. Maisun binti Bahdal al-Kalbiyah. Muawiyah menceraikannya karena Maisun
tidak betah tinggal di istana Muawiyah yang besar dan lebih mencintai
desanya.

2. Fakhitah binti Qarazhah bin Abd Amr bin Naufal bin Abdi Manaf.

3. Kanud binti Qarazhah. Kanud adalah saudara Fakhitah. Muawiyah menikahinya


setelah Fakhitah wafat. Dia lah yang bersama Muawiyah saat pembebasan
Cyprus.

4. Na'ilah binti Imarah al-Kalbiyah. Muawiyah mentalaknya karena sebuah


persoalan.

Anak-anak Muawiyah
Muawiyah juga memiliki beberapa anak[10]. Ini adalah nama-namanya yang tercatat:

1. Yazid bin Muawiyah. Ia lahir dari Maisun binti Bahdal. Saat Muawiyah
menceraikan Maisun dan kembali ke desanya, Yazid mengikuti ibunya. Jadi,
masa kecilnya dihabiskan di desa ibunya, menghirup udara segar dan bahasa
Arab fasih.

2. Abdurrahman bin Muawiyah. Ibunya adalah Fakhitah. Abdurrahman meninggal


sewaktu masih kecil.

3. Abdullah bin Muawiyah. Abdullah adalah anak dari Fakhitah. Ia anak yang
terbelakang mental dan sangat lemah.

4. Ramlah binti Muawiyah. Setelah dewasa, Ramlah dinikahi oleh Amr bin Utsman
bin Affan

5. Hindun binti Muawiyah. Hindun ini kemudian dinikahi oleh Abdullah bin Amir

6. Aisyah binti Muawiyah

7. Atikah binti Muawiyah

8. Shafiyyah binti Muawiyah

Masuk Islamnya Muawiyah


Pendapat yang terkenal mengatakan bahwa Muawiyah masuk Islam pada masa Penaklukkan
Makkah. Namun, Muawiyah sendiri mengatakan bahwa, "aku masuk Islam dalam peristiwa
Umrah Qadha tahun 7 H, tetapi aku menyembunyikannya dari bapakku". Hal itu dapat dimengerti
karena situasi saat itu masih mencekam. Selain itu posisi Muawiyah cukup sulit, mengingat Abu
Sufyan pada waktu itu masih kafir, bahkan Abu Sufyan adalah pemimpin Quraisy dalam melawan
Nabi Muhammad. Muawiyah juga ikut perang Hunain dan Nabi Muhammad memberinya seratus
unta dan 40 uqiyah emas dari harta rampasan perang Hunain.[11]

Hadist Nabi tentang Muawiyah


Baca juga: Hadist palsu tentang Muawiyah

"Ya Allah jadikanlah dia sebagai orang yang bisa memberikan petunjuk dan seorang yang diberi
petunjuk (Mahdi) dan berikanlah hidayah (kepada manusia) melaluinya. [12]

Hadist di atas adalah hadist shahih yang diriwayatkan oleh banyak ahli hadist dan membicarakan
tentang kebaikan Muawiyah[13]

Muawiyah di Zaman Abu Bakar Ash-Shiddiq


Zaman Abu Bakar adalah zaman kritis di mana benih kemurtadan mulai merebak. Abu Bakar
bertindak tegas dengan memerangi mereka. Muawiyah ikut salah satu pertempuran itu, yakni
Perang Yamamah, perang melawan Musailamah si nabi palsu[14]. Setelah pemberontakan internal
selesai, kaum Muslimin mengalihkan pandangan mereka ke luar, yakni pembebasan negeri di
sekitar mereka dari pemimpin zalim. Abu Bakar mengirim pasukan ke banyak tempat, salah
satunya adalah Syam. Dalam kontingen pasukan Syam, ada salah satu pasukan yang dikomandani
oleh Muawiyah.[15]

Muawiyah di Zaman Umar bin Khattab


Membuka Qaisariyah (Caesarea)
Qaisariyah (sekarang Caesarea) adalah kota dekat Tel Aviv. Pada zaman Umar, Muawiyah
ditugaskan untuk membebaskan kota ini. Namun, ternyata Qaisariyah memilliki benteng
pertahanan dan pasukan yang sangat kuat. Setelah Qaisariyah dikepung dalam waktu cukup lama,
Muawiyah pun berhasil menerobos kota tersebut. Dikatakan prajurit Qaisariyah yang tewas
mencapai 100.000 orang[16]

Membuka Pesisir Syam


Mendengar keberhasilan saudaranya, Yazid bin Abu Sufyan yang juga seorang Gubernur
Damaskus, meminta Muawiyah untuk ikut membebaskan pesisir Syam. Setelah bertarung
melawan orang-orang Romawi, Muawiyah dan prajuritnya berhasil menang.[17]

Menjadi Gubernur Yordania


Setelah Muawiyah membuktikan kekuatannya atas dua peristiwa sebelumnya, Umar
mengangkatnya sebagai Gubernur Yordania pada 17 H.[18]

Menjadi Penguasa Damaskus, Ba'labak, dan Balqa


Saudara Muawiyah, Yazid bin Abu Sufyan, meninggal karena wabah Tha'un pada 18 H. Sebagian
ulama berpendapat Tha'un adalah wabah pes[19], tetapi ada pula yang berpendapat Tha'un masih
belum jelas termasuk kategori penyakit apa[20]. Untuk mengisi kekosongan, Umar bin Khattab
menugaskan Muawiyah untuk menggantikan posisi saudaranya memimpin Damaskus, Ba'labak
(Ballbek, Yordania), dan Balqa (Yordania).[21]

Membagi Pasukan Islam


Byzantium dan Persia terus menyerang daerah perbatasan kekhalifahan. Untuk menahan hal itu,
Muawiyah membagi pasukan menjadi dua, yakni pasukan musim panas dan pasukan musim
dingin. Selain itu, Muawiyah menutup celah-celah di kota-kota perbatasan agar tak diserang.
Muawiyah sempat memimpin penyerangan musim panas melawan Byzantium di 22 H.[22]

Membangun Angkatan Laut Islam


Mayoritas kaum Muslimin pada saat itu adalah orang Arab. Mereka adalah orang-orang yang tidak
akrab dengan laut. Namun, Muawiyah menyadari pentingnya angkatan laut dan di zaman Umar ia
mulai membangunnya. Sayangnya, Umar tidak mengizinkan Muawiyah memakai angkatan laut
karena ia tidak mau kaum Muslimin habis ditelan laut (karena mereka tidak familiar dengan laut)
[23]
. Angkatan laut baru dipergunakan pada zaman Utsman bin Affan untuk membebaskan Cyprus.
[24]

Muawiyah di Zaman Utsman bin Affan


Menjadi Gubernur Penuh Syam
Sebagaimana Umar, Utsman bin Affan tidak memakzulkan Muawiyah. Bahkan, Utsman terus
memberi Muawiyah kekuasaan sehingga Muawiyah menjadi Gubernur daerah mayoritas Syam. Ia
menguasai daerah yang sangat luas dan telah menjadi gubernur Utsman yang paling berpengaruh.
Di awal pemerintahan Utsman, di Syam ada beberapa gubernur, yakni Muawiyah bin Abu Sufyan,
Umair bin Saad al-Anshari (Himsh), dan Alqamah bin Khalid bin Walid (Palestina). Namun,
karena Umair sering sakit-sakitan, ia mengundurkan diri dari jabatannya. Utsman pun memberikan
Himsh kepada Muawiyah. Setelah itu Alqamah wafat, Utsman pun memberikan Palestina kepada
Muawiyah. Hal ini membuat Muawiyah menjadi gubernur Syam seluruhnya. Sampai akhir hayat
Utsman, Muawiyah mengontrol daerah Syam. Pada zaman modern, Syam meliputi Palestina,
Yordania, Lebanon, dan Syria -bisa dibayangkan seluas apa daerah kekuasaan Muawiyah.[25].
Inspeksi Militer ke Perbatasan
Pada zaman Utsman, Muawiyah cukup banyak melakukan inspeksi militer ke daerah perbatasan
daerah kekuasaannya di Syam. Misalnya, pada 25 H ia menuju Anthakiyah dan Tarsus, tahun 26 H
ia kembali melakukannya. Tahun 31 H, Muawiyah berangkat ke Daruliyah. Perbatasan yang
berbentuk kepulauan ia serahkan penjagaannya kepada Habib bin Maslamah. Muawiyah juga
beberapa turun langsung memimpin pasukannya sampai merambah celah bukit di
Konstantinopel[26].

Pembebasan Cyprus
Syarat dari Utsman

Setelah sebelumnya ditolak Umar, Muawiyah kali ini mencoba meyakinkan Utsman untuk
memakai angkatan laut demi membebaskan Qubrush (Cyprus). Utsman mengizinkannya dengan
memberi syarat:

Muawiyah harus membawa istrinya

Pasukan yang berangkat harus dengan kemauan sendiri. Jika ada yang tidak
mau berangkat maka tidak apa-apa[27]

Pembebasan dimulai

Walaupun Muawiyah mempersilahkan masyarakat untuk memilih ikut ke Cyprus atau tidak,
kekhalifahan berhasil mengumpulkan armada hingga 1.700 kapal. Mereka tertarik karena sebuah
hadist dari Ummu Haram binti Milhan (istri sahabat Nabi Ubadah bin Shamit) yang menyebutkan
bahwa akan ada sekelompok dari umatnya yang "mengarungi laut seperti raja-raja di
singgasana"[28]. Pada 28 H (649 M) mereka pun berangkat. Di pelabuhan, Abdullah bin Qais al-
Jasi, panglima angkatan laut bermusyawarah dengan Muawiyah dan sahabat Nabi yang lain.
Pasukan segera mengepung ibukota Cyprus dan mengatakan mereka tidak datang untuk
mengambil-alih Cyprus, akan tetapi meminta mereka bekerjasama dengan kekhalifahan. Sebab
selama ini Cyprus menjadi daerah kekuasaan Byzantium sehingga menjadi duri dalam daging
kekhalifahan.Tidak butuh waktu lama, Cyprus pun menyerah dan menyetujui syarat-syarat
berikut:

Bila Cyprus menyerang kaum Muslimin, ia tidak akan dibela lagi

Cyprus harus mengabarkan gerak-gerik Byzantium

Cyprus harus membayar jizyah kepada kekhalifahan sebesar 7.200 dinar per
tahun

Cprus tidak boleh mendukung Byzantium jika mereka menyerang kekhalifahan


dan tidak membocorkan rahasia kekhalifahan [29]

Cyprus Mengingkari Perjanjian

Pada 32 H, Cyprus mengingkari perjanjian dengan kekhalifahan karena ditekan Byzantium. Kali
ini Muawiyah datang kembali dan mengambil-alih Cyprus. Setelah menguasai Cyprus, Muawiyah
menyadari bahwa ternyata Cyprus hanyalah pulau yang lemah. Tradisi militer mereka lemah sekali
dan sering dijadikan boneka oleh Byzantium. Oleh karena itulah, Muawiyah menempatkan 12.000
pasukan di Cyprus, mendirikan kota-kota baru, membereskan administrasi, menggaji tentara, dan
melindungi Cyprus dari serangan Byzantium.[30]

Muawiyah Membantu Utsman Menghadapi Badai Ujian


Baca juga: Tuduhan terhadap Utsman bin Affan

Di akhir pemerintahannya, Utsman menerima cobaan yang berat. Ia dituduh macam-macam oleh
sebagian rakyatnya, mulai dari tuduhan menggelapkan harta, boros, mengangkat keluarganya
sendiri untuk menduduki jabatan penting, dan sebagainya. Di masa-masa ini, Muawiyah terus
membantu Utsman.
Mendebat Perusuh

Pada suatu hari di tahun 33 H, ada sekelompok orang yang mencari ribut di Kufah sampai hampir
menyulut pertempuran. Utsman yang mendengar itu menyuruh Said bin Al-Ash, Gubernur Kufah,
mengirim mereka ke Syam untuk bertemu Muawiyah. Utsman memerintahkan Muawiyah untuk
"memperingati mereka dengan tegas, membuat nyali mereka ciut, menakut-nakuti mereka, dan
mendidik mereka"[31] agar tidak membuat kerusuhan lagi. Muawiyah pun berkali-kali mendebat
mereka dan berkali-kali pula menang. Di akhir debat mereka kalah dan marah, lalu merenggut
jenggot Muawiyah[32]. Muawiyah pun mengancam mereka agar jangan macam-macam terhadap
dirinya. Ancaman itu membuat mereka mundur.

Muawiyah mengirim surat kepada Utsman dan mengatakan bahwa mereka "berbicara dengan
lidah setan". Utsman mengirim mereka ke Kufah kembali. Namun, karena mereka macam-macam
kembali, Utsman kemudian mengirim mereka ke Abdurrahman bin Khalid bin al-Walid, gubernur
Himsh. Di sini mereka baru tidak berani macam-macam karena Abdurrahman adalah anak Khalid
bin al-Walid dan dia adalah seorang laki-laki yang berkarakter sangat keras seperti ayahnya.[33]

Muawiyah Mengikuti Forum Antargubernur

Kerusuhan yang makin parah menyebabkan Utsman mengundang para gubernur dan sahabat Nabi
untuk berunding tentang apa yang harus dilakukannya terhadap para pemberontak ini. Di forum
ini, Muawiyah mengusulkan untuk segera mengirim pasukan ke mereka dan dia sendiri akan
mengatasi pemberontakan di Syam. Namun, Utsman lebih tertarik dengan perdamaian dan tidak
menerima usul Muawiyah.[34]

Sebelum pulang kembali ke Syam, Muawiyah memperingatkan Utsman bahwa ia kemungkinan


akan segera dibunuh oleh pemberontak dan Muawiyah menawarkan pasukan Syam untuk
melindungi Utsman. Utsman mengatakan ia sudah tahu hal itu, tetapi ia menolak perlindungan
dari Muawiyah karena ia tidak mau merepotkan orang-orang Madinah atas kedatangan pasukan
Syam.[35]

SIkap Muawiyah Atas Terbunuhnya Utsman


Para perusuh yang mencapai 500 orang sudah mencapai rumah Utsman. Para sahabat Nabi
mengirimkan anak-anak mereka untuk melindungi Utsman tetapi mereka kalah jumlah. Utsman
dibunuh dan para sahabat yang melindunginya terluka. Dan tidak ada satu orang sahabat Nabi
Muhammad yang terlibat dan menyetujui pembunuhan itu. Ummu Habibah binti Abu Sufyan
mengirimkan baju Utsman yang berlumuran darah ke tangan Muawiyah[36]. Saat mendengar berita
pembunuhan itu, Muawiyah berpidato di depan penduduk Syam, bersumpah akan menuntut balas
kematiannya.[37] Penduduk Syam sendiri bersumpah akan membantu Muawiyah dengan
mengorbankan nyawa mereka.[38]

Muawiyah di Zaman Ali bin Abi Thalib


Inti Konflik Ali-Muawiyah
Setelah Utsman terbunuh, para sahabat sepakat untuk menghukum qishash pelaku pembunuhan
Utsman. Namun, mereka terbagi tiga kelompok tentang hal ini:

Pertama, mereka harus diqishash secepatnya sebelum baiat kepada Ali. Inilah
pendapat Muawiyah dan pendukungnya. Muawiyah berpendapat jika qishash
ditunda, pembunuhnya akan berbaur di kehidupan sehari-hari kaum Muslimin
dan mereka akan sulit dilacak. Lagipula, Muawiyah adalah wali Utsman dan di
antara saudara-saudara Utsman yang lain, Muawiyah lah yang kekuatannya
paling besar.

Kedua, mereka harus diqishash tetapi setelah Ali bisa mengendalikan keadaan
sehingga tenteram kembali. Jika qishash dilaksanakan sekarang juga, maka
akan berakibat keadaan makin kacau. Para perusuh akan melipatgandakan
tekanannya kepada kekhalifahan. Ini adalah pendapat Ali dan pendukungnya.
Mayoritas sahabat Nabi menjadi pendukung Ali.
Ketiga, uzlah (mengasingkan diri). Ada sahabat-sahabat Nabi yang tidak mau
terlibat dalam permasalahan ini dan mereka pun pindah dari pusat konflik.
Mereka tidak mau berperang dengan saudara sesama mukmin. Mereka adalah
Abdullah bin Umar, Saad bin Abi Waqqash, dan lainnya.

Inti dari permasalahan Ali-Muawiyah adalah perbedaan cara qishash ini. Muawiyah sendiri tidak
mengklaim bahwa dirinya khalifah umat Islam dan tidak berniat merebut kekhalifahan. Hanyasaja
ia dan penduduk Syam tidak mau baiat (sumpah setia) kepada Ali karena permasalahan
terbunuhnya Utsman tersebut. Ketika kita melihat kondisi zaman Ali lewat kacamata abad modern,
kita bisa dengan mudah menilai, tetapi bagi orang yang hidup di zaman itu, situasi pada saat
tersebut sangat pelik. Menurut mayoritas ulama, dalam persoalan rumit itu yang lebih mendekati
kebenaran adalah pendapat Ali karena bagaimanapun juga perdamaian negara lebih diutamakan.

Muawiyah pernah ditanya, "Apakah kau penentang Ali?"

Muawiyah menjawab, "Tidak demi Allah. Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui bahwa dia
lebih utama dariku dan lebih berhak memegang khilafah dariku. Akan tetapi, sebagaimana yang
kalian ketahui bahwa Utsman dibunuh dalam keadaan teraniaya dan aku, sepupu Utsman, akan
menuntut darahnya. Datanglah kepada Ali dan katakan, 'serahkan para pembunuh Utsman
kepadaku dan aku akan tunduk kepadanya"

Orang-orang segera menemui Ali dan mengatakan perkataan Muawiyah, tetapi Ali tidak
mengabulkannya[39]

Perang Saudara
Karena situasi makin memanas, akhirnya terjadilah Perang Jamal dan Perang Shiffin antara kubu
Ali dan Muawiyah. Tebunuhnya Ammar bin Yasir menjadi kunci selesainya perang ini karena
Nabi Muhammad pernah mengabarkan bahwa yang membunuh Ammar adalah kelompok
pembangkang[40]. Yang membunuh Ammar bin Yasir ternyata adalah Abu al-Ghadiyah Al-Juhani
dari pihak Muawiyah -ia bukanlah sahabat Nabi.[41]

Terbunuhnya Ammar membuat kedua kelompok terguncang dan sepakat untuk berdamai. Mereka
juga mengkhawatirkan perbatasan yang sedang lemah dan kapan saja bisa diserang oleh Persia dan
Byzantium. Perjanjian damai ini dibuat berdasarkan Al-Quran dan Sunnah dengan kedua
hakimnya adalah Amr bin Ash dan Abu Musa al-Asy'ari. Tidak seperti kabar yang terkenal, Amr
bin Ash tidak memakzulkan Ali.[42]

Ali Terbunuh dan Sikap Muawiyah


Saat kabar tentang Ali yang terbunuh sampai kepada Muawiyah, ia menangis. Istrinya berkata,
"Kamu menangisi orang yang memerangimu?" Muawiyah menjawab, "Diam saja lah kamu. Kamu
tidak mengetahui berapa banyak manusia kehilangan keutamaan, fikih, dan ilmu karena kematian
beliau" Utbah berkata juga, "Jangan sampai orang-orang Syam mendengar hal itu darimu".
Muawiyah menghardik, "Kamu juga diam saja lah!"[43]

Sikap Kita terhadap Konflik Ali-Muawiyah


Menurut mayoritas ulama, sikap Kaum Muslimin dalam menyikapi konflik Ali-Muawiyah adalah
meyakini bahwa mereka semua sedang berijtihad merespon situasi yang sangat pelik pada masa
itu. Di antara mereka ada yang benar dan mendapat dua pahala, tetapi di antara mereka ada yang
salah dan mendapat satu pahala. Kita tidak boleh membicarakan sahabat Nabi dengan perasaan
benci.[44]

Referensi

1. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 15

2. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 15

3. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 15


4. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 73

5. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 74

6. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 72

7. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 16

8. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 23-


36

9. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 36-


38

10. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 36-
38

11. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 39

12. ^ http://priyayimuslim.wordpress.com/2012/12/11/keutamaan-
muawiyah-bin-abi-sufyan-berdasarkan-hadits-rasulullah/

13. ^ Hadits ini diriwayatkan At Tirmidzi No. 3842, Imam At Tirmidzi


berkata: hasan gharib. Ahmad No. 17895, Al Bukhari dalam At Tarikh Al Kabir,
5/240. Ibnu Abi Ashim, Al Aahaad wal Matsani No. 1129, Al Khathib dalam
Tarikh Baghdad , 1/207-208, Ibnul Jauzi dalam Al Ilal Al Mutanahiyah No. 442,
Al Khalal dalam As Sunnah No. 699, Ibnu Qaani dalam Mujam Ash Shahabah,
2/146, Ath Thabarani dalam Al Ausath No. 660, Abu Nuaim dalam Al Hilyah,
8/358. Imam Ibnu Abdil Bar dan Al Hafizh Ibnu Hajar mengisyaratkan
kelemahan hadits ini. Lihat Al Ishabah, 4/342-343 dan Fathul Bari, 7/104 Akan
tetapi, menurut Syaikh Syuaib Al Arnauth, hadits ini adalah shahih. Rijal
hadits ini tsiqat (terpercaya) dan merupakan para perawi hadits shahih, kecuali
Said bin Abdul Aziz, dia menjadi pokok perbincangan hadits ini, dia telah
mengalami kekacauan hapalan pada akhir usianya seperti yang dikatakan oleh
Abu Mushir dan Yahya bin Main. (Musnad Ahmad No. 17895, dengan tahqiq;
Syaikh Syuaib Al Arnauth, Syaikh Adil Mursyid, dan lainnya) Menurut Syaikh
Al Albani, hadits ini shahih, Semua rijal (perawinya) adalah tsiqat (terpercaya)
dan merupakan perawi yang dipakai Imam Muslim, maka hadits ini lebih
benar adalah shahih. (As Silsilah Ash Shahihah No. 1969)

14. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 61

15. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 64

16. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 67-
68

17. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 68-
69

18. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 69

19. ^ http://danusiri.dosen.unimus.ac.id/artikel/bakteriologi-dalam-sabda-
nabi-saw/

20. ^ http://abuutsman.blogspot.com/2013/10/wabah-thaun-amwas-yang-
ada-di-negeri.html

21. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 70-
71

22. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 76-
77

23. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 83

24. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 77


25. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 78

26. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 81-
82

27. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 84

28. ^ HR. Bukhari no.2877

29. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 88

30. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 92

31. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 136

32. ^ Memegang jenggot di tradisi Arab adalah simbol merendahkan atau


menantang

33. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 135-
150

34. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 153-
154

35. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 154

36. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 166

37. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 155-
161

38. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 175

39. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 168-
171

40. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 203

41. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 209

42. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 224-
259

43. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 259

44. ^ Ash-Shallabi, Ali Muhammad. Muawiyah bin Abu Sufyan. halaman 245-
254

Anda mungkin juga menyukai