Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

TEORI BEHAVIORISME

(Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan)

Dosen Pengampu : Dr. Ida Umami, M.Pd. Kons.

Disusun oleh :

Kelompok 4

Agung Setio Nugroho (1901062001)

David Pratowo (1901061010)

Fia Marlina (1901060011)

Meliana Damayanti (1901062006)

Nur Kholis (1901060023)

KELAS/SEMESTER : B/2

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO LAMPUNG

TAHUN AJARAN 2019/2020


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan
karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini sebagai
tugas mata kuliah psikologi pendidikan, sholawat serta salam tetap terlimpahkan
keharibaan baginda nabi besar Muhammad SAW yang membawa risalah yang tak
pernah salah dan mengemban amanah yang tak pernah khianat sehingga berkat
perjuangan beliau lah sehingga ala mini menjadi tentram, aman, dan sejahtera.
Tak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari berbagai
pihak dengan memberi dorongan dan semangat.

Dengan harapan semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik.

Karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalsh ini.

Metro, 12 Maret 2020

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Teori dan Pengertian Behaviorisme 2
2.2 Tokoh-tokoh Teori Behaviorisme 4
2.2.1 Edward Lee Thorndike (1874-1949) 4
2.2.2 Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936) 5
2.2.3 Burrhus Frederic Skinner (1904-1990) 6
2.3 Prinsip-prinsip Belajar Behaviorisme 10
2.4 Analisis Tentang Teori Behaviorisme 11
2.5 Aplikasi Teori Behaviorisme Terhadap Pembelajaran Siswa 13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan 15
Daftar Pustaka 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam pembahasan ini, hal yang sangat menonjol yang membedakan


antara zaman kita sekarang dengan zaman-zaman sebelumnya adalah
adanya perhatian terhadap penelitian dan kajian-kajian ilmiah. Penelitian
dan kajian-kajian ilmiah tersebut menghasilkan banyak teori-teori,
pandangan, dan aliran dalam dunia ilmu pengetahuan.

Metode penelitian tersebut tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu murni


saja, tetapi juga mencakup sebagian besar ilmu-ilmu kemanusiaan,
termasuk kajian-kajian bahasa khususnya berhubungan dengan kajian
karakteristik bahasa, cara memperolehnya, serta model belajar dan
pembelajarannya. Seperti teori yang terkenal yang membahas ini adalah
teori behaviorisme dan teori strukturalisme (teori pisikologi yang paling
menonjol dalam membahas masalah belajar bahasa dan pembelajarannya).

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan tentang teori behaviorisme beserta tokoh-tokohnya ?
2. Jelaskan prinsip-prinsip belajar behaviorisme ?
3. Jelaskan analisis tentang teori behaveorisme ?
4. Jelaskan aplikasi behaviorisme terhadap pembelajaan siswa ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penyusunan makalah ini dibuat dengan harapan agar
mahasiswa dapat:
1. Mengetahui dan memahami teori behaviorisme beserta tokoh-
tokohnya ?
2. Mengetahui dan memahami prinsip-prinsip belajar behaviorisme ?
3. Mengetahui dan memahami analisis teori behaveorisme ?
4. Mengetahui dan memahami aplikasi behaviorisme terhadap
pembelajaan siswa ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori dan Pengertian Behaviorisme


Menurut pendekatan behaviorisme, belajar dipahami sebagai
proses perubahan tingkah laku teramati yang relatif berlangsung lama
sebagai hasil dari pengalaman dengan lingkungan. Pendekatan
behavioristik berkembang melalui eksperimen-eksperimen, baik pada
manusia maupun pada hewan.Terdapat empat prinsip filosofis utama
dalam pengembangan teori ini yaitu : Manusia adalah binatang yang
sangat berkembang dan manusia belajar dengan cara yang sama. Teori
Behaviorisme seperti yang telah dilakukan binatang lainnya; pendidikan
adalah proses perubahan perilaku; peran guru adalah menciptakan
lingkungan pembelajaran yang efektif, efisiensi, ekonomi, ketepatan dan
obyektivitas merupakan perhatian utama dalam pendidikan.Belajar dapat
dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang
relatifmenetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan
yang melibatkan proses tingkah laku yang timbul akibat proses
kematangan fisik, keadaan mabuk, lelah, dan jenuh tidak dapat dipandang
sebagai proses belajar .Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia
dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam
belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang
berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara
stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat
diamati dan tidak dapat diukur. Dapat diamati adalah stimulus dan respon.
Oleh karena itu,apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang
diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal

2
penting untuk melihat terjadi atau tidak nya perubahan tingkah laku
tersebut.
Dalam proses pembelajaran input ini bisa berupa alat peraga,
gambar-gambar, atau cara-cara tertentu untuk membantu proses belajar.
Teori belajar Behavioristik memandang individu sebagai makhlukreaktif
yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan
akan membentuk perilaku mereka.Belajar merupakan perubahan perilaku
dan penge-tahuan yang relatif lama dari hasil praktek maupun penga-
laman. Ada beberapa poin kunci untuk membahas hal tersebut dikutip dari
Kusmintardjo dan Mantja.
Pertama, belajar menghasilkan perubahan. Pengalaman anda
tentang bagaimana melakukan sesuatu di sekolah telah berubah melalui
belajar yang diawali sejak menjadi murid baru. Demikian halnya perilaku
dokter berubah ketika dia mampu menyembuhkan pasien.
Kedua, perubahan dalam pengetahuan atau perilaku terjadi dalam
waktu yang relatif permanenatau cukup lama. Ketika pertama kali anda
mendaftarkan diri ke sekolah, anda menanyakan kepada teman anda
tentang bagaimana cara pengisian borang pendaftaran, maka hal itu bukan
belajar karena tidak ada suatu perubahan permanendalam cara pendaftaran.
Demikian halnya, dokter yang menangani pasien. gawat darurat karena
kecelakaan juga bukan belajar karena tidak ada perubahan yang
permanendalam penanganan tersebut.
Ketiga, belajar merupakan hasil dari praktek atau melalui
pengalaman melihat orang lain. Pikirkan kembali ketika anda belajar cara
mengemudi mobil. Hanya dengan melalui praktek anda akan
menguasainya. Demikian halnya dengan praktek dan pengalaman, seorang
sekretaris belajar bagaimana cara penggunaan software baru, belajar
seorang analis keuangan belajar implikasi hukum pajak yang baru,
insinyur belajar bagaimana cara mendesain kendaraan yang efisien, dan
pramugari belajar bagaimana cara menghidangkan makanan di atas
pesawat. Dengan demikian,dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan
yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya.

3
2.2 Tokoh-tokoh teori Behaviorisme

2.2.1 Edward Lee Thorndike (1874 –1949)


Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan
respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar
seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat
indera atau suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang menjadi tanda
untuk mengaktifkan organisme untuk bereaksi atau berbuat. Sedangkan
respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang
dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau gerakan/tindakan (akibat adanya
rangsangan). Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat
berwujud konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang
tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan
pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara mengukur
tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula
dengan teori koneksionisme.
Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-
asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut stimulus dengan respon.
Eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar diketahui bahwa
supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya
kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha-usaha
atau percobaan-percobaan (trials)dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih
dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau
selecting and connecting lerning”dan berlangsung menurut hukum-hukum
tertentu. Oleh karena itu,teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini
sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi.Ada
tiga hukum belajar yang utama, yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan
dan (3) hukum kesiapan. Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal
tertentu dapat memperkuat respon. Thorndike mengemukakan bahwa
terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum
berikut:

4
1. Hukum kesiapan (law of readiness), yaitu semakin siap suatu
organisme memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka
pelaksanaan tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan
individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
2. Hukum latihan (law of exercise), yaitu semakin sering suatu tingkah
laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan
semakin kuat.
3. Hukum akibat (law of effect),yaitu hubungan stimulus respon
cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung
diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan.

2.2.2 Ivan Petrovich Pavlov (1849 –1936)


Classic Conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik)
adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap
anjing, di mana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus
bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang
diinginkan.Mula-mula ia menunjukkan makanan kepada anjing yang
sedang kelaparan dan mengeluarkan air liur. Kemudian Pavlov
membunyikan bel yang diteruskan dengan pemberian makanan kepada
anjing. Selanjutnya, dalam penelitian Pavlov, yang terjadi adalah ketika
bel mulai dibunyikan maka pada saat yang sama anjing mengeluarkan air
liurnya. Anjing merespon bel tersebut dengan air liur meskipun tanpa
adanya makanan. Urutan percobaan terhadap anjing :
1. US (unconditioned stimulus)= stimulus asli atau netral: Stimulus tidak
dikondisikan yaitu stimulus yang langsung menimbulkan respon,
misalnya daging dapat merangsang anjing untuk mengeluarkan air liur.
2. UR (unconditioned respons):disebut perilaku responden (respondent
behavior)respon tak bersyarat, yaitu respon yang muncul dengan
hadirnya US, yaitu air liur anjing keluar karenaanjing melihat daging.
3. CS (conditioning stimulus): stimulus bersyarat, yaitu stimulus yang
tidak dapat langsung menimbulkan respon. Agardapat menimbulkan
respon perlu dipasangkan dengan US secara terus-menerus agar

5
menimbulkan respon. Misalnya bunyi bel akan menyebabkan anjing
mengeluarkan air liur jika selalu dipasangkan dengan daging.
4. .CR (conditioning respons):respons bersyarat, yaitu rerspon yang
muncul dengan hadirnya CS, Misalnya: air liur anjing keluar karena
anjing mendengar bel.

2.2.3 Burrhus Frederic Skinner (1904 –1990)


Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih
mengungguli konsep para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan
konsep belajar secara sederhana, namun lebih komprehensif. Menurut
Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui
interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan
tingkah laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh
sebelumnya. Menurutnya respon yang diterima seseorang tidak
sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling
berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon
yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-
konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya
mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000). Oleh karena itu,dalam
memahami tingkah laku seseorang secara benar harus memahami
hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami
konsep yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang
mungkin timbul akibat respon tersebut. Skinner juga mengmukakan bahwa
dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk
menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab
setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
Prinsip-prinsip utama pandangan Skinner:
a. Descriptive behaviorism, pendekatan eksperimental yang sistematis
pada perilaku yang spesifik untuk mendapatkan hubungan S-R.
Pendekatannya induktif. Dalam halini pengaruh Watson jelas terlihat.
b. Empty organism, menolak adanya proses internal pada individu.

6
c. Menolak menggunakan metode statistikal, mendasarkan
pengetahuannya pada subyek tunggal atau subyek yang sedikit namun
dengan manipulasi eksperimental yang terkontrol dan sistematis.
Konsep-konsep utama:
1. Proses operant conditioning:
a. Memilah perilaku menjadi respondent behavior dan operant
behavior. Respondent terjadi pada kondisioning klasik,
dimana reinforcement mendahului UCR/CR. Dalam kondisi
sehari-hari yang lebih sering terjadi adalah operant
behaviordimana reinforcement terjadi setelah respons.
b. Positivedan negative reinforcers(kehadirannya PR
menguatkan perilaku yang muncul, sedangkan justru
ketidakhadiran NR yang akan menguatkan perilaku).
c. Extinction: hilangnya perilaku akibat dari dihilangkannya
reinforcers
d. Schedules of reinforcement, berbagai variasi dalam
penjadwalan pemberian reinforcement dapat meningkatkan
perilaku namun dalam kadar peningkatan dan intensitas yang
berbeda-beda (Lundin, 1991)
e. Discrimination: organisma dapat diajarkan untuk berespon
hanya pada suatu stimulus dan tidak pada stimulus lainnya.
f. Secondary reinforcement, adalah stimulus yang sudah
melalui proses pemasangan/kondisioning dengan
reinforcerasli sehingga akhirnya bisa mendapatkan efek
reinforcementsendiri.
g. Aversive conditioning, proses kondisioning dengan
melibatkan suasana tidak menyenangkan. Hal ini dilakukan
dengan punishment. Reaksi organisme adalah escape atau
avoidance.
2. Behavior Modification adalah penerapan dari teori Skinner, sering
juga disebut sebagai behavior therapy.Merupakan penerapan dari
shaping(pembentukan TL bertahap), penggunaan positive

7
reinforcementsecara selektif, dan extinction. Pendekatan ini
banyak diterapkan untuk mengatasi gangguan perilaku.Kritik
terhadap Skinner:
a. Pendekatannya yang lebih bersifat deskriptif dan kurang
analitis dianggap kurang valid sebagai sebuah teori.
b. Validitas dari kesimpulan yang diambilnya yang merupakan
generalisasi berlebihan dari satu konteks perilaku kepada
hampir seluruh perilaku umum.
c. Pandangan ‘empty organism’ mengundang kritik dari
pendukung aspek biologis dan psikologi kognitif yang
percaya pada kondisi internal mansuia, entah itu berupa
proses biologis atau proses mental.
Teori Behaviorisme10Manajemen kelas menurut Skinner adalah
berupa usaha untuk memodifikasi perilaku (behavior modification)antara
lain dengan proses penguatan (reinforcement)yaitu memberi penghargaan
pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada
perilaku yang tidak tepat.Operant Conditioningatau pengkondisian
operan adalah suatu proses penguatan perilaku operan (penguatan positif
atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang
kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan.Perilaku operan
adalah perilaku yang dipancarkan secara spontan dan bebas Skinner
membuat eksperiment sebagai berikut: dalam laboratorium. Skinner
memasukkantikus yang telah dilaparkan dalam kotak yang disebut
”Skinner box”yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan, yaitu
tombol, alat pembeli makanan, penampung makanan, lampu yang dapat
diatur nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik.Karena dorongan
lapar (hunger drive),tikus berusaha keluar untuk mencari makanan.
Selama tikus bergerak kesana kemari untuk keluar dari box, tidak sengaja
ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal diberikan
makanan secara bertahap sesuai peningkatan perilaku yang ditunjukkan
si tikus, proses ini disebut shaping.Unsur terpenting adalah penguatan
(reinforcement).Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui

8
ikatan stimulus respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner
membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan
penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat
meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu sedangkan
penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau
menghilang.Beberapa prinsip belajar Skinner antara lain(Kusmintardjo
dan Mantja, 2011):
a. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah
dibetulkan, jika benar diberi penguat.
b. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.
d. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
e. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk ini
lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
f. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya
hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variable rasio
reinforcer.
g. Dalam pembelajaran, digunakan shaping.Beberapa kekeliruan dalam
penerapan teori, Skinner adalah penggunaan hukuman sebagai salah
satu cara untuk mendiskripsikan siswa menurut Skinner hukuman
yang baik adalah anak merasakan sendiri konsekuensi dari
perbuatannya misalnya anak perlu mengalami sendiri kesalahan dan
merasakan akibat dari kesalahan. Penggunaan hukuman verba
maupun fisik seperti : kata-kata kasar, ejekan, cubitan, jeweran justru
berakibat buruk pada siswa. Selain itu kesalahan dalam
reinforcement positif juga terjadi di dalam situasi pendidikan seperti
penggunaan rangking juara di kelas yang mengharuskan anak
menguasai semua mata pelajaran. Sebaliknya setiap anak diberi
penguatan sesuai dengan kemampun yang diperlihatkan sehingga
dalam satu kelas terdapat banyak penghargaan sesuai dengan prestasi
yang ditunjukkan para siswa, misalnya: penghargaan di bidang

bahasa, matematika, fisika, menyanyi, menari, atau olahraga.

9
2.3 Prinsip-Prinsip Belajar Behaviorisme

Teknik Behaviorisme telah digunakan dalam pendidikan untuk waktu


yang lama untuk mendorong perilaku yang diinginkan dan untuk
mencegah perilaku yang tidak diinginkan.

 Stimulus dan Respons

Stimulusadalah apa saja yang diberikan guru kepada siswa


misalnya alat peraga atau gambar charta tertentu dalam rangka
membantu belajarnya. Sedangkan respons adalah reaksi siswa
terhadap stimulus yang telah diberikan oleh guru tersebut, reaksi ini
haruslah dapat diamati dan diukur.

 Reinforcement(penguatan)
Konsekuensi yang menyenangkan akan memperkuat perilaku
disebut penguatan (reinforcement) sedangkan konsekuensi yang
tidak menyenangkan akan memperlemah perilaku disebut dengan
hukuman (punishment).
1) Penguatan positif dan negative
Pemberian stimulus positif yang diikuti respon disebut
penguatan positif. Sedangkan mengganti peristiwa yang dinilai
negatif untuk memperkuat perilaku disebut penguatan negative.
2) Penguatan primer dan sekunder
Penguat primer adalah penguatan yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan fisik. Sedangkan penguatan sekunder
adalah penguatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
non fisik.
3) Kesegeraan memberi penguatan (immediacy)
Penguatan hendaknya diberikan segera setelah perilaku
muncul karena akan menimbulkan perubahan perilaku yang jauh
lebih baik dari pada pemberian penguatan yang diulur-ulur
waktunya.

