Anda di halaman 1dari 18

Kisah Perjuangan Bilal bin Rabah Radhiallahu anhu

April 25, 2011 // Kisah Sahabat Nabi // 21 Comments Namanya adalah Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, memiliki kisah menarik tentang sebuah perjuangan mempertahankan aqidah. Sebuah kisah yang tidak akan pernah membosankan, walaupun terus diulang-ulang sepanjang zaman. Kekuatan alurnya akan membuat setiap orang tetap penasaran untuk mendengarnya. Bilal lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda (putra wanita hitam). Bilal dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abduddar. Saat ayah mereka meninggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir. Ketika Mekah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Shalallahu alaihi wasallam mulai mengumandangkan seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Saat Bilal masuk Islam, di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu, seperti Ummul Muminin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abu Thalib, Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad. Bilal merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang lebih berat dari siapa pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan, dan kekejaman mendera tubuhnya. Namun ia, sebagaimana kaum muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar menghadapi ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup ditunjukkan oleh siapa pun. Orang-orang Islam seperti Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib masih memiliki keluarga dan suku yang membela mereka. Akan tetapi, orang-orang yang tertindas (mustadhafun) dari kalangan hamba sahaya dan budak itu, tidak memiliki siapa pun, sehingga orang-orang Quraisy menyiksanya tanpa belas kasihan. Quraisy ingin menjadikan penyiksaan atas mereka sebagai contoh dan pelajaran bagi setiap orang yang ingin mengikuti ajaran Muhammad. Kaum yang tertindas itu disiksa oleh orang-orang kafir Quraisy yang berhati sangat kejam dan tak mengenal kasih sayang, seperti Abu Jahal yang telah menodai dirinya dengan membunuh Sumayyah. Ia sempat menghina dan mencaci maki, kemudian menghunjamkan tombaknya pada perut Sumayyah hingga menembus punggung, dan gugurlah syuhada pertama dalam sejarah Islam.

Sementara itu, saudara-saudara seperjuangan Sumayyah, terutama Bilal bin Rabah, terus disiksa oleh Quraisy tanpa henti. Biasanya, apabila matahari tepat di atas ubun-ubun dan padang pasir Mekah berubah menjadi perapian yang begitu menyengat, orang-orang Quraisy itu mulai membuka pakaian orang-orang Islam yang tertindas itu, lalu memakaikan baju besi pada mereka dan membiarkan mereka terbakar oleh sengatan matahari yang terasa semakin terik. Tidak cukup sampai di sana, orang-orang Quraisy itu mencambuk tubuh mereka sambil memaksa mereka mencaci maki Muhammad. Adakalanya, saat siksaan terasa begitu berat dan kekuatan tubuh orang-orang Islam yang tertindas itu semakin lemah untuk menahannya, mereka mengikuti kemauan orang-orang Quraisy yang menyiksa mereka secara lahir, sementara hatinya tetap pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali Bilal, semoga Allah meridhainya. Baginya, penderitaan itu masih terasa terlalu ringan jika dibandingkan dengan kecintaannya kepada Allah dan perjuangan di jalan-Nya. Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, Ahad, Ahad (Allah Maha Esa). Mereka menindih dada telanjang Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, Ahad, Ahad . Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, Ahad, Ahad. Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan Uzza, tapi Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, Ikutilah yang kami katakan! Bilal menjawab, Lidahku tidak bisa mengatakannya. Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras. Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf, mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang Abthah Mekah. Sementara itu, Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, Ahad, Ahad, Ahad, Ahad. Ia terus mengulang-ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah. Suatu ketika, Abu Bakar Rodhiallahu anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas. Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, Sebenarnya, kalau engkau menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya. Abu Bakar membalas, Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya. Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam bahwa ia telah membeli sekaligus menyelamatkan Bilal dari cengkeraman para penyiksanya, Rasulullah Shalallahu

alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakar, Kalau begitu, biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya, wahai Abu Bakar. Ash-Shiddiq Rodhiallahu anhu menjawab, Aku telah memerdekakannya, wahai Rasulullah. Setelah Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam mengizinkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Madinah, mereka segera berhijrah, termasuk Bilal Rodhiallahu anhu. Setibanya di Madinah, Bilal tinggal satu rumah dengan Abu Bakar dan Amir bin Fihr. Malangnya, mereka terkena penyakit demam. Apabila demamnya agak reda, Bilal melantunkan gurindam kerinduan dengan suaranya yang jernih : Duhai malangnya aku, akankah suatu malam nanti Aku bermalam di Fakh dikelilingi pohon idzkhir dan jalil Akankah suatu hari nanti aku minum air Mijannah Akankah aku melihat lagi pegunungan Syamah dan Thafil Tidak perlu heran, mengapa Bilal begitu mendambakan Mekah dan perkampungannya; merindukan lembah dan pegunungannya, karena di sanalah ia merasakan nikmatnya iman. Di sanalah ia menikmati segala bentuk siksaan untuk mendapatkan keridhaan Allah. Di sanalah ia berhasil melawan nafsu dan godaan setan. Bilal tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari jangkauan orang-orang Quraisy yang kerap menyiksanya. Kini, ia mencurahkan segenap perhatiannya untuk menyertai Nabi sekaligus kekasihnya, Muhammad Shalallahu alaihi wasallam. Bilal selalu mengikuti Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam ke mana pun beliau pergi. Selalu bersamanya saat shalat maupun ketika pergi untuk berjihad. Kebersamaannya dengan Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam ibarat bayangan yang tidak pernah lepas dari pemiliknya. Ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan azan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan azan (muazin) dalam sejarah Islam. Biasanya, setelah mengumandangkan azan, Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam seraya berseru, Hayya alashsholaati hayya alalfalaahi(Mari melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan.) Lalu, ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat. Suatu ketika, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan tiga tombak pendek yang termasuk barang-barang paling istimewa miliknya kepada Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam mengambil satu tombak, sementara sisanya diberikan kepada Ali bin Abu Thalib dan Umar ibnul Khaththab, tapi tidak lama kemudian, beliau memberikan tombak itu kepada Bilal. Sejak saat itu, selama Nabi hidup, Bilal selalu membawa tombak pendek itu ke mana-mana. Ia membawanya dalam kesempatan dua shalat id (Idul Fitri dan Idul Adha), dan shalat istisqa (mohon turun hujan), dan menancapkannya di hadapan beliau saat melakukan shalat di luar masjid.

Bilal menyertai Nabi Shalallahu alaihi wasallam dalam Perang Badar. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah memenuhi janji-Nya dan menolong tentara-Nya. Ia juga melihat langsung tewasnya para pembesar Quraisy yang pernah menyiksanya dengan hebat. Ia melihat Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus pedang kaum muslimin dan darahnya mengalir deras karena tusukan tombak orang-orang yang mereka siksa dahulu. Ketika Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam menaklukkan kota Mekah, beliau berjalan di depan pasukan hijaunya bersama sang pengumandang panggilan langit, Bilal bin Rabah. Saat masuk ke Kabah, beliau hanya ditemani oleh tiga orang, yaitu Utsman bin Thalhah, pembawa kunci Kabah, Usamah bin Zaid, yang dikenal sebagai kekasih Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam dan putra dari kekasihnya, dan Bilal bin Rabah, Muazin Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. Shalat Zhuhur tiba. Ribuan orang berkumpul di sekitar Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, termasuk orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam saat itu, baik dengan suka hati maupun terpaksa. Semuanya menyaksikan pemandangan yang agung itu. Pada saat-saat yang sangat bersejarah itu, Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam memanggil Bilal bin Rabah agar naik ke atap Kabah untuk mengumandangkan kalimat tauhid dari sana. Bilal melaksanakan perintah Rasul Shalallahu alaihi wasallam dengan senang hati, lalu mengumandangkan azan dengan suaranya yang bersih dan jelas. Ribuan pasang mata memandang ke arahnya dan ribuan lidah mengikuti kalimat azan yang dikumandangkannya. Tetapi di sisi lain, orang-orang yang tidak beriman dengan sepenuh hatinya, tak kuasa memendam hasad di dalam dada. Mereka merasa kedengkian telah merobekrobek hati mereka. Saat azan yang dikumandangkan Bilal sampai pada kalimat, Asyhadu anna muhammadan rasuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Juwairiyah binti Abu Jahal bergumam, Sungguh, Allah telah mengangkat kedudukanmu. Memang, kami tetap akan shalat, tapi demi Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami sayangi. Maksudnya, adalah ayahnya yang tewas dalam Perang Badar. Khalid bin Usaid berkata, Aku bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan ayahku dengan tidak menyaksikan peristiwa hari ini. Kebetulan ayahnya meninggal sehari sebelum Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam masuk ke kota Mekah.. Sementara al-Harits bin Hisyam berkata, Sungguh malang nasibku, mengapa aku tidak mati saja sebelum melihat Bilal naik ke atas Kabah. AI-Hakam bin Abu al-Ash berkata, Demi Allah, ini musibah yang sangat besar. Seorang budak bani Jumah bersuara di atas bangunan ini (Kabah).

Sementara Abu Sufyan yang berada dekat mereka hanya berkata, Aku tidak mengatakan apa pun, karena kalau aku membuat pernyataan, walau hanya satu kalimat, maka pasti akan sampai kepada Muhammad bin Abdullah. Bilal menjadi muazin tetap selama Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam hidup. Selama itu pula, Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam sangat menyukai suara yang saat disiksa dengan siksaan yang begitu berat di masa lalu, ia melantunkan kata, Ahad, Ahad (Allah Maha Esa). Sesaat setelah Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam mengembuskan napas terakhir, waktu shalat tiba. Bilal berdiri untuk mengumandangkan azan, sementara jasad Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam masih terbungkus kain kafan dan belum dikebumikan. Saat Bilal sampai pada kalimat, Asyhadu anna muhammadan rasuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), tiba-tiba suaranya terhenti. Ia tidak sanggup mengangkat suaranya lagi. Kaum muslimin yang hadir di sana tak kuasa menahan tangis, maka meledaklah suara isak tangis yang membuat suasana semakin mengharu biru. Sejak kepergian Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam, Bilal hanya sanggup mengumandangkan azan selama tiga hari. Setiap sampai kepada kalimat, Asyhadu anna muhammadan rasuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah), ia langsung menangis tersedu-sedu. Begitu pula kaum muslimin yang mendengarnya, larut dalam tangisan pilu. Karena itu, Bilal memohon kepada Abu Bakar, yang menggantikan posisi Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam sebagai pemimpin, agar diperkenankan tidak mengumandangkan azan lagi, karena tidak sanggup melakukannya. Selain itu, Bilal juga meminta izin kepadanya untuk keluar dari kota Madinah dengan alasan berjihad di jalan Allah dan ikut berperang ke wilayah Syam. Awalnya, ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya berkata, Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya. Abu Bakar menjawab, Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah. Bilal menyahut, Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan azan untuk siapa pun setelah Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam wafat. Abu Bakar menjawab, Baiklah, aku mengabulkannya. Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus. Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan azan hingga kedatangan Umar ibnul Khaththab ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal Radhiallahu anhu setelah terpisah cukup lama.

Umar sangat merindukan pertemuan dengan Bilal dan menaruh rasa hormat begitu besar kepadanya, sehingga jika ada yang menyebut-nyebut nama Abu Bakar ash-Shiddiq di depannya, maka Umar segera menimpali (yang artinya), Abu Bakar adalah tuan kita dan telah memerdekakan tuan kita (maksudnya Bilal). Dalam kesempatan pertemuan tersebut, sejumlah sahabat mendesak Bilal agar mau mengumandangkan azan di hadapan al-Faruq Umar ibnul Khaththab. Ketika suara Bilal yang nyaring itu kembali terdengar mengumandangkan azan, Umar tidak sanggup menahan tangisnya, maka iapun menangis tersedu-sedu, yang kemudian diikuti oleh seluruh sahabat yang hadir hingga janggut mereka basah dengan air mata. Suara Bilal membangkitkan segenap kerinduan mereka kepada masa-masa kehidupan yang dilewati di Madinah bersama Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam..Bilal, pengumandang seruan langit itu, tetap tinggal di Damaskus hingga wafat. Disalin dari Biografi Ahlul Hadits, yang bersumber dari Shuwar min Hayaatis Shahabah, karya Doktor Abdurrahman Rafat Basya Artikel www.KisahMuslim.com

Kata Kunci Terkait: sufyan, kisah perjuangan, kata mutiara bilal bin rabah, kisah perjuangan bilal, cerita tentang bilal, kisah-kisah terdahulu tentang bersyukur, cerita bilal, kisah tentang bilal bin rabah sahabat rasulullah, kisah, sejarah bilal bin rabah

REPUBLIKA.CO.ID, Yasir bin Amir, ayahanda Ammar, berangkat meninggalkan negerinya di Yaman guna mencari dan menemui salah seorang saudaranya. Rupanya ia berkenan dan merasa betah tinggal di Makkah. Bermukimlah ia di sana dan mengikat perjanjian persahabatan dengan Abu Hudzaifah ibnul Mughirah. Abu Hudzaifah mengawinkannya dengan salah seorang sahayanya bernama Sumayyah binti Khayyath, dan dari perkawinan ini, kedua suami istri itu dikaruniai seorang putra bernama Ammar. Keislaman mereka termasuk dalam golongan Assabiqunal Awwalun (generasi pertama). Dan sebagaimana halnya orang-orang saleh yang termasuk dalam golongan yang pertama masuk Islam, mereka cukup menderita karena siksa dan kekejaman Quraisy. Orang-orang Quraisy menjalankan siasat terhadap Kaum Muslimin sesuai situasi dan kondisi. Seandainya mereka ini golongan bangsawan dan berpengaruh, mereka hadapi dengan ancaman dan gertakan. Dan setelah itu mereka lancarkan kepadanya perang urat syaraf yang amat sengit. Dan sekiranya yang beriman itu dari kalangan penduduk Makkah yang rendah martabatnya dan yang miskin, atau dari golongan budak belian, maka mereka didera dan disulutnya dengan api bernyala. Maka keluarga Yasir termasuk dalam golongan yang kedua ini. Dan soal penyiksaan mereka, diserahkan kepada Bani Makhzum. Setiap hari Yasir, Sumayyah dan Ammar dibawa ke padang pasir Makkah yang demikian panas, lalu didera dengan berbagai azab dan siksa. Penderitaan dan pengalaman Sumayyah dari siksaan ini amat ngeri dan menakutkan, namun Sumayyah telah menunjukkan sikap dan pendirian tangguh, yang dari awal hingga akhirnya telah membuktikan kepada kemanusiaan suatu kemuliaan yang tak pernah hapus dan kehormatan yang pamornya tak pernah luntur. Rasulullah SAW selalu mengunjungi tempat-tempat yang diketahuinya sebagai arena penyiksaan bagi keluarga Yasir. Ketika itu tidak suatu apa pun yang dimilikinya untuk menolak bahaya dan mempertahankan diri. Pengorbanan-pengorbanan mulia yang dahsyat ini tak ubahnya dengan tumbal yang akan menjamin bagi Agama dan akidah keteguhan yang takkan lapuk. Ia juga menjadi contoh teladan yang akan mengisi hati orang-orang beriman dengan rasa simpati, kebanggaan dan kasih sayang. Ia adalah menara yang akan menjadi pedoman bagi generasi-generasi mendatang untuk mencapai hakikat agama, kebenaran dan kebesarannya. Demikianlah, berlaku pula bagi agama Islam. Makna ini telah dijelaskan oleh Al-Qur'an kepada Kaum Muslimin bukan hanya pada satu atau dua ayat. Firman Allah SWT: "Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan: Kami telah beriman padahal mereka belum lagi diuji?" (QS Al-Ankabut: 2)

"Apakah kalian mengira akan dapat masuk surga, padahal belum lagi terbukti bagi Allah orang-orang yang berjuang di antara kalian, begitu pun orang-orang yang tabah?" (QS Ali Imran: 142) "Sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, hingga terbuktilah bagi Allah orang-orang yang benar dan terbukti pula orang-orang yang dusta." (QS Al-Ankabut: 3) Memang demikianlah Al-Quran mendidik putra dan para pendukungnya, bahwa pengorbanan merupakan esensi atau saripati keimanan. Dan bahwa kepahlawanan menghadapi kekejaman dan kekerasan dihadapi dengan kesabaran, keteguhan dan pantang mundur. Maka Sumayyah, Yasir, dan Ammar adalah golongan luar biasa yang beroleh berkah ini. Pada suatu hari, ketika Rasulullah SAW mengunjungi mereka, Ammar berkata, "Wahai Rasulullah, azab yang kami derita telah sampai ke puncak." Rasulullah SAW berkata, "Sabarlah, wahai Abal Yaqdhan... Sabarlah wahai keluarga Yasir, tempat yang dijanjikan bagi kalian ialah surga!" Siksaan yang diami oleh Ammar dilukiskan oleh kawan-kawannya dalam beberapa riwayat. Berkata Amar bin Hakam, "Ammar itu disiksa sampai-sampai ia tak menyadari apa yang diucapkannya. Ammar bin Maimun melukiskan, "Orang-rang musyrik membakar Ammar bin Yasir dengan api. Maka Rasulullah SAW lewat di tempatnya, memegang kepalanya dengan tangan beliau, sambil bersabda, 'Hai api, jadilah kamu sejuk dingin di tubuh Ammar, sebagaimana dulu kamu juga sejuk dingin di tubuh Ibrahim! Bagaimanapun juga, semua bencana itu tidaklah dapat menekan jiwa Ammar, walau telah menekan punggung dan menguras tenaganya. Ia baru merasa dirinya benar-benar celaka, ketika pada suatu hari tukang-tukang cambuk dan para penderanya menghabiskan segala daya upaya dalam melampiaskan kezaliman dan kekejiannya. Semenjak hukuman bakar dengan besi panas, sampai disalib di atas pasir panas dengan ditindih batu laksana bara merah, bahkan sampai ditenggelamkan ke dalam air hingga sesak nafasnya dan mengelupas kulitnya yang penuh dengan luka. Pada hari itu, ketika ia telah tak sadarkan diri lagi karena siksaan yang demikian berat, orangorang itu berkata kepadanya, Pujalah olehmu tuhan-tuhan kami! Ammar pun mengikuti perintah mereka tanpa menyadari apa yang keluar dari bibirnya. Ketika siuman sebentar akibat dihentikannya siksaan, tiba-tiba ia sadar akan apa yang telah diucapkannya, maka hilanglah akalnya dan terbayanglah di matanya betapa besar kesalahan yang telah dilakukannya, suatu dosa besar yang tak dapat ditebus dan diampuni lagi. Ketika Rasulullah SAW menemui sahabatnya itu didapatinya ia sedang menangis, maka disapunyalah tangisnya itu dengan tangan beliau seraya berkata, "Orang-orang kafir itu telah

menyiksamu dan menenggelamkanmu ke dalam air sampai kamu mengucapkan begini dan begitu? Benar, wahai RasuIullah," ujar Ammar. Rasulullah tersenyum berkata, Jika mereka memaksaimu lagi, tidak apa, ucapkanlah seperti apa yang kamu katakan tadi! Lalu dibacakan Rasulullah kepadanya ayat mulia berikut ini: "Kecuali orang yang dipaksa, sedang hatinya tetap teguh dalam keimanan..." (QS An-Nahl: 106) Kembalilah Ammar diliputi oleh ketenangan dan dera yang menimpa tubuhnya. Ia tak lagi merasakan sakit. Jiwanya tenang. Ia menghadapi cobaan dan siksaan itu dengan ketabahan luar biasa, hingga pendera-penderanya merasa lelah dan menjadi lemah, bertekuk lutut di hadapan tembok keimanan yang begitu kokoh. Setelah Rasulullah SAW ke Madinah, kaum Muslimin tinggal bersama beliau bermukim di sana, secepatnya masyarakat Islam terbentuk dan menyempurnakan barisannya. Maka di tengahtengah masyarakat Islam yang beriman ini, Ammar pun mendapatkan kedudukan yang tinggi. Rasulullah amat sayang kepadanya, dan beliau sering membanggakan keimanan dan ketakwaan Ammar kepada para shahabat. Rasulullah bersabda, "Diri Ammar dipenuhi keimanan sampai ke tulang punggungnya! Dan sewaktu terjadi selisih paham antara Khalid bin Walid dengan Ammar, Rasulullah SAW bersabda, Siapa yang memusuhi Ammar, maka ia akan dimusuhi Allah. Dan siapa yang membenci Ammar, maka ia akan dibenci Allah!" Maka tak ada pilihan bagi Khalid bin Walid, pahlawan Islam itu, selain segera mendatangi Ammar untuk mengakui kekhilafannya dan meminta maaf. Jika Rasulullah SAW telah menyatakan kesayangannya terhadap seorang Muslim demikian rupa, pastilah keimanan orang itu, kecintaan dan jasanya terhadap Islam, kebesaran jiwa dan ketulusan hati serta keluhuran budinya telah mencapai batas dan puncak kesempurnaan. Demikian halnya Ammar, berkat nikmat dan petunjuk-Nya, Allah telah memberikan kepada Ammar ganjaran setimpal, dan menilai takaran kebaikannya secara penuh. Hingga disebabkan tingkatan petunjuk dan keyakinan yang telah dicapainya, maka Rasulullah menyatakan kesucian imannya dan mengangkat dirinya sebagai contoh teladan bagi para sahabat. Beliau bersabda, Contoh dan ikutilah setelah kematianku nanti, Abu Bakar dan Umar. Dan ambillah pula hidayah yang dipakai Ammar untuk jadi bimbingan! Ketika Rasulullah dan kaum Muslimin membangun masjid di Madinah, beliau turut serta mengangkat batu dan melakukan pekerjaan yang paling sukar. Di tengah-tengah khalayak ramai yang sedang hilir mudik itu, terlihatlah Ammar bin Yasir sedang mengangkat batu besar.

