Anda di halaman 1dari 5

Strategi Dakwah Rasulullah Saw Ketika Berada

Di Madinah
Senin, 17 Juni 2019

Kredit Poto: Yeo Khee. unsplash.com

Madinah menjadi sebuah ruang dakwah baru bagi Rasulullah Saw, setelah dakwah di Mekah terasa
sempit bagi dakwah Rasulullah Saw dan umat Islam pada waktu itu. Berawal dari respon orang-orang
Yatsrib (Madinah) yang datang  ke Mekah pada bulan haji, atau yang kemudian dikenal dengan
Perjanjian Aqabah. Di sisi lain hal tersebut juga tidak bisa lepas dari pribadi Nabi Muhammad Saw yang
jujur.

Keberhasilan dakwah Rasulullah Saw pada waktu itu, bisa dilihat dari orang-orang Yatsrib baik ketika
Perjanjian Aqabah satu maupun dua. Di mana mereka mau mengubah sikap dan perilaku mereka, bahkan
bersedia menjadi pelindung Rasulullah Saw.  Karena pada hakekatnya, dakwah merupakan suatu media
atau sarana seorang dai untuk mengubah masyarakat dari negative menjadi positif atau berakhlak mulia,
dari yang tertinggal menjadi maju.

Iklan - Lanjutkan Membaca Di Bawah Ini

Untuk membentuk dan membangun sebuah masyarakat baru di Yatsrib, dengan ragam suku dan kultur
masyarakat yang beragam. Rasulullah Saw mempunyai berbagai langkah dan strategi dalam mewujudkan
hal tersebut. Diantaranya adalah dengan membangun masjid, menciptaka persaudaraan baru, membangun
pranata social dan pemerintahan, mengadakan perjanjian dengan masyarakat Yahudi di Madinah.

Waktu Rasulullah Saw hijrah ke Madinah, sudah banyak penduduk Madinah yang memeluk Islam atau
yang kemudian dikenal dengan Kaum Anshar. Setelah beberapa bulan berada di Madinah, Rasulullah
Saw kemudian membangun Masjid Nabawi. Pembangunan masjid tersebut selain berfungsi sebagai
tempat ibadah juga berfungsi sebagai pusat kegiatan dakwah, pemerintahan, bermusyawarah dan lain
sebagainya. pembangunan masjid yang saling bahu-membahu tersebut, telah mengajarkan arti sebuah
persaudaraan dan semangat persamaan antar umat manusia.

Baca juga:  Nabi dan Perang

Strategi kedua Rasululllah Saw dalam membangun sebuah peradaban baru adalah dengan menciptakan
sebuah persaudaraan. Sebagaimana kita ketahui, ketika Kaum Muhajirin atau pengikut Rasulullah Saw
yang hijrah dari Mekah ke Madinah, banyak yang menderita kemiskinan karena harta benda mereka
semuanya ditinggal di Mekah.

Pada moment ini lah, Rasulullah Saw menciptakan persaudaraan baru antara Kaum Anshar dan
Muhajirin. Rasulullah Saw kemudian menjadikan Ali bin Abi Thalib sebagai saudara Nabi Saw sendiri,
lalu Abu Bakar Rasulullah Saw disaudarakan dengan Kharijah Ibnu Zuhair, Ja’far Ibnu Abi Thalib
dengan Mu’adz bin Jabal.

Dengan hal tersebut, Rasulullah Saw telah mempertalikan keluarga-keluarga Islam. Di mana masing-
masing keluarga mempunyai talian erat dengan keluarga yang lainnya, sehingga persaudaraan tersebut
membentuk sebuah kekuatan baru yang kemudian membantu dakwah Rasulullah Saw.

Setelah melakukan kedua hal di atas, Rasulullah Saw kemudian mengadakan perjanjian dengan orang-
orang Yahudi di Madinah dan berbagai elemen penting yang ada di Madinah. Hal ini juga merupakan
salah satu strategi yang dilakukan oleh Rasulullah Saw, ketika berdakwah di Madinah. Yang kemudian
perjanjian tersebut dikenal dengan Piagam Madinah, yang ditulis pada tahun 623 M atau tahun ke-2 H.

Di mana dalam Piagam Madinah tersebut terdapat beberapa point penting, diantaranya yaitu;  Kaum
Muslimin dan Kaum Yahudi hidup secara damai, bebas memeluk dan menjalankan ajaran agamanya
masing-masing. Apabila salah satu pihak diperangi musuh, maka mereka wajib membantu pihak yang
diserang. Di antara mereka saling mengingatkan, dan saling berbuat kebaikan, serta tidak akan
salingberbuat kejahatan. Kaum muslimin dan Yahudi wajib saling menolong dalam melaksanakan
kewajiban untuk kepentingan bersama. Nabi Muhammad Saw adalah pemimpin umum untuk seluruh
penduduk Madinah. Bila terjadi perselisihan di antara kaum muslimin dengan kaum Yahudi, maka
penyelesaiannya dikembalikan kepada Nabi sebagai pemimpin tertinggi di Madinah.

Isi kandungan Piagam Madinah adalah

Kaum Yahudi beserta kaum muslimin wajib turut serta dalam peperangan.

Kaum Yahudi dari Bani Auf diperlakukan sama seperti kaum muslimin

Kaum Yahudi tetap dengan agama Yahudi mereka, dan demikian pula dengan kaum muslimin.

Semua kaum Yahudi dari semua suku dan kabilah di Madinah diberlakukan sama dengan kaum Yahudi
Bani Auf.
Kaum Yahudi dan kaum muslimin harus saling tolong menolong dalam memerangi atau menghadapi
musuh

Kaum Yahudi dan kaum muslimin harus senantiasa saling berbuat kebajikan dan saling mengingatkan
ketika terjadi penganiayaan atau kedhaliman.

Kota Madinah dipertahankan bersama dari serangan pihak luar.

Semua penduduk Madinah dijamin keselamatannya kecuali bagi yang berbuat jahat.

Kebijakan pemerintahan Rasullah Saw pada periode Islam di Madinah adalah

Mempersaudarakan antara Muhajirin dengan Anshar

Meletakkan dasar-dasar politik dan tatanan sosial masyarakat Nabi juga mempersatukan antara
golongan Yahudi dari Bani Qoinuqo, Bani Nadhir dan Bani Quraidah dengan membentuk Piagam
Madinah.

Mendirikan masjid yang saat ini dikenal dengan Masjid Nabawi.

Menciptakan kesejahteraan umum, seperti mewajibkan orang kaya untuk membayar zakat.

Mengembangkan pendidikan dan dakwah

Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/1728487#readmore

Baca juga:  Denys Lombard ke Makam Kiai Telingsing: Ziarah dalam Sepi (2)

Setelah berhasil mengikat masyarakat Madinah yang beragam tersebut dalam satu ikatan, dengan Piagam
Madinah. Kemudian Rasulullah Saw membangun pranata sosial dan pemerintahan. Yang juga termaktub
dalam Piagam Madinah, sehingga ketika Rasulullah Saw berdakwah di Madinah beliau bukan hanya
sebagai penyampai risalah wahyu dari Allah Swt, tetapi juga sebagai pemimpin negara. Sebagaimana
diungkapkan oleh Bernard lewis dalam The Middle East, bahwa Rasulullah Saw di Madinah juga sebagai
seorang penguasa yang menjalankan kekuasaan politik dan militer, sekaligus pemimpin keagamaan.

Begitulah dakwah yang disampaikan oleh Rasulullah Saw, selain dengan Mauidzah dan Uswah Hasanah.
Juga dengan membangun toleransi di tengah keragaman, untuk mencapai sebuah kemaslahatan bersama
tanpa ada paksaan. (RM)

Bai'at 'Aqabah Pertama


Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

Bai'at 'Aqabah I (621 M) adalah perjanjian Nabi Muhammad Sallallahu'Alaihi Wasallam


dengan 12 orang dari Yatsrib yang kemudian mereka memeluk Islam. Bai'at 'Aqabah ini terjadi
pada tahun kedua belas kenabiannya. Kemudian mereka berbaiat (bersumpah setia) kepada
Muhammad. Isi baiat itu ada tiga perkara:

 Tidak menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu apapun.


 Melaksanakan apa yang Allah perintahkan.
 Meninggalkan apa yang Allah larang.

Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam mengirim Mush’ab bin ‘Umair dan ‘Amr bin Ummi
Maktum ke Yatsrib bersama mereka untuk mengajarkan kepada manusia perkara-perkara Agama
Islam, membaca Al Qur'an, salat dan sebagainya.

Bai'at berarti perjanjian atau ikrar bagi penerima dan sanggup memikul atau melaksanakan
sesuatu yang dibai'atkan. Biasanya istilah bai'at digunakan di dalam penerimaan seorang murid
oleh Syeikhnya untuk menerima wirid-wirid tertentu dan berpedoman terhadap bai'at sebagai
suatu amanah.Akan tetapi bai'at juga digunakan di dalam cakupan yang lebih luas dan lebih jauh
dalam menegakkan ajaran Islam, yang bukan hanya untuk mengamalkan wirid-wirid tertentu
kepada syeikh, namun yaitu untuk menegakkan perlaksanaan syariat Islam itu sendiri .

Di dalam Risalatul Taa'lim karangan Hassan Al Banna, dikemukakann beberapa pemahaman


dan pengertian tentang bai'at di dalam gerakan dakwah Islamiah. Antaranya ialah:

 Bai'at untuk memahami Islam dengan kefahaman yang sebenarnya. Andaikan tiada kefahaman
terhadap Islam maka sesuatu pekerjaan itu bukanlah merupakan 'amal' untuk Islam atau amal
menurut cara Islam. Sebagaimana ia juga bukan merupakan suatu perjalanan yang selari dengan
Islam.
 Bai'at merupakan keikhlasan. Tanpa keikhlasan amal itu tidak akan diterima oleh Allah dan
perjalanannya juga pasti saja tidak betul di samping terkandung berbagai penipuan di dalam
suatu perkara yang diambil.
 Merupakan bai'at untuk beramal yang ditentukan permulaannya dan jelas kesudahannya. Yaitu
yang dimulakan dengan diri dan berkesudahan dengan dominasi Islam ke atas alam. Hal ini
adalah kewajiban yang sering tidak disadari orang Islam masa kini.
 Merupakan bai'at untuk berjihad. Jihad itu menurut kefahaman Islam adalah berupa penimbang
kepada keimanan.
 Merupakan perjanjian pengorbanan bagi memperolehi sesuatu (yaitu balasan syurga).
 Merupakan ikrar untuk taat atau patuh mengikut peringkat dan keupayaan persediaan yang
dimiliki.
 Merupakan bai'at untuk cekal dan setia pada setiap masa dan keadaan.
 Merupakan bai'at untuk tumpuan mutlak kepada dakwah ini dan mencurahkan keikhlasan
terhadapnya saja.
 Merupakan bai'at untuk mengikat persaudaraan (sebagai titik untuk bergerak).
 Merupakan bai'at untuk mempercayai (thiqah) kepimpinan dan gerakan atau jemaah.
Bai'at 'Aqabah Kedua
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

Bai'at 'Aqabah II (622 M) adalah perjanjian yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
Sallallahu'Alaihi Wasallam terhadap 73 orang pria dan 2 orang wanita dari Yatsrib pada waktu
tengah malam. Wanita itu adalah Nusaibah bintu Ka’ab dan Asma’ bintu ‘Amr bin ‘Adiy.
Perjanjian ini terjadi pada tahun ketiga belas kenabian. Mush’ab bin ‘Umair kembali ikut
bersamanya beserta dengan penduduk Yatsrib yang sudah terlebih dahulu masuk Islam.

Mereka menjumpai Rosulullah di ‘Aqabah pada suatu malam. Nabi Sallallahu'Alaihi Wasallam
datang bersama pamannya Al ‘Abbas bin ‘Abdil Muthallib. Ketika itu Al ‘Abbas masih musyrik,
hanya saja ia ingin meminta jaminan keamanan bagi keponakannya Rosul Sallallahu'Alaihi
Wasallam, kepada orang-orang Yatsrib itu. Ketika itu Al ‘Abbas adalah orang pertama yang
angkat bicara kemudian disusul oleh Rosulullah yang membacakan beberapa ayat Al Qur'an dan
menyerukan tentang Islam.

Kemudian Rosulullah Sallallahu'Alaihi Wasallam membaiat orang-orang Yatsrib itu . Isi


baiatnya adalah:

 Untuk mendengar dan taat, baik dalam perkara yang mereka sukai maupun yang mereka
benci.
 Untuk berinfak baik dalam keadaan sempit maupun lapang.
 Untuk beramar ma’ruf nahi munkar.
 Agar mereka tidak terpengaruh celaan orang-orang yang mencela di jalan Allah.
 Agar mereka melindungi Muhammad sebagaimana mereka melindungi wanita-wanita
dan anak-anak mereka sendiri.

Setelah baiat itu, Nabi Sallallahu'Alaihi Wasallam kembali ke Makkah untuk meneruskan
dakwah. Kemudian ia mendapatkan gangguan dari kaum musyrikin kepada kaum muslimin yang
dirasa semakin keras. Maka Nabi Sallallahu'Alaihi Wasallam memberikan perintah kepada kaum
muslimin untuk berhijrah ke Yatsrib. Baik secara sendiri-sendiri, maupun berkelompok. Mereka
berhijrah dengan sembunyi-sembunyi, sehingga kaum musyrikin tidak mengetahui kepindahan
mereka.

Pada waktu itu, orang pertama yang berhijrah adalah Abu Salamah bin ‘Abdil Asad dan Mush’ab
bin ‘Umair, serta ‘Amr bin Ummi Maktum. Kemudian disusul oleh Bilal bin Rabah Sa'ad bin
Abi Waqqash, Ammar bin Yasir, dan Umar bin Khatthab berhijrah. Mereka berhijrah di dalam
rombongan dua puluh orang sahabat. Tersisa Rosul Sallallahu'Alaihi Wasallam, Abu Bakr, ‘Ali
bin Abi Thalib dan sebagian sahabat.

Anda mungkin juga menyukai