Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Sprain adalah kerusakan yang terjadi pada ligamen (jaringan yang menghubungkan
tulang dengan tulang) atau kapsul sendi, yang memberikan stabilitas sendi. Kerusakan yang
parah pada ligamen atau kapsul sendi dapat menyebabkan ketidakstabilan pada sendi.
Pengertian lain cedera sprain adalah cedera pada ligamen di sekitar persendian tulang yang
dibentuk oleh permukaan tulang rawan sendi yang membungkus tulang-tulang yang
berdampingan. Kerusakan serat ligamen sering dibarengi oleh perdarahan yangmenyebar
disekeliling jaringan dan terlihat sebagai memar.
Kata trauma sering disalah persepsikan oleh orang awam. Masyarakat sering
mendefinisikan trauma sebagai suatu kejadian di masa lalu yang menyebabkan
ketidaknyamanan pikiran di saat ini. Namun bagi kalangan medis, trauma bukan hanya ada
di pikiran, tapi juga dapat diakibatkan oleh benturan, zat kimia, api, dll. Seperti halnya
memar yang merupakan trauma akibat benda tumpul, luka sayat yang merupakan trauma
benda tajam, dll. Salah satu bentuk trauma yang sering kita jumpai sehari-hari dikenal
sebagai keseleo. Per definisi, sprain merupakan terenggangnya atau robeknya ligamen.

B.

Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang SPRAIN
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tentang pengertian SPRAIN
b. Untuk mengetahui tentang etiologi SPRAIN
c. Untuk mengetahui tentang patofisiologi SPRAIN
d. Untuk mengetahui tentang manifestasi klinis SPRAIN
e. Untuk mengetahui tentang penatalaksanaan medis dan keperawatan SPRAIN Untuk
mengetahui tentang pemeriksaan penunjang SPRAIN
f. Untuk mengetahui tentang komplikasi pada pasien SPRAIN
g. Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien SPRAIN

C.

Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan tersebut masalah yang dapat kita rumuskan adalah :

D.

Apa yang dimaksud dengan SPRAIN?


Apa etiologi dari SPRAIN?
Apa saja patofisiologi SPRAIN?
Apa saja manifestasi klinis SPRAIN?
Bagaimana penatalaksanaan medis dan keperawatan SPRAIN?
Apa saja pemeriksaan penunjang SPRAIN?
Apa saja komplikasi pada pasien SPRAIN?
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien SPRAIN?

Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, kami memperoleh bahan atau sumber-sumber pembahasan
dari berbagai media yang ada, antara lain seperti internet dan beberapa literatur yang ada.
Kemudian kami saling menghubungkan satu sama lain dalam pembahasan sehingga menjadi
karangan lengkap, objektif dan akurat.
E. Sistematika Penulisan
Pada penyajian makalah ini akan kami sajikan terdiri dari tiga bagian.
Bab I Pendahuluan
Bab II Tinjauan Teori
Bab III Asuhan Keperawatan
Bab V Penutup

BAB II
TINJAUAN TEORI
I.

ANATOMI FISIOLOGI

Muskuloskeletal terdiri atas :


A. Muskuler/Otot : Otot, tendon,dan ligament
B. Skeletal/Rangka : Tulang dan sendi
A. Muskuler/Otot

Otot

yaitu

musculus, berasal dari kata latin, yang artinya little mouse. Otot adalah alatgerak aktif
karena otot dapat menggerakkan bagian bagian tubuh yang lain. Semua sel-sel otot
mempunyai kekhususan yaitu untuk berkontraksi.Terdapat lebih dari 600 buah otot pada
tubuh manusia. Sebagian besar otot-otot tersebut dilekatkan pada tulang-tulang kerangka
tubuh oleh tendon, dan sebagiankecil ada yang melekat di bawah permukaan kulit.
1. Sarkolema
Sarkolema adalah membran yang melapisi suatu sel otot yang fungsinya sebagai
pelindungotot.
2. Sarkoplasma
Sarkoplasma adalah cairan sel otot yang fungsinya untuk tempat dimana miofibril
danmiofilamen berada.
3. Miofibril
Miofibril merupakan serat-serat pada otot.
4. Miofilamen
Miofilamen adalah benang-benang/filamen halus yang berasal dari myofibril, terbagiatas 2
macam, yakni :
a. Miofilamen homogen (terdapat pada otot polos).
b. Miofilamen heterogen (terdapat pada otot jantung/otot cardiak dan pada otot
rangka/ototlurik)
a. Fungsi sistem muskuler/otot:
1. Pergerakan

Otot menghasilkan gerakan pada tulang tempat otot tersebutmelekat dan bergerak
dalam bagian organ internal tubuh.
2. Penopang tubuh dan mempertahankan postur.
Otot menopang rangka danmempertahankan tubuh saat berada dalam posisi berdiri
atau saat duduk terhadap gaya gravitasi.
3. Produksi panas.
Kontraksi otot-otot secara metabolis menghasilkan panasuntuk mepertahankan suhu
tubuh normal.
b. Ciri-ciri sistem muskuler/otot:
1. Kontrakstilitas.
Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau tidak melibatkan
pemendekan otot.
2. Eksitabilitas.
Serabut otot akan merespons dengan kuat jika distimulasi oleh impuls saraf.
3. Ekstensibilitas.
Serabut otot memiliki kemampuan untuk menegang melebihipanjang otot saat rileks.
4. Elastisitas
Serabut otot dapat kembali ke ukuran semula setelah berkontraksiatau meregang.

c. Jenis-jenis Otot
1. Otot rangka,
merupakan otot lurik, volunter, dan melekat pada rangka. Serabut otot sangat panjang,
sampai 30 cm, berbentuk silindris denganlebar
berkisar antara 10 mikron sampai 100 mikron.
Setiap serabut memiliki banyak inti yang
tersusun di bagian perifer. Kontraksinya sangat
cepat

dan

kuat.

a. Struktur Mikroskopis Otot Skelet/Rangka:


Otot skelet disusun oleh bundel-bundel paralel yang terdiri dari serabut-serabut
berbentuk silinder yang panjang, disebut myofiber /serabut otot. Setiap serabut
otot sesungguhnya adalah sebuah sel yang mempunyaibanyak nukleus ditepinya.
Cytoplasma dari sel otot disebut sarcoplasma yang penuh denganbermacammacam organella, kebanyakan berbentuk silinder yang panjangdisebut dengan
myofibril. Myofibril disusun oleh myofilament-myofilament yang berbeda-

bedaukurannya : yang kasar terdiri dari protein myosin, yang halus terdiri dari
protein aktin/actin.
Otot rangka merupakan jenis otot yang melekat pada seluruh rangka, cara
kerjanya disadari /sesuai kehendak ( voluntary ), bentuknya memanjang
dengan banyak lurik-lurik,memiliki nukleus banyak yang terletak di tepi sel. Otot
lurik terdiri dari sel sel serabutotot yang dilindungi membran yang
dapat dirangsang listrik yang disebut sarkolemma.Sel serabut otot terdiri dari
miofibril ( terdapat dalam cairan intraselular/ Sarkoplasma).
2. Otot Polos
Merupakan otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini dapatditemukan pada
dinding berongga seperti kandung kemih dan
uterus, sertapada dinding tuba, seperti pada sistem
respiratorik, pencernaan, reproduksi,urinarius, dan
sistem sirkulasi darah. Serabut otot berbentuk
spindel dengan nukleus sentral. Serabut ini
berukuran kecil, berkisar antara 20 mikron
(melapisi pembuluhdarah) sampai 0,5 mm pada
uterus wanita hamil. Kontraksinya kuat dan lamban.S arcoplasmanya terdiri dari
myofibril yang disusun oleh myofilamen-myofilamen. Otot polos adalah salah satu
otot yang mempunyai bentuk yang polos dan bergelondong.Cara kerjanya tidak
disadari (tidak sesuai kehendak) / involuntary, memiliki satu nukleusyang terletak di
tengah sel. Otot ini biasanya terdapat pada saluran pencernaanseperti:lambung dan usus
3. Otot Jantung
Merupakan otot lurik, Disebut juga otot seran lintang involunter. Bekerja terusmenerus setiap saat tanpa henti, tapi otot
jantung jugamempunyai masa istirahat, yaitu
setiap kali berdenyut. Otot jantung

hanya

terdapat pada jantung. Otot ini merupakan otot


paling istimewa karena memiliki bentuk yang
hampir sama dengan otot lurik, yakni mempunyai lurik-lurik tapi bedanya dengan
otot lurik yaitu bahwa otot lirik memiliki satu atau dua nucleus yang terletak di
tengah/tepi sel. Dan otot jantung adalah satu-satunya otot yang memiliki percabangan

yang disebut duskus interkalaris. Otot ini juga memiliki kesamaan denganotot polos
dalam hal cara kerjanya yakni involuntary (tidak disadari).

B. Tendon
Tendon adalah tali atau

urat daging yang kuat yang bersifat fleksibel, yang terbuat


dari fibrous

protein

(kolagen).

Tendon

berfungsi

melekatkan tulang dengan otot atau otot dengan otot.

C. Ligamen
Ligamen adalah pembalut/selubung yang sangat kuat, yang merupakan jaringan elastis
penghubung yang terdiri atas kolagen. Ligamen membungkus tulang
dengan

tulang yang diikat oleh sendi.

Beberapa tipe ligamen :


1.
Ligamen Tipis
Ligamen pembungkus tulang dan kartilago. Merupakan ligament kolateralyang ada di
siku dan lutut. Ligamen ini memungkinkan terjadinya pergerakan.
2. Ligamen jaringan elastik kuning.
Merupakan ligamen yang dipererat oleh jaringan yang membungkus danmemperkuat
sendi, seperti pada tulang bahu dengan tulang lengan atas.

II.

Sprain (Keseleo)

A. Pengertian.
1. Sprain adalah cedera pada sendi, dengan terjadinya robekan pada ligamentum. (Giam &
Teh 1993: 92)
2. Sprain adalah cedera struktur ligament di sekitar sendi, akibat gerakan menjepit serta
memutar. (Keperawatan Medikal Bedah)
3. Sprain trauma pada sendi biasanya berkaitan dengan cedera ligament. (Buku Saku
Patofisiologi, Elizabeth J. Corwin)
B. Etiologi
1. Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan serta kekenyalan
jaringan. Misalnya pada umur tiga puluh sampai empat puluh tahun kekuatan otot akan
relative menurun. Elastisitas tendon dan ligamen menurun pada usia tiga puluh tahun.
2. Terjatuh atau kecelakan
Sprain dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga lutut mengalami
sprain.
3. Pukulan
Sprain knee dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian lututnya dan
menyebabkan sprain.
4. Tidak melakukan pemanasan
Pada atlet olahraga sering terjadi sprain karena kurangnya pemanasan.
C. Manifestasi Klinis
1. Merasakan nyeri pada lutut
2. Adanya bengkak / oedem
3. Mengalami keterbatasan gerak

4. Adanya spasme otot.


5. Kulit tampak kemerahan
D. Derajat Sprain

1. Sprain Tingkat I (Gambar A)


Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamentum dan hanya beberapa serabut
yang putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkatan dan rasa sakit pada
daerah tersebut.
2. Sprain Tingkat II (Gambar B)
Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamentum yang putus, tetapi lebih separuh
serabut ligamentum yang utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan,
pembengkakan, efusi, (cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat menggerakkan
persendian tersebut.
3. Sprain Tingkat III (Gambar C)
Pada cedera ini seluruh ligamentum putus, sehinnga kedua ujungya terpisah. Persendian
yang bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam persendian, pembekakan,
tidak dapat bergerak seperti biasa, dan terdapat gerakangerakan yang abnormal.
4. Sprain Tingkat IV (Gambar D)
Robekan yang parah pada ligamen. Biasanyua ligamennya putus sehingga tulang-tulang
yang dihubungkan olah ligamen akan terpisah.

E. Komplikasi
1. Plica Syndrome
Sindrom plica disebabkan oleh adanya penebalan pada lapisan persediaan lutut. Biasanya
terjadi pada bagian dalam tepat pada perbatasan patella bagian atas.Lapisan-lapisan
persendian tersebut tersebut tersusun dari jaringan yang dinamakan synovium. Jaringan
synovium ini memproduksi cairan pelumas yang disebut cairan synovial. Jika terjadi
penebalan pada lapisan ini lapisan akan menggesek pada bagian-bagian lutut lainnya,
khususnya bagian dalam femural condyle (ujung bagian bawah dari tulang paha)
sehingga menimbulkan rasa sakit dan iritasi.
2. Compartment Syndrome
Para atlet pada umumnya sering mengalami permasalahan (gangguan rasa nyeri atau
sakit) yang terjadi pada kaki bawah (meliputi daerah antara lutut dan pergelangan kaki).
Terkadang rasa sakit/nyeri tersebut terjadi karena adanya suatu sindrom kompartemen.
Diagnosa terhadap sindrom tersebut dilakukan dengan cara perkiraan, karena pola
karakteristik (gejala) dan rasa sakit tersebut dan ukuran tekanan kompartemennya.
Diantara beberapa penyakit yang menyertai sindrom ini dapat diatasi dengan
pembedahan (operasi).
3. Shin Splints
Istilah shin splints kadang-kadang digunakan untuk menggambarkan adanya rasa sakit
(cedera pada kaki bagian bawah yang seringkali terjadi akibat melakukan berbagai
aktivitas olahraga, termasuk olahraga lari. Shin splints tersebut dibedakan menjadi dua
jenis menurut lokasi rasa sakitnya. Anterior Shin Splints, yaitu rasa sakit yang terjadi
pada bagian depan (anterior) dari tibia. Dan yang kedua adalah Posterior Shin Splints,
rasa sakit tersebut terasa pada bagian dalam (medial) kaki pada tulang tibia. Shin splints
disebabkan oleh adanya robekan sangat kecil pada otot-otot kaki bagian bawah yang
berhubungan erat dengan tibia. Pertama-tama akan mengalami rasa sakit yang menariknarik setelah melakukan lari. Apabila keadaan ini dibiarkan dan terjadi terus, maka akan
semakin parah, bahkan dapat juga terasa sakit meskipun pada saat kita berjalan kaki.
Rasa sakit tersebut biasanya terasa seperti adanya satu / beberapa benjolan kecil pada
sepanjang sisi tulang tibia.
F. Pemeriksaan Diagnostic
1. Foto Rontgen

Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur. Selain itu,


dapat pula dilihat kondisi fraktur, seperti adanya tulang yang
tumpang-tindih, retak, dan sebagainya.
2. X-Ray
Prosedur ini penting untuk mengevaluasi pasien dengan kelainan musculoskeletal.
Berikut beberapa jenis X Ray :
-

X-Ray tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur,

erosi, dan perubahan hubungan tulang.


X-Ray multiple diperlukan untuk pengkajian paripurna

struktur yang sedang diperiksa


X-Ray korteks tulang menunjukkan adanya pelebaran, penyempitan, dan tanda

iregularitas.
X-Ray sendi dapat menunjukkan adanya cairan, iregularitas, spur, penyempitan, dan

perubahan struktur sendi.


3. CT-Scan
Menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan
tumor jaringan lunak atau cedera ligament atau tendon.

Digunakan untuk

mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit dievaluasi
dengan cara menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan
suatu struktur tulang yang rusak.
4. Artrografi
Penyuntikan bahan radiopaque atau udara ke dalam rongga sendi untuk melihat struktur
jaringan lunak dan kontur sendi. Sendi diletakkan dalam kisaran pergerakannya
sementara itu diambil gambar sinar-X serial. Artrogram sangat berguna untuk
mengidentifikasi adanya robekan akut atau kronik kapsul sendi atau ligament penyangga
lutut, bahu, tumit, panggul, dan pergelangan tangan.
G. Penatalaksanaan Medis
a. Penanganannya dapat dilakukan dengan RICE :

R Rest : diistirahatkan adalah

pertolongan

pertama yang penting untuk mencegah kerusakan


jaringan lebih lanjut.
I Ice : terapi dingin, gunanya mengurangi
pendarahan dan meredakan rasa nyeri.
C Compression : membalut gunanya membantu
mengurangi

pembengkakan

jaringan

dan

pendarahan lebih lanjut.


E Elevasi : peninggian daerah cedera gunanya
mengurangi oedema (pembengkakan) dan rasa
nyeri.
b. Terapi dingin :
Cara pemberian terapi dingin sebagai berikut :
1. Kompres dingin
Teknik : potongan es dimasukkan dalam kantong yang tidak tembus air lalu
kompreskan pada bagian yang cedera. Lamanya : dua puluh tiga puluh menit
dengan interval kira-kira sepuluh menit.
2. Massage es
Tekniknya dengan menggosok-gosokkan es yang telah dibungkus dengan lama lima tujuh menit, dapat diulang dengan tenggang waktu sepuluh menit.
3. Pencelupan atau perendaman
Tekniknya yaitu memasukkan tubuh atau bagian tubuh kedalam bak air dingin yang
dicampur dengan es. Lamanya sepuluh dua puluh menit.
4. Semprot dingin
Tekniknya dengan menyemprotkan kloretil atau fluorimethane ke bagian tubuh yang
cedera.
c. Pembedahan
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya; pengurangan-pengurangan
perbaikan terbuka terhadap jaringan yang terkoyak.
d. Latihan ROM : Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri hebat danperdarahan,
latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10 hari tergantung jaringanyang sakit.

Pathway Sprain
Aktivitas Sehari-hari
Ligament robek
Port de entre

Kehilangan kemampuan stabilitas

Infeksi

Pembuluh darah terputus

MK : Resti Infeksi

SPRAIN
Inflamasi sel terhadap cedera
Peradangan

Metabolisme otot
Kelemasan

Panas Otot (Kalor)


Functio laesa

MK : Hipertermi
gg. Mobilitas fisik

Vasodilatasi P D

Cairan di intertisial meningkat

Bengkak (tumor)

Tertekannya Ujung saraf perifer


Perawatan diri

MK:
Defisit

Nyeri
MK : Nyeri
Perdarahan di bwah kulit
Kemerahan
MK :Body image

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien
a. Identitas klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Suku, Agama,
Alamat.
b. Identitas penanggung jawab meliputi: Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan , Suku,
Agama, Alamat.
c. Tanggal masuk RS, No. Medical Record dan Diagnosa Medis
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama : Badan bengkak, muka sembab dan nafsu makan menurun.
b. Riwayat penyakit sekarang : Badan bengkak, muka sembab, muntah, nafsu makan
menurun, konstipasi, diare, urine menurun.
c. Riwayat penyakit dahulu : Edema, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar
bahan kimia.
d. Riwayat kesehatan keluarga : Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini
tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun
pertama atau dua tahun setelah kelahiran.
3. Pengkajian fungsional kesehatan
Pada klien dengan nefrotik sindrom, hal yang perlu di kaji menurut 11 pola
konseptual Gordon yang dikemukakan oleh Doengoes (2000) dan Carpenito (2001).
a. Persepsi kesehatan
Kaji pandangan klien/keluarga jika ada anggota keluarga yang sakit apa yang
akan dilakukan, pengobatan apa yang akan diberikan.
b. Pola nutrisi metabolic
Tanyakan tentang pola makan klien sebelum dan selama sakit, kaji status
nutrisi klien dengan, kaji input cairan klien selama 24 jam, dan kaji turgor kulit serta
observasi adanya oedema anasarka.

c. Pola eliminasi

Kaji pola bab dan bak klien sebelum sakit dan selama sakit.apakah terjadi
perubahan pola berkemih seperti peningkatan frekuensi, proteinuria.
d. Pola aktivitas
Kaji tanda tanda vital terutama tekanan darah, kaji adanya tanda - tanda
kelelahan,
e. Kebutuhan istirahat tidur
Kaji pola tidur klien sebelum dan selama sakit
f.

Pola persepsi kognitif


Kaji kemampuan pancaindra klien, kaji pengetahuan klien tentang penyakit

yang di deritanya.
g. Pola persepsi diri
Kaji persepsi diri klien meliputi body image, harga diri, peran diri, ideal diri,
konsep diri.
h.

Pola hubungan sosial


Kaji pola komunikasi klien terhadap keluarga, klien satu ruang, dan perawat.

i. Pola seksualitas
Kaji kebutuhan seksual klien
j. Pola mekanisme koping
Kaji bagaimana respon diri klien terhadap penyakit yang dideritanya
k. Pola spiritual
Kaji persepsi klien dilihat dari segi agama, apakah klien memahami bahwa
penyakitnya adalah ujian dari Tuhan.

4. Pemeriksaan fisik

a. Strain dan sprain : Pemeriksan fisik mencakup kelemahan, ketidakmampuan


penggunaan sendi, udema pada sprain, perubahan warna kulit, perdarahan, dan
mati rasa.
b. Dislokasi : Pemeriksaan fisik sangat penting untuk menetukan lokasi dislokasi dan
pengkajian yang lebis spesifik tentang nyeri, deformitas, dan fungsiolaesa,
misalnya bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi bahu, perubahan kontur sendi
pada ekstermitas yang mengalami dislokasi, perubahan panjang ektermitas, adanya
lebampada dislokasi sendi. Keadaan fisik IPPA juga dikaji dengan melihat
gangguan neurologis, apakah ada saraf yang terkena, pengkajian pada ektermitas
atas dan bawah untuk menilai pergerakkannya.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat/traksi.
2. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka: bedah
permukaan; pemasangan kawat, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi eksresi atau
sekret/immobilisasi fisik.
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur dan
kerusakan rangka neuromuskuler.
4. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan aliran
darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih, hipovolemik dan pembentukan
trombus.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer, kerusakan
kulit dan trauma jaringan.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
informasi, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

C. Intervensi Keperawatan
1. Dx.1 Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat/traksi.

Tujuan: Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan.


Kriteria Hasil:
a. Klien menyatakan nyeri berkurang.
b. Klien menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktifitas terapetik
sesuai indikasi untuk situasi individual.
c. Edema berkurang/hilang.
d. Tekanan darah normal.
e. Tidak ada peningkatan nadi dan pernapasan.
Intervensi:
1.1 Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0 10).
Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal.
Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan dan
kebutuhan untuk /keefektifan analgesic.
1.2 Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembeban,
dan traksi.
Rasional: Meminimalkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/tegangan
jaringan yang cedera.
1.3 Tinggikan dan sokong ekstremitas yang terkena.
Rasional: Menurunkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan rasa nyeri
1.4 Bantu pasien dalam melakukan gerakan pasif/aktif.
Rasional: Mempertahankan kekuatan/mobilisasi otot yang sakit dan memudahkan
resolusi inflamasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada
jaringan yang terkena.
1.5 Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage, perubahan posisi).
Rasional: Meningkatkan sirkulasi umum menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
1.6 Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contohnya relaksasi progresif,
latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan terapeutik.
Rasional: Meningkatkan sirkulasi umum, mengurangi area tekanan dan kelelahan
otot.
1.7 Lakukan kompres dingin/es selama 24-48 jam pertama dan sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan udema/pembentukan hematoma, menurunkan sensasi
nyeri.
1.8 Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik.
Rasional: Diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.

2. Dx.2 Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka:


bedah permukaan; pemasangan kawat, perubahan sensasi, sirkulasi, akumulasi
eksresi atau sekret/immobilisasi fisik.
Tujuan: Kerusakan integritas jaringan dapat diatasi.
Kriteria Hasil:
a. Penyembuhan luka sesuai waktu.
b. Tidak ada laserasi, integritas kulit baik.
Intervensi:
2.1 Kaji kulit untuk luka terbuka, kemerahan, perdarahan, perubahan warna.
Rasional: Memberikan informasi gangguan sirkulasi kulit dan masalah-masalah yang
mungkin disebabkan oleh penggunaan traksi, terbentuknya edema.
2.2 Massage kulit dan tempat yang menonjol, pertahankan tempat tidur yang
kering dan bebas kerutan.
Rasional: Menurunkan

tekanan

pada

area

yang

peka

dan

resiko

abrasi/kerusakan kulit.
2.3 Rubah posisi selang seling sesuai indikasi.
Rasional: Mengurangi penekanan yang terus-menerus pada posisi tertentu.
2.4 Gunakan bed matres/air matres.
Rasional: Mencegah perlukaan setiap anggota tubuh dan untuk anggota tubuh
yang kurang gerak efektif untuk mencegah penurunan sirkulasi.
3. Dx.3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar
fraktur dan kerusakan rangka neuromuskuler.
Tujuan: Kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang.
Kriteria Hasil:
a. Klien akan meningkat/mempertahankan mobilitas pada tingkat kenyamanan
yang lebih tinggi.
b. Klien mempertahankan posisi/fungsional.
c. Klien meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian
tubuh.
d. Klien menunjukkan teknik yang mampu melakukan aktifitas.
Intervensi:
3.1 Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan perhatikan
persepsi pasien terhadap imobilisasi.

Rasional: Mengetahui persepsi diri pasien mengenai keterbatasan fisik aktual,


mendapatkan informasi dan menentukan informasi dalam meningkatkan
kemajuan kesehatan pasien.
3.2 Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/rekreasi dan pertahankan
rangsang lingkungan.
Rasional: Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan
kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri dan membantu menurunkan
isolasi sosial.
3.3 Instruksikan dan bantu pasien dalam rentang gerak aktif/pasif pada
ekstremitas yang sakit dan yang tak sakit.
Rasional: Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan
tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan
respon kalsium karena tidak digunakan.
3.4 Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila traksi
digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah.
Rasional: Menurunkan resiko kontraktur fleksi panggul.
3.5 Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan (contoh mandi dan mencukur).
Rasional: Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan kontrol
pasien dalam situasidan meningkatkan kesehatan diri langsung.
3.6 Berikan/bantu dalm mobilisasi dengan kursi roda, kruk dan tongkat sesegera
mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilisasi.
Rasional: Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh
flebitis) dan meningkatkanpenyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
3.7 Awasi TD dengan melakukan aktivitas dan perhatikan keluhan pusing.
Rasional: Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring
lama dan dapat memerlukan intervensi khusus.
3.8 Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk/napas dalam.
Rasional: Mencegah/menurunkan insiden komplikasi kulit/pernapasan (contoh
dekubitus, atelektasis dan pneumonia).
3.9 Auskultasi bising usus.
Rasional: Tirah baring, pengguanaan analgetik dan perubahan dalam
3.10

kebiasaan diet dapat memperlambat peristaltik dan menghasilkan konstipasi.


Dorong penigkatan masukan cairan sanpai 2000-3000 ml/hari.
Rasional: Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko infeksi

urinarius, pembentukan batu dan konstipasi.


3.11 Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan atau rehabilitasi spesialis.

Rasional: Berguna dalan membuat aktivitas individual/program latihan.


4. Dx.4 Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan
dengan aliran darah; cedera vaskuler langsung, edema berlebih, hipovolemik
dan pembentukan trombus.
Tujuan: Disfungsi neurovaskuler perifer tidak terjadi.
Kriteria Hasil:
a.
b.
c.
d.
e.

Mempertahankan perfusi jaringan yang ditandai dengan terabanya pulsasi.


Kulit hangat dan kering.
Perabaan normal.
Tanda vital stabil.
Urine output yang adekuat

Intervensi :
4.1 Kaji kembalinya kapiler, warna kulit dan kehangatan bagian distal dari fraktur.
Rasional: Pulsasi perifer, kembalinya perifer, warna kulit dan rasa dapat
normal terjadi dengan adanya syndrome comfartemen syndrome karena
sirkulasi permukaan sering kali tidak sesuai.
4.2 Kaji status neuromuskuler, catat perubahan motorik/fungsi sensorik.
Rasional: Lemahnya rasa/kebal, meningkatnya penyebaran rasa sakit terjadi
ketika sirkulasi kesaraf tidak adekuat atau adanya trauma pada syaraf.
4.3 Kaji kemampuan dorso fleksi jari-jari kaki.
Rasional: Panjang dan posisi syaraf peritoneal meningkatkan resiko terjadinya
injuri dengan adanya fraktur di kaki, edema/comfartemen syndrome/malposisi
dari peralatan traksi.
4.4 Monitor posisi/lokasi ring penyangga bidai.
Rasional: Peralatan traksi dapat menekan pembuluh darah/syaraf, khususnya
di aksila dapat menyebabkan iskemik dan luka permanen.
4.5 Monitor vital sign, pertahanan tanda-tanda pucat/cyanosis umum, kulit dingin,
perubahan mental.
Rasional: Inadekuat volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi
jaringan.
4.6 Pertahankan elevasi dari ekstremitas yang cedera jika tidak kontraindikasi
dengan adanya compartemen syndrome.
Rasional: Mencegah aliran vena/mengurangi edema.

5. Dx.5 Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,


kerusakan kulit dan trauma jaringan.
Tujuan: Resiko infeksi tidak terjadi dan tidak menjadi actual.
Kriteria Hasil:
a. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu.
b. Bebas drainase purulen, eritema dan demam.
c. Tidak ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi:
5.1 Inspeksi kulit untuk mengetahui adanya iritasi atau robekan kontinuitas.
Rasional: Pen atau kawat yang dipasang masuik melalui kulit dapat
memungkinkan terjadinya infeksi tulang.
5.2 Kaji sisi pen/kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri/rasa terbakar atau
adanya edema, eritema, drainase/bau tak enak.
Rasional: Dapat mengindikasi timbulnya infeksi lokal/nekrosis jaringan dan
dapat menimbulkan osteomielitis.
5.3 Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protokol dan latihan mencuci
tangan.
Rasional: Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi.
5.4 Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna kulit
kecoklatan, bau drainase yang tak enak/asam.
Rasional: Tanda perkiraan infeksi gangren.
5.5 Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional: Kekakuan otot, spasme tonik otot rahang dan disfagia menunjukkan
terjadinya tetanus.
5.6 Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan gerakan dengan oedema lokal/eritema
ektremitas cedera.
Rasional: Dapat mengindikasikan terjadinya osteomielitis.
5.7 Lakukan prosedur isolasi.
Rasional: Adanya drainase purulen akan memerlukan kewaspadaan luka/linen
untuk mencegah kontaminasi silang.
5.8 Berikan obat sesuai indikasi seperti antibiotik IV/topikal dan Tetanus toksoid.
Rasional: Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secara profilaktik atau
dapat ditujukan pada mikroorganisme khusus.

6. Dx.6 Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan


berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi.
Tujuan: Pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga bertambah.
Kriteria Hasil:
a. Menyatakan pehaman kondisi, prognosis dan pengobatan.
b. Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan
tindakan.
Intervensi:
6.1 Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.
Rasional: Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat
pilihan informasi.
6.2 Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapis
fisik bila diindikasikan.
Rasional: Banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau penjepit selama proses
penyembuhan. Kerusakan lanjut dan pelambatan penyembuhan dapat terjadi
sekunder terhadap ketidak tepatan pengguanaan alat ambulasi.
6.3 Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukannya secara mandiri dan
yang memerlukan bantuan.
Rasional: Penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan dan yang memerlukan
bantuan.
6.4 Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dab di
bawah fraktur.
Rasional: Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot,
meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini.
6.5 Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis.
Rasional: Penyembuhan fraktur memerlukan waktu tahunan untuk sembuh
lengkap dan kerjasama pasien dalam program pengobatan membantu untuk
penyatuan yang tepat dari tulang.

A. Asuhan Keperawatan Kasus Sprain


a. Data Fokus
Data Subjektif

Data Objektif

1. Klien mengeluh nyeri


1. Terlihat ada pembengkakan pada
2. Klien mengatakan bengkak
bahu sebelah kiri
pada sendi bahu kiri dan 2. Terdapat nyeri tekan dan nyeri
tungkai bawah terluka
3. Klien mengatakan tidak dapat
berdiri

1. Adanya
bertanya

sumbu pada cirus sinistra 1/3


tengah
3. Terlihat pada Ortikulasio humerus

keluhan

sinistra tidak dapat digerakkan.


Data Tambahan
klien
1. Kemungkinan
dibuktikan

tentang

kondisi

dirinya
2. Adanya keluhan klien sedih
dengan keadaannya

dengan skala nyeri 7


2. Kemungkinan
dibuktikan
dengan klien bertanya-tanya
tentang kondisi dirinya
3. Kemungkinan
dibuktikan
dengan

klien

tampak

kebingungan dengan kondisi


dirinya.

B. Analisa Data
N

Data

Masalah

Penyebab

o
1

DS:
Nyeri
1. Klien mengeluh nyeri
2. Klien
mengatakan
bengkak

pada

sendi

bahu kiri dan tungkai

Cedera
Ligamen

pada

bawah terluka
DO:
1. Terlihat

ada

pembengkakan

pada

bahu sebelah kiri


2. Terdapat nyeri tekan dan
nyeri sumbu pada cirus
sinistra 1/3 tengah
3. Kemungkinan
dibuktikan dengan skala
2

nyeri 7
DS:
1. Klien mengeluh nyeri
2. Klien
mengatakan
bengkak

pada

Gangguan

Cedera jaringan

mobilitas fisik

sekitar fraktur

sendi

bahu kiri dan tungkai


bawah terluka
3. Klien mengatakan tidak
dapat berdiri
DO:
1. Terlihat

pada

Ortikulasio
sinistra

humerus

tidak

digerakkan
2. Terlihat
pembengkakan

dapat
ada
pada

bahu sebelah kiri


3. Terdapat nyeri tekan dan
nyeri sumbu pada cirus
sinistra 1/3 tengah
3

DS:
1. Adanya keluhan klien

Kurang

Kurang informasi,

bertanya tentang kondisi

pengetahuan

salah interpretasi

dirinya

tentang kondisi dan

informasi,

tidak

2. Adanya keluhan klien


sedih

dengan

keadaannya

kebutuhan

mengenal sumber

pengobatan

informasi.

DO:
1. Kemungkinan
dibuktikan dengan klien
bertanya-tanya

tentang

kondisi dirinya
2. Kemungkinan
dibuktikan dengan klien
tampak

kebingungan

dengan kondisi dirinya.


b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan cedera pada Ligamen
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur
3) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
kurang informasi, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber
informasi.
c. Intervensi
1. Dx.1 Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera pada jaringan lunak, pemasangan alat/traksi.
Tujuan: Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan.
Kriteria Hasil:
a. Klien menyatakan nyeri berkurang.
b. Edema berkurang/hilang.
Intervensi:
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, lamanya, dan intensitas (skala 0 10).
Perhatikan petunjuk verbal dan non-verbal.
Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi derajat ketidaknyamanan dan
kebutuhan untuk /keefektifan analgesic.
b. Pertahankan immobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, pembeban,
dan traksi.

Rasional: Meminimalkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/tegangan


jaringan yang cedera.
c. Tinggikan dan sokong ekstremitas yang terkena.
Rasional: Menurunkan aliran balik vena, menurunkan edema, dan rasa nyeri
d. Bantu pasien dalam melakukan gerakan pasif/aktif.
Rasional: Mempertahankan kekuatan/mobilisasi otot yang sakit dan memudahkan
resolusi inflamasi otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi pada
jaringan yang terkena.
e. Berikan alternatif tindakan kenyamanan (massage, perubahan posisi).
Rasional: Meningkatkan sirkulasi umum menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
f. Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contohnya relaksasi progresif,
latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi dan sentuhan terapeutik.
Rasional: Meningkatkan sirkulasi umum, mengurangi area tekanan dan kelelahan
otot.
g. Lakukan kompres dingin/es selama 24-48 jam pertama dan sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan udema/pembentukan hematoma, menurunkan sensasi
nyeri.
h. Kolaborasi dengan dokter pemberian analgetik.
Rasional: Diberikan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.
2. Dx.2 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar
fraktur.
Tujuan: Kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang.
Kriteria Hasil:
a. Klien akan meningkat/mempertahankan mobilitas pada tingkat kenyamanan
yang lebih tinggi.
b. Klien mempertahankan posisi/fungsional.
c. Klien meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian
tubuh.
d. Klien menunjukkan teknik yang mampu melakukan aktifitas.
Intervensi:
a. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan perhatikan
persepsi pasien terhadap imobilisasi.

Rasional: Mengetahui persepsi diri pasien mengenai keterbatasan fisik aktual,


mendapatkan informasi dan menentukan informasi dalam meningkatkan
kemajuan kesehatan pasien.
b. Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/rekreasi dan pertahankan rangsang
lingkungan.
Rasional: Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan
kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri dan membantu menurunkan
isolasi sosial.
c. Instruksikan dan bantu pasien dalam rentang gerak aktif/pasif pada ekstremitas
yang sakit dan yang tak sakit.
Rasional: Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan
tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan respon
kalsium karena tidak digunakan.
d. Tempatkan dalam posisi telentang secara periodik bila mungkin, bila traksi
digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah.
Rasional: Menurunkan resiko kontraktur fleksi panggul.
e. Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan (contoh mandi dan mencukur).
Rasional: Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien
dalam situasidan meningkatkan kesehatan diri langsung.
f. Berikan/bantu dalm mobilisasi dengan kursi roda, kruk dan tongkat sesegera
mungkin. Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat mobilisasi.
Rasional: Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring (contoh flebitis)
dan meningkatkanpenyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
g. Awasi TD dengan melakukan aktivitas dan perhatikan keluhan pusing.
Rasional: Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring lama
dan dapat memerlukan intervensi khusus.
3. Dx.3 Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang informasi, salah interpretasi informasi, tidak
mengenal sumber informasi.
Tujuan: Pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga bertambah.
Kriteria Hasil:
a) Menyatakan pehaman kondisi, prognosis dan pengobatan.
b) Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan
tindakan.
Intervensi:

a. Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan yang akan datang.


Rasional: Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan
informasi.
b. Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapis
fisik bila diindikasikan.
Rasional: Banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau penjepit selama proses
penyembuhan. Kerusakan lanjut dan pelambatan penyembuhan dapat terjadi
sekunder terhadap ketidak tepatan pengguanaan alat ambulasi.
c. Buat daftar aktivitas dimana pasien dapat melakukannya secara mandiri dan yang
memerlukan bantuan.
Rasional: Penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan dan yang memerlukan bantuan.
d. Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dab di bawah
fraktur.
Rasional: Mencegah kekakuan sendi, kontraktur dan kelelahan otot, meningkatkan
kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini.
e. Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis.
Rasional: Penyembuhan fraktur memerlukan waktu tahunan untuk sembuh
lengkap dan kerjasama pasien dalam program pengobatan membantu untuk
penyatuan yang tepat dari tulang.
f. Informasikan pasien bahwa otot dapat tampak lembek dan atrofi (massa
ototkurang). Anjurkan untuk memberikan sokongan pada sendi di atas dan di
bawah bagian yang sakit dan gunakan alat bantu mobilitas, contoh verban elastis,
bebat, penahan, kruk, walker atau tongkat.
Rasional: Kekuatan otot akan menurun dan rasa sakit yang baru dan nyeri
sementara sekunder terhadap kehilangan dukungan. (Ardinata, 2012).

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Cedera dapat terjadi pada setiap orang yang melakukan olahraga dengan jenis yang
paling sering adalah strai dan sprain dengan derajat dari yang ringan sampai yang berat.
Cedera olahraga terutama dapat dicegah dengan pemanasan dan pemakaian perlengkapan
olahraga yang sesuai. Sebagai upaya pencegahan, saat melakukan aktivitas olahraga
sebaiknya memakai perlengkapan yang sesuai seperti sepatu yang bisa mewlindungi
pergelangan kaki selama aktivitas. Selalu melakukan pemanasan atau streching sebelum
melakukan aktivitas atletik, serta tidak malkukan latihan yang berlebihan.

B. Saran
Diharapkan klien dapat mengetahui dan memahami etiologi atau penyebab penyakit
agar perawat mudah melakukan intervensi keperawatan seperti:
-

Menganjurkan klien untuk mengikuti anjuran dokter.

Membantu klien dalam perawatan untuk mencegah komplikasi secara lanjut.

Memberikan pendidikan kepada keluarga klien.

Menganjurkan kepada keluarga klien untuk memantau kesehatan klien dan membantu
dalam pencegahan komplikasi lanjut.

Anda mungkin juga menyukai