Anda di halaman 1dari 11

PERJANJIAN-PERJANJIAN YANG DIIKUTI RASULULLAH SAW

Perjanjian-perjanjian yang pernah diikuti Rasulullah semasa hidupnya sangat


banyak, baik sebelum maupun sesudah menjadi nabi. Berikut adalah beberapa
perjanjian yang pernah diikuti :
1.

Hilful Fudhul

Perjanjian ini terjadi setelah perang Fijar, hampir seluruh kabilah Quraisy
berkumpul dalam perjanjian ini, terdiri dari Bani Hasyim, Bani Muthalib, Asad
bin Abdul Uzza , Zahrah bin Kilab, dan Taim bin Murrah, Rasulullah Saw
menghadiri pula perjanjian ini.
Mereka berkumpul di kediaman Abdullah bin Judan At-taimi karena faktor usia
dan kedudukannya, dan terjadi pada bulan Dzulqadah.
Isi Perjanjian:
1) Bersepakat dan berjanji untuk tidak membiarkan ada orang yang
didhalimi di Mekkah, baik dia penduduk asli maupun pendatang,
2) Dan bila hal itu terjadi, maka mereka akan bergerak menolongnya
hingga dia meraih haknya kembali
Setelah beliau dimuliakan Allah dengan risalah, beliau berkomentar:
Aku telah menghadiri suatu perjanjian di kediaman Abdullah bin Judan yang
lebih aku sukai ketimbang aku memiliki unta merah. Andai pada masa Islam Aku
diundang untuk menghadirinya, niscaya Aku akan memenuhinya
2.

Mitsaqudh Dhulmi (Piagam Kedhaliman)

Orang-orang musyrik berkumpul di kediaman Bani Kinanah yang terletak di


lembah Al-Mahshib dan bersumpah untuk tidak menikahi Bani Hasyim dan Bani
Muthalib, tidak berjual beli dengan mereka, tidak berkumpul, berbaur, memasuki
rumah, berbicara serta tidak akan menerima perdamaian dari mereka dan tidak
akan berbelas kasihan dengan mereka sebelum mereka menyerahkan Rasulllah
Saw untuk dibunuh.
Pernyataan itu ditulis oleh Baghidh bin Amir bin Hasyim. Rasulullah mendoakan
keburukan atasnya dan dia pun mengalami kelumpuhan di tangannya sebagaimana
doa beliau.

3.

Baiat Aqabah I (Perjanjian Aqabah 1)

Terjadi pada musin haji tahun 11 Hijriyah dari kenabian, bertepatan dengan Juli
621 M, datanglah 12 orang laki-laki, diantaranya 5 orang dari 6 orang yang
pernah menghubungi beliau pada musim haji tahun sebelumnya, seorang yang
tidak hadir kali ini adalah Jabir bin Abdullah bin Riab, 12 orang itu adalah:
1) Muadz bin Al-Harits bin Afra - Bani Najir (suku Khajraj)
2) Dzakwah bin Abdul Qais - Bani Zuraiq (suku Khajraj)
3) Ubadah bin Ash-Shamit - Bani Ghanam (suku Khajraj)
4) Yazid bin Tsalabah - sekutu Bani Ghanam (suku Khajraj)
5) Al-Abbas bin Ubadah bin Nadhlah - suku Bani Salim (suku Khajraj)
6) Abu Al-Haitsam bin Ali Taihan - suku Bani Abdul Asyhal(suku Aus)
7) Uwaim bin Saidah - Bani Amr bin Auf (suku Aus)
8) Asad bin Zurarah- Bani Najjar
9) Auf bin Al-Harits bin Rifaah bin Afra- Bani Najjar
10) Rafi bin Malik bin Al-Ajlan- Bani Zuraiq
11) Quthbah bin Amir bin Hadidah- Bani Salamah
12) Aqabah bin Amir bin Nabi- Bani Hiram bin Kaab
Perjanjian ini terjadi di sisi bukit Aqabah di Mina.
Isi dari Baiat Aqabah ini adalah sebagaimana yang telah diriwayatkan Al-Bukhori
dari Ubadah bin Ash-Shamit bahwa Rasulullah Saw bersabda:
Kemarilah dan berbaiat kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan
sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kalian,
tidak berbuat dusta yang kalian ada-adakan antara tangan dan kaki kalian dan
tidak berbuat maksiat terhadapku dalam hal yang makruf.
Siapa saja diantara kamu yang menepati, maka Allah-lah yang akan mengganjar
pahalanya, dan siapa saja yang mengenai sesuatu dari hal itu lalu diberi sanksi
karenanya di dunia, maka itu adalah penebus dosa baginya, siapa saja yang
mengenai sesuatu dari hal itu lalu Allah menutupi aibnya , maka urusannya
tergantung kepada Allah, jika Dia menghendaki, Dia mengadzabnya dan jika Dia
menghendaki, Dia akan memaafkannya.

4.

Baiat Aqabah II (Perjanjian Aqabah 2)

Pada musin haji tahun 13 Hijriyah dari kenabian, bertepatan dengan Juli 622 M,
hampir tujuh puluh orang muslim madinah datang ke Mekkah untuk menunaikan
manasik haji. Seorang pemimpin Anshar, Kaab bin Malik Al-Ansharimeyebutkan
bahwa 30 orang laki-laki dan 2 orang perempuan, yaitu Nusaibah binti Kaab
(Ummu Ammar) dari Bani Mazin bin An-Najjar dan Asma binti Amr (Ummu
Mani) dari Bani Salamah.
Isi dari baiat-baiat adalah:
1) Mendengar dan taat kepada Rasulullah dalam kondisi semangat
maupun malas
2) Berinfak ketika masa sulit dan mudah
3) Berbuat amar maruf dan nahi munkar
4) Tegar di jalan Allah, tidak peduli dengan celaan si pencela selama
berada di jalan Allah
5) Menolong Rasulullah ketika beliau datang kepada mereka, Mereka
melindungi beliau dari hal yang biasa mereka lakukan untuk
melindungi diri mereka sendiri, istri-istri dan anak-anak mereka, jika
ini mereka lakukan, maka bagi mereka surga.
Rasulullah juga meminta agar dipilih dua belas orang kepala kaum untuk menjadi
pemimpin bagi kaum mereka dan Beliau mengambil perjanjian terhadap mereka
untuk diserahi tanggung jawab dalam melaksanakan poin-poin baiat tersebut,
mereka terdiri dari sembilan orang suku Khajraj dan tiga orang suku Aus.
Para pemimpin terpilih suku Khajraj:
1)

Asad bin Zurarah bin Ads

2)

Saad bin Ar-rabi bin Amr

3)

Abdullah bin Rawahah bin Tsalabah

4)

Rafi bin Malik bin Al-Ajlan

5)

Al-Bara bin Marur bin Sakhr

6)

Abdullah bin Amr bin Haram

7)

Ubadah bin Ash-Shamit bin Qais

8)

Saad bin Ubadah bin Dulaim

9)

Al-Mundzir bin Amr bin Khunais

10) Para pemimpin terpilih suku Aus:


11) Usaid bin Hudhair bin Sammak
12) Saad bin Khaitsamah bin Al-Harits
13) Rifaah bin Abdul Mundzir bin Zubair
5.

Mitsaqul Madinah (Piagam Madinah)

Mitsaqul Madinah ini mencakup:


A. Perjanjian di kalangan kaum muslimin sendiri dan,
B. Perjanjian dengan Yahudi di Madinah.
A. Perjanjian di kalangan kaum muslimin
Antara Nabi dan kaum muslimin Quraisy serta Yatsrib serta siapapun yang
mengikuti, menyusul mereka dan berjihad bersama mereka kelak.
Isi perjanjian:
1.

Mereka adalah umat yang satu di luar golongan lain

2.

Saling bekerja sama dalam menerima atau membayar suatu tebusan


dengan adat kebiasaan yang berlaku.

3.

Tak boleh meninggalkan seorang pun yang menanggung beban hidup


diantara mereka serta memberinya secara makruf dalam membayar
tebusan atau membebaskan tawanan.

4.

Harus melawan orang yang berbuat zalim.

5.

Tak boleh membunuh orang mukmin karena membela seorang kafir.

6.

Tak boleh membantu orang kafir dengan mengabaikan orang


mukmin lainnya.

7.

Orang yahudi yang mengikuti mereka berhak mendapatkan


pertolongan dan persamaan hak.

8.

Tak boleh mengadakan perdamaian sendiri dengan selain mukmin


dalam suatu peperangan di jalan Allah.

9.

Orang musyrik tak boleh melindungi harta atau orang Quraisy dan
tak boleh merintangi orang mukmin.

10.

Siapa yang membunuh orang mukmin yang tak bersalah harus


mendapat hukuman setimpal kecuali apabila pihak walinya
merelakannya, dan setiap mukmin harus bangkit membela.

11. Tak boleh membantu dan menampung orang jahat. Siapa yang
melakukannya, dia berhak mendapat laknat Allah dan murka-Nya
pada hari kiamat dan tak ada tebusan yang bisa diterima.
12. Perkara apapun yang diperselisihkan harus dikembalikan pada Allah
dan Rasul-Nya Muhammad SAW.
B.Perjanjian dengan Yahudi di Madinah
Butir- butir perjanjian tersebut:
1.

Orang-orang yahudi Bani Auf adalah satu umat dengan orang


mukmin, bagi mereka agama dan pengikut mereka begitupula bagi
orang mukmin. Hal ini berlaku pula bagi orang yahudi selain Bani
Auf.

2.

Orang yahudi wajib menanggung nafkah mereka sendiri, begitupula


kaum muslimin.

3.

Semua pihak saling membantu dalam menghadapi musuh yang


hendak membatalkan perjanjian ini.

4.

Mereka saling menasihati, berbuat baik, dan tidak boleh berbuat


jahat.

5.

Wajib membantu orang yang dizalimi

6.

Orang yahudi harus sepakat dengan orang mukmin ketika kaum


muslimin terjun dalam kancah pertempuran

7.

Yatsrib adalah kota yang dianggap suci bagi setiap orang yang
menyetujui perjanjian ini.

8.

Jika terjadi sesuatu atau perselisihan diantara mereka yang


dikhawatirkan menimbulkan kerusakan, maka penyelesaiannya
dikembalikan kepada Alllah dan Muhammad SAW.

9.

Orang-orang Quraisy tak boleh mendapat perlindungan dan tidak


boleh ditolong.

10. Mereka harus saling tolong menolong dalam menghadapi orang yang
hendak menyerang Yatsrib.
11.

Perjanjian ini tak boleh dilanggar, kecuali memang dia orang yang
zalim dan jahat.

6.

Perjanjian dengan Bani Juhainah

Tempat tinggal Bani Juhainah berjarak 3 Marhalah dari Madinah. Satu Marhalah
sama dengan perjalanan kaki selama satu hari.
Isi perjanjian: saling bekerja sama dan tidak saling menyerang antara kedua belah
pihak.
7.

Perjanjian dengan Bani Dhamrah

Terjadi pada perang Abwa atau Waddan, pada Shafar 2 H bertepatan dengan
Agustus 623 M.
Isi perjanjian antara Rasulullah dengan Amr bin Makhsyi, pemimpin Bani
Dhamrah:
1) Ini adalah perjanjian dari Muhammad, utusan Allah, dengan Bani
Dhamrah. Sesungguhnya harta dan diri mereka dijamin keamanannya,
dan mereka berhak mendapatkan pertolongan jika ada yang menyerang
mereka, kecuali jika mereka memerangi agama Allah. Jika Nabi
mengajak mereka agar memberi pertolongan, maka mereka harus
memenuhinya.
8.

Perjanjian dengan Bani Mudlij

Terjadi pada perang Dzul Usyairah, pada Jumadil Ula dan Jumadil akhirah 2 H
bertepatan dengan November dan Desember 623 M.
Isi perjanjian antara Rasulullah dengan Bani Mudlij, sekutu Bani Dhamrah :
saling bekerja sama dan tidak saling menyerang antara kedua belah pihak.

9.

Perjanjian Baiatur Ridwan

Rasulullah melakukan baiat kepada kaum muslimin yang ingin berumrah bersama
beliau pada tahun ini.
Hal ini terjadi karena tersiar kabar bahwa Utsman bin Affan yang menjadi duta
Rasulullah untuk kaum Quraisy telah terbunuh. Maka para sahabat berkerumun di
sekeliling beliau dan mengucapkan baiat untuk tidak melarikan diri. Bahkan,
diantara mereka ada yang berbaiat untuk bersedia mati. Orang yang pertama
mengucapkan baiat adalah Sinan Al-Asadi, sementara itu Salamah Al-Akwa
mengucapakan baiat hingga tiga kali.
Dalam baiat ini, beliau memegang tangannya sendiri lalu bersabda: Ini (baiat)
untuk Utsman.
10. Perjanjian Hudaibiyah
Terjadi pada Dzulqadah 6 H antara Rasulullah dan kaum Quraisy yang diwakili
Suhail Bin Amr.
Isi kesepakatan perjanjian Hudaibiyah:
1.

Rasulullah harus pulang pada tahun ini dan tak boleh masuk Mekkah
kecuali pada tahun depan bersama kaum Muslimin. Mereka diberi
jangka waktu selama tiga hari berada di Mekkah dan hanya boleh
membawa senjata yang biasa dibawa musafir, yaitu pedang yang
disarungkan. Sementara pihak Quraisy tidak boleh menghalangi
sedikitpun.

2.

Gencatan senjata antara kedua belah pihak selama sepuluh tahun.

3.

Siapa yang ingin bergabung dengan pihak Muhammad dan


perjanjiannya, dia boleh melakukannya, begitu pula dengan pihak
Quraisy .

4.

Kabilah manapun yang bergabung dengan salah satu pihak, maka


kabilah itu menjadi bagian dari pihak tersebut. Dengan demikian
penyerangan yang ditujukan kepada kabilah tertentu dianggap sebagai
penyerangan terhadap pihak yang bersangkutan dengannya.

5.

Siapapun orang Quraisy yang melarikan diri ke pihak Muhammad

tanpa izin walinya, dia harus dikembalikan kepada pihak Quraisy. Dan
siapapun dari pihak Muhammad yang melarikan diri ke pihak Quraisy,
dia tidak boleh dikembalikan kepada Muhammad.
11. Perundingan Khaibar
Perundingan ini terjadi antara Rasulullah dengan Ibnu Abil Huqaiq pada
Muharram 7 Khaibar.
Isi perundingan:
1.

Orang-orang Yahudi yang berada dalam benteng tidak dibunuh dan


anak-anak tidak ditawan

2.

Mereka siap meninggalkan Khaibar dengan segenap keluarga,


menyerahkan semua harta kekayaan Khaibar seperti tanah, emas,
perak, kuda dan keledai, baju perang, kecuali pakaian-pakaian yang
bisa dikenakan.

3.

Rasulullah melepaskan perlindungan dari Allah dan Rasul-Nya


kepada mereka apabila mereka menyembunyikan sesuatu pun dari
harta benda.

4.

Tetapi pada akhirnya, Rasulullah mempersilakan tanah Khaibar


untuk diolah dan dikelola oleh Yahudi Khaibar dengan syarat sebagian
hasil tanaman dan panen buahnya diserahkan kepada Rasulullah SAW.

5.

Tanah di Khaibar dibagi menjadi 36 kelompok, setiap kelompok


dibagi menjadi 100 bagian sehingga ada 3600 bagian dan kaum
muslimin mendapat separuhnya yaitu 1800 bagian, shahabat yang
ditunjuk Rasulullah untuk membuat estimasi pembagian hasil
pengolahan tanah ini adalah Abdullah bin Rawahah.

12. Perundingan dengan Yahudi Fadak


Perundingan ini terjadi antara Rasulullah dengan kaum Yahudi Fadak.
Inti perjanjian ini adalah mereka sanggup menyerahkan separuh hasil Fadak,
seperti kesediaan penduduk Khaibar, dan pembagian dari Fadak ini murni bagi
Rasulullah karena kaum muslimin sama sekali tidak mengerahkan pasukan kuda

atau pejalan kaki ke sana.


13. Perundingan dengan Yahudi Taima
Perundingan ini terjadi antara Rasulullah dengan kaum Yahudi Taima
yaitu Bani Adi.
Perjanjian ini dituangkan dalam sebuah tulisan, yang isinya:
Inilah perjanjian Muhammad Rasul Allah dengan Bani Adi, bahwa
mereka mendapat jaminan sebagai ahli dzimmah. Mereka harus
menyerahkan jizyah, tidk ada permusuhan dan kepindahan ke tempat lain.
Yang bertugas menulis surat perjanjian ini adalah Khalid bin Said.
14. Perundingan dengan segolongan penduduk Ghatafan
Perundingan ini terjadi antara Rasulullah dengan segolongan penduduk Gatafan
ketika beliau tiba di suatu tempat yang disebut Nakl yang jaraknya perjalanan kaki
dua hari dari Madinah. Perjalanan ini dalam rangka peperangan Dzatur Riqa.
Mereka melakukan perjanjian dengan Nabi dan menawarkan perdamaian
sehingga tidak terjadi pertempuran.
15. Perundingan dengan penduduk Ailah, Jarba dan Adruj
Ketika Rasulullah tiba di Tabuk, beliau didatangi Yuhannah bin Rubah,
pemimpin Ailah, menawarakan perjanjian damai dengan beliau dan siap
menyerahkan jizyah kepada beliau. Begitu pula yang dilakukan penduduk Jarba
dan Adruj.
Beliau menulis selembar perjanjian yang kemudian mereka pegang. Untuk
pemimpin Ailah , beliau menulis perjanjian sebagai berikut:
Bismillahirrahmaanirrahiim. Ini merupakan surat perjanjian dari Allah
dan Muhammad, Nabi dan Rasul Allah, kepada Yuhannah bin Rubah dan
penduduk Ailah. Perahu dan kendaraan mereka di daratan dan lautan
berhak mendapatkan jaminan perlindungan allah dan Muhammad Sang
Nabi, juga berlaku bagi siapapun yang bersamanya dari penduduk Syam
dan penduduk di sekitar pantai. Siapapun diantara mereka yang melanggar

perjanjian, hartanya tidak akan dapat melindungi dirinya, yang berarti


siapapun boleh mengambilnya. Mereka tidak boleh dirintangi untuk
mengambil air yang biasa mereka ambil dan jalan mereka dilaut dan di
darat tidaklah boleh dihalangi.
16. Perjanjian dengan utusan dari Tsaqif
Terjadi pada Ramadhan 9 H setelah Rasulullah pulang dari Tabuk.
Mereka mengajukan perjanjian sebagai berikut:
1.

Mereka diperkenankan melakukan zina.

2.

Mereka diperkenankan minum khamr.

3.

Mereka diperkenankan melakukan riba.

4.

Berhala mereka, Lata, dibiarkan saja.

5.

Mereka dibebaskan dari kewajiban shalat.

6.

Mereka tidak disuruh merobohkan patung-patung mereka.

Tak satupun dari permintaan diatas yang dipenuhi Rasulullah, akhirnya mereka
berdiskusi sendiri dan tidaka da jalan lain kecuali tunduk dan masuk Islam,
akhirnya mereka masuk Islam.
Mereka menyuruh orang lain untuk merobohkan berhala mereka , Lata, bukan
dengan tangan para kaum Tsaqif sendiri, maka Rasulullah memenuhinya dan
mengutus beberapa orang untuk menghancurkan Lata, dipimpin Khalid bin AlWalid.
17. Perjanjian dengan utusan dari Najran
Najran adalah daerah yang cukup luas berjarak tujuh marhalah dari Mekkah ke
arah Yaman. Wilayah ini meliputi 73 dusun yang punya 100 ribu prajurit dibawah
bendera agama nasrani.
Pada tahun 9 H, sejumlah 60 orang utusan dari Najran datang ke Madinah, dua
puluh empat termasuk bangsawan mereka dan tiga orang yang termasuk
pemimpin mereka. Orang pertama berjuluk Al-Aqib, yang memegang roda
pemerintahan, dan namanya adalah Abdul Masih. Orang kedua berjuluk AsSayyid, yang memegang urusan oeradaban dan politik, namanya Al-Aiham atau

Syurahbil. Orang ketiga bergelar Al-Usquf, yang memegang urusan agama dan
kepemimpinan spiritual, namanya adalah Abu Haritsah bin Alqamah.
Mereka sepakat untuk tunduk kepada Nabi dengan perjanjian berikut:
Mereka sepakat membayar jizyah kepada Rasulullah sebesar 2000 hullah setiap
tahunnya, 1000 pada bulan Rajab dan 1000 lagi pada bulan Shafar.
Rasulullah memberikan perlindungan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka,dan
mereka diberi kebebasan mutlak untuk menjalankan agamanya.
Mereka meminta agar beliau mengirimkan seorang penjaga keamanan di daerah
mereka. Tugas ini diserahkan kepada Abu Ubaidah bin Al-Jarrah. Kemudian Nabi
SAW mengutus Ali bin Abi Thalib untuk mengurusi sedekah dan jizyah mereka.
Bahkan sekembalinya ke Najran, para penulis sejarah menyebutkan bahwa AsSayyid dan Al-Aqib masuk Islam.
Demikian perjanjian-perjanjian yang pernah dilakukan Rasulullah semasa
hidupnya, mudah-mudahan bermanfaat, sekian.... Walhamdulillahirobbil
Alamin.......

Anda mungkin juga menyukai