10
4) Pembentukan perilaku (Shapping)
Menurut skinner untuk membentuk perilaku seseorang
diperlukan langkah-langkah berikut :
1. Mengurai perilaku yang akan dibentuk menjadi tahapan-
tahapan yang lebih rinci.
2. Menentukan penguatan yang akan digunakan.
3. Penguatan terus diberikan apabila muncul perilaku yang
semakin dekat dengan perilaku yang akan dibentuk.
5) Kepunahan (Extinction)
Kepunahan akan terjadi apabila respon yang telah terbentuk
tidak mendapatkan penguatan lagi dalam waktu tertentu.

2.4 Analisis Tentang Teori Behaviorisme

Kaum behaviorisme menjelaskan bahwa belajar sebagai suatu proses


perubahan tingkah laku dimana reinforcement dan punishment menjadi
stimulus untuk merangsang siswa dalam berperilaku. Pendidik yang
masih menggunakan kerangka behavioristik biasanya merencanakan
kurikulum dengan menyusun isi pengetahuan menjadi bagian-bagian
kecil yang ditandai dengan suatu keterampilan tertentu. Kemudian,
bagian-bagian tersebut disusun secara hirarki, dari yang sederhana
sampai yang komplek. Teori behaviorisme banyak dikritik karena
seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks,
sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan
atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan
respon.
Teori ini tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan
yang terjadi dalam hubungan stimulus dan respon. Pandangan
behaviorisme juga kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat
emosi siswa, walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang
sama. Pandangan ini tidak dapat menjelaskan mengapa dua anak yang
mempunyai kemampuan dan pengalaman penguatan yang relatif sama,
ternyata perilakunya terhadap suatu pelajaran berbeda, juga dalam

11
memilih tugas sangat berbeda tingkat kesulitannya. Pandangan
behaviorisme hanya mengakui adanya stimulus dan respon yang dapat
diamati. Mereka tidak memperhatikan adanya pengaruh pikiran atau
perasaan yang mempertemukan unsur-unsur yang diamati tersebut.
Teori behaviorisme juga cenderung mengarahkan siswa untuk
berfikir linier, konvergen, tidak kreatif dan tidak produktif. Pandangan
teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shaping,
yaitu membawa siswa menuju atau mencapai target tertentu, sehingga
menjadikan peserta didik untuk tidak bebas berkreasi dan berimajinasi.
Padahal banyak faktor yang berpengaruh yang mempengaruhi proses
belajar. Jadi teori belajar tidak sesederhana yang dilukiskan teori
behaviorisme. Skinner dan tokoh-tokoh lain pendukung teori
behaviorisme memang tidak menganjurkan digunakannya hukuman
dalam kegiatan pembelajaran.
Namun apa yang mereka sebut dengan penguat negatif (negative
reinforcement) cenderung membatasi siswa untuk berpikir dan
berimajinasi. Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting
dalam proses belajar. Namun ada beberapa alasan mengapa Skinner tidak
sependapat dengan Guthrie, yaitu:
a. Pengaruh hukuman terhadap perubahan tingkah laku sangat bersifat
sementara.
b. Dampak psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi (menjadi
bagian dari jiwa si terhukum) bila hukuman berlangsung lama.
c. Hukuman yang mendorong si terhukum untuk mencari cara lain
(meskipun salah dan buruk) agar ia terbebas dari hukuman. Dengan
kata lain, hukuman dapat mendorong si terhukum melakukan hal-
hal lain yang kadangkala lebih buruk daripada kesalahan yang
diperbuatnya. Skinner lebih percaya kepada apa yang disebut
sebagai penguat negatif. Penguat negatif tidak sama dengan
hukuman. Ketidaksamaannya terletak pada bila hukuman harus
diberikan (sebagai stimulus) agar respon yang muncul berbeda
dengan respon yang sudah ada, sedangkan penguat negatif (sebagai

12
stimulus) harus dikurangi agar respon yang sama menjadi semakin
kuat. Misalnya, seorang siswa perlu dihukum karena melakukan
kesalahan. Jika siswa tersebut masih saja melakukan kesalahan,
maka hukuman harus ditambahkan. Tetapi jika sesuatu tidak
mengenakkan siswa (sehingga ia melakukan kesalahan) dikurangi
(bukan malah ditambah) dan pengurangan ini mendorong siswa
untuk memperbaiki kesalahannya, maka inilah yang disebut
penguatan negatif. Lawan dari penguatan negatif adalah penguatan
positif (positive reinforcement). Keduanya bertujuan untuk
memperkuat respon. Namun bedanya adalah penguat positif
menambah, sedangkan penguat negatif adalah mengurangi agar
memperkuat respons.

2.5 Aplikasi Teori Behavioristik Terhadap Pembelajaran Siswa


Aliran psikologi belajar yang sangat besar memengaruhi arah
pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini
adalah aliran behavioristik. Menurut Budiningsih dari semua teori
pendukung tingkah laku, teori skinnerlah yang paling besar pengaruhnya
terhadap perkembangan teori belajar Beberapa program pembelajaran
menggunakan sistem stimulus dan respon yang diwujudkan dalam
program-program pembelajaran yang disertai oleh perangkat
penguatan(reinforcement). Aliran ini menekankan pada terbentuknya
perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behaviorisme dengan
model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode drillatau pembiasaan semata.
Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement
dan akan menghilang bila dikenai hukuman.Istilah-istilah seperti hubungan
stimulus respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil yang
tampak, pembentukan perilaku (shaping) dengan penataan kondisi secara
ketat, reinforcement dan hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang
sangat penting dalam teori behaviorisme. Teori ini hingga sekarang masih

13
merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan jelas
pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti
kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah, bahkan sampai Perguruan Tinggi, pembentukan perilaku
dengan cara drill (pembiasaan) disertai dengan reinforcement atau
hukuman masih sering dilakukan.Aplikasi teori behaviorisme dalam
kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan
pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan
fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan
berpijak pada teori behviorisme memandang bahwa pengetahuan adalah
obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan
rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar
adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang
belajar atau siswa. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak
struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat
dianalisis dan di pilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses
berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan
tersebut. Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap
pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar
atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.

14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara, begitu definisi pendidikan yang terkandung dalam ketentuan
umum di Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas).

Untuk mencapai tujuan berdirinya Negara Indonesia yaitu


mencerdaskan kehidupan bangsa, instrumentyang digunakan adalah
pendidikan. Pendidikan yang berkualitas akan melahirkan manusia-
manusia cerdas, kemudian akan menjadi agen perubahan untuk
kehidupan berbangsa yang lebih baik. Paolo Freire seorang tokoh
pendidikan menyatakan ada dua pandangan dunia yang mempersepsikan
manusia dalam dunia pendidikan. Pandangan pertama melihat manusia
sebagai objek, yang dapat dibentuk dan disesuaikan. Pandangan lainnya
melihat manusia sebagai subyek, mahluk yang bebas dan mampu
melampaui dunianya.

Behaviorisme adalah paham yang menekankan pada perubahan


tingkah laku yang didasari oleh prinsip stimulus dan respon. Dalam
penentuan kebijakan pendidikan di indonesia paham behavioris ini masih
mendominasi terutama pada kebijakan-kebijakan yang bersifat hakekat
dan prinsip misalnya adanya tujuan nasional pendidikan. Sedangkan
kebijakan penetapan program kurikulum, penyiapan tenaga guru yang
kualifikatif, serta sistem penilaian yang baik merupakan sebuah usaha
untuk memberikan stimulus yang terbaik untuk menghasilkan respon
yang diharapkan.

Untuk itu KebijakanPendidikan yang bersifat behavioristik tidak


sepenuhnya tidak baik. Untuk mewujudkannya Pemerintah perlu melihat

15
kenyataan dilapangan, untuk mengadakan pendekatan inovatif untuk
diupayakan keterlaksanaannya dalam proses pembelajaran. Namun
kesiapan dari berbagai unsur sistem pendidikan menjadi faktor
penentunya. Oleh karena itu, kebijakan pendidikan yang relevan dengan
tuntutan perubahan harus didukung oleh semua pelaku pendidikan
termasuk komponen pendidikan yang lain.

16
DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Penerbit Rineka


Cipta.
Degeng, I Nyoman Sudana. 2006. Ilmu Pengajaran Taksonomi Variable. Jakarta:
Depdikbud.
Gredler, Bell. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta:CV. Rajawali.
Hitipeuw, Imanuel. 2009. Belajar & Pembelajaran. Malang: Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Mantja, W. 2011. Landasan-Landasan Pendidikan dan Pembelajaran. Program
Studi Doktor Manajemen Pendidikan, Universitas Negeri Malang.
Kamalfachri, “Teori Behavioristik”, dalam Website file:
https://kamalfachri.wordpress.com/2009/01/19/teori-behavioristik-dan-
permasalahan/amp/ (diakses pada tanggal 11 Maret 2020)

17

Anda mungkin juga menyukai