Rasulullah juga melihat Ammar, dan langsung mendekatinya. Setelah berhampiran, maka beliau mengipaskan debu yang menutupi kepala Ammar dengan tangannya. kemudian bersabda di hadapan semua shahabatnya, "Malangnya Ibnu Sumayyah, ia dibunuh oleh golongan pendurhaka!" Kata-kata itu diulangi oleh Rasulullah sekali lagi... kebetulan bertepatan dengan ambruknya dinding di atas tempat Ammar bekerja, hingga sebagian kawannya menyangka bahwa ia tewas yang menyebabkan Rasulullah meratapi kematiannya itu. Para sahabat terkejut dan menjadi ribut karenanya, tetapi dengan nada menenangkan dan penuh kepastian, Rasulullah menjelaskan, "Tidak, Ammar tidak apa-apa. Hanya nanti ia akan dibunuh oleh golongan pendurhaka!" Ammar mendengarkan ramalan itu dan meyakini kebenaran pandangan yang disingkapkan oleh Rasulullah. Tetapi ia tidak merasa gentar, karena semenjak menganut Islam ia telah dicalonkan untuk menghadapi maut dan mati syahid di setiap detik, baik siang maupun malam. Ammar selalu terjun bersama Rasulullah dalam tiap perjuangan dan peperangan bersenjata, baik di Badar, Uhud, Khandaq, dan Tabuk. Dan tatkala Rasulullah telah wafat, perjuangan Ammar tidaklah berhenti. Ia terus berjuang dan berjihad menegakkan agama Allah. Ketika terjadi pertentangan antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah, Ammar berdiri di samping menantu Rasulullah tersebut. Bukan karena fanatik atau berpihak, tetapi karena tunduk kepada kebenaran dan teguh memegang janji! Ali adalah khalifah kaum Muslimin, dan berhak menerima baiat sebagai pemimpin umat. Ketika meletus Perang Shiffin yang mengerikan itu, Ammar ikut bersamanya. Padahal saat itu usianya telah mencapai 93 tahun. Orang-orang dari pihak Muawiyah mencoba sekuat daya untuk menghindari Ammar, agar pedang mereka tidak menyebabkan kematiannya hingga menjadi manusia golongan pendurhaka. Tetapi keperwiraan Ammar yang berjuang seolah-olah ia satu pasukan tentara juga, menghilangkan pertimbangan dan akal sehat mereka. Maka sebagian dari anak buah Muawiyah mengintai-ngintai kesempatan untuk menewaskannya. Hingga setelah kesempatan itu terbuka, mereka pun membunuh Ammar. Maka sekarang tahulah orang-orang siapa kiranya golongan pendurhaka itu, yaitu golongan yang membunuh Ammar, yang tidak lain dari pihak Muawiyah! Jasad Ammar bin Yassir kemudian dipangku Khalifah Ali, dibawa sebuah ke tempat untuk dishalatkan bersama kaum Muslimin, lalu dimakamkan dengan pakaiannya. Setelah itu, para sahabat kemudian berkumpul dan saling berbincang. Salah seorang berkata, Apakah kau masih ingat waktu sore hari itu di Madinah, ketika kita sedang duduk-duduk bersama Rasulullah SAW dan tiba-tiba wajahnya berseri-seri lalu bersabda, "Surga telah

merindukan Ammar?" "Benar," jawab yang lain. Dan waktu itu juga disebutnya nama-nama lain, di antaranya Ali, Salman dan Bilal..." timpal seorang lagi. Bila demikian halnya, maka surga benar-benar telah merindukan Ammar. Dan jika demikian, maka telah lama surga merindukannya, sedang kerinduannya tertangguhkan, menunggu Ammar menyelesaikan kewajiban dan memenuhi tanggungjawabnya. Dan tugas itu telah dilaksanakannya dan dipenuhinya dengan hati gembira.

Redaktur: cr01 Sumber: 101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni Share 12.012 reads KAMPUS ENTREPRENEUR BNI SYARIAH Dari 'Aisyah Radliyallaahu 'anhu bahwa ketika Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam datang ke Mekkah, beliau masuk dari jalan atasnya dan keluar dari jalan bawahnya. Muttafaq Alaihi. (HR Muslim)

Perjuangan Rasulullah SAW


Posted by aan on February 11, 2011 in Muhammad SAW 3 Comments

Baihaqi memberitakan dari Abdullah bin Jafar ra. katanya: Apabila Abu Thalib telah meninggal dunia, mulailah Nabi SAW diganggu dan ditentang secara terang-terangan. Satu peristiwa, beliau telah dihadang di jalanan oleh salah seorang pemuda jahat Quraisy, diraupnya tanah dan dilemparkan ke muka beliau, namun beliau tidak membalas apa pun. Apabila beliau tiba di rumah, datang salah seorang puterinya, lalu membersihkan muka beliau dari tanah itu sambil menangis sedih melihat ayahnya diperlakukan orang seperti itu. Maka berkatalah Rasulullah SAW kepada puterinya itu: Wahai puteriku! Jangan engkau menangis begitu, Allah akan melindungi ayahmu! beliau membujuk puterinya itu. Beliau pernah berkata: Sebelum ini memang kaum Quraisy tidak berani membuat sesuatu seperti ini kepadaku, sehinggalah selepas Abu Thalib meninggal dunia, mulailah mereka menggangguku dan mengacau ketenteramanku. Dalam riwayat yang lain, beliau berkata kepadanya karena menyesali perbuatan jahat kaum Quraisy itu: Wahai paman! Alangkah segeranya mereka menggangguku sesudah engkau hilang dari mataku! (Hilyatul Auliya 8:308; Al-Bidayah Wan-Nihayah 3:134) Thabarani telah memberitakan dari Al-Harits bin Al-Harits yang menceritakan peristiwa ini, katanya: Apabila aku melihat orang ramai berkumpul di situ, aku pun tergesa-gesa datang ke situ, menarik tangan ayahku yang menuntunku ketika itu, lalu aku bertanya kepada ayahku: Apa sebab orang ramai berkumpul di sini, ayah? Mereka itu berkumpul untuk mengganggu si pemuda Quraisy yang menukar agama nenek-moyangnya! jawab ayahku. Kami pun berhenti di situ melihat apa yang terjadi. Aku lihat Rasulullah SAW mengajak orang ramai untuk mengesakan Allah SWT dan mempercayai dirinya sebagai Utusan Allah, tetapi aku lihat orang ramai mengejek-ngejek seruannya itu dan mengganggunya dengan berbagai cara sehinggalah sampai waktu tengah hari, maka mulailah orang bubar dari situ. Kemudian aku lihat seorang wanita datang kepada beliau membawa air dan sehelai kain, lalu beliau menyambut tempat air itu dan minum darinya. Kemudian beliau mengambil wudhuk dari air itu, sedang wanita itu menuang air untuknya, dan ketika itu agak terbuka sedikit pangkal dada wanita itu. Sesudah selesai berwudhuk, beliau lalu mengangkat kepalanya seraya berkata kepada wanita itu: Puteriku! lain kali tutup rapat semua dadamu, dan jangan bimbang tentang ayahmu! Ada orang bertanya: Siapa dia wanita itu? jawab mereka: Itu Zainab, puterinya radhiallahu anha. (Majmauz-Zawaid 6:21)

Dalam riwayat yang sama dari Manbat Al-Azdi, katanya: Pernah aku melihat Rasulullah SAW di zaman jahiliah, sedang beliau menyeru orang kepada Islam, katanya: Wahai manusia sekaliani Ucapkanlah Laa llaaha lliallaah! nanti kamu akan terselamat! beliau menyeru berkali-kali kepada siapa saja yang beliau temui. Malangnya aku lihat, ada orang yang meludahi mukanya, ada yang melempar tanah dan kerikil ke mukanya, ada yang mencaci-makinya, sehingga ke waktu tengah hari. Kemudian aku lihat ada seorang wanita datang kepadanya membawa sebuah kendi air, maka beliau lalu membasuh wajahnya dan tangannya seraya menenangkan perasaan wanita itu dengan berkata: Hai puteriku! Janganlah engkau bimbangkan ayahmu untuk diculik dan dibunuh ! Berkata Manbat: Aku bertanya: Siapa wanita itu? Jawab orangorang di situ: Dia itu Zainab, puteri Rasuluilah SAW dan wajahnya sungguh cantik. (Majmauz Zawaid 6:21) Bukhari meriwayatkan dari Urwah r.a. katanya: Aku bertanya Amru bin Al-Ash ra. mengenai apa yang dideritai Nabi SAW ketika beliau berdakwah mengajak orang masuk Islam, kataku: Beritahu aku tentang perbuatan yang paling kejam yang pernah dibuat oleh kaum musyrikin terhadap Rasulullah SAW? Maka Amru berkata: Ketika Nabi berada di Hijir Kabah, tiba-tiba datang Uqbah bin Abu Muaith, lalu dibelitkan seutas kain pada tengkuk beliau dan dicekiknya dengan kuat sekali. Maka seketika itu pula datang Abu Bakar ra. lalu diambilnya bahu Uqbah dan ditariknya dengan kuat hingga terlepas tangannya dari tengkuk Nabi SAW itu. Abu Bakar berkata kepada Uqbah: Apakah engkau hendak membunuh orang yang mengatakan Tuhanku ialah Allah! padahal dia telah membawa keterangan dari Tuhan kamu?! (Al-Bidayah Wan-Nihayah 3:46) Suatu riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah, dari Amru bin Al-Ash ra. katanya: Aku tidak pernah melihat kaum Quraisy yang hendak membunuh Nabi SAW seperti yang aku lihat pada suatu hari di bawah lindungan Kabah. Mereka bersepakat merencanakan pembunuhan beliau sedang mereka duduk di sisi Kabah. Apabila Rasulullah SAW datang dan bersembahyang di Maqam, lalu bangunlah Uqbah bin Abu Muaith menuju kepada Rasulullah SAW dan membelitkan kainnya ke tengkuk beliau, lalu disentaknya dengan kuat sekali, sehingga beliau jatuh tersungkur di atas kedua lututnya. Orang ramai yang berada di situ menjerit, menyangka beliau telah mati karena cekikan keras dari Uqbah itu. Maka ketika itu segeralah Abu Bakar ra. datang dan melepaskan cekikan Uqbah dari Rasulullah SAW itu dari belakangnya, seraya berkata: Apa ini? Adakah engkau hendak membunuh orang yang mengatakan Tuhanku ialah Allah! Uqbah pun segera berundur dari tempat Rasulullah SAW itu kembali ke perkumpulan teman-temannya para pemuka Quraisy itu. Rasulullah SAW hanya bersabar saja, tidak mengatakan apa pun. Beliau lalu berdiri sholat, dan sesudah selesai sholatnya dan ketika hendak kembali ke rumahnya, beliau berhenti sebentar di hadapan para pemuka Quraisy itu sambil berkata: Hai kaum Quraisy! Demi jiwa Muhammad yang berada di dalam genggaman Allah! Aku diutus kepada kamu ini untuk menyembelih kamu! beliau lalu mengisyaratkan tangannya pada tenggorokannya, yakni beliau rnenjanjikan mereka bahwa mereka akan mati terbunuh. Ah, ini semua omong kosong! kata Abu jahal menafikkan ancaman Nabi SAW itu. Ingatlah kataku ini, bahwa engkau salah seorang dari yang akan terbunuh! sambil menunjukkan jarinya ke muka Abu jahal. (Kanzul Ummal 2:327)

Perjuangan Nabi Muhammad saw dan Para Sahabat di Madinah


Sejak hijrah ke Madinah,Nabi Muhammad saw dan Para sahabat selalu berdakwah kepada penduduk. tanpa mengenal lelah dan putus asa. Mereka terus berusaha menyebarkan ajaran Islam kepada seluruh penduduk termasuk orangorang Yahudi,Nasrani dan Kaum Pagan. Mayoritas penduduk Madinah , terutama suku Aus dan suku Khazraj , menyambut baik ajakan Nabi Muhammad saw, menyatakan kesetiannya kepada Nabi Muhammad saw dan bersedia membantu beliau menyebarkan ajaran Islam. Padahal sebelum menerima ajaran Islam,kedua suku ini selalu berperang. Hal ini menambah semangat Nabi Muhammad saw dalam berdakwah. Sementara , orang-orang Yahudi merasa tidak senang kepada Nabi Muhammad saw dan para sahabat mereka. Mereka merasa tersingkir sejak kehadiran suku Aus dan Khazraj untuk kembali ke Agama lama mereka. Bahkan mereka mulai menyusun kekuatan untuk melemahkan umat Islam. Dalam perjalanan dakwahnya , Nabi Muhammad saw banyak menemui rintangan. Rintangan itu muncul sebagai akibat adanya masyarakat Madinah yang tidak dapat menerima kepemimpinan Nabi Muhammad saw. Dibawah pimpinan Abdullah bin Ubay bin Salul, mereka menjalin hubungan rahasia dengan kaum kafir Qurasiy di Mekkah. Mereka selalu melaporkan perkembangan umat Islam di Madinah dengan Maksud menekankan kekuasaan Nabi Muhammad saw. Hal ini merupakan awal terjadinya peperangan dengan kaum kafir quraisy. Peperangan yang kemudian terjadi adalah Perang Badar, Perang Uhud, dan Perang Khandak. Terjadinya Perang Badar dipicu oleh rasa iri orang-orang kafir Quraisy terhadap keberhasilan Nabi Muhammad saw, menguasai dan mempersatukan masyarakat Madinah. Peperangan ini terjadi pada 17 Ramadhan tahun ke -2 H atau 8 Januari 623 M disalah satu sumber mata air yaitu Badar.

Ilustrasi Perang

Badar

Dalam Perang Badar kaum muslimin hanya berjumlah 313 orang yang dipimpin langsung oleh Nabi Muhammad saw, sedangkan pasukan kafir Quraisy berjumlah 1.000 orang yang dipimpin oleh Abu Sufyan. Sebelum perang dimulai , terjadi perang tanding antara kedua belah pihak. Pihak umat Islam diwakili Ubaidah bin Harits,Hamzah bin Abdul Muttalib dan Ali bin Abi Thalib. Pasukan Quraisy diwakili Syaibah bin Rabi'ah dan Utbah bin Rabi'ah dan Walid bin Utbah. Dalam perang ini pasukan kaum muslimin mengalami kemenangan dengan gemilang. Abu Jahal terbunuh dan 14 muslimin gugur sebagai syahid.

Bukit Uhud

Peta Pertempuran Uhud

Setelah mengalami kekalahan dalam perang Badar , Abu Sufyan menyiapkan pasukan dengan persenjataan lengkap. Bahkan mengundang pasukan Badui untuk bergabung. Terbentuklah pasukan kafir Quraisy dengan rincian 3.000 pasukan tempur yang didalamnya terdapat 700 pasukan bertameng dan 200 pasukan berkuda. Pada tahun 3 H, dibawah komando Abu Sufyan,pasukan itu bergerak menuju Madinah. Pada hari Kamis 21 Maret 625 M,mereka berada dihilir Lembah Uhud. Pasukan Islam berjumlah 1.000 orang, akan tetapi ditengah perjalanan, 300

orang membelot dibawah pimpinan Abdullah bin Ubay bin Salul. Kedua pasukan bertemu di Bukit Uhud , pada awal peperangan, tentara muslim memperoleh kemenangan . Akan tetapi , ketika perang hampir selesai pasukan Pemanah umat islam meninggalkan posisinya untuk mengambil harta rampasan. Akibatnya pasukan Islam mendapat serangan dari pasukan kafir yang dipimpin oleh Khalid bin Walid dari belakang. Akhirnya , pasukan Islam tidak mampu bertahan dan mengundurkan diri dari medan perang. Akibat perang ini , 70 orang pasukan Islam gugur, sedangkan 23 pasukan kafir tewas. Seusai perang , Hindun istri Abu Sufyan mengoyak-koyak isi perut Hamzah , paman Nabi Muhammad saw, yang gugur dalam pertempuran itu. Ia melampiaskan dendam atas terbunuhnya ayahnya, Utbah bin rabi'ah, oleh Hamzah bin Abdul Muttalib dalam perang Badar.

Gambaran Pertempuran Perang yang terjadi berikutnya adalah Perang Khandak. Setelah mengalami kekalahan dalam perang Uhud , pasukan Islam sekarang lebih kuat . Pada tahun 327 M, orang-orang kafir Quraisy, Yahudi dan Suku Badui mampu membentuk pasukan yang berkekuatan 10.000 personil. Diantaranya 600 pasukan berkuda yang dipimpin Abu Sufyan. Untuk menghadapi musuh, Nabi Muhammad saw mengerahkan 3.000 pasukan tempur. Berdasarkan saran dari Salman Al Farisi, kaum muslimin membuat sistim pertahanan berupa parit yang mengitari perbatasan Kota Madinah. Penggalian dilakukan oleh pasukan Islam sendiri . Abu Sofyan sebagai pemimpin pasukan Quraisy memutuskan mundur karena tidak sanggup lagi menghadapi perang. Peperangan dimenangkan oleh Kaum muslimin. Kemenangan ini membuat nama umat Islam dan Kota Madinah makin harum. Hali in menyebabkan para pembesar negara tetangga tertarik untuk bekerja sama dengan pemerintah Kota Madinah. Setelah 6 tahun menetap di Kota Madinah, timbul keinginan kaum Muhajirin untuk menunaikan ibadah haji sekaligus mengunjungi tanah kelahiran mereka. Nabi Muhammad saw mengunjungi Mekkah bersama para sahabat pada bulan Zulkaidah tahun ke-6 H atau 628 M untuk menunaikan ibadah haji. Para pemuka kafir quraisy berusha menghadang rombongan umat Islam ,ketika mengetahui keberangkatan tersebut.Dalam tradisi Arab, bulan Zulkaidah diharamkan untuk mengadakan peperangan,kebencian telah membuat mereka mengabaikan tradisi itu.

Ketika rombongan umat Islam sampai di sebuah tempat bernama Hudaibiyah yang berjarak sekitar 6 mil dari kota Mekkah ,mereka berhenti . Nabi Muhammad saw mengutus Usman bin Affan untuk mengabarkan kepada kaum kafir Quraisy maksud dan tujuan mereka. Kaum kafir quraisy bersikeras tidak mengizinkan rombongan umat Islam memasuki Mekkah,Perundingan sangat alot . Walaupuun demikian ,mereka berhasil membuat kesepakatan yang dikenal dengan perjanjian Hudaibiyah . Diantaranya isinya sebagai berikut :

Hudaibiyah 1. Kedua belah pihak mengadakan gencatan senjata selama 10 tahun. 2. Setiap orang diberi kebebasan untuk memilih menjadi pengikut Nabi Muhammad saw atau kaum kafir quraisy. 3. Kaum muslimin wajib mengembalikan orang Mekkah yang menjadi pengikut Nabi Muhammad saw. di Madinah tanpa alasan yang benar kepada walinya,sedangkan kaum kafir qurasiy tidak wajib mengembalikan orang Madinah yang menjadi pengikut mereka. 4. Kunjungan rombongan umat Islam untuk menunaikan ibadah haji ditangguhkan pada tahun berikutnya. Lama kunjungan paling lama adalah 3 hari dan tidak boleh membawa senjata. Setelah perjanjian Hudaibiyah situasi menjadi aman dan tidak ada peperangan. Pengikut Nabi Muhammad saw yang semula hanya berjumlah sekitar 1.400 orang bertambah menjadi hampir 10.000 orang. Hal ini disebabkan orang-orang Qurasisy banyak bersimpati terhadap Nabi Muhammad saw. Sebelumnya,para sahabat tidak menyetujui isi perjanjian Hudaibiyah. Mereka menganggap perjanjian itu hanya merugikan umat Islam. Akan tetapi , Nabi Muhammad saw, menyikapi Perjanjian Hudaibiyah secara arif . Nabi Muhammad saw memanfaatkan situasi aman dan damai setelah Perjanjian Hudaibiyah. Beliau mengirimkan duta-dutanya ke negara tetangga untuk mengajak mereka memeluk agama Islam. Ajakan itu diterima oleh beberapa penguasa negeri tetangga dan ditolak oleh beberapa negeri tetangga lainnya, Sebagian menolak ajaran itu adalah raja Persia. Penolakan itu menyebabkan munculnya permusuhan dan peperangan yang besar antar kedua belah pihak di kemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai