Anda di halaman 1dari 16

KELOMPOK 8:

1. Aghni Anzhani Dwi Astuti (19108030090)

2. Muhammad Arinal Haq (19108030098)

3. Muhammad Yusuf Faizal (19108030109)

4. Khusnul Hidayati (19108030110)

5. Sarah Aliyul (19108030113)

Manajemen Keuangan Syariah/B


PEMBAHASAN

01 CARA KERJA ILMU ALAM

02 CARA KERJA ILMU SOSIAL-HUMANIORA

03 CARA KERJA ILMU KEAGAMAAN


Ilmu sendiri kedudukannya mendasar dalam kehidupan manusia. Hampir setiap aktivitas
manusia dikendalikan oleh ilmu. Perkembangan ilmu sendiri sangatlah pesat mengiringi
tingkat tuntunan kebutuhan manusia dari yang bersifat material, teknis, kemanusiaan,
kemasyarakatan, sampai yang bersifat spiritual dan religius. Berdasarkan keragaman dan
dinamika kebutuhan manusia ini, berkembanglah disiplin-disiplin ilmu, yakni ilmu-ilmu alam,
ilmu-ilmu sosial humaniora, dan ilmu-ilmu agama. Ketiga disiplin ilmu tersebut, terutama
terkait dengan sifat kajiannya, memiliki kekhasan epistimologi masing-masing. Kekhasan
tersebut tergambar dalam cara-cara kerja ilmu tersebut. Masing-masing disiplin ilmu ini
mempunyai cara kerja yang berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya.
ILMU ALAM
Sebelum adanya filsafat sebagai tradisi keilmuan baru, pada zaman Yunani kuno telah ramai
perbincangan mengenai ilmu fisika, kimia, matematika serta ilmu astronomi diantara pecinta
ilmu. Ilmu-ilmu alam ini, menjadi bahan diskusi mereka yang cinta dan haus akan ilmu kala
itu. Jika dilihat dari segi manfaatnya, sebenarnya ilmu mempunyai manfaat langsung bagi
manusia. Hal ini disebabkan karena ilmu mudah diamati/diukur dan secara praktis
manfaatnya dapat dirasakan langsung. Ilmu alam yang sifatnya fisikal atau material sangat
penting bagi manusia, terutama untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Contohnya
pengukur suhu, telepon, stetoskop dan yang lainnya yang tujuannya untuk mempermudah dan
memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Ciri-Ciri Cara Kerja Ilmu Alam

a. Gejala Alam Bersifat Fisik-Statis

Ilmu-ilmu alam berkaitan dengan gejala-gejala alam. Ahli ilmu alam berhubungan dengan gejala-
gejala alam yang sifatnya fisik yang teramati dan terukur, Gejala alam memiliki sifat statis atau
tetap dari waktu ke waktu. Karena statis jumlah variable dari gejala alam sebagai objek yang
diamati juga relative lebih sederhana dan sedikit..

b. Objek Penelitian Bisa Diulang

Karena sifat gejala alam fisikal-statis, maka objek penelitian dalam ilmu alam adalah tetap atau tidak
mengalami perubahan. Dengan sifat ini objek penelitian ilmu alam bisa diamati secara berulang-ulang.
Orang jaman sekarang bisa meneliti ulang proses penemuan grafitasi oleh Isaac Newton. Dengan gejala
alam yang sama seperti Newton. Hal ini terjadi karena sifat-sifat gejala alam adalah seragam dan bisa
diamati kapanpun.
c. Pengamatan Relatif Lebih Mudah dan Simpel
Pengamatan dalam ilmu alam lebih mudah karena bisa dilakukan secara langsung dan bisa diulang
kapanpun. Kata mengamati dalam ilmu alam tentu lebih luas dari interaksi langsung dengan panca
indera manusia yang lingkup kemampuannya terbatas. Untuk itu, manusia menggunakan alat bantu
seperti mikroskop, teleskop, alat perekam gelombang dan sebagainya. Jika seseorang ingin
mendapatkan suatu gejala alam baru yang belum terdaftar dalam ilmu-ilmu alam maka ia perlu
memberikan informasi tentang lingkungan, peralatan, seta cara pengamatan yang digunakan,
sehingga memungkinkan orang lain mengamati kembali jika ingin mengujinya. Meskipun
pengamatan ilmu alam bersifat reproducible (bisa diulang-ulang), namun juga dimungkinkan akan
memiliki hasil yang berbeda menurut cara pengamatan yang dipakai, meskipun cenderung
seragam atau objektif.

d. Subjek Pengamat (Peneliti) Lebih Sebagai Penonton


Prinsip pengamatan/penelitian dalam ilmu alam adalah objek, artinya kebenaran disimpulkan
berdasarkan objek yang diamati. Pengamat tidak terlibat atau tidak berpengaruh terhadap objek yang
ditelitinya. Posisi ilmuan alam lebih sebagai pengamat dimana ia hanya mengamati alam
dan kemudian memperlihatkan kepada orang lain hasil pengamatannya, dimana ia tidak
melibatkan ke-subjetivitas-nya, tetapi sekedar menunjukan hasil pengamatannya.
e. Memiliki Daya Predikatif yang Relatif Mudah Dikontrol
Ilmu alam lebih menarik diteliti bukan hanya karena gejala alam membangun
berbagai teori, melainkan karena gejala alam yang diketahui dan dirumuskan dalam
teori-teori itu dapat digunakan untuk memprediksikan kejadian-kejadian yang
dimungkinkan akan timbul dari gejala gejala tersebut.

Misalnya manusia mempelajari tekstur lempengan-lempengan dalam bumi,


termasuk gerak-gerak dan karakternya serta sebab-sebab terjadinya gerakan itu.
Pengamatan tersebut dapat menjelaskan semacam kebiasaan bahwa setiap sekian
seratus tahun terjadi patahan-patahan dari lempeng-lempeng bumi tersebut.
Pengetahuan ini dapat dijadikan acuan prediksi misalnya jika terjadi patahan
lempengan didasar laut maka akan menimbulkan gelombang laut yang sangat
besar atau yang kebih popular dengan sebutan tsunami.
Ilmu-ilmu sosial-humaniora berkembang pesat disebabkan karena objek kajian
dari ilmu-ilmu sosial-humaniora tidak hanya sebatas fisik dan material tetapi
bersifat lebih kompleks. Sama halnya dengan ilmu alam, manusia juga
memerlukan ilmu sosial- humaniora untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka
yang bukan berupa fisik atau materi, tetapi bersifat abstrak dan psikologis.
Contohnya penemuan konsep keadilan sosial membawa manusia untuk
mengatur perilaku sosialnya atas dasar dan konsep tersebut. Lalu konsep
kemanusiaan membawa manusia kepada sikap tidak diskriminatif/menindas
atas orang lain meskipun berbeda suku, agama, ras, budaya, warna kulit dan
sebagainya.
Ciri-Ciri Cara Kerja Ilmu Sosial-Humaniora

a. Gejala Sosial-Humaniora Bersifat Non Fisik, Hidup, dan Dinamis

Gejala-gejala yang diamati dalam ilmu sosial-humaniora bersifat hidup dan bergerak secara
dinamis. Objek studi ilmu sosial-humaniora adalah manusia, dan lebih spesifik lagi yaitu dari segi
inner world (dunia dalam) nya, bukan outer world (dunia luar) nya dimana ini (outer world) yang
menjadi ciri ilmu-ilmu alam. Ilmu sosial-humaniora menelaah lebih kepada bagian “dalam” nya
manusia, atau apa yang ada “dibalik” manusia secara fisik, seperti: mental life (kehidupan mental),
mind-affected world (dunia yang terpengaruh pikiran), inner side (sisi dalam), atau geistige welt
(dunia spiritual). Artinya ilmu sosial-humaniora menelaah lebih dalam, bukan hanya sebatas fisik
saja.
b. Objek Penelitian Tidak Dapat Berulang
Gejala-gejala ilmu sosial-humaniora memiliki keunikan-keunikan, kemungkinan bergerak dan
berubahnya sangat besar, karena mereka tidak stagnan dan tidak statis. Kejadian sosial yang
dulu pernah terjadi bisa saja dapat terulang dalam masa sekarang atau mendatang, namun
tidak benar-benar sama meskipun diperoleh dari informan yang sama.

c. Pengamatan Relatif Lebih Sulit dan Kompleks


Dikarenakan sifat gejala-gejala sosial-humaniora yang bergerak dan bahkan berubah, maka
dalam mengamati gejala-gejala tersebut tentu lebih sulit dan kompleks karena yang diamati
oleh ilmu-ilmu social-humaniora adalah apa yang ada dibalik penampilan fisik dari manusia
dan bentuk-bentuk hubungan sosial mereka.
Misalnya saja senyuman. Melihat seseorang tersenyum pada orang lain adalah hal yang
sering bisa ditemukan dalam kehidupan sehari hari, tetapi makna senyum itu dalam ilmu
sosial-humaniora bermakna banyak, boleh jadi ia senang pada orang yang dilihatnya, boleh
jadi ia tidak suka namun terpaksa tersenyum, dan boleh jadi yang lainnya. Ilmu-ilmu sosial-
humaniora mempelajari manusia baik perorangan maupun kelompok sosial yang
menyebabkan situasinya bertambah rumit, dan karenanya variabel dalam penelaahan
sosial-humaniora relatif lebih banyak dan kompleks serta kadang-kadang membingungkan.
d. Subjek Peneliti Sebagai Bagian Integral dari Objek yang Diamati

Pengamat ilmu sosial-humaniora bukanlah sekedar sebagai pengamat atas suatu kejadian sosial-
humaniora, melainkan terlibat baik secara emosional maupun rasional dalam dan merupakan
bagian integral dari objek yang diamatinya. Manusia bisa mengamati benda-benda fisik seperti
gerak-gerak angin tanpa terlibat secara pribadi, tetapi manusia tidak mungkin mengamati manusia
lain tanpa melibatkan minatnya, nilai-nilai hidupnya, kegemarannya, motifnya, dan tujuan
pengamatannya. Semua ini akan menjadi serta mempengaruhi pertimbangan-pertimbangan dalam
mempelajari gejala sosial-humaniora.

e. Memiliki Daya Prediktif yang Relatif Lebih Sulit dan Tidak Terkontrol

Teori sosial-humaniora tidak mudah unntuk memprediksi kejadian sosial-humaniora berikutnya


yang akan terjadi. Ini disebabkan oleh pola perilaku individu atau kelompok yang sama belum
tentu akan mengakibatkan kejadian yang sama pada saat yang berbeda.
Hal ini tidak berarti hasil temuan dalam ilmu sosial tidak dapat dipakai sama sekali untuk
memprediksi kejadian sosial lain. Teori sosial dapat dipakai dalam waktu dan tempat yang
berlainan, tetapi tidak sepasti dan semudah dalam ilmu alam.
Ilmu Keagamaan berkembang sejak manusia dihadapkan pada kekuatan adikodrati
(supranatural/di luar kodrat alam). Manusia membangun ritual keagamaan sebagai simbol
pemahaman tentang hidup dan realitas hubungan manusia dengan alam dan kekuatan
adikodrati. Dalam agama-agama besar dunia seperti: Islam, Katholik, Yahudi, Hindu, dan
Budha, terdapat pengetahuan tentang Tuhan, alam semesta, kehidupan di akhirat,
hubungan sosial manusia, pengobatan, kejiwaaan, lingkungan hidup dan sebagainya.
Misalnya, teori tentang hakekat manusia, teori tentang hubungan manusia, teori tentang
masyarakat yang baik dan sebagainya.
Ciri-Ciri Cara Kerja Ilmu Keagamaan
a. Gejala Keagamaan sebagai ekspresi Keimanan dan Pemahaman Teks Suci
Gejala keagamaan jelas tampak pada perilaku-perilaku keagamaan baik individu
maupun kelompok yang beragama, juga tampak pada karya seni dan budaya. Gejala
keagamaan merupakan sesuatu yang bergerak, tidak statis (lebih dekat dengan
gejala sosial-humaniora). Objek kajian ilmu keagamaan adalah manusia yang
beragama dan lebih fokus pada inner world-nya, yakni aspek keimanan teologisnya.
Contohnya, paham keTuhanan dan implikasi pada perilaku sosial-humaniora, dan
pemahaman keagamaan yang dibangun oleh manusia beragama.

b. Objek Penelitian Unik dan Tidak Dapat Diulang.


Objek kajian keagamaan unik karena menyangkut kayakinan beragama. Dalam ilmu
keagamaan, keyakinan agama dijadikan sumber pengamatan mengapa muncul perilaku
sosial yang beragama. Hal ini berarti teks-teks suci keagamaan yang diyakini orang
beragama termasuk objek penelitian ilmu keagamaan. Objek penelitian ilmu keagamaan
bersifat tidak dapat diulang-ulang, karena kejadian keagamaan adalah cerminan perilaku
masyarakat beragama pada kurun waktu dan tempat tertentu tidak mungkin
direkonstruksi oleh orang sesudahnya seperti kejadian pada awal masanya.
c. Pengamatan Sulit dan Kompleks dengan Interpretasi teks-teks Suci Keagamaan
Pengamatan dalam ilmu keagamaan mirip dalam ilmu sosial-humaniora, yakni sulit dan kompleks,
karena melihat dan memaknai apa yang ada dibalik kegiatan dan perilaku fisik dan empiris manusia
beragama. Karena kegiatan dan perilaku fisik dan empiris adalah bentuk ekspresif dari keimanan
mereka pada Tuhan sebagai hasil pemahaman mereka terhadap teks-teks suci yang diyakini.
Pengamatan dalam ilmu keagamaan juga harus menyelami dan menginterpretasikan item-item
dalam teks-teks suci terkait fenomena kegiatan dan perilaku manusia ber-raga yang dapat
ditangkap. Perilaku-perilaku keagamaan ketika diamati dengan jelas bermuatan multi-interpretasi
baik terhadap gejala-gejala yang ditangkap maupun dari segi penafsiran teks-teks sucinya.

d. Subjek pengamatan (peneliti) sebagai bagian Integral dari objek yang diamati
Pengamat atau peneliti dalam ilmu keagamaan tidak dapat dilepaskan dan merupakan bagian integral
dari objek yang diamati, yaitu perilaku sosial manusia beragama atau aktivitas keagamaan. Dalam
mengkaji teks-teks suci keagamaan atau teks-teks keagamaan hasil interpretasi atas teks-teks suci,
seorang pengamat pasti terlibat secara emosional dan rasional dalam memahami dan menyimpulkan
makna mereka.
e. Memiliki daya prediktif yang relatif lebih sulit dan tidak terkontrol
Dalam ilmu keagamaan, wajib mempertimbangkan keragaman pemahaman orang yang
beragama terhadap ajaran agama mereka, hal ini menambah daya prediktif ilmu agama
semakin sulit untuk dipastikan. Ilmu ke-Islaman bersumber pada teks-teks suci, yakni
al-Qur’an, Hadist Nabi, dan sumber-sumber penalaran rasional dan pengalaman empiris
ke-Islaman.
Dalam studi Islam terkandung persoalan bagaimana Islam memahami dan memegangi
realitas kehidupan dengan berbagai ragamnya. Maksudnya hubungan antara manusia,
alam, dan Tuhan yang melahirkan berbagai realitas yang semakin beragam, yaitu sosial,
politik, budaya, pendidikan, hukum, hak asasi manusia dan sebagainya.
TERIMA KASIH
CREDITS: This presentation template was
created by Slidesgo, including icons by
Flaticon, infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai