Anda di halaman 1dari 42

ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM

1. Syiah
Secara harfiah syiah berarti pengikut atau kelompok. Tetapi dalam perkembangannya,
istilah ini lekat dengan pengikut setia Ali yang memilih beroposisi terhadap kekuasaan
Muawiyah pasca peristiwa arbitrasi. Mareka ini berkeyakinan bahwa yang berhak
menggantikan nabi sebagai pemimpin adalah keluarganya (Ahl al-bait). Sepeninggal Ali, hak
imamah (kepemimpinan umat islam) tersebut beralih kepada anak-anak keturunanya dari
fatimah al-Zahrah.
Dalam aliran syiah muncul beberapa faham yang sebagiannya dan sebagian lainyya
moderat. Faham faham tersebut antara lain Syabaiyah yang berfaham bahwa Ali
menempati derajat ketuhanan. yang kedua Ghurabiyah yang berfaham bahwa kedudukan Ali
di atas nabi Muhammad. Yang ke tiga Kaisaniyah yang berfaham mengangkat kedudukan
cucu dan pewaris ilmu Ali yaitu Muhammad bin al-hanafiyah sejajar dengan para nabi. Tetapi
dalam perkambangan sejarahnya, terdapat dua sekte syiah yang terkenal yaitu Imamiyah dan
Zadidiyah.
Sekte imamiyah berkeyakinan bahwa imamaih sesudah nabi sudah menjadi hak dan
harus di berikan kepada Ali. Imamiyah mempunyai dua aliran utama, yaitu Ismailiyah
(Sabiyah) dan Itsna Atsariyah. Nama ismailiyah diambil dari imam yang ketujuh dalam
silsilah mereka yakini Ismail bin jafar al-shadiq. Sekte ini dikenal juga sebagai Sabiyah
karena meyakini adanya tujuh imam yng tidak matsur dengan urutan sebagai berikut:
-Ali bian Abi Thalib -Ali bin husain
-Hasan bin Ali -Jafar bin muhammad
-Husain bin Ali -Ismail bin Jafar al shadiq (w. 145 H)
-Muhammad bin ali
Sedanngkan sekte itsna Asariyah Adalah aliran Imamiyah yang meyakini bahwa
bilangan imam berjumlah 12 orang. Imam imam tersebut antara lain:
-Ali bin abi thalib -Musa bin Jafar
-Hasan bin Ai -Ali Bin Musa
-Husain bin Ali -Muhammad Bin Ali
-Ali bin Husain -Ali bin Muhammad

-Muhammad bin Ali bin Husain -Muhammad Bin Ali


-Jafar bin Muhammad -Muhammad Bin Hasan
Imam terakhir diyakini dalam keadaan tidak hadir dan akan muncul kelak di waktu
yang di kehendaki oleh Allah. Pada masa ketidak hadirannya, kekuasaan akan dipegang oleh
wakil ima yang memenuhi kriteria mujtaihid.
Dalm aliin imamiyah dikenal 5 doktrin fundamental, yaitu: Imamah, ishmah,
mahdiyah, rajah, dan taqiyah. Imamah sudah menjadi salah satu rukun islam bagi mereka.
Seorang imam di percaya memiliki kualitas ishmah karena mewarisi posisi kenabian masum
(terpelihara dari kesalahan). Sedanngkan doktrin mahdiyah dan rajah di hubungkan dengan
status imam matsur yang di percaya akan muncul kembali sebagai mahdi yang membangun
kerajaan Allah menjelang hari kiamat kelak. Sedangkan faham taqiyah ynga berarti
perlindungan dimaksudkan sebagai taktik strategis untuk merahasiakan eksistensi
kesyahannya dengan berpura-pura patuh di bawah dominasi kekuasaan khalifah yang
memerangi mereka hingga kekuatan yang di persiapkan cukup memadai untuk melakukan
perlawanan terbuka.
Sementara sekte Zaidiyah dinisbahkan kepada pengikut Zaid bin ali bin husain.
Sejarahnya sepeninggal Zainal abiding, sebagian besar pengikut syiah membait Muhammad
bin baqir dan sebagiannya lagi membaiat Zaid. Berbeda dengan sekte imamiyah, Zaidiyah
berpendapat bahwa nash tentang imamah Ali itu cenderung merujuk pada pengertian sifat dan
bukannya kepada pribadi Ali. Atas dasar ini Ziadiyah melihat bolehnya umat mengangkat
imam dari orang kurang utama sekalipun di tengah-tengah mereka ada orang yang lebih
utama. Ali di nilai mereka memiliki keutamaan lebih dibanding ketiga khalifah sebelumnya.
Sifat moderat faham ini kemudian berubah menjadi ekstrim di tangan penganut Zaidiyah
pada generasi selanjutnya.
2. Khawarij
Secara harfiah khawarij berarti penamaan kelompok yang dikenal radikal dan ekstrim
baik dalam pemahaman maupun tindakan keagamaannya yang dengan sejarah
kemunculannya yang di picu ketidak sepakatan atas cara penyelesaian konflik melalui tahkim
antara kubu Ali dan muawiyah.
Bagi mereka hukum haruslah di kembalikan kepada pesan al-Quran dan bukannya
kepada akal manusia yang ikut berpartisipasi dalam diplomasi. Mereka meneriakkan dalam
slogan tidak ada hukum kecuali hikum Allah. Sikap politik ini berkembang menjadi
pengkafiran terhadap para sahabat yang menerima tafhim dan pengabsahan tindakan
kekerasan bahkan pembunuhan terhadap ,ereka yang tidak sependapat.
Khawarij mengembangkan doktirn bahwa hak menjadi khalifah tidak terbatas hanya
milik bangsa Arab atau keturunan suku Quraysh, tetapi tetapi di kembalikan kepada kaum
muslimin. Pandangan ini tentu berbeda dengan kelompok ahl al-sunah maupun pandangan

kelompok Syiah. Mayoritas dalam aliran khawarij berpaham wajibnya mengangkat imam,
kecuali najdat. Aliran ini berpendapat bahwa mengangkat imam tidak wajib , tetapi yang
wajib adalah penegakan kebenaran dan keadilan yang menjamin setiap orang memperoleh
apa yang menjadi haknya. Khawarij juga berkeyakinan bahwa perbuatan ibadah merupakan
bagian dari iman, sehingga siapapun yang mengabaikannya atau berbuat dosa besar dengan
sendirinya telah menjadi kafir. Dan juga meyakini bahwa pemikiran atau pendapat yang salah
adalah sebuah dosa yang menyebabkan kekafiran. Pandangan pandangan ekstrim mereka itu
sebagian besarnya didasarkan pada dalil dalil.
Aliran khawarij ada yang menamainya dengan sebutan haruriyah, yakni dinisbatkan
kepada harura, tempat pertama mereka melakukan konsolidasi dengan mengangkat Abdullah
bin Wahhab al-Rasydi sebagai imam. Tetapi para pengikutnya lebih suka menyebut diri
mereka sebagai Shurah yang berasal dari kata yashri yang berarti menjual. Maksudnya adalah
kelompok yang berani menjual atau mengorbankan dirinya kepada Allah.
Menurut banyak ahli sejarah, aliran ini pecah menjadi 20 sekte tetapi yang terkenal
ada lima yaitu Azariqah, Shufriyah, Baihasiyah, Nadjat, dan Ibadiyah.
C. Murjiah
Secara harfiah berarti yang menangguhkan atau mengembalikan, kemunculan aliran
ini branjak dari sikap pasif atau tidak memihak antara dua kelompok umat islam yang tengah
bertikai setelah pembunuhan Utsman.
Diantara mereka yang mengambil sikap ini adalah Saad bin abi Waqas, Abu bakrah,
Abdullah bin umar, dan imran bin husain. Pandangan ini menguat sebagai reaksi atas sikap
ekstrim Khawarij yang begitu mudah melakukan pengkafiran dan menghalalkan darah
sesame muslim. Dalam pandangan murjiah pelaku dosa besar tidaklah kekal di neraka, tetapi
hanya akan dihukum untuk sementara setimpal dengan atau bahkan mungkin diampuni dari
dosa dosanya.
Dalam perkembangan berikutnya, muncil penganut faham murjiah yang melangkah
lebih jauh dan berkeyakinan bahwa dosa tidak tidak membahayakan iman. Pada konteks ini,
iman sudah mulai difahami terlepas dari perbuatan. Pemikiran itu selanjutnya diketahui
sebagai dalih pembenaran oleh sebagian orang yang tidak bertanggung jawab.
D. Jabariyah dan Qadariyah
Terkait Qada dan Qadar, mula mula muncul permasalahan tentang kebebasan dan
keterpaksaan manusia. Pemikiran seputar masalah ini memunculkan pemikiran ekstrim yang
berbeda yaitu Jabariyah dan Qadariyah.
Jabariyah pertama kali di populerkan oleh Jaid bin dirham di basrah yang intinya
perbuatan seorang hamba dengan menyandarkan semua kepada Allah.

Ide jabariyah ini kemudian terpelihara dalam pemikiran muridnya Jahm bin Shafwan,
yang kepadanya di nisbatkan aliran jahmiyah.
Sedangkan faham Qadariyah tokoh utamanya Mabad bin Khalid al juhani dan
Ghailan al Dimasyqi menyatakan bahwa semua perbuatan manusia adalah kehendaknya
sendiri, perbuatan manusia berada di luar kekuasaan Allah.
E. Mutazilah
Secara harfiah berarti yang memisahkan diri, pelopor aliran ini adalah Wasil Bin Atha
yang memplokamirkan pemisahan dirinya dari gurunya karena tidak sependapat dalam
persoalan pelaku dosa besar, Wasil berpandangan bahwa pelaku dosa besar adalah fasik yang
kelak di akhirat akan di ketakkan oleh Allah di suatu posisi antara surga dan neraka (al
manzilah bayn al manziliyatyn). Faham ini lantas menjadi salah satu doktrin sentral
mutazilah yang di kenal dengan istilah al mabadi al khamsah (asas lima). Kelima asas ini
adalah hasilserangkaian perdebatan. prinsip tauhid misalnya adalah bentuk penolakan mereka
thd faham mujassimah dan musyabbihah. Sementara prinsip keadilan untuk menolak faham
jasmiyah, prinsip janji dan ancaman untuk menolak faham murjiah, serta prinsip manzilah
untuk menolak faham murjiah san khawarij sekaligus.
Aliran ini dalam banyak pemikirannya menjadikan akal sebagai sumber pengetahuan
utama tentang kewajiban serta kebaikan dan keburukan, sedangkan wahyu sebagai
pendukung kebenaran akal. Pemikiran kalangan mutazilah antara lain menyebutkan bahwa
Allah mustahil dapat di lihat dengan mata telanjang di akhirat, tidak ada siksa kubur, AlQuran adalah makhluk, keniscayaan atas Allah untuk berbuat baik dan terbaik, dan manusia
bersifat otonom dalam tindakannya dengan Qudrah yang di Allah kepadanya.
Dalam benyak hal mutazilah justru menunjukkan keistimewaannya tersendiri dalam
sejarah pemikiran keagamaan di kalangan umat islam. Mutazilah dikenal gigih menolak
taqlid dan mencegah pengikutnya untuk menuruti pendapat orang lain tanpa lebih dahulu.
Mereka sangat menghormati pendapat dan materi pendapat tanpa terpengaruh siapa yang
mengemukakan pendapat tersebut. Karekter ini pula yang menjadikan mutazilah dengan
pusat persebaranyya di Basrah dan Bagdad mempunyai cukup banyak aliran yang
berkembang dengan corak pemikirannya masing masing.
F. Asyariyah
Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran aliran yang muncul sebelumnya.
Penamaannya di nisbahkan kepada abu hasan ali al asyari yang semula adalah seorang
pengikut mutazilah.
Asyari percaya bahwa fungsi akal adalah sebatas mengetahui hal hal yang
empiri(konkrit), sedangkan wahyu memberi informasi tentang hal hal yang lebih luas
termasuk soal metafisika. Ia menerima keabsahan khabar ahad sebagai hujjah dalam bidang
akidah. Tidak seperti mutazilah, aspek ketuhanan asyariyah meyakini bahwa Tuhan

mempunyai sifat. Kalam Allah yang menurut mutazilah adalah makhluk, menurut
Asyariyah perlu di bedakan pengertiannya manjadi kalam majasi dan kalam nafsi, kalam
majasi adalah Al-Quran dalam bentukk tertulis yang di pegang manusia dan bersifat baru.
Sedangkan kalam nafsi bersifat abadi bersamaan dengan wujud Allah. Asariyah juga percaya
bahwa Tuhan itu maujud dan karenanya dapat di lihat di akhirat dengan mata telanjang oleh
penghuni surga. Mereka cenderung menolak takwil dan menerima penafsiran harfiah
sekalipun tidak menerima tasybih (penyarupaan bentuk) dan taksyif (penyerupaan cara).
Pokok pemikiran al Asyari yang di juluki sebagai imam Ahl al sunnah wa al jamaah
ini semakin lama kian memperoleh pengikut, bahkan sepeninggalnya pemikirannya masih
dapat menjangkau wilayah persebnaran yang sangat luas, Mahdzab teologi ini kemudian di
lanjutkan dan di kembangkan oleh tokoh tokoh lain sesudahnya seperti Abu baker Al bqillani
dan imam al Ghazali.
G. Maturidiyah
Aliran ini di nisbahkan kepada imam al Huda abu mansur Muhammad bin
Muhammad al maturidi dari Samarkand. Dari segi pemikirannya, al Maturidi banyak
memiliki kesamaan dengan al Asyari, sekalipun ada perbedaan cukup signifikan antara
keduanya. Misalnya terkait persoalan marifah (mengetahui Allah), Asyariyah
menganggapnya wajib berdasarkan syara, sedangkan maturidiyah melihat kewajiban ini
melalui penalaran akal, demikian pula perihal kebaikan, asyariyah tyidak mengakui
penalaran atas hal itu dapat di capai melalui penalaran akal atas substansinya. Dari sini dapat
di ketahiu bahwa maturidiyah memberikan otoritas lebih besar kepada akal manusia di
bandingkan dengan asyariyah.
Maturidi dalam persoalan iman melihatnya sebagai suatu kepercayaan dalam hati, jadi
sejauh orang meyakini keesaan Allah dan kerasulan Muhammad, sekalipun tidak
melaksanakan ibadah, dia masih masuk kategori beriman. Tetapi ini tidak perssis sama
dengan murjiah karena dia meyakini secara tegas bahwa pelaku dosa besar adalah fasik dan
masih berhak masuk surga (atau tidak kekal ddi neraka) setelah dosa dosanya di ampuni
Tuhan.
Dalam aliran maturidiyah seenarnya di kenal dua corak aliran, yakni aliran samarkand
dan bukhara. Aliran samarkand di kenal lebih dekat dengan mutazilah dalam beberapa
pemikirannya, sementara aliran bukhara dalam hal ini lebih dekat dengan metodologi
berfikirnya asyariyah.
H. Salafiyah
Gerakan pemikiran ini tumbuh terutama dalam tradisi mazhab imam Ahmad bin
hanbal yang di hidupkan kembali oleh Ibnu Tamiyah dan Muhammad bin Abdul wahab.
Kaum salafiyah ini mendakwahkan kepada umat agar dalam hal aqidah mereka kembali
kepada prinsip prinsip yang di pegang oleh kaum salaf dari kalangan sahabat dan tabiin. Akal

harus berjalan di belakang dalil naqli untuk mendukung dan menguatkannya. Dengan pola
metodologis, salafiyah mengkritik aliran aliran kalam seperti mutazilah, asyariyah, dan
maturidiyah yang dalam pemahaman akidahnya memakai metode falsafi yang di impor dari
logika yunani.
Salafiyah meyakini bahwa keesaan Allah merupakan asas pertama islam yang
meliputi tauhid rububiyah, uluhiyah dan asmawa sifat. Sebagai mana tersurat dalam nash
dengan makna lahirnya tanpa tatil (peniadaan), tawil, tasybih, tamsil dan takyif.
Tetapi faham yang di klain sebagai mahzab kaum salaf ini sebenarya memperoleh
kritik bahkan sejak masa awal kemunculannya. Al-khatib ibn al-jauzi kebertan jika faham ini
di nisbatkan sebagai mahzab teologi kaum salaf. Ia menyatakan bahwa tafwidh sebagaimana
di maksudkan tersebut sejatinya adalah konstruk pemikiran yang masih mempunyai anasir
tasybih, yakni memperlakukan Allah seolah benda inderawi atau makhluk. Al-ghazali juga
mengkritik hal senada bhwa apabila kita memberi makna jism kepada Allah dengan
penerjemahan lafdziyah sehingga mengimperasikan pemahaman bahwa Allah memiliki
sejumlah anggota badan, pemberian Allah dengan sifat sifat inderawi ini mustahil bagi-Nya.
Jadi lafal tersebut bukannya ditafsirkan secara tekstual untuk pengertian sifat-sifat dzat Allah,
melainkan dengan makna substansi yang merujuk pada pengertian sifat-sifat perbuatan-Nya.
Misalnya kata tangan bias di pinjam untuk pengertian yang bukan jism, seperti negri ini
berda di tangan penguasa. Kalimat ini jelas bisa di pahami pengertiannya sekalipun peguasa
tersebut secara aktual tidak memilliki tangan.
Tentang al Quran mereka menyatakan bahwa kalam Allah adalah qadim bersama
dzat. Sementara dalam hal perbuatan manusia, mereka memandang bahwa Allah adalah
pencipta segala sesuatu dengan berbagai sebab yang di ciptakannya. Jadi manusia adalah
pelaku sebenarnya atas perbuatannya sendiri dengan potensi yang di berikan Allah
kepadanya. Disini dibedakan antara ridha, suka dan kehendak Allah. Dia tidak menyukai dan
tidak meridhai maksiat, tetapi Dia tetap menhendakinya terjadi untuk suatu hikmah yang
terpuji. Dan dalam ini adalah penjelasan terhadap kesempurnaan penciptaan, perintah dan
larangan-Nya.

Kesimpulan

Pada dasarnya aliran-aliran ilmu kalam ada delapan yaitu: Syiah, Khawarij, Murjiah,
Jabariyah dan Qadariyah, Mutazilah, Asyariyah, maturidiyah, dan Salafiyah.

Aliran syiah adalah aliran yang mengikuti sahabat Ali bin Abi Thalib.

Dalam perkembangan sejarahnya Syiah memiliki dua sekte yang terkenal, yaitu
Imamiyah dan Zaidiyah.

Dalam ajaran Imamiyah dikenal lima doktrin fundamental, yaitu: imamah, ishmah,
mahdiyah, rajah, dan taqiyah.

Kelompok khawarij dikenal radikal dan ekstrim dalam pemahaman maupun tinddakan
kaegamaannya.

Menurut ahli sejarah, aliran ini pecah menjadi 20 sekte tetapi yang terkenal ada 5
sekte, yaitu: Azariqah, Shufriyah, Baihasiyah, Nadjat, dan Ibadiyah.

Dalam pandangan murjiah pelaku dosa besar tidaklah kekal di neraka, tetapi hanya
akan dihukum untuk sementara setimpal dengan atau bahkan mungkin diampuni dari
dosa dosanya.

Jabariyah dan Qadariyah menganggap bahwa semua perbuatan manusia adalah


kehendaknya sendiri, perbuatan manusia berada di luar kekuasaan Allah.

Aliran mutazilah dalam banyak pemikirannya menjadikan akal sebagai sumber


pengetahuan utama tentang kewajiban serta kebaikan dan keburukan, sedangkan
wahyu sebagai pendukung kebenaran akal.

Asyariyah percaya bahwa fungsi akal adalah sebatas mengetahui hal hal yang
empiri(konkrit), sedangkan wahyu memberi informasi tentang hal hal yang lebih luas
termasuk soal metafisika.

Pemikiran al Asyari sering di sebut sebagai imam Ahl al sunnah wa al jamaah.

Dalam aliran maturidiyah seenarnya di kenal dua corak aliran, yakni aliran samarkand
dan bukhara.

Salafiyah meyakini bahwa keesaan Allah merupakan asas pertama islam yang
meliputi tauhid rububiyah, uluhiyah dan asmawa sifat.

ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU KALAM

I. PENDAHULUAN
Sebagai salah satu ilmu keIslaman, Ilmu kalam sangat lah penting untuk di ketahui oleh
seorang muslim yang mana pembahasan dalam ilmu kalam ini adalah pembahasan tentang
aqidah dalam Islam yang merupakan inti dasar agama, karena persolaan aqidah Islam ini
memiliki konsekwensi yang berpengarah pada keyakinan yang berkaitan dengan bagaimana
seseorang harus meng interpretasikan tuhan itu sebagai sembahannya hingga terhindar dari
jurang kesesatan dan dosa yang tak terampunkan (syirik).
Memang, Pembahasan pokok dalam Agama Islam adalah aqidah, namun dalam kenyataanya
masalah pertama yang muncul di kalangan umat Islam bukanlah masalah teologi, melainkan
persolaan di bidang politik, hal ini di dasari dengan fakta sejarah yang menunjukkan bahwa,
titik awal munculnya persolan pertama ini di tandai dengan lahirnya kelompok-kelompok
dari kaum muslimin yang telah terpecah yang kesemuanya itu di awAli dengan persoalan
politik yang kemudian memunculkan kelompok-kelompok dengan berbagai Aliran teologi
dan berbagai pendapat-pendapat yang berbeda-beda.
Dalam pembahasan Ilmu Kalam, kita dihadapkan pada barbagai macam gerakan pemikiranpemikiran besar yang kesemuanya itu dapat dijadikan sebagai gambaran bahwa agama Islam
telah hadir sebagai pelopor munculnya pemikiran-pemikiran yang hingga sekarang semuanya
itu dapat kita jumpai hampir di seluruh dunia. Hal ini juga dapat dijadikan alasan bahwa
Islam sebagi mana di jumpai dalam sejarah, bukanlah sesempit yang dipahami pada
umumnya, karena Islam dengan bersumber pada alQuran dan As-Sunnah dapat
berhubungan dengan pertumbuhan masyarakat luas.
II. ALIRAN-ALIRAN ILMU KALAM
Problematika teologis di kalangan umat Islam baru muncul pada masa pemerintahan Khalifah
Ali bin Abi Thalib (656-661M) yang ditandai dengan munculnya kelompok dari pendukung
Ali yang memisahkan diri mereka karena tidak setuju dengan sikap Ali yang
menerima Tahkim dalam menyelesaikan konfliknya dengan muawiyah bin abi Sofyan,
gubernur syam, pada waktu perang siffin. Kelompok ini selanjutnya dikenal dengan
Kelompok Khawarij.
Lahirnya Kelompok Khawarij ini dengan berbagai pendapatnya selanjutnya, menjadi dasar
kemunculan kelompok baru yang dikenal dengan nama Murjiah. lahirnya Aliran teologi
inipun mengawali kemunculan berbagai Aliran-Aliran teologi lainnya. Dan dalam
perkembangannya telah banyak melahirkan berbagai Aliran teologi yang masing-masing
mempunyai latar belakang dan sejarah perkembangan yang berbeda-beda.Berikut ini akan
dibahas tentang pertumbuhan dan perkembangan Aliran tersebut berikut pokok-pokok pikiran
nya masing-masing.
1. Aliran Khawarij.
1. Pengertian dan latar belakang timbulnya Aliran khawarij

Aliran Khawarij merupakan Aliran teologi tertua yang merupakn Aliran pertama yang
muncul dalam teologi Islam. Menurut ibnu Abi Bakar Ahmad Al-Syahrastani, bahwa yang
disebut Khawarij adalah setiap orang yang keluar dari imam yang hak dan telah di sepakati
para jemaah, baik ia keluar pada masa sahabat khulafaur rasyidin, atau pada masa tabiin
secara baik-baik. Menurut bahasa nama khawarij ini berasal dari kata kharaja yang berarti
keluar. Nama itu diberikan kepada mereka yang keluar dari barisan Ali.[1] Kelompok ini juga
kadang kadang menyebut dirinya Syurah yang berarti golongan yang mengorbankan dirinya
untuk allahdi samping itu nama lain dari khawarij ini adalah Haruriyah, istilah ini berasal
dari kata harura, nama suatu tempat dekat kufah, yang merupakan tempat mereka
menumpahakn rasa penyesalannya kapada Ali bin abi Thalib yang mau berdamai dengan
Muawiyah.[2]
Kelompok khawarij ini merupakan bagian dari kelompok pendukung Ali yang memisahkan
diri, dengan beralasan ketidak setujuan mereka terhadap sikap Ali bin abi Thalib yang
menerima tahkim (arbitrase) dalam upaya untuk menyelesaikan persilisihan dan konfliknya
dengan muawiyah bin abi sofyan, gubernur syam, pada waktu perang siffin.
Latar belakang ketidak setujuan mereka itu, beralasan bahwa tahkim itu merupakan
penyelesaian masalah yang tidak di dasarkan pada ajaran Al-Quran, tapi ditentukan oleh
manusia sendiri, dan orang yang tidak Memutuskan hukum dengan al-quran adalah kafir.
Dengan demikian, orang yang melakukan tahkim dan merimanya adalah kafir.[3]
Atas dasar ini, kemudian golongan yang semula mendukung Ali ini selanjutnya berbalik
menentang dan memusuhi Ali beserta tiga orang tokoh pelaku tahkim lainnya yaitu Abu
Musa Al-Asyari, Muawiyah bin Abi Sofyan dan Amr Bin Ash.Untuk itu mereka berusaha
keras agar dapat membunuh ke empat tokoh ini, dan menurut fakta sejarah, hanya Ali yang
berhasil terbunuh ditangan mereka.
1. Tokoh-tokoh Khawarij
Diantara tokoh-tokoh khawarij yang terpenting adalah :
1. Abdullah bin Wahab al-Rasyidi, pimpinan rombongan sewaktu mereka berkumpul di
Harura (pimpinan Khawarij pertama)
2. Urwah bin Hudair
3. Mustarid bin saad
4. Hausarah al-Asadi
5. Quraib bin Maruah
6. Nafi bin al-azraq (pimpinan al-Azariqah)
7. Abdullah bin Basyir
8. Zubair bin Ali
9. Qathari bin Fujaah

10. Abd al-Rabih


11. Abd al Karim bin ajrad
12. Zaid bin Asfar
13. Abdullah bin ibad[4]
C. Sekte-sekte dan ajaran pokok Khawarij
Terpecahnya Khawarij ini menjadi beberapa sekte, mengawali dan mempercepat
kehancurannya dan sehingga Aliran ini hanya tinggal dalam catatan sejarah. Sekte-Sekte
tersebut adalah: [5]
1. Al-Muhakkimah
2. Al-Azariqah
3. Al-Najdat
4. Al-baihasyiah
5. Al-Ajaridah
6. Al-SaAlibah
7. Al-Ibadiah
8. Al Sufriyah
Secara umum ajaran-ajaran pokok Khawarij adalah:
1. Orang Islam yang melakukan Dosa besar adalah kafir; dan harus di bunuh.
2. Orang-orang yang terlibat dalam perang jamal (perang antara Aisyah, Talhah, dan
zubair, dengan Ali bin abi tahAlib) dan para pelaku tahkimtermasuk yang
menerima dan mambenarkannya di hukum kafir;
3. Khalifah harus dipilih langsung oleh rakyat. [6]
4. Khalifah tidak harus keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak
menjadi Khalifah apabila suda memenuhi syarat-syarat.
5. Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan
menjalankan syariat islam, dan di jatuhi hukuman bunuh bila zhalim.
6. Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari masa
kekhalifahannya Usman r.a dianggap telah menyeleweng,
7. Khalifah Ali dianggap menyelewang setelah terjadi Tahkim (Arbitrase).[7]

1. 2. Aliran Murjiah
1. Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Murjiah
Aliran Murjiah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat dalam upaya
kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa besar, sebagai mana hal itu
dilakukan oleh aliran khawarij. Mereka menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang
terlibat dalam peristiwa tahkim itu di hadapan tuhan, karena hanya tuhanlah yang mengetahui
keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang melukan dosa besar masih di
anggap mukmin di hadapan mereka. Orang mukmin yang melakukan dosa besar itu dianggap
tetap mengakui bahwa tiada tuhansealin allah dan Nabi Muhammad sebagai Rasulnya.
Dengan kata lain bahwa orang mukmin sekalipun melakukan dosa besar masih tetap
mangucapkan dua kalimat syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh karena itu
orang tersebut masih tetap mukmin, bukan kafir.[8]
Pandangan mereka itu terlihat pada kata murjiah yang barasal dari kata arja-a yang berarti
menangguhkan, mengakhirkan dan memberi pengharapan.
Hal-hal yang melatarbelakangi kehadiran murjiah antara lain adalah : [9]
1. adanya perbedaan pendapat antara Syiah dan Khawarij; mengkafirkan pihak-pihak
yang ingin merebut kekuasaan ali dan mengakfirkan orang- yang terlihat dan
menyetujui tahkim dalam perang siffin.
2. adanya pendapat yang menyalahkan aisyah dan kawan-kawan yang menyebabkan
terjadinya perang jamal.
3. adanya pendapat yang menyalahkan orang yang ingin merebut kekuasaan Usman bin
Affan. [10]
1. Ajaran-ajaran Murjiah
1. Ajaran-ajaran pokok murjiah dapat disimpulan sebagai berikut: .
2. Iman Hanya membenarkan (pengakuan) di dalam Hati
3. Orang islam yang melakukan dosa besar tidak dihukumkan kafir. Muslim tersebut
tetap mukmin selama ia mengakui dua kalimat syahadt.
4. Hukum terhadap perbuatan manusia di tangguhkan hingga hari kiamat[11]
1. Tokoh dan sekte dalam murjiah
Dalam perkembangannya, Murjiah mengalami berbagai perbedaan pendapat dikalangan
pengikutnya
yang
mendasari
lahirnya
aliran-aliran,

selanjutnya, aliran murjiah ini terpecah


menjadi beberapa macam sekte, ada yang moderat, ada pula yang ekstrem.

Tokoh murjiah Moderat antara lain adalah hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu
Hanifah, Abu Yusufdan beberapa ahli hadits[12], yang berpendapat, bagaimanapun besarnya
dosa seseorang, kemungkinan mendapat ampunan dari tuhan masih ada. Sedangkan yang
ekstrem antara lain ialah kelompok Jahmiyah, pengikut Jaham bin Shafwan. Kelompok ini
berpendapat, sekalipun seseorang menyatakan dirinya musyrik, orang itu tidak dihukum kafir.
[13]
1. 3. Aliran Qadariyah
1. Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Qadariyah
Qadariyah berakar pada qadara yang dapat berarti memutuskan dan memiliki kekuatan atau
kemampuan.Sedangkan sebagai suatu aliran dalam ilmu kalam, qadariyah adalah nama yang
dipakai untuk suatu aliran yang memberikan penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan
manusia dalam menghasilkan perbuatan-perbuatannya. Dalam paham qadariyah manusia di
pandang mempunyai qudrat atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan
berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar dan qada Tuhan[14]
Mazhab qadariyah muncul sekitar tahun 70 H(689 M). Ajaran-ajaran tentang Mazhab ini
banyak memiliki persamaan dengan ajaran Mutazilah sehingga Aliran Qadariyah ini sering
juga disebut dengan aliran Mutazilah, kesamaan keduanya terletak pada kepercayaan
kedunya yang menyatakan bahwa manusia mampu mewujudkan tindakan dan perbuatannya,
dan tuhan tidak campur tangan dalam perbuatan manusia ini, dan mereka menolak segala
sesuatu terjadi karena qada dan qadar Allah SWT.[15]
Aliran ini merupakan aliran yang suka mendahulukan akal dan pikiran dari pada prinsip
ajaran Al-Quran dan hadits sendiri. Al-Quran dan Hadits mereka tafsirkan berdasarkan
logika semata-mata. Padahal kita tahu bahwa logika itu tidak bisa menjamin seluruh
kebenaran, sebab logika itu hanya jalan pikiran yang menyerap hasil tangkapan panca indera
yang serba terbatas kemampuannya. Jadi seharusnya logika dan akal pikiranlah yang harus
tunduk kepada Al-Quran dan Hadits, bukan sebaliknya.[16]
Tokoh utama Qadariyah ialah Mabad Al-Juhani dan Ghailan al Dimasyqi. Kedua tokoh ini
yang mempersoalkan tentang Qadar.
1. Pokok-pokok ajaran Qadariyah
Menurut Dr. Ahmad Amin dalam kitabnya Fajrul Islam halaman 297/298, pokok-pokok
ajaran qadariyah adalah :
1. Orang yang berdosa besar itu bukanlah kafir, dan bukanlahmukmin, tapi fasik dan
orang fasikk itu masuk neraka secara kekal.
2. Allah SWT. Tidak menciptakan amal perbuatan manusia, melainkan manusia lah yang
menciptakannyadan karena itulah maka manusia akan menerima pembalasan baik
(surga) atas segala amal baiknya, dan menerima balasan buruk (siksa Neraka) atas
segala amal perbuatannya yang salah dan dosakarena itu pula, maka Allah berhak
disebut adil.

3. Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu maha esa atau satu dalam ati bahwa
Allah tidak memiliki sifat-sifat azali, seprti ilmu, Kudrat, hayat, mendengar dan
melihat yang bukan dengan zat nya sendiri. Menurut mereka Allah SWT, itu
mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar, dan meilahat dengan zatnya sendiri.
4. Kaum Qadariyah berpendapat bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang
baik dan mana yang buruk, walaupun Allah tidak menurunkan agama. Sebab, katanya
segala sesuatu ada yang memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruk. [17]
Selanjutnya terlepas apakah paham qadariyah itu di pengaruhi oleh paham luar atau tidak,
yang jelas di dalam Al-Quran dapat di jumpai ayat-ayat yang dapat menimbulkan paham
qadariyah .
Dalam surat Al Raad Ayat 11, di jelaskan
c) !$# w it $tB BQqs)/ 4Lym (#rit $tB NkRr/ 3
Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
keadaan diri mereka sendiri

merobah

Dalam Surat Al-Kahfi ayat 29, allah menegaskan


@%ur ,ys9$# `B O3n/ ( `yJs u!$x `Bs=s tBur u!$x 3u=s
Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah
ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir.
Dengan demikian paham qadariyah memilki dasar yang kuat dalam islam, dan tidaklah
beralasan jika ada sebagian orang menilai paham ini sesat atau kelaur dari islam
1. 4. Aliran Jabariyah
1. Pengerian, dan latar belakang Kemunculan jabariyah.
Nama jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti memaksa. Sedangkan
menurut al-Syahrastani bahwa Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari hamba secara
hakikat dan menyandarkan perbuatan tersebutkepada Allah.[18] Dan dalam bahasa inggris
disebut dengan fatalism atau predestination, yaitu paham yang menyatakan bahwa perbuatan
manusia di tentukan sejak semula oleh qada dan qadar tuhan.
Menurut catatan sejarah, paham jabariyah ini di duga telah ada sejak sebalum agama Islam
datangke masyarakat arab. Kehidupan bangsa arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah
memberi
kan pengaruh besar terhadap hidup mereka, dengan
keadaan yang sangat tidak bersahabat dengan mereka pada waktu itu. Hal ini kemudian
mendasari mereka untuk tidak bisa berbuat apa-apa, dan menyebankan mereka semata-mata
tunduk dan patuh kepada kehendak tuhan.[19]
Munculnya mazhab ini berkaitan dengan munculnya Qadariyah. Daerah kelahirannya pun
berdekatan. Qadariyah muncul di irak, jabariyah di khurasan. Aliran ini pada mulanya di

pelopori oleh al-jaad bin dirham. Namun, dalam perkembangannya. Aliran ini di
sebarluaskan oleh jahm bin Shafwan. Karena itu aliran ini terkadang disebut juga dengan
Jahmiah.
1. Pokok-pokok paham jabariyah.
Selanjutnya, yang menjadi dasar yang sejajar dengan pemahaman pada aliran jabariyah ini
dijelaskan Al-Quran diantaranya :
Dalam surat al-saffat ayat 96 :
!$#ur /3s)n=s{ $tBur tbq=yJs?
Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.
Dalam surat al Insan ayat 30, dinyatakan
tBur tbr!$tn@ Hw) br& u!$to !$# 4 $
Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.
Jaham bin Shafwan mempunyai pendirian bahwa manusia itu terpaksa, tidak mempunyai
pilihan dan kekuasaan. Manusia tidak bisa berbuat lain dari apa yang telah di lakukannya.
Allah SWT, telah mentakdirkan ats dirinya segala amal perbuatan yang mesti di kerjakannya,
dan segala perbuatan itu adalah ciptaan allah, sama seperti apa yang dia ciptakan pada bendabenda yang tidak bernyawa. Oleh karena itu, jaham menginterpretasikan bahwa pahala dan
siksa merupakan paksaan dalam arti bahwa allah telah mentakdirkan seseorang itu baik
sekaligus memberi pahala dan allah telah mentakdirkan seseorang itu berdosa sekaligus juga
menyiksanya.
Sehingga, dalam realisasinya, orang yang termakan paham ini bisa menjadi apatis dan beku
hidupnya, tidak bisa berbuat apa-apa, selain berpangku tangan, menunggu takdir Allah
semata-mata dan berusahapun tidak. Karena mereka telah berkeyakinan bahwa allah telah
mentakdirkan segala sesuatu, dan manusia tidak bisa mengusahakan sesuatu itu.
Disisi lain, aliran ini tetap berpendapat bahwa manusia tetap mendapat pahala atau siksa
karena perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya. Paham bahwa perbuatan yang dilakukan
manusia adalah sebenarnya perbuatan tuhan tidak menafikan adanya pahala dan siksa.
Berkenaan dengan itu perlu dipertegas bahwa Jabariyah yang di kemukakan Jaham bin
Shafwan adalah paham yang ekstrem. Sementara itu terdapat pula paham jabariyah yang
moderat, seperti yang diajarkan oleh Husain Bin Muhammad al.Najjar dan Dirar Ibn Amr.
Menurut Najjar dan Dirar, bahwa Tuhanlah yang menciptakan perbuatan Manusia baik
perbuatan itu positif maupun negatif Tetapi dalam melakukan perbuatan itu manusia
mempunyai bagian daya yang diciptakan dalam diri manusia oleh tuhan, mempunyai efek,
sehingga manusia mampu melakukan perbuatanitu.Daya yang diperoleh untuk mewujudkan
perbuatan-perbuatan inilah yang kemudian disebut Kasb atau acquisition.[20]

Menurut paham ini manusia tidak hanya bagaikan wayang di gerakkan oleh dalang, tetapi
manusia dan Tuhan terdapat kerja sama dalam mewujudkan suatu perbuatan, dan manusia
tidak semata-mata di paksa dalam melaksanakan perbuatannya.
1. 5. Aliran Mutazilah
1. Pengertian dan latar belakang munculnya Mutazilah
Perkataan Mutazilah berasal dari kata tizal yang artinya memisahkan diri, pada mulanya
nama ini di berikan oleh orang dari luar mutazilah karena pendirinya, Washil bin Atha, tidak
sependapat dan memisahkan diri dari gurunya, Hasan al-Bashri. Dalam perkembangan
selanjutnya, nama ini kemudian di setujui oleh pengikut Mutazilah dan di gunakan sebagai
nama dari bagi aliran teologi mereka.
Aliran mutazilah lahir kurang lebih 120 H, pada abad permulaan kedua hijrah di kota
basyrah dan mampu bertahan sampai sekarang, namun sebenarnya, aliran ini telah muncul
pada pertengahan abad pertama hijrah yakni diisitilahkan pada para sahabat yang
memisahkan diri atau besikap netral dalam peristiwa-peristiwa politik. Yakni pada peristiwa
meletusnya perang jamal dan perang siffin, yang kemudian mendasari sejumlah sahabat yang
tidak mau terlibat dalam konflik tersebut dan memilih untuk menjauhkan diri mereka dan
memilih jalan tengah.
Disisi lain, yang melatarbelakangi munculnya kedua Mutazilah diatas tidaklah sama dan
tidak ada hubungannya karena yang pertama lahir akibat kemelut politik, sedangkan yang
kedua muncul karena didorong oleh persoalan aqidah.[21]
Dalam perkembangannya, Mutazilah pimpinan Washil bin Atha lah yang menjadi salah satu
aliran teologi dalam islam.
1. Pokok-pokok ajaran Mutazilah
Ada lima prinsip pokok ajaran Mutazilah yang mengharuskan bagi pemeluk ajaran ini untuk
memegangnya, yan dirumuskan oleh Abu Huzail al-Allaf :
1. al Tauhid (keesaan Allah)
2. al Adl (keadlilan tuhan)
3. al Wad wa al waid (janji dan ancaman)
4. al Manzilah bain al Manzilatain (posisi diantara posisi)
5. amar mauruf dan Nahi mungkar.[22]
1. Tokoh-tokoh Mutazilah
Diantara para tokoh-tokoh yang berpengaruh pada Mutazilah yaitu:
1.

1. Washil bin Atha


2. Abu Huzail al-Allaf
3. Al Nazzam
4. Al-Jubbai[23]
1. 6. Ahlussunah Wal- Jamaah
1. Pengertian dan para tokoh serta pemikiran-pemikiran mereka.
Ahlussunnah berarti penganut atau pengikut sunnah Nabi Muhammad SAW, dan jemaah
berarti sahabat nabi. Jadi Ahlussunnah wal jamaah mengandung arti penganut Sunnah
(ittikad) nabi dan para sahabat beliau.[24]
Ahlussunnah sering juga disebut dengan Sunni dapat di bedakan menjadi 2 pengertian, yaitu
khusus dan umum, Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok Syiah, Dalam
pengertian ini, Mutazilah sebagai mana juga Asyariyah masuk dalam barisan Sunni. Sunni
dalam pengertian khusus adalah mazhab yang berada dalambarisan Asyariyah dan
merupakan lawan Mutazilah.[25]
Aliran ini, muncul sebagai reaksi setelah munculnya aliran Asyariyah dan maturidiyah,dua
aliran yang menentang ajaran-ajaran Mutazilah.
Tokoh utama yang juga merupakan pendiri mazhab ini adalah Abu al hasan al Asyari dan
Abu Mansur al Maturidi.
a. Abu al Hasan al Asyari
1. Pokok-pokok pemikirannya

Sifat-sifat Tuhan. Menurutnya, Tuhan memiliki sifat sebagaiman di sebut di dalam


Alquran, yang di sebut sebagai sifat-sifat yang azali, Qadim, dan berdiri diatas zat
tuhan. Sifat-sifat itu bukanlah zat tuhan dan bukan pula lain dari zatnya.

Al-Quran, Manurutnya, al-Quran adalah qadim dan bukan makhluk diciptakan.

Melihat Tuhan, menurutnya, Tuhan dapat dilihat dengan mata oleh manusia di akhirat
nanti.

Perbuatan Manusia. Menurutnya, perbuatan manusia di ciptakan tuhan, bukan di


ciptakan oleh manusia itu sendiri.

Antrophomorphisme

Keadlian Tuhan, Menurutnya, tuhan tidak mempunyai kewajiban apapun untuk


menentukan tempat manusia di akhirat. Sebab semua itu marupakan kehendak mutlak
tuhan sebab tuhan maha kuasa atas segalanya.

Muslim yang berbuat dosa. Menurutnya, yang berbuat dosa dan tidak sempat bertobat
diakhir hidupnya tidaklah kafir dan tetap mukmin.[26]

1. Abu manshur Al-Maturidi


1.Pokok-pokok pemikirannya :

Sifat Tuhan. Pendapatnya sejalan dengan al Asyari

Perbuatan Manusia. Menurtnya, Perbuatan manusia sebenarnya di wujudkan oleh


manusia itu sendiri, dan bukan merupakan perbuatan tuhan.

Al Quran. Pendapatnya sejalan dengan al Asyari

Kewajiban tuhan. Menurutnya, tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu.

Muslim yang berbuat dosa. Pendapatnya sejalan dengan al Asyari

Janji tuhan. Menurutnya, janji pahala dan siksa mesti terjadi, dan itu merupakan janji
tuhan yang tidak mungkin di pungkirinya.

Antrophomorphisme. [27]

1. 7. Aliran Syiah
1. Pengertian dan kemunculannya Syiah
Secara bahasa Syiah berarti pengikut. Yang dimaksud dengan pengikut disini ialah para
pendukung Ali bin Abi Thalib. Secara istilah Syiah sering di maksudkan pada kaum
muslimin yang dalam bidang spritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturuan Nabi
Muhammad SAW, atau yang sebut sebagai ahl al-bait.selanjutnya, istilah yiah ini untuk
pertama kalinya di tujukan pada para pengikut ali (syiah ali), pemimpin pertama ahl- al bait
pada masa Nabi Muhammad SAW.
Para pengikut ali yang disebut syiah ini diantaranya adalah Abu Dzar al Ghiffari, Miqad bin
Al aswad dan Ammar bin Yasir.[28]
Mengenai latar belakng munculnya aliran ini, terdapat dua pendapat, pertama menurut Abu
Zahrah, Syiah mulai muncul pada akhir dari masa jabatan Usman bin Affankemudian
tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, Adapun menurut Watt,
Syiah bener-bener muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Muawiyah yang
dikenal denganPerang siffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan ali
terhadap arbitrase yang diatwarkan Muawiyah, pasukan Ali di ceritakan terpecah menjadi
dua, satu kelompok mendukung sikap Ali kelak di sebut Syiah dan kelompok lain menolak
sikap Ali, kelak di sebut Khawarij.[29]
1. Pokok-Pokok Pikiran Syiah[30]

Kaum Syiah memiliki lima prinsip utama yang wajib di percayai oleh penganutnya. Kelima
prinsip itu adalah :
1. al Tauhid
Kaum Syiah mengimani sepenuhnya bahwa allah itu ada, Maha esa, tunggal, tempat
bergantung, segala makhluk, tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tidak ada seorang pun
yang menyamainya. Dan juga mereka mempercayai adanya sifat-sifat Allah.
1. al adl
Kaum Syiah mempunyai keyakinan bahwa Allah Maha Adil. Allah tidak melakukan
perbuatan zhalim dan perbuatan buruk, ia tidak melakukan perbuatan buruk karena ia
melarang keburukan, mencela kezaliman dan orang yang berbuat zalim.
1. al Nubuwwah
Kepercayaan Syiah terhadap para Nabi-nabi juga tidak berbeda dengan keyakinan umat
muslim yang lain. Menurut mereka, Allah mengutussejumlah nabi dan rasul ke muka bumi
untnk membimbing umat manusia.
1. al imamah
Menurut Syiah, Imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama dan dunia sekaligus, ia
pengganti rasul dalam memelihara Syariat, melaksanakan Hudud, dan mewujudkan kebaikan
dan ketentraman umat.
1. al maad
Maad berarti tempat kembali (hari akhirat), kaum Syiah sangat percaya sepenuhnya akan
adanya hari akhirat, bahwa hari akhirat itu pasti terjadi.
1. 8. Aliran Salafiyah
1. Pengertian dan latar belakang munculnya Salafiyah
Secara bahasa salafiyah berasal dari kata salaf yang berarti terdahulu, yang dimaksud
terdahulu disini adalah orang-orang terdahulu yang semasa Rasul SAW, para sahabat, para
tabiin, dan tabitt tabiin. sedangakan salafiyah berarti orang-orang yang mengikuti salaf.[31]
Istilah salaf mulai dikenal dan muncul beberapa abad abad sesudah Rasul SAW wafat, yaitu
sejak ada orang atau golongan yang tidak puas memahami al Quran dan hadits tanpa tawil,
terutama untuk menjelaskan maksud-maksud tersirat dari ayat-ayat al-Quran sehingga tidak
menimbulkan hal-hal yang tidak layak bagi Allah SWT.[32]
Orang yang termasuk dalam kategori salaf adalah orang yang hidup sebelum tahun 300
hijriah, orang yang hidup sesudah tahun 300 H termasuk dalam kategori khalaf.
1. Tokoh-tokoh ulama salaf dan perkembangan Aliran salafiyah.

Tokoh terkenal ulama salaf adalah Ahmad bin Hambal. Nama lengkapnya, Ahmad, bin
Muhammad bin Hambal, beliau juga di kenal sebgai pendiri dan tokoh mazhab Hambali. .
Tokoh salafiyah yang terkenal lainnya adalah Taqiyuddin Abu al Abbas Ahmad bin Abdul
Halim bin Abd al salam bin Abdullah bin Muhammad bin Taimiyah al Hambali, atau yang
lebih di kenal dengan nama Ibnu Taimiyah. Beliau merupakan seorang teolog dan ahli
Hukum yang banyak menghasilkan karya tulis.beliau juga ahli di bidang tafsir dan hadist.
Dalam perkembangannya, ajaran yang bermula pada Imam Ahmad bin Hanbal ini,
selanjutnya di kembangkan oleh Ibnu Taimiyah, kemudian di suburkan oleh Imam
Muhammad bin Abdul Wahab.dan akhirnya berkembang di dunia Islam secara Spodaris.
Pada abad ke 20 M gerakan ini muncul dengan dimensi baru. Tokoh-tokohnya adalah
Jamaluddin al Afgani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.
Salafiyah baru al afgani ini terdiri dari 3 komponen pokok yakni :
1. Keyakinan bahwa kemajuan dan kejayaan umat Islam hanya mungkin di wujudkan
jika mereka kembali kepada ajaran Islam yang masih murni dan kembali pada ajaran
Islam yang masih murni, dan meneladani pokok hidup sahabat Nabi. Komponen
pertama ini merupakan satu unsur yang di miliki oleh salfiyah sebelumnya.
2. perlwanan terhadap kolonialisme dan mominasi barat, baik politik, ekonomi, maupun
kebudayaan.
3. pengakuan terhadap keunggulan barat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Al Afgani dapat di katakan sebagai penganut salafiyah modern karena dalam rumusan
pahamnya yang banyak meletakkan unsur-unsur moderenismesebagai mana terlihat pada
komponen 2 dan 3 diatas.
Syekh Muhammad Abduh adalah murid Al afgani dan Muhammad Rasyid Ridaha adalah
murid dari Muhammad Abduh, meskipun dalam beberapa hal antara dengan guru berbeda
dalam banyak hal mereka sama.

Asal-Usul Munculnya Aliran-Aliran Dalam Ilmu Kalam


Sejak wafatnya Nabi Muhammad saw, kaum muslimin sudah mulai menghadapi
perpecahan. Tetapi perpecahan itu menjadi reda, karena terpilihnya Abu Bakar menjadi
Khalifah. Setelah beberapa lamanya Abu Bakar menduduki jabatan kekhalifahan, mulai
tampak kembali perpecahan yang disebarkan oleh orang-orang yang murtad dari Islam dan
orang-orang yang mengumumkan dirinya menjadi nabi, seperti Musailamatul Kadzdzab,
Thulalhah, Sajah dan Al-Aswad Al-Ansy. Di samping itu ada pula kelompok-kelompok lain
yang tidak mau membayar zakat kepada Abu Bakar. Padahal dahulunya mereka semua taat
dan disiplin membayar zakat pada Nabi. Akan tetapi semua perselisihan itu segera dapat
diatas dan dipersatukan kembali, karena kebijaksanaan Khalifah Abu Bakar. Maka selamatlah
kekuasaan Islam yang muda Itu dari ancaman fitnah dari musuh-musuh Islam yang hendak
menghancur-leburkannya.
Kemudian perjalanan kekhalifahan Abu Bakar As-shiddiq, Umar ibnu Khattab, dan
Utsman Ibnu Affan tidak begitu menghadapi persoalan, bahkan terjalin persaudaraan yang
mesra dan akrab. Pada masa ketiga khalifah itulah, dipergunakan kesempatan yang sebaikbaiknya mengerahkan semua tenaga kaum muslimin untuk menyiarkan dan mengembangkan
Islam ke seluruh pelosok penjuru dunia. Tetapi setelah Islam meluas ke Afrika, Asia Timur
bahkan Asia Tenggara tiba-tiba diakhir Khalifah Utsman, terjadi suatu persoalan yang
ditimbulkan oleh tindakan Utsman yang oleh sebagian orang Islam dianggap kurang
mendapat simpati dari sebagian kaum muslimin.
Kebijakan khalifah Utsman bin Affan yang dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan
umat pada saat itu, diantaranya ialah kurang pengawasan dan pengangkatan terhadap
beberapa pejabat penting dalam pemerintahan, sehingga para pelaksana pemerintahan (para
eksekutif) di lapangan tidak bekerja secara maksimal, diperparah lagi dengan adanya sikap
nepotisme dari keluarganya. Utsman banyak menempatkan para pejabat tersebut dari
kalangan keluarganya, sehingga banyak mengundang protes dari kalangan umat Islam. Dan
sebenarnya hal Ini adalah bisa dimaklumi karena memang keluarga Usman bin Affan adalah
keluarga orang-orang yang pandai. Namun Inilah bermulanya fitnah yang membuka
kesempatan orang-orang yang berambisi untuk menggulingkan pemerintahan Utsman.
Karena derasnya arus fitnah ini sehingga mengakibatkan terbunuhnya Sayyidina
Utsman bin Affan . Setelah itu maka Ali bin Abi Thalib terpilih dan diangkat menjadi
khalifah, tetapi dalam pengangkatan tidak memperoleh suara yang bulat, karena ada golongan
yang tidak menyetujui pengangkatan itu. Bahkan ada yang dengan terang-terangan
menentang pengangkatan tersebut sekaligus menuduh bahwa Ali campur tangan atau
sekurang-kurangnya membiarkan komplotan pembunuhan terhadap Utsman. Semenjak
itulah, berpangkalnya perpecahan umat Islam, hingga menjadi beberapa partai atau golongan.
Diantaranya sebagai berikut :
Kelompok yang setuju atas pengangkatan Ali menjadi khalifah.
Kelompok yang pada awalnya patuh dan setuju, tetapi kemudian setelah terjadi
perpecahan, menjadi golongan yang netral. Mereka berpendidikan, tidak mau mengikuti taat
pada Ali, tidak pula memusuhinya Ali. Karena mereka berkeyakinan bahwa keberpihakan
kepada salah satu dari dua golongan tersebut tidak berakibat baik.
Kelompok yang jelas-jelas menentang Ali secara terbuka, yaitu Thalhah bin Abdullah,
Zubir bin Awam, Aisyah binti Abu Bakar. Semuanya ini bersatu dan sepakat menjadikan
Aisyah sebagai komandan untuk menggulingkan khalifah Ali. Mereka menyusun tentara, lalu
menduduki Basrah. Pegawai-pegawai Ali di Basrah dibunuh, perbendaharaan dirampas.
Sebab itu Ali pun dengan membawa pasukan yang dipimpinnya sendiri menuju Basrah, dan
akhirnya terjadilah pertempuran hebat. Thalhah dan Zubir terbunuh. Aisyah tertangkap dan

dipulangkan ke Madinah. Peperangan ini dinamai peperangan Jamal (unta), sebab Aisyah
memimpin pertempuran itu dari atas unta. Dari tentara Aisyah banyak yang melarikan diri
dan menggabungkan diri dengan tentara Muawiyah di Syam, yang same-sama menentang
Ali. Terjadinya peperangan antara Muawiyah dan Ali, hingga pertempuran Shiffin, yaitu
perang terakhir antara Ali dan Muawiyah.
Ada golongan umat Islam yang memisahkan diri dari tentara Ali. Golongan
ini yang kita kenal dengan kaum Khawarij, mereka tidak setuju dengan gencatan
senjata dan perundingan antara Ali dengan Muawiyah. Mereka ini dihancurkan pula
oleh Ali, sehingga cerai-berai. Sebenarnya Khawarij ini pada mulanya sungguhsungguh membela kepentingan agama. Mereka menuduh Ali tidak tegas dalam
mempertahankan kebenaran, sedang Muawiyah adalah penentang kebenaran, jadi
mereka memisahkan diri dari kedua-dua kelompok tersebut. Ia merasa mempunyai
hak untuk menentang pemerintahan mana saja yang tidak jujur. Dengan alasanalasan itulah, Khawarij menentang Ali dan Muawiyah.
Demikianlah golongan-golongan politik yang timbul di masa Khalifah AIi-Kemudian
sesudah Ali, timbullah beberapa kelompok atau aliran ilmu kalam (aliran tentang aqidah)
yang diakibatkan oleh timbulnya golongan-golongan politik tersebar di atas, yaitu:
1. Syiah
Golongan ini sangat fanatik kepada, khalifah Ali bin Abi Thalib dan, keturunannya.
Mereka berkeyakinan tidak seorangpun yang berhak memegang, menduduki jabatan
kekhalifahan kecuali dari keturunan Ali. Jika orang yang mengakui khalifah bukan dari
keturunan Ali, berarti merampas hak kekuasaan dan kekhalifahannya tidak syah. Tetapi
akhirnya golongan ini dimasuki pula oleh unsur-unsur yang menyimpang dari pokok-pokok
agama Islam.
2. Qadariyah
Golongan Qodariyah, pokok pemikirannya adalah bahwa usaha dan gerak perbuatan
manusia ditimbulkan sendiri, bukan dari Allah. Faham ini, mula-mula dianjurkan oleh
Mabad Al-Juhainy, Ghailan al-Dimasyqi dan Al-Jadu bin Dirham. Ketiga tokoh ini hidup
pada zaman Daulah Umaiyah dan ketiganya mati terbunuh.
3. Jabariyah
Golongan ini muncul di Khurasan, yang dipelopori oleh Al-Jaham bin Shafwan la
berpendapat bahwa hidup manusia ini sudah ditentukan oleh Allah Taala. Segala gerakgeriknya dijadikan Tuhan semata-mata, manusia tidak dapat berusaha dan menggerakkan
dirinya. Mereka juga meniadakan sifat-sifat Allah Taala. Kita tidak boleh menyifati Allah
Taala, dengan suatu sifat yang bersamaan dengan sifat-sifat yang terdapat pada
makhluknya. Pemimpin golongan ini, akhirnya terbunuh juga di Khurasan.
4.

Murjiah
Golongan Murjiah berpendapat, bahwa kemaksiatan tidaklah menghilangkan
keimanan atau tidak memberi bekas terhadap keimanan seseorang, sebagaimana ketaatan,
tidak memberi pengaruh kepada orang yang kafir.
5. Karamiyah
Golongan ini berpendapat, bahwa yang diwajibkan kepada setiap muslim hanyalah
pengakuan lisan saja atas kebenaran rasul. Artinya cukuplah seseorang dengan mengucapkan
dua kalimat syahadat saja, sekalipun tanpa amal dan tanpa tashdiq di hati.
6. Khawarij

Golongan ini pada mulanya adalah pengikut setia Khalifah Ali, namun mereka
memisahkan diri akibat tidak setuju dengan kebijakan khalifah menerima perdamian dengan
Muawiyah pada saat perang Siffin. Mereka berpendapat bahwa orang yang mengerjakan
dosa besar, atau meninggalkan kewajiban-kewajiban yang sampai mati belum sempat tobat,
maka orang itu dihukumkan keluar dari Islam dan menjadi kafir. Jadi mereka abadi dalam
neraka.
7. Mutazilah
Golongan Mutazilah ini salah satu pokok pikirannya adalah, bahwa orang Islam yang
mengerjakan dosa besar, atau meninggalkan kewajiban-kewajiban, yang sampai matinya
belum sempat bertobat, maka orang itu dihukum keluar dari Islam, tetapi tidak menjadi kafir,
hanya fasiq saja, namun menurutnya orang fasiq akan abadi di neraka.
8. Ahli Sunah wal Jamaah
Kelompok ini biasa menyebut dirinya Islama Aswaja. Pemahaman mereka ialah
bahwa yang dihukumkan dengan orang Islam, ialah orang yang memenuhi tiga syarat, yaitu :
menuturkan dua kalimat syahadat dengan lisan, dan diikuti dengan kepercayaan hati dan
buktikan dengan amal. Menurut Ahli Sunah wal Jamaah, bahwa orang yang mengerjakan
dosa besar atau mengingkari kewajiban-kewajiban yang diperihtahkan Allah sampai mati
tidak sempat tobat, dihukumkan sebagai mukmin yang melakukan maksiat. Hukumnya di
akhirat kelak, bila tidak memperoleh ampunan dari Allah akan masuk neraka untuk menjalani
hukumannya. Sesudah menjalani azab dan hukumnya itu, ada harapan mendapat kebebasan
dan masuk surga.
Aliran-Aliran Dalam Ilmu Kalam
Sebagaimana kita bahas di atas, bahwa pada masa akhir pemerintahan Khulafa alRasyidin muncul aliran kalam yang popular dengan nama Khawarij, kemudian diikuti oleh
Murjiah, Qadariyah dan Jabariyah, Mutazilah dan Asyariyah atau Ahlus Sunnah wal
Jamaah. Marl kita telisik satu persatu sehingga kita dapat memahami pandangan-pandangan
mereka dengan benar.
1.

Aliran Syiah
Syiah adalah golongan yang menyanjung dan memuji Sayyidina Ali secara berlebihlebihan. Karena mereka beranggapan bahwa Ali yang lebih berhak menjadi khalifah
pengganti Nabi Muhammad SAW, berdasarkan wasiatnya. Sedangkan khalifah-khalifah
seperti Abu Bakar As Shiddiq, Umar Bin Khattab dan Utsman Bin Affan dianggap
sebagai penggasab atauperampas khilafah.
Sebagaimana dimaklumi bahwa mulai timbulnya fitnah di kalangan ummat Islam
biang keladinya adalah Abdullah Bin Saba, seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam.
Pitnah tereebut cukup berhasil, dengan terpecah-belahnya persatuan ummat, dan timbullah
Syiah sebagai firqoh pertama :
Sebenarnya Syiah bermula dari perjuangan politik yaitu khilafah, kemudian
berkembang menjadi agama. Adapun dasar pokok Syiah ialah tentang Khalifah, atau
sebagaimana mereka menamakannya Imam. Maka Sayyidina Ali adalah iman sesudah Nabi
Muhammad SAW. Kemudian sambung-bersambung Imam itu menurut urutan dari Allah.
Beriman kepada imam, dan taat kepadanya merupakan sebagian dari iman. Iman menurut
pandangan Syiah bukan seperi. pandangan Golongan Ahlus Sunnah. Menurut golongan
Ahlus Sunnah, khalifah atau imam adalah wakil pembawa syariat (Nabi) dalam menjaga
agama. Dia mendorong manusia untuk beramal apa yang diperintahkan Allah. Dia adalah

pemimpin kekuasaan peradilan, pemerintahan dan peperangan. Akan tetapi baginya tidak ada
kekuasaan di bidang syariat, kecuali menafsirkan sesuatu atau berijtihad tentang sesuatu
yang tidak ada nashnya.
Adapun menurut golongan Syiah, imam itu mempunyai pengertian yang
lain, dia adalah guru yang paling besar. Imam pertama telah mewarisi macammacam ilmu Nabi SAW. Imam bukan manusia biasa, tetapi manusia luar biasa,
karena dia mashum dari berbuat salah. Di sini ada dua macam ilmu yang dimiliki
imam yaitu; ilmu lahir dan ilmu batin. Sungguh Nabi SAW telah mengajarkan AlQuran dengan makna batin dan makna lahir, mengajarkannya rahasia-rahasia
alam dan masalah-masalah ghaib. Tiap imam mewariskan perbendaharaan ilmuilmu kepada imam sesudahnya. Tiap imam mengajar manusia pada waktunya
sesuatu rahasia-rahasia (asrar) yang mereka mampu memahaminya. Oleh karena
itulah imam merupakan guru yang paling besar. Orang-orang Syiah tidak percaya
kepada ilmu dan hadits, kecuali yang diriwayatkan dari imam-imam golongan
Syiah sendiri.
Apabila berpadu pada kekuasaan khalifah urusan agama dan politik.
maka perselisihan antara golongan Syiah dengan golongan-golongan lainnya
adalah bercorak agama dan politik. Inti ajaran Syiah adalah berkisar masalah
khilafah. Jadi masalah politik, yang akhirnya berkembang dan bercampur dengan
masalah-masalah
agama. Ajaran-ajarannya.
yang
terpenting
yang
berkaitan
dengan khilafah ialah Al Ishmah, Al Mahdi, At Taqiyyah dan Ar Rajah.
Menurut keyakinan golongan Syiah bahwa imam-imam mereka itu sebagaimana para
nabi adalah bersifat Al Ishmah atau mashum dalam segala tindak lakunya, tidak pernah
berbuat dosa besar maupun kecil, tidak ada tanda berlaku maksiat, tidak boleh berbuat salah
ataupun lupa. Hal itu didasarkan :
1. Apabila imam boleh berbuat salah, maka akan membutuhkan kepada imam lain untuk
memberikan petunjuk, demikian seterusnya. Oleh karena itu imam tidak boleh salah, dengan
perkataan lain hams mashum. Lawan-lawan golongan Syiah menolak ajaran tersebut
dengan alasan bahwa kebutuhan terhadap imam itu bukan karena kemungkinan masyarakat
berbuat salah, akan tetapi karena fungsi imam itu sendiri sebagai pelaksana hukum, menolak
kerusakan dan memelihara kesucian agama. Tidak ada kebutuhan dalam tugas itu tentang
mashumnya imam, tetapi cukup dengan ijtihad dan berlaku adil.
2. Imam itu adalah pemelihara syariat, oleh karena imam harus mashum. Kalau tidak
demikian maka niscaya membutuhkan pemelihara yang lain. Lawan-lawan mereka
menoiaknya dengan alasan bahwa imam itu bukan pemelihara syariat, tetapi sebagai
pelaksana syariat. Adapun pemelihara syariat ialah para ulama.
Aliran-aliran Syiah ada yang moderat dan ada yang radikal. Zaidiyah merupakan
aliran yang paling dekat Sunni, bahkan menolak faham Al-Mahdidan Ar Rajah yang menjadi
keparcayaan umum aliran-aliran Syiah.
Syiah Az Zaidiyah adalah pengikut Zaid Bin Ali Bin Husain Bin Ali Bin Abi Thalib.
Syiah Az Zaidiyah ini adalah firqoh Syiah yang paling dekat (tidak banyak menyimpang)
kepada Aldus Sunnah dan yang paling lurus. la tidak mengangkat imam-imamnya sampai
pada martabat kenabian, bahkan juga tidak mengangkatnya ke martabat yang mendekatinya,
tetapi mereka menganggap imam-imam seperti manusia pada umumnya. Hanya saja mereka
adalah seutama-utama orang sesudah Rasulullah SAW. Mereka tidak mengkafirkan seorang
pun di antara sahabat-sahabat Nabi dan terutama orang (Abu Bakar, Umar dan Utsman, pen)
yang dibaiat oleh Ali dan mengakui keimanannya.

Aliran Zaidiyyah menolak faham Al Mahdi : Aliran Zaidiyyah adalah sebagian dari
aliran-aliran dalam Syiah, yang sangat terpengaruh oleh ajaran-ajaran Mutazilah, karena
Zaid pemimpin aliran Zaidiyyah ini pernah berguru kepada Washil Bin Atho, pemimpin
Mutazilah. Mereka sangat mengingkari sekali terhadap faham Al Mahdi dan Rajah, dan
dalam kitab-kitabnya mereka menolak hadits-hadits dan cerita-cerita yang berhubungan
dengan hal tersebut.
Syiah Ghaliyah atau Ashabu I-Ghulat, golongan Syiah yang ajaran-ajarannya telah
melampaui batas (ekstrim). Mereka ada yang berpendapat bahwa imam-imam mereka
mempunyai unsur-unsur ketuhanan. Ada pula yang menyerupakan Tuhan dengan makhlukNya. Kepercayaan tersebut adalah pengaruh dari kepercayaan-kepercayaan inkarnasi,
reinkamasi, ajaran-ajaran Yahudi dan Kristen. Agama Yahudi menyerupakan Tuhan dengan
makhluk-Nya, sedangkan agama Kristen menyerupakan makhluk dengan Tuhannya.
Di antara aliran-aliran Al Ghaliyah yang keterlaluan ialah As Sabaiyah, Al
AlAlbaiyah dan Al Khattabiyah. Aliran As Sabaiyah adalah pengikut Abdullah Bin Saba,
orang Yahudi dari Yaman, yang pura-pura masuk Islam. Aliran Sabaiyah inilah yang pertama
kali menyatakan ajaran tentang gaibnya imam, rajah, menitis (hulul)-nya sifat ketuhanan
kepada imam, dan berpindah (tanasukh)-nya sifat ketuhanan dari seorang imam kepada imam
berikutnya.
Aliran Al Khattabiyah, pengikut Abil Khattab Muhammad Bin Abi Zainab Bani Asad.
Setelah dia meninggal, diganti Muamar mempunyai ajaran-ajaran yang berlebih-lebihan.
Mereka beranggapan bahwa dunia itu tidak akan rusak. Sesungguhnya surga ialah keadaan
yang manusia mendapatkan kebaikan, kenikmatan dan kesehatan. Dan sesungguhnya neraka
ialah keadaan yang manusia mendapatkan keburukan, kesulitan dan bencana. Mereka
menghalalkan khamer, zina, dan semua hal yang diharamkan. Dan mereka selalu
meninggalkan shalat dan fardlu-fardlu lainnya.
Kini, Syiah dengan berbagai bentuk alirannya, masih tersebar cukup luas. Di Iran,
Syiah merupakan mazhab resmi negara. Di samping itu, Syiah terdapat juga di Irak,
Pakistan, India dan Yaman. Monument yang tidak boleh dilupakan yang merupakan jasa
Syiah, ialah Universitas Al Azhar Mesir, didirikan pada tahun 359 H = 970 M, oleh
Khalifah Al Muiz Lidinillah,dari Bani Fathimiyah. Semula, di Universitas Al Azhar ini adalah
untuk mencetak kader-kader Syiah, pejabat-pejabat penting pemerintah. Namun, bersamaan
dengan runtuhnya kekuasaan Bani Fathimiyah dengan khalifah terakhirnya Al Azid
Lidinillah pada tahun 555 H = 1160 M, maka corak Universitas Al Azhar yang semula
berfaham Syiah, berganti berfaham Sunnisampai sekarang.
2. Lahirnya Aliran Khawarij
Khawarij ini merupakan suatu aliran dalam kalam yang bermula dari sebuah kekuatan
politik. Dikatakan khawarij (orang-orang yang keluar) karena mereka keluar dari barisan
pasukan Ali saat mereka pulang dari perang Siffin, yang dimenangkan oleh Muawiyah
melalui tipu daya perdamaian. Gerakan exodus itu, mereka lakukan karena tidak puas dengan
sikap Ali menghentikan peperangan, padahal mereka hampir memperoleh kemenangan. Sikap
Ali menghentikan peperangan tersebut, menurut mereka, merupakan suatu kesalahan besar
karena Muawiyah adalah pembangkang, sama halnya dengan Thalhah dan Zutair. Oleh
sebab itu tidak perlu ada perundingan lagi dengan mereka. dan Ali semestinya meneruskan
peperangan sampai para pembangkang itu hancur dan tunduk.
Kemudian orang-orang Khawarij mulai mengafirkan siapa saja yang dianggap
melakukan kesalahan, seperti Utsman bin Affan yang melakukan kesalahan karena mengubah
sistem politiknya sehingga menimbulkan huru-hara. Kemudian Thalhah. Zubair dan
Muawiyah yang melakukan pembangkangan terhadap Ali bin Abi Thalih sebagai khalifah

yang sah. Dan Ali bin Abi Thalib sendiri yang melakukan kesalahan karena menghentikan
pertempuran dalam perang Siffin, ketika menaklukkan muawiyah yang tidak mau baiat
kepadanya.
Pada awalnya tuduhan kafir tersebut dilontarkan mereka kepada Muawiyah, Amru
bin Ash, Ali bin Abi Thalib dan Abu Musa al-Asyari, yang keempatnya ini pelaku utama
proses tahkim (damai) untuk mengakhiri peperangan. Namun, tahkim tersebut menurut
orang-orang khawarij tidak sesuai dengan ketentuan ajaran agama, karena Muawiyah adalah
pembangkang yang seharusnya diperangi sampai hancur dan tunduk. Dengan demikian, jalan
terakhir tersebut tidak sesuai dengan ketentuan hukum Allah, dan barang siapa menetapkan
sesuatu dengan ketentuan yang tidak sesuai dengan hukum Allah tergolong orang-orang kafir,
sebagaimana dikemukakan dalam surah al-Maidah ayat 44 yang
Artinya:
Barang siapa yang tidak menentukan hukum dengan apa yang diturunkan oleh
Allah adalah kafir.
Kemudian sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa pada akhirnya mereka
mengafirkan orang-orang yang melakukan kesalahan (dosa) besar, karena tidak mengikuti
hukum Allah juga termasuk suatu kesalahan besar. Kendati semua yang mereka kafirkan itu
adalah para pelaku pilitik yang menuntut pandangannya melakukan kesalahan besar dengan
tidak mengikuti norma agama sesuai Al-Quran, namun demikian mereka juga mengafirkan
para pelaku dosa besar di luar politik, bahkan lebih jauh mereka mengafirkan orang-orang
yang tidak sependapat dan tidak sealiran dengan mereka. Akhirnya semakin banyak konflik
dan pertempuran akibat pemikiran teologinya itu, sehingga Ali bin Abi Thalib penguasa sah
saat itu menyerang mereka dan menghancurkannya tahun 37 H. Akan tetapi salah seorang
dari mereka ada yang selamat dan membunuh Ali bin Abi Thalib tahun ke-40 H.
Walaupun telah dihancurkan Ali bin Abi Thalib tahun ke-37 H, namun sisa-sisa
kekuatan mereka masih terus bergerak dan berhasil menghimpun kekuatan lagi, sehingga
terus melakukan gerakan oposisi terhadap daulah Umayah. Akan tetapi, kelompok ini rentan
sekali sehingga mudah pecah, dapat dihancurkan kembali oleh Banu Umayah pada tahun 70
H. Sisa-sisanya dari sub sekte Ibadiyah (sebutan sub sekte Khawarij yang sangat moderat)
sampai kink masih ada di Sahara Al-Jazair, Tunisia, Pulau Zebra, Zanzibar, Omman dan
Arabia Selatan, dan tidak melakukan perlawanan politik apa-apa terhadap penguasa yang sah.
Sesuai dengan uraian diatas, make pemikiran kalam aliran khawarij yang paling
menonjol adalah tentang pelaku dosa besar yang menurut mereka tergolong orang kafir, dan
termasuk pada kategori dosa besar adalah sikap menentang terhadap pemikiran khawarij
sehingga orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka tergolong kafir.
Di samping itu, mereka mempunyai pemikiran yang khas tentang definisi iman. Yakni
menurut mereka iman itu adalah meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan dan
mengamalkan dengan anggota badan. Sejalan dengan definisinya ini, maka orang-orang yang
tidak mengamalkan ajaran agamanya, atau melakukan pelanggaran dalam kategori dosa
besar, termasuk kufur, karena amal mempengaruhi iman.
Dengan demikian pokok-pokok pikiran aliran ilmu kalam mereka dapat disimpulkan
sbb :
1)
Orang Islam yang melakukan dosa besar adalah termasuk Kafir
2)
Orang yang terlibat perang Jamal yakni perang antara Ali dan Aisyah dan
pelaku arbitrase antara Ali dan Muaawiyah dihukum Kafir
3)
Kholifah menurut mereka tidak harus keturunan Nabi atau suku quraisy

A.
B.

1.
2.
3.
4.
5.
C.
1.
3.

Mempercayai bahwa muhamad bin hanafiah sebagai pemimpin setelah husein Ali wafat
Nama kausaniyah diambil dari nama kaisan yaitu nama budak Ali Bin Abuthilib. Mesikpun
sekte(organisasi) ini punah, cerita kebesaran muhamad bin hanafiah dapat di jumpai dalam
cerita rakyat, hikayat ini terkenal sejak abad 15 M di malaka.
Saidiyah : Yaitu sekte ini mengakui ke kalifahan Abu bakar & Umar sekte syiah
mempercayai bahwa Zaed Bin Ali Bin Husein Zaenal Abidin merupakan peimpin setelah
husein bin Ali wafat. Dalam sekte ini ada 5 syarat untuk dapat di angkat sebagai pemimpin.
Yaitu :
Berasal dari keturunan Fatimah Binti Muhammad
Berpengetahuan luas tentang agama
Hidupnya untuk beribadah
Jihad di jalan Allah dengan mengangkat senjata
Berani
Sekte Imamiyah : yaitu sekte Syiah yang menunjukan langsung Ali Bin Abitholib untuk
menjadi imam oleh rassulullah Sebagai pengganti beliau. Sehingga sekte ini tidak mengakui
Abu bakar dan Umar.sekte imamyah pecah menjadi 2 golongan, yang terbesar yaitu:
Isna Asyariah / Syiah dua 12
Ismailiyah
Lahirnya Aliran Murjiah
Sejak terjadinya ketegangan politik di akhir pemerintahan Utsman bin Affan, ada
sejumlah sahabat nabi yang tidak mau ikut campur dalam perselisihan politik. Ketika
selanjutnya terjadi salah menyalahkan antara pihak pendukung Ali dengan pihak penuntut
bela kematian Utsman bin Affan, maka mereka bersikap irja yakni menunda putusan
tentang siapa yang bersalah. Menurut mereka, biarlah Allah saja nanti di hari akhirat yang
memutuskan siapa yang bersalah di antara mereka yang tengah berselisih ini.
Selanjutnya mereka kaum khawarij berpendapat bahwa mukmin yang melakukan
dosa besar itu menjadi kafir dan kelak akan kekal dalam neraka, maka Kaum Murjiah
berpendapat bahwa mukmin yang melakukan dosa besar tersebut masih tetap mukmin, yaitu
mukmin yang berdosa tidak berubah menjadi kafir. Lalu apakah mereka akan masuk ke
dalam neraka atau surga, atau masuk neraka terlebih dahulu baru kemudian ke dalam surga,
ditunda sampai ada putusan akhir dari Allah. Disamping itu, khusus bagi para pelaku dosa
besar, mereka juga berharap agar mereka mau bertaubat, dan berharap pula agar taubatnya
diterima di sisi Allah SWT.
Karena penundaan semua putusan terhadap Allah, serta senantiasa berharap Allah
akan mengampuni dosa-dosa para pelaku dosa besar tersebut, maka mereka ini kemudian
populer disebut sebagai golongan atau aliran murjiah (orang yang mendapat putusan para
pelaku dosa besar sampai ada ketetapan dari Allah, sambil berharap bahwa Allah akan
mengampuni dosa-dosa mereka itu).
Pendirian Murjiah di atas sangat moderat, sehingga menjadi pendirian umat Islam
pada umumnya tentang mukmin yang berbuat dosa besar. Mereka sendiri kemudian disebut
sebagai penganut aliran Murjiah moderat. Akan tetapi pada akhir abad pertama dan awal
abad kedua hijrah, muncul orang-orang murjiah ekstrim yang sangat meremehkan peran
amal perbuatan. Mereka selanjutnya berpendapat bahwa siapa saja yang meyakini keesaan
Allah dan ke-Rasulan Muhammad SAW, adalah orang beriman walaupun selalu melakukan
perbuatan buruk. Bahkan seorang tidak boleh dikatakan kafir kendati sering melakukan
ibadah di dalam gereja, karena keimanan itu ada dalam hati, dan hanya dapat diketahui oleh
Allah. Tokoh-tokoh aliran murjiah ekstrim ini adalah Jaham bin Shafwan, Abu Hasan alShalih, Muqatil bin Sulaiman dan Yunus al-Samiri.

Kaum murjiah ekstrim ini banyak memperoleh kecaman dari para ulama saat itu, dan
tidak memperoleh pengikut, serta akhirnya lenyap. Sedang murjiah moderat kemudian
menjadi pengikut aliran Ahlus Sunrah wal Jamaah.
Pemikiran yang paling menonjol dari aliran ini adalah bahwa pelaku dosa besar tidak
dikategori sebagai orang kafir, karena mereka masih memiliki keimanan dan keyakinan
dalam hati bahwa Tuhan mereka adalah Allah, Rasul-Nya adalah Muhammad, serta AlQuran sebagai kitab ajarannya serta meyakini rukun-rukun iman lainnya.
Disamping itu, mereka berpendapat bahwa iman itu adalah mengetahui dan meyakini
atas ke-Tuhanan Allah dan ke-Rasulan Muhammad. Mereka tidak memasukkan unsur amal
dalam iman, sehingga amal tidak mempengaruhi iman. Oleh sebab itu pulalah mereka
berpendapat bahwa pelaku dosa besar tetap mukmin, dan tidak terkategori sebagai orang kafir
sebagaimana dinyatakan ajaran khawarij. Sedangkan dosanya harus mereka
pertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Dengan demikian pokok-pokok pikiran aliran ilmu kalam mereka dapat disimpulkan
sbb:
1)
Pengakuan Iman Islam cukup di dalam hatinya saja dan tidak dituntut
membuktikan keimanan dengan perbuatan.
2)
Selama seorang muslim meyakini dua kalimat syahadat apabila ia berbuat
dosa besar maka tidak tergolong kafir dan hukuman mereka ditangguhkan di
akhirat dan hanya Allah yang berhak menghukum
4. Lahirnya Aliran Qadariyah
Sebagaimana khawarij dan murjiab, aliran teologi qadariyah juga lahir dengan
dilatarbelakangi oleh kegiatan politik, yakni pada masa pemerintahan muawiyah bin Abu
Sufyan, dari Daulah Banu Umayah. Sepeninggal Ali bin Abi Thalib, tahun 40 H muwiyah
menjadi penguasa daulah islamiyah. Dan untuk memperkokoh kekuasaannya itu, dia
menggunakan berbagai cara, khususnya dalam menumpas semua oposisi, bahkan mendiang
Ali bin Abi Thalib dicaci maki dalam setiap kesempatan berpidato termasuk saat berkhotbah
Jumat.
Para ulama yang shalil banyak yang tidak setuju dengan gaya dan cara muawiyah,
namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Untuk menutupi kesalahan itu, mereka
mengembalikan semuanya kepada Allah bahwa semua yang terjadi atas kehendak-Nya. Isu
ini kemudian dimanfaatkan pula oleh muawiyah dalam memimpin daulah islamiyah, bahwa
semua yang dilakukan itu atas kehendak Allah.
Dalam suasana inilah muncul Mabad al-Jauhani dan Ghailan al-Damasyqi, dua tokoh
pemberani yang melontarkan kritik terhadap muawiyah sekaligus menentang pernyataan
teologis yang membenarkan tindakan politiknya. Menurut keduanya, manusia bertanggung
jawab untuk menegakkan kebenaran dan kebaikan serta menghancurkan kedhaliman.
Manusia diberi Allah daya dan kekuatan untuk melakukan suatu perbuatan. Manusia juga
diberi kebebasan untuk memilih antara melakukan sesuatu kebaikan dan keburukan, dan
mereka harus mempertanggung-jawabkan semua perbuatannya kelak di hari akhir.
Bila manusia memilih untuk melakukan perbuatan baik, maka dia akan memperoleh
pahala di sisi Allah dan akan memperoleh kebahagiaan dalam hidup di akhiratnya kelak.
Sedang mereka yang memilih melakukan perbuatan buruk, akan memperoleh siksa dalam
neraka. Manusia tidak boleh berpangku tangan melihat kedzaliman dan keburukan. Manusia
harus berjuang melawan kedzaliman dan menegakkan kebenaran. Manusia bukanlah majbur
(dipaksa oleh Allah). Karena Mabad dan Ghailan ini mengajarkan bahwa manusia memiliki
qudrah untuk mewujudkan suatu perbuatan, maka fahamnya dinamakan faham qadariyah.

Kemudian Mabab al-Jauhani ikut menentang kekuasaan Bani Umayah dengan


membantu Abdurrahman ibnu al-Asyats, gubernur Syijistan yang memberontak melawan
daulah Banu Umayah. Dalam suatu pertempu ran tahun 80H. Mabad al-Jauhani mati
terbunuh. Sedang temannya Ghailan al-Darmasqi terus menyirakan faham qadariyah itu,
dengan banyak melontarkan kritik terhadap Banu Umayah, dan sering keluar masuk penjara,
dan akhirnya dia menjalani hukuman mali pada masa pemerintahan Hisyam bin Abd al-Malik
(105-125 H).
Sesuai dengan uraian diatas, pemikiran yang menonjol dari aliran ini adalah soal
perbuatan manusia dan kekuatan Tuhan. Dalam pandangannya, manusia mempunyai
kebebasan untuk menentukan perbuatannya serta melakukan perbuatannya itu. Dan di akhirat
mereka harus mempertanggungjawabkan semua perbuatan itu. Sejalan dengan pemikirannya
ini, mereka berpendapat bahwa Tuhan telah memberikan daya kepada manusia, serta
memberikan aturan-aturan hidup yang sangat jelas dengan berbagai akibatnya. Ada
perbuatan-perbuatan baik yang akan memberi mereka imbalan pahala dan kebahagiaan
akhirat, dan ada pula perbuatan-perbuatan jahat dan ancaman siksaan mereka bagi yang
melanggarnya.
Daya yang diberikan Tuhan itu kemudian menjadi milik manusia sendiri untuk
mereka gunakan melakukan berbagai perbuatan. Kalau mereka gunakan untuk melakukan
perbuatan baik sesuai petunjuk Al-Quran dan Al-Sunnah, maka mereka akan memperoleh
kebahagiaan. Dan sebaliknya, kalau mereka gunakan untuk melakukan perbuatan buruk,
maka mereka harus mempertanggung jawabkan semua perbuatannya itu. Inilah yang
kemudian disebut dengan konsep keadilan Tuhan.
Pemikiran mereka ini mempunyai landasan yang cukup kuat antara lain firman Allah
dalam Surat Al-Kahfi ayat 29 yang
Artinya : Barang siapa mengehendaki (untuk menjadi orang berimab) maka berimanlah, dan barang
siapa menghendaki (untuk menjadi orang kafir) maka kafirlah.
Ungkapan senada juga dikemukakan Allah dalam Surat Al-Radu ayat ke-11 yang
Artinya:Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu masyarakat bila mereka sendiri
tidak melakukan perubahan apa-apa terhadap dirinya.
Dengan demikian, aliran qadariyah merupakan suatu aliran ilmu kalam yang
menekankan kebebasan manusia dalam melakukan perbuatannya, dan mereka harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya itu di sisi Allah kelak di hari perhitungan. Mereka
yang berprestasi dalam melakukan amal kebajikan akan memperoleh imbalan pahala di
dalam surga, sementara yang justru banyak melakukan perbuatan jahat, serta kurang
berprestasi dalam melakukan perbuatan baik, akan terkena ancaman siksa di dalam neraka.
Posisi manusia di surga atau neraka tersebut, menurut aliran ini sangat tergantung pada
perbuatannya selama hidup di dunia ini.
Pemikiran-pemikiran qadariyah ini kemudian diikuti den diteruskan oleh para
penganut aliran mutazilah, khususnya pada aspek pemikiran mereka tentang perbuatan
manusia, dan kekuasaan mutlak Tuhan. Yakni bahwa manusia mempunyai kebebasan untuk
menentukan kehendak serta perbuatannya, namun mereka harus mempertanggungjawabkan
semua perbuatannya di hadapan Tuhan. Aliran mutazilah meneruskan pemikiran qadariyah
mi, karena aliran terakhir ini mempunyai kecenderungan yang sama dalam memahami ajaranajaran aqidah, terutama dalam aspek-aspek yang boleh berbeda pendapat, yaitu pada ajaranajaran yang dikemukakan dengan lafal zhanni Aliran qadariyah dan mutazilah sama-sama
menganut aliran rasional dalam pemahaman kalam mereka.
5. Lahirnya Aliran Jabariyah

Kalau qadariyah lahir seiring dengan lontaran-lontaran kritik terhadap kekejaman


Daulah Banu Umayah, maka Jabariyah sebaliknya, aliran ini lahir bermula dari ketidak
berdayaan dalam menghadapi kekejaman muawiyah bin Abu Sufyan, dan mengembalikan
semuanya atas kehendak dan kekuasaan Tuhan. Kemudian isu keagamaan ini dipegang oleh
muawiyah sendiri untuk membenarkan perlakuan-perlakuan politiknya itu. Oleh sebab itu
masa kelahirannya sebenarnya berbarengan dengan kelahiran qadariyah. Namun pada masa
munculnya, yang dipelopori oleh Jaad bin Dirham, pemikiran kalam ini belum berkembang.
Dan menjadi satu aliran yang punya pengaruh serta tersebar di masyarakat setelah
dikembangkan oleh Jahm bin Shafwan (W.131 H). Oleh sebab itu, aliran ini sering juga
disebut aliran Jahmiyah.
Dilihat dari segi pemikiran kalamnya, aliran Jabariyah bertolak belakang
dengan qadariyah. Menurut Jabariyah, manusia tidak mempunyai kemampuan
untuk mewujudkan perbuatannya, dan tidak memiliki kemampuan untuk memilih. Segala
gerak dan perbuatan yang dilakukan manusia, pada hakikatnya adalah
dari Allah semata. Meskipun demikian, manusia tetap mendapatkan pahala atau
siksa, karena perbuatan baik atau jahat yang dilakukannya. Faham bahwa yang
dilakukan manusia adalah sebenarnya perbuatan Tuhan tidak menafikan adanya
pahala dan siksa.
Menurut faham ini, manusia tidak hanya bagaikan wayang, yang digerakkan oleh
dalang, tapi manusia tidak mempunyai bagian sama sekali dalam mewujudkan perbuatanperbuatannya. Sementara nasib mereka di akhirat sangat ditentukan oleh kehendak Tuhan
Yang Maha Kuasa. Yakni posisi mereka ditentukan oleh kekuasaan mutlak Tuhan. Pemikiranpemikiran kalam dari aliran Jabariyah ini kemudian banyak diserap oleh aliran Asyariyah,
karena keduanya sama-sama memiliki kecenderungan untuk mengikuti aliran tradisional,
yakni aliran ilmu kalam yang kurang menghargai kebebasan manusia, serta kurang
melakukan pendekatan logika nalar dalam pemikiran kalam mereka.
6. Lahirnya Aliran Mutazilah
Lahirnya aliran teologi mutazilah tidak terlepas dari perkembangan pemikiranpemikiran ilmu kalam yang sudah muncul sebelumnya. Aliran ini lahir berawal dari
tanggapan Washil bin Atha salah seorang murid Hasan Bashri di Bashrah, alas pemikiran
yang dilontarkan khawarij tentang pelaku dosa besar. Ketika Hasan Bashri bertanya tentang
tanggapan Washil terhadap pemikiran khawarij tersebut, dia menjawab bahwa para pelaku
dosa besar bukan mukmin dan juga bukan kefir. Mereka berada dalam posisi antara mukmin
dan kafir (orang fasik). Kemudian Washil memisahkan diri dari jamaah Hasan Bashri, dan
gurunya itu secara spontan berkata Ttazala anna (Washil memisahkan diri dari kita semua).
Karena itulah kemudian pemikiran yang dikembangkan Washil menjadi sebuah aliran yang
oleh anggota jamaah Hasan Bashri dinamai dengan mutazilah.
Kelompok ini kemudian mengembangkan diri dengan memperkaya wawasan
keilmuannya melalui penelaahan mendalam terhadap literatur-literatur Yunani yang berada di
pusat-pusat studi gereja timur, yaitu Antochia, Jundisaphur dan Alexandria. Langkah-langkah
kieatif tersebut, mereka lakukan dalam rangka menghadapi serangan-serangan logika
kelompok Kristen terhadap teologi Islam dan kemudian menghasilkan suatu format
pemikiran ilmu kalam yang lebih cenderung menggunakan pendekatan berpikir filsafat,
sehingga aliran ini kemudian terkenal dengan aliran kalam rasional.
Sebenarnya mereka sendiri menanamkan dirinya sebagai ahlu at-tauhid (menjaga keEsa-an Allah) dan ahlu al-adl (mempercayai dan meyakini penuh akan keadilan Tuhan),
karena rumusan-rumusan pemikiran kalamnya itu benar-benar menjaga kemurnian tauhid dan
prinsip keadilan Tuhan. Dan ajaran-ajaran pokoknya itu tertuang dalam rumusan Mabadi al-

Khamsah (lima dasar ajaran), yaitu al-Tauhid, al-adlu, al-wadu wa al-waid, al-manzilah
baina al-manzilatain, serta amar maruf nahi munkar.
At-tauhid artinya mengesakan Allah, yakni Allah itu benar-benar Esa dalam segalagalanyb, tidak ada sesuatu pun yang dapat menandingi ke-Esa-annya itu. Sehubungan dengan
prinsip Tauhidnya itu, mutazilah menafikan sifat, karena merupakan sesuatu yang berada di
luar zat. Kalau ada sifat berarti ada dua yang qadim yaitu zat dan sifat. Untuk menghindari
pemikiran yang akan membawa kepada kemusyrikan tersebut, mereka nafikan sifat Tuhan,
dan seterusnya mereka berpendapat bahwa sifat-sifat itu adalah zat Tuhan sendiri. Kemudian
untuk menjaga prinsip, ketauhidannya itu, Mutazilah juga berpendapat bahwa al-Quran itu
makhluk, karena kalau bukan makhluk akan ada qadim lain selain Allah.
Sedangkan al-adlu adalah suatu prinsip yang mengatakan bahwa Tuhan itu Maha
Adil, Dia akan memberikan imbalan pahala dan jaminan kebahagiaan bagi orang yang tidak
berprestasi dalam melakukan perbuatan-perbuatan baik. Dan dia tidak akan, menyiksa orangorang shahih. Seiring dengan prinsip keadilannya itu, maka Allah sudah menetapkan janji dan
ancaman senada yang akan dipatuhi-Nya sendiri. Akan tetapi, prestasi keagamaan setiap
orang itu pasti berbeda, bisa saja ada orang mukmin yang kelakuannya seperti orang kafir.
Inilah yang mereka sebut sebagai orang fasik, yang menempati posisi antara mukmin
dan kafir.
Sedang di akhirat nanti mereka akan tetap memperoleh siksa atas perbuatan-perbuatan
dosanya, namun siksanya tidak sama dengan siksaan orang kafir Untuk menghindari posisi
ini, dan agar semua orang menjadi orang baik, maka mereka mewajibkan amar maruf nahi
munkar sebagai wajib ain. Dengan demikian kelima dasar ajaran rnutazilah ini merupakan
suatu rangkaian logis, yang satu sama lain mempunyai keterkaitan.
Aliran teologi mutazilah ini menjadi aliran resmi di Daulah Bani Abbasiah pada
zaman pemerintahan al-Makmun (198-218 H), dan dua khalifah sesudahnya, Mutashim
(218-227 H) dan al-Wasiq (227-232 H). Namun dihancurkan kembali oleh al-Mutawakil pada
tahun 234 H, sehingga kekuatan aliran ini kembali lemah dan diganti kemudian dengan aliran
Asyariyah yang lebih terkenal dengan Ahlus Sunah wal Jamaah. Kesimpulan dari pokokpokok Mutazilah adalah sebagai berikut: Aliran Mutazilah memiliki lima ajaran pokok yaitu
:
1. Tauhid (Keesaan Allah SWT)
Terkait hal ini mutazilah berpendapat, antara lain :

Mengingkari sifat-sifat Allah SWT, menurut Kaum Mutazilah apa yang


dikatakan sifat adalah tak lain dari zat-Nya sendiri;

Al-Quran me.nurutnya adalan makhluk (baru);

Allah di akhirat kelak tidak dapat dilihat oleh panca indra manusia,
karena Allah tidak akan terjangkau oleh mata
2. Keadilan Allah SWT
Setiap orang Islam harus percaya akan keadilan Allah, tetapi aliran mutazilah,
memperdalam arti keadilan serta menunjukkan batas-batasnya, sehingga menimbulkan
beberapa masalah. Dasar keadilan yang diyakini oleh kaum Mutazilah adalah meletakkan
pertanggungjawaban manusia atas segala perbuatannya. Dalam menafsirkan keadilan tersebut
mereka mengatakan sebagai berikut :
Tuhan tidak menghendaki keburukan, tidak menciptakan perbuatan manusia. Manusia bisa
mengerjakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya, dengan
kekuasaan yang diciptakan-Nya terhadap diri manusia. la hanya memerintahkan apa yang
dikehendaki-Nya. Ia hanya menguasai kebaikan-kebaikan yang diperintahkan-Nya dan tidak
campur tangan dalam keburukan yang dilarang-Nya.

3.

4.

a)

b)
5.

7.

Aliran ini berpendapat bahwa Allah akan memberikan balasan kepada manusia sesuai
dengan apa yang diperbuat manusia. (Mulyadi, 2005, hal. 108)
Janji dan Ancaman
Aliran mutazilah berpendapat, bahwa Allah tidak akan mengingkari janji-Nya;
memberi pahala kepada orang muslim yang berbuat baik, dan menimpakan azab kepada yang
berbuat dosa (Mulyadi, 2005, hal. 108)
Posisi di antara dua posisi (al-manzilatu bainal manzilatain)
Karena prinsip ini, Washil bin Atha memisahkan diri dari majlis Hajsan Bashri,
seperti yang disebutkan di atas. Menurut pendapatnya,, seseorang muslim yang mengerjakan
dosa besar ia tergolong bukan mukmin tetapi juga tidak kafir, melainkan menjadi orang fasik.
Jadi kefasikan merupakan tempat tersendiri antara kufur dan iman. Tingkatan seorang
fasik berada di bawah orang mukmin dan diatas orang kafir.
Jalan tengah ini kemudian berlaku juga dalam bidang-bidang lain. Jalan tengah ini
diambil oleh aliran mutazilah dari sumber-sumber agama Islam, yaitu:
Al-Quran : banyak ayat-ayat Al-Quran yang menganjurkan dan memuji
untuk mengambil jalan tengah seperti (QS. Al-Isra: 31) Jangan engkau
jadikan
tanganmu
terbelenggu
di lehermu
dan
Jangan
pula
terlalu
membeberkannya seluruhnya. Ia juga menggunakan argument (QS. AlBaqarah: 137).
Al-Hadits : seperti (sebaik-baiknya perkara ialah yang berada di tengahtengah) (Mulyadi, 2005, hal 109)
Amar makruf dan nahi mungkar
Ajaran mutazilah mengenai tuntutan untuk berbuat baik dan mencegah segala
perbuatan yang tercela ini lebih banyak berkaitan dengan fiqh.
Kelima prinsip tersebut merupakan dasar utama yang harus dipegang oleh setiap
orang mutazilah dan hal ini sudah menjadi kesepakatan mereka. Akan tetapi mereka
berbeda-beda pendapat dalam soal-soal kecil dan terperinci. ketika memperdalam
pembahasan kelima prinsip tersebut dan menganalisanya dengan didasarkan atas pikiran
filsafat Yunani dan Iain-lain. Karena itu sebenarnya pemikiran aliran mutazilah sangat
beragam. sebagaimana halnya dengan bermacam-macam aliran filsafat, seperti Stoic,
Epicure. Phytagoras, Neo-Platonismc dan sebagainya, yang k9semuanya disebut filsafat
Yunani. (Mulyadi, 2005, hal 109)
Lahirnya Aliran Ahlus Sunnah Wal Jamaah
Aliran ini dilahirkan dan dikembangkan oleh Abu Hasan al-Asyari (260-324 H) pada
tahun 300 H di Baghdad. Abu Hasan al-Asyari sendiri pada awalnya adalah seorang
pengikut aliran teologi Mutazilah, namun dia terus dilanda keraguan dengan pemikiranpemikiran kalam mutaziiah, terutama karena kaberanian mutazilah dalam menawilkan
ayat-ayat mutasyabihat untuk mendukung logika teologi mereka, sehingga pemaknaannya
berbeda dengan lafalnya, dan juga karena keberanian mereka dalam membatasi penggunaan
al-Sunnah hanya yang mutawatir saja untuk doktrin-doktrin aqidahnya.
Karena keraguannya itulah, pada usianya yang ke-40 al-Asyari yang menyatakan
keluar dari Mutazilah dan mengembangkan pemikiran teologi sendiri, dengan
memperbanyak penggunaan al-Sunnah dan membatasi penggunaan logika filsafat dalam
pemikiran kalamnya itu. Karena membatasi penggunaan logika filsafat dan memperbanyak
penggunaan al-Sunnah, maka pemikiran-pemikiran kalam Abu Hasan mudah dipahami oleh
orang banyak, dan memperoleh pengikut serta pendukung yang cukup besar. Sejalan dengan
itu, aliran teologinya ini disebut dengan Ahlus Sunah wal Jamaah artinya aliran kalam yang
banyak menggunakan al-Sunnah dalam perumusan-perumusan pemikiran kalamnya, dan

1)

2)

3)

memperoleh pengikut yang cukup besar (wal jamaah) dari kalangan masyarakat, khususnya
dari lapisan yang tidak mampu menjangkau pemikiran kalam rasional yang diperkenalkan
aliran mutazilah dan aliran juga sering disebut asyariyah karena dinisbitkan pada tokohnya.
Berbagai pemikiran kalam yang dikemukakan mutazilah dia kritisi habis. Seperti
tentang sifat. Dia katakan Tuhan itu mempunyai sifat, karena kalau sifat-sifat itu dikatakan
sebagai zat seperti yang dikemukakan mutazilah, maka akan terjadi kerancuan yang sangat
besar. Seperti tentang ilmu, kalau ilmu (pengetahuan) dijadikan sebagai zat dan bukan
sebagai sifat, maka Tuhan itu adalah ilmu atau pengetahuan. Padahal Tuhan adalah Allah
Yang Maha Tahu, bukan ilmu atau pengetahuan itu sendiri.
Demikian pula dengan al-Quran, menurutnya kitab suci ini qadim karena al-Quran itu
kalam Allah, maka posisinya sama seperti pemilik kalam. Kalau Allah qadim, maka kalamNya pun qadim. Disamping itu, keyakinan bahwa AI-Quran itu makhluk juga akan
dihadapkan dengan kerancuan logika berpikir, karena Allah menciptakan makhluk-Nya ini
dengan kata-kata kun. Dan kalau kata kun sendiri sudah makhluk make perlu kun yang
lain untuk menciptakannya, dan begitulah seterusnya tanpa ada akhir, sehingga terjadi
lingkaran logika yang tidak berujung (tasalsul).
Kemudian ayat-ayat mutajasimah yang ditawilkan Mutazilah, dia bahwa pada
pengertian lafalnya, hanya saja tidak bisa diidentifikasikan seperti kata Yadullah, yang
diartikan mutazilah sebagai kekuasaan Allah, Abu Hasan menafsirkannya dengan tangan
Allah. Hanya saja dia tidak bisa mengidentifikasikan bentuk tangan-Nya itu, sehingga dia
mengatakan bahwa Allah itu bertangan namun tangan-Nya itu tidak bisa
diidentifikasi(layukayyaf). Demikian pula dengan ayat-ayat mutajasimah lainnya.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, aliran teologi ini, mulai berkembang tahun
300 H, dan mempunyai pengaruh pada pemerintahan Abbasiah, bahkan untuk seterusnya
sampai kini, pada umumnya umat Islam di dunia termasuk di Indonesia menganut aliran
teologi ini, walaupun sebahagian kalangan intelektual muslim sudah mudah keluar dari
doktrin-doktrin Asyariyah dan memasuki aliran kalam rasional.
Adapun pokok-pokok pikiran golongan ahlu sunnah wal jamaah dapat disimpulkan
sbb:
Sifat Tuhan
Pendapat Al-Asyari dalam soal sifat Tuhan terletak di tengah-tengah antara aliran Mutazilah
di satu pihak rian aliran Hasywiah dan Mujassimah di lain pihak. Aliran Mutazilah tidak
mengakui sifat-sifat wujud, qidam, baqa dan wahdaniah (Ke-Esa-an). Sifat zat yang lain,
seperti sama, bashar dan lain-lain tidak lain hanya zat Tuhan sendiri. Golongan Hasywiah
dan Mujassimah mempersamakan sifat-sifat Tuhan dengan sifat-sifat makhluk. Al-Asyari
mengakui sifat-sifat Allah yang tersebut sesuai dengan zat Allah sendiri dan sama sekali tidak
menyerupai sifat-sifat makhluk. Jadi, Allah mendengar tetapi tidak seperti manusia
mendengar. Allah dapat melihat tetapi tidak seperti penglihatan manusia, dan seterusnya.
Kekuasaan Tuhan dan perbuatan manusia
Pendapat Al-asyari dalam soal ini juga tengah-tengah antara aliran Jabariah dan aliran
Mutazilah. Menurut aliran Mutazilah, manusia itulah yang mengerjakan perbuatannya
dengan suatu kekuasaan yang diberikan Allah kepadanya. Menurut aliran Jabariah, manusia
tidak berkuasa mengadakan atau menciptakan sesuatu, tidak memperoleh(kasb) sesuatu
bahkan ia laksana bulu yang bergerak kian kemari menurut arah angin yang meniupnya.
Datanglah Al-Asyari dan mengatakan bahwa manusia tidak berkuasa menciptakan sesuatu,
tetapi berkuasa untuk memperoleh (kasb) sesuatu perbuatan.
Melihat Tuhan pada hari Qiyamat

4)

Menurut aliran Mutazilah Tuhan tidak dapat dilihat dengan mata kepala dan dengan
demikian, mereka menakwilkan ayat-ayat yang mengatakan ruyat, disamping menolak
hadits-hadits Nabi yang menetapkan ruyat Karena tingkatan hadits tersebut mereka
adalah hadits ahad (hadits perseorangan). Menurut golongan Musyabihat, Tuhan dapat dilihat
dengan cara tertentu dan pada arah tertentu pula. Dengan menempuh jalan tengah antara
kedua golongan tersebut, Al-Asyari mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat kelak.
Dosa besar
Aliran Mutazilah mengatakan, apabila pembcat dosa besar tidak bertobat dan dosanya itu,
meskipun ia mempunyai iman dan kataatan, tidak akan keluar dari neraka. Aliran Murjiah
mengatakan, siapa yang iman kepada Tuhan dan mengiklilaskan diri kepada-Nya, maka
bagaimanapun besar dosa yang dikerjakannya, namun tidak akan mempengaruhi imannya,
artinya tetap dipandang sebagai orang mukmin.

A. Aliran-aliran Dalam Ilmu Kalam


1. Khawarij
a.
Asal usul nama Khawarij
Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa arab(kharaja) yang berarti keluar.
Nama ini diberikan kepada mereka karena mereka keluar dari barisan Ali[1].
Adapun yang di maksud dengan khawarij dalam terminology ilmu kalam adalah suatu
sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena
ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam
perang siffin pada tahun perang siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat
(pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah[2].
b.
1.

Kelompok-kelompok penting dalam al-Khawarij


al-Muhakamiyah
Kelompok muhakamiyah adalah mereka yang tidak menaati ali ibn thalib setelah
terjadinya tahkim (arbitrasi). Mereka berkumpul di sebuah desa bernama harurah, dekat kota
kufah. Kelompok ini di pimpin oleh abdullah ibn jarir, yazid ibn abi ashim al-muharibi,
harqus ibn zuhair al-bahali, yang di kenal dengan al- najdiah. Jumlah kelompok ini sekitar
dua belas ribu orang yang taat melakukan shalat dan puasa.[3]

Rasulullah berbicara tentang kelompok ini dalam sabdanya:


.




kamu akan meremehkan shalat salah seorang kamu dibanding shalat mereka, puasa salah
seorang kamu di banding dengan puasa mereka, namun iman mereka tidak melewati
tenggorokan mereka.[4]
Mereka itulah yang sebenarnya yang merusak agama sebagaimana digambarkan oleh
Rasulullah dalam sabdanya:
.


akan keluar dari keturunan lelaki ini satu kelompok orang yang keluar dari agama seperti
keluarganya anak panah dari busurnya.[5]
2.

al-Azariqah
Al-Azariqah adalah kelompok pendukung abu rayid nafi ibn Al-Azraq (60 H) yang
memberontak terhadap pemerintahan Ali ibn Abi Thalib.
Ajaran bidah yang diajarkan oleh kelompok- kelompok Khawarij yaitu:
Mereka mengkafirkan ali ibn abi thalib. Menurut mereka, allah telah menurunkan
sebuah ayat yang berbicara tentang ali ibn abi thalib ialah ayat:
z`Bur $Y9$# `tB y76f &!qs% o4quys9$# $uR9$#
gur !$# 4n?t $tB m6=s% uqdur $s!r& Q$|9$#
dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik
hatimu, dan dipersaksikannya kepada allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah
penantang yang paling keras (QS. Al-Baqarah 204).[6]

3.

an-Najadaat al-Aziriah
An-Najadaat adalah kelompok yang mengikuti pemikiran seseorang yang bernama
Najdah ibn Amir Al-Hanafi yang dikenal dengan nama Ashim yang menetap di nyaman.
Dalam perjalanannya menemui kelompok Azariqah di tengah jalan ia bertemu dengan

Fudaik, Athiah ibn Al-Aswad Al-Hanafi yang tergabung dalam kelompok yang
membangkang terhadap Nafi ibn Azraq.
Kelompok Abu Fudaik dan Athiah berbeda pendapat dan perbedaan ini diiringi
dengan tudingan menyalakan pendapat kelompok yang lain, dan perselisihan ini hampir saja
mengabarkan api peperangan antara kedua kelompok.[7]
Perselisihannya antara Nafi dan Najdah Berkisar tentang boleh atau tidak boleh
melakukan taqiah, dan hukum mereka yang enggan ikut bertempur. Nafi berpendapat taqiah
tidak diperbolehkan dengan alasan firman Allah:
tiba-tiba dari mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh) seperti takutnya
kepada Allah. (QS. An Nisa 77).[8]
4.

al-Baihasiah
Kelompok Baihasiah adalah kelompok yang mengikuti pendapat-pendapat Abu
Baihas al-Haisham ibn jabir salah seorang dari suku Bani Saad Dhubaiah. Di masa
pemerintahan khalifah al-Walid, dia selalu di cari-cari oleh al-Hajjaj namun dia berhasil
melarikan diri dan bersembunyi di Madinah, namun dapat di tangkap oleh Utsman ibn Hayan
al-Muzani.[9]

5.

al-Ajaridah
Kelompok al-Ajaridah adalah kelompok yang di pimpin oleh seorang yang bernama
abd al-Karim Araj yang isi ajarannya mirip dengan ajaran an-Najdiah.
Kelompok al-Ajaridah ini terbagi menjadi beberapa kelompok kecil. Setiap
kelompok mempunyai ajaran tersendiri yang menjadi ciri khasnya.[10]
Pertama kelompok ash-Shalthiah yang mengikuti ajaran-ajaran yang di kembangkan
Utsman ibn Abi Shalt atau Shalt ibn Abi ash-Shalt.
Kedua, kelompok al-Maimuniyyah yang mengikuti ajaran Maimun ibn Khalid.
Maimun termaksud kelompok Khawarij al-Ajaridah, tetapi pendapatnya bahwa baik dan
buruk itu berasal dari manusia berbeda dengan kelompok al-Ajaridah.
Ketiga, kelompok al-Hamziyyah yang berdasarkan ajaran Hamzah ibn adrak.
Kelompok ini sependapat dengan Maimuniyyah tentang qadar, namun mereka berbeda
pendapat tentang anak muslim dengan musyrik.
Keempat, kelompok al-Khallafiyyah adalah kelompok yang mengikuti ajaran khallaf
al-Khariji. Kelompok ini termaksud kelompok Khawarij yang ada di daerah Kirman dan
Makran yang berbeda pendapat dengan al-Hamziyyah tentang qadha dan qadar.
Kelima, kelompok al-Athrafiyyah adalah salah satu kelompok yang sependapat
dengan kelompok al-Hamziyyah tentang qadha dan qadar.

2.

Murjiah

a.

Pengertian Murjiah
Nama Murjiah di ambil dari kata irja atau arjaa yang berarti penundaan,
penangguhan dan pengharapan. Kata arjaa mengandung pula memberi harapan, yakni
memberikan harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat
Allah.

Adapun secara istilah, murjiah adalah kelompok yang mengesampingkan atau


memisahkan amal dari keimanan, sehingga menurut mereka suatu kemaksiatan itu tidak
mengurangi keimanan seseorang. [11]
Kaum Murjiah berpendapat bahwa seorang muslim yang melakukan dosa besar status
ke-islaman ditangguhkan, apakah masih termaksud muslim atau sudah menjadi kafir.
Keputusannya di serahkan kepada allah di hari perhitungan di akhirat. Setelah Khalifah Ali
terbunuh oleh kaum Khawarij, bani umayyah menduduki singgasana kekhalifahan dengan
cara dan bertindak represif.
Antara syiah, khawarij, dan Bani Umayyah satu sama lain saling bermusuhan dan
saling menumpahkan darah. Di tenggah kondisi yang demikian muncullah firqoh Murjiah
yang bersikap netral tidak memihak ke salah satu pihak yang sedang terjadi.[12]
Menurut al-Asyari sendiri iman adalah pengakuan dalam hati tentang ke-Esaan
Tuhan dan tentang kebenaran Rasul-Rasul serta segala apa yang mereka bawa.[13] Orang
yang melakukan dosa besar, jika meninggalkan dunia tanpa taubat, nasibnya terletak ditangan
Tuhan. Ada kemungkinan Tuhan akan mengampuni dosa-dosanya, tetapi ada pula
kemungkinan Tuhan tidak akan mengampuni dosa-dosanya dan akan menyiksanya sesuai
dengan dosa-dosanya yang dibuatnya dan kemudian baru ia dimasukkan kedalam surga,
karena ia tidak mungkin akan kekal tinggal dalam neraka.
Faham yang sama diberikan olehal-Baghdadi ketika ia menerangkan bahwa ada tiga
macam iman:
1. Iman yang membuat orang keluar dari golongan kafir dan tidak kekal dalam neraka: yaitu
mengakui Tuhan, Kitab, Rasul-rasul, kadar baik dan buruk, sifat-sifat Tuhan dan segala
keyakinan-keyakinan lain yang diakui dalam syariat.
2. Iman yang mewajibkan adanya keadilan dan yang menyelapkan nama fasik dari seorang
serta yang melepaskannya dari neraka, yaitu dengan mengerjakan segala yang wajib dan
menjahui segala dosa besar.
3. Iman yang membuat seseorang memperoleh prioritas untuk langsung masuk surge tanpa
perhitungan, yaitu mengerjakan segala yang wajib serta yang sunnat dan menjahui segala
dosa besar.[14]
Ringkasannya menurut uraian diatas orang yang berdosa besar bukanlah kafir, dan
tidak kekal dalam neraka. Orang demikian adalah mukmin dan akhirnya akan masuk
surga.
b.

1)
2)
3)
4)
c.

Ajaran pokok Murjiah


Ajaran
pokok
Murjiah
pada
dasarnya
bersumber
dari
gagasan
doktrin irja atau arjaayang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik
maupun teologis. Di bidang politik, doktrin irja di implementasikan dengan sikap politik
netral atau momblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam.
Berkaitan dengan doktrin teologi Murjiah, W. Montgomery Watt menerimanya
sebagai berikut:
Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah memutuskannya di
akhirat kelak.
Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat Al-khalifah ArRasydin.
Pemberian harapan (giving of hope) terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk
memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Doktrin-doktrin dari Murjiah mempunyai pengajaran (madzhab) para skeptic dan empiris
dari kalangan helenis.
Sekte-Sekte Murjiah

1)
2)
3)
4)
5)

Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murjiah tampaknya dipicu oleh perbedaan


pendapat (bahwa hanya dalam hal intensitas) di kalangan para pendukung Murjiah sendiri.
Ash-Syahrastani, seperti dikutip oleh Watt, menyebutkan sekte-sekte Murjiah,[15] sebagai
berikut:
Murjiah-Khawarij
Murjiah-Qodariyah
Murjiah-Jabariyah
Murjiah Murni
Murjiah Sunni (tokoknya adalah Abu Hanifah)

3.
1.

Jabariyah
Pengertian dan Asal-Usul Jabariyah
Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Dalam istilah bahasa
inggris faham ini disebut fatalism atau predestination. Kaum Jabariyah, berpendapat bahwa
manusia tidak memiliki kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya[16].
Dalam faham Jabariyah, manusia terikat pada kehendak mutlak tuhan, perbuatan manusia
telah ditentukan oleh qadha dan qadar.
Faham Jabariyah muncul bersama dengan timbulnya faham Qadariyah, faham
Jabariyah diperkenalkan pertama kali oleh Jad bin Dirham dan disebarkan oleh Jahmbin
Shafwan dari Khurasan.
Para ahli sejarah pemikiran mengkaji kemunculan faham Jabariah melalui pendekatan
geokultural banga arab. Di antara ahli yang dimaksud adalah Ahmad Amin, ia
menggambarkan bahwa kehidupan bangsa Arab yang di kelilingi oleh gurun pasir
memberikan pengaruh esar kedalam bangsa arab. Ketergantungan mereka pada alam yang
ganas telah memunculkan sifat penyerahan.

2.

Para Pemuka Jabariyah dan Doktrin-Doktrinnya

Jabariyah dapat di kelompokan menjadi dua bagian,ekstrim dan moderat.Doktrin


Jabariyah ekstrim berpendapat bahwa segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan
yang timbul dari kemauannya sendiri,melainkan perbuatan yang dipaksakan atas
dirinya.Pemuka Jabariyah ekstrim adalah Jahm bin Dirham.
Berbeda dengan Jabariyah ekstrim,Jabariyah moderat berpendapat bahwa Tuhan
memang menciptakan perbuatan manusia,baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik,tetapi
manusia memiliki bagian di dalamnya.[17] Yang termasuk Pemuka Jabariyah moderat adalah
an-Najjar dan ad-Dhirar.
Ada beberapa pendapat dan ajaran tokoh Jabariyah murni adalah:
1. Jahmn bin Safwan
Sebagai penganut paham Jabariyah murni, Ia berhasil menyebarkan ajarannya sampai
ke Tirmidz di Balk. Pendapatnya yang berkaitan dengan teologi adalah:
a)

Sifat dan Dzat Allah

Allah adalah Dzat saja karena bukan sesuatu (syai).Tujuan Jahm dengan pendiriannya itu
adalah untk menjauhkan Tuhan dari segala penyerupaan dengan makhluk-makhluknya.
b)
Melihat Allah

Jahm bin Safwan menolak pendapat bahwa Allah kelak di hari kiamat dapat dilihat karena
bersifat maujud, maka sesuatu yang tidak maujud tidak dapat dilihat berbeda dengan
golongan ahli sunnah wal jamaah kelak di hari kiamat Allah dapat di lihat. Sebagaimana AlQuran surat qiyamah ayat 22-23
22. Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri seri.
23. Kepada Tuhannyalah mereka Melihat.
c)

Kehendak dan Kemerdekaan Manusia

Manusia pada dasarnya tidak memiliki kehendak dan oilihan dengan kata lain terpaksa,
keterpaksaan ini dapat di kategorikan menjdi 2 macam:
a.
Manusia tidak memilki kehendak, pilihan dan kemampuan sama sekali
b.

Manusia masih memilki andil dalam pekerjaan yang ia lakukan, sehingga ia tidak terpaksa
sepenuhnya. Manusia tidak seperti wayang yang hanya dapat digerakkan oleh dalang, tetapi
manusia masih mempunyai bagian dalam mewujudkan perbuatannya. Tuhan bekerja sama
dalam mewujudakan perbuatan manusia.

d)

Kehancuran surga dan neraka


Menurut Jahm manusia akan kekal, baik dalam surga maupaun dalam neraka. Surge dan
neraka akan fana apabila semua calon penghuninya masuk kedalamnya. Penghuni surga
menikmati kelezatan surge dan penghuni neraka merasakan kepedihan siksa. Karena itu tidak
akan tergambar akan berakhir dan berbuah. Sebagaimana dijelaskan dalam surat HUD ayat
107[18].
107. Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi[736], kecuali jika Tuhanmu
menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia
kehendaki.
108. Adapun orang-orang yang berbahagia, Maka tempatnya di dalam syurga, mereka kekal
di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain);
sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.

e)

Iman
Pendapat jahm berbeda dengan jumhur ulama yaitu: ketetapan hati di ucapkan dengan lisan,
ucapan lisan menjadi syarat seseorang menjadi muslim atau kafir, berbeda dengan pendapat
jahm bahwa orang tidak mendapt kafir hanya karena mengurtarakan dengan lisan asalkan
sudah marifah.

f)

Akal sebagai ukuran bagi baik dan buruk


Jahm berpendapat bahwa akal manusia mampu membedakan antara yang baik dan buruk
meskipun tidak ada wahyu[19].

2.

Jaad bin Dirham

Adalah seorang maulana bani hakim yang tinggal di damaskus. Ia di besarkan dalam
lingkunag orang Kristen yang senang membicarakan teologi. Pada awalnya ia di percaya
untuk mengajar di lingkungan bani umaiyah, tetapi etelah tampak pikirannya yang
controversial, bani umayyah menolaknya. Kemudian jaad lari ke kufah dan disana ia
bertemu dengan jahm, dan mentrasfer pikirannya kepada jahm untuk dikembangkan dan di
sebar luaskan.
a.

Doktrin pokok Jaad secara umum adalah sama dengan jahm yaitu:
Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan mahluk

b.

Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.[20]

a.

Tokoh paham Moderat yaitu:


An-Najar
Pendapatnya adalah bahwa tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia
mengambil bagian atau peran dalam menyajikan perbutan-perbuatan itu.

b.

Adh-Dhirar
Pendapatnya tentang perbuatan manusia sama dengan An-Najr yaitu manusia mempunyai
bagian dalam pewujudan dari perbuatan dan tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan
perbuatannya.[21]

3.

Dalil-dalil Jabariyah
Ayat-ayat yang membawa kepada faham Jabariyah yaitu:
Surat As-Shafat ayat 96
!$#ur /3s)n=s{ $tBur tbq=yJs?
96. Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".
Surat Al-Hadid ayat 22
22. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Surat Al-Anfal ayat 17
17. Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah
yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi
Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk
memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenan-gan yang baik.
Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.

Surat Al-Insan ayat 30


tBur tbr!$tn@ Hw) br& u!$to !$# 4 b) !$# tb%x. $J=t $VJ3ym $
30. Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.[22]
4.
1.

Qadariyah
Pengertian Qadariyah

Secara etimologi bahasa kata Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari
kata qadara yang artinyakemampuan dan kekuatan. Adapun secara terminologi istilah adalah
suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan.
Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya. Ia
dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri.[23] Berdasarkan
pengertian tersebut dapat difahami bahwa faham Qadariyah dipakai untuk nama suatu aliran
yang memberi penekanan bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan dalam
menentukan perjalanan hidupnya untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dalam hal ini,
Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia
mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian
bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan. Dalam istilah Inggrisnya faham ini
dikenal dengan nama free will dan free act.[24]
Seharusnya sebutan Qadariyah diberikan kepada aliran yang berpendapat bahwa
qadar menentukan segala tingkah laku manusia, baik yang bagus maupun yang buruk.
Namun, sebutan tersebut telah melekat pada kaum sunni, yang percaya bahwa manusia
mempunyai kebebasan berkehendak. Menurut Ahmad Amin, sebutan ini diberikan kepada
para pengikut faham qadar oleh lawan mereka dengan merujuk hadits yang menimbulkan
kesan negatif bagi nama Qadariyah. Hadits itu berbunyi:

Kaum Qadariyah merupakan majusi umat islam, dalam arti golongan tersesat.
2.
a.

b.
1)
2)
3)
4)

1)
2)
3)
3.

Ajaran-Ajaran Qadariyah Menurut Tokohnya


Ajaran Mabad Al-Juhani
Menurut Mabad, perbuatan manusia diciptakan atas kehendaknya sendiri. Oleh
karena itu ia bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukannya. Tuhan sama sekali
tidak ikut berperan serta dalam perbuatan mengetahuinya.
Ajaran Ghailan al-Dimasqi adalah:
Manusia menentukan perbuatannya dengan kemauannya dan mampu berbuat baik serta
buruk tanpa campur tangan Tuhan. Iman adalah mengetahui dan mengakui Allah dan RasulNya, sedangkan amal perbuatan tidak mempengaruhi iman.
Al-Quran itu makhluk
Allah tidak memiliki sifat
Iman adalah hak semua orang bukan dominasi Quraisy, asal cakap berpegang teguh pada
Al-Quran dan As-Sunnah.[25]
Paham Takdir, menurut Qadariyah takdir adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi
alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam Al-Quran adalah
Sunnatullah. Secara alamiah manusia mempunyai takdir yang tidak dapat dirubah. Manusia
dalam bentuk fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti hukum alam. Misalnya,
manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip seperti ikan yang mampu berenang di
lautan lepas. Demikian juga, manusia tidak mempunyai kekuatan seperti gajah yang mampu
membawa barang beratus kilogram, dan lain-lain. Akan tetapi, manusia ditakdirkan
mempunyai daya pikir yang kreatif.
Menurut Ahmad Amin pokok-pokok ajaran Qadariyah adalah sebagai berikut:
Orang yang berdosa besar itu bukan kafir dan bukan mukmin, tapi fasiq dan masuk neraka,
Allah SWT tidak menciptakan amal dan perbuatan manusia. Manusia sendirilah dan jika
amanya jelek akan masuk neraka. Oleh karena itulah maka Allah SWT berhak disebut adil,
Akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak baik, walaupun
Allah tidak menurunkan agama.[26]
Dalil-Dalil Pendukung Qadariyah

Dengan pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk menyandarkan perbuatan
kepada Allah. Di antara dalil yang mereka gunakan adalah banyak ayat-ayat Alquran yang
digunakan sebagai pendukung faham Qadariyah. Beberapa diantaranya adalah sebagai
berikut
v Q.S Al-kahfi ayat29
Artinya : Dan katakanlah: Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa
yang ingin(beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa ingin kafir. Biarlah ia
kafir[27]

v Q.S Fussilat ayat 41


Artinya: Berbuatlah apa yang kamu kehendaki, Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang
kamu kerjakan.[28]
v Q.S Ali Imron ayat 165
Artinya: Dan Mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal
kamu Telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada
peperangan Badar), kamu berkata: Darimana datangnya (kekalahan) ini? Katakanlah:
Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu.[29]
v Q.S Al-Raad ayat 11
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, hingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.[30]
Tuhan tidak akan mengubah keadaan mereka, selama mereka tidak mengubah sebabsebab kemunduran mereka, artinya bahwa manusia berkuasa untuk melakukan perbuatanperbuatan atas kehendak dan kekuasaannya sendiri. Manusia tidak dikendalikan seperti
wayang yang digerakkan oleh dalang tetapi dapat memili sendiri perbuatan yang mereka
inginkan. Meskipun perbuatan itu mengarah kepada kejelekan yang menghasilkan
kemadhorotan bagi dirinya sendiri.[31]
Q.S An Nisa ayat 111
Artinya: Barang siapa yang mengerjakan dosa, Maka sesungguhnya ia mengerjakannya
untuk (kemadhorotan) dirinya sendiri, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Meskipun demikian, faham Qadariyah pada massa penyebarannya tak pernah
berjalan mulus, berbagai tantangan selalu muncul begitu saja. Banyak kritikan yang ditujukan
kepadanya, tetapi para pengikutnya tak cepat surut begitu saja. Sebab, menurut pengikutnya
faham Qadariyah dianggap lebih rasional dibanding faham sebelumnya.
BAB III

KESIMPULAN
1.

2.

3.

4.

Dari hasil pembahasan di atas dapat kami simpulkan bahwa :


Khawarij merupakan suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar
meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang
menerimaarbitrase (tahkim), dalam perang siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan
kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.
Adapun kelompok yang penting dalam al-Khawarij antara lain al-Muhakamiyah, alAzariqah, an-Najadaat al-Aziriah, al-Baihasiah, al-Ajaridah.
Murjiah merupakan kelompok yang mengesampingkan atau memisahkan amal dari
keimanan, sehingga menurut mereka suatu kemaksiatan itu tidak mengurangi keimanan
seseorang.Dalam pemahamannya kaum Murjiah berpendapat bahwa seorang muslim yang
melakukan dosa besar status ke-Islaman ditangguhkan, apakah masih termaksud muslim atau
sudah menjadi kafir. Keputusannya di serahkan kepada allah di hari perhitungan di akhirat.
Setelah Khalifah Ali terbunuh oleh kaum Khawarij, Bani Umayyah menduduki singgasana
kekhalifahan dengan cara dan bertindak represif. Dan dalam ajaran pokok Murjiah pada
dasarnya bersumber dari gagasan doktrin irja atau arjaa yang diaplikasikan dalam banyak
persoalan, baik persoalan politik maupun teologis.
Jabariyah merupakan salah satu aliran kalam yang berpendapat bahwa manusia tidak
memiliki kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Dalam faham
Jabariyah, manusia terikat pada kehendak mutlak tuhan, perbuatan manusia telah ditentukan
oleh qadha dan qadar.
Qadariyah merupakan suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak
diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi
segala perbuatannya. Ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya
sendiri.

Anda mungkin juga menyukai