Disusun Oleh :
Ajeng Roro Kusuma 22245701
Pitriyani 22245736
Yanti Fatmawati 22245728
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan Masalah............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Filsafat Pendidikan.....................................................................................3
B. Asas Bermanfaat dan Keunggulan Filsafat Pendidikan..........................5
a. Asas Empirisme........................................................................................6
b. Asas Nativisme..........................................................................................7
c. Asas Konvergensi......................................................................................8
C. Tafsir Tematik QS Ali-Imran : 104............................................................10
D. Tafsir Tematik QS Ar-Rum : 30................................................................12
BAB III PENUTUP..............................................................................................15
A. Kesimpulan.................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................
................................................................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui makna filsafat pendidikan.
2. Menjabarkan beberapa asas filsafat pendidikan.
3. Menguraikan tafsir tematik surah Ali Imran ayat 104 dan juga surah Ar-
Rum ayat 30.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filsafat Pendidikan
Bila kita membicarakan filsafat maka pandangan kita akan tertuju jauh ke
masa lampau di zaman Yunani Kuno. Pada masa itu semua ilmu dinamakan
filsafat. Dari Yunani lah kata “filrafat” ini berasal, yaitu dari kata “philor” dan
“rophia”. “Philor” artinya cinta yang sangat mendalam dan “rophia” artinya
kebijakan atau kearifan. Istilah filsafat sering dipergunakan secara populer dalam
kehidupan sehari-hari, baik secara sadar maupun tidak sadar. Dalam
penggunaan populer, filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian hidup (individu)
dan dapat juga disebut sebagai pandangan masyarakat.
3
Apakah hakikat alam semesta ini? Apakah hakikat keadilan?
Filsafat bersifat sistematis artinya pernyataan-pernyataan atau kajian-
kajiannya menunjukkan adanya hubungan satu sama lain, saling berkait dan
bersifat koheren (runtut). Di dalam tradisi filsafat ada paham-paham atau aliran
besar yang menjadi titik tolak dan inti pandangan terhadap berbagai pertanyaan
filsafat. Misal : aliran empirisme berpandangan bahwa hakikat pengetahuan
adalah pengalaman. Tanpa pengalaman, maka tidak akan ada pengetahuan.
Pengalaman diperoleh karena ada indera manusia yang menangkap objek-objek di
sekelilingnya (sensasi indera) yang kemudian menjadi persepsi dan diolah oleh
akal sehingga menjadi pengetahuan.
Filsafat bersifat universal, artinya pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-
jawaban filsafat bersifat umum dan mengenai semua orang. Misalnya: Keadilan
adalah keadaan seimbang antara hak dan kewajiban. Setiap orang selalu
berusaha untuk mendapatkan keadilan. Walaupun ada perbedaan pandangan
sebagai jawaban dari pertanyaan filsafat, tetapi jawaban yang diberikan berlaku
umum, tidak terbatas ruang dan waktu. Dengan kata lain, filsafat mencoba
mengajukan suatu konsep tentang alam semesta (termasuk manusia di dalamnya)
secara sistematis.
Filsafat sering juga dapat diartikan sebagai “berpikir reflektif dan kritis”
(reflective and critical thinking). Namun, Randall dan Buchler (via Sadulloh,
(2007:17) memberikan kritik terhadap pengertian tersebut, dengan
mengemukakan bahwa definisi tersebut tidak memuaskan, karena beberapa
alasan, yaitu: 1) tidak menunjukkan karakteristik yang berbeda antara berpikir
filsafati dengan fungsi-fungsi kebudayaan dan sejarah, 2) para ilmuwan juga
berpikir reflektif dan kritis, padahal antara sains dan filsafat berbeda, 3) ahli
hukum, ahli ekonomi juga ibu rumah tangga sewaktu-waktu berpikir reflektif
dan kritis, padahal mereka bukan filsuf atau ilmuwan.
Dalam Alquran dan budaya Arab terdapat istilah “hikmat” yang berarti arif
atau bijak. Filsafat itu sendiri bukan hikmat, melainkan cinta yang sangat
mendalam terhadap hikmat. Dengan pengertian tersebut, maka yang dinamakan
4
filsuf adalah orang yang mencintai dan mencari hikmat dan berusaha
mendapatkannya. Al-Syaibani (1979:26) mengatakan bahwa hikmat
mengandung kematangan pandangan dan pikiran yang jauh, pemahaman
dan pengamatan yang tidak dapat dicapai oleh pengetahuan saja. Dengan
hikmat filsuf akan mengetahui pelaksanaan pengetahuan dan dapat
melaksanakannya.
Asas-asas filsafat pendidikan ialah suatu dasar atau pokok yang menjadi
acuan kajian filsafat pendidikan. Adapun asas-asas filsafat pendidikan ialah asas
empirisme, asas nativisme dan asas konvergensi. Tentang berbagai aliran atau
5
gerakan pendidikan itu akan memberikan pengetahuan dan wawasan historis
kepada tenaga kependidikan. Hal itu sangat penting agar para pendidik dapat
memahami dan pada gilirannya kelak dapat memberikan kontribusi terhadap
dinamika pendidikan itu.
Dan tidak kalah pentingnya adalah bahwa dengan pengetahuan dan
wawasan historis tersebut, setiap tenaga kependidikan diharapkan memiliki bekal
yang memadai dalam meninjau berbagai masalah yang dihadapi, serta
pertimbangan yang tepat dalam menetapkan kebijakan dan tindakan sehari-hari.
a. Asas Empirisme
Secara harfiah, arti empirisme dari kata Yunani “emperia” yang berarti
pengalaman. Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang
mementingkan stimulasi eksternal dalam perkembangan manusia, dan
menyatakan bahwa perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan
anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan.
Pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari- hari perintisnya adalah
John Locke ( 1632-1704), dia mengagumi metode Descrates, tetapi ia tidak
menyetujui isi ajarannya.
Menurut Locke, rasio mula-mula harus dianggap “ar a white paper” dan
seluruh isinya dari pengalaman. Ada dua pengalaman : lahiriah ( renration ) dan
batiniyah (reflexion). Kedua sumber pengalaman ini menghasilkan ide-ide
tunggal ( rimple idear ). Jiwa manusiawi bersifat pasif sama sekali dalam
menerima ide- ide tersebut.
6
Menurut J.J. Rausseau (1712-1778) bahwa manusia pada dasarnya baik sejak ia
dilahirkan. Jadi kalau ada manusia yang jahat bukan karena benihnya,
tetapi dikembangkan setelah ia lahir, yakni setelah ia hidup di masyarakat dan
setelah terpengaruh oleh lingkungan serta kebudayaan. Menurut Mensius ( 372-
289 SM), yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya baik, sehingga cinta
pada dasarnya lebih pengertian yang dangkal. Menurut H. Sun Tzu (289-230 SM)
bahwa manusia pada dasarnya adalah jahat, akan tetapi untunglah manusia juga
cerdas dan dengan kecerdasannya ia dapat mengolah kebaikan yang ada pada
dirinya. Ia menjadi manusia yang baik karena ia bergaul dengan masyarakat. Jadi
manusia itu menjadi baik bukan karena benihnya, tetapi karena hidup dan
bergaul dengan masyarakat.
b. Asas Nativisme
7
anaknya. Dalam beberapa penelitian menyimpulkan bahwa anak sangat dipengaruhi
oleh keadaan orang tua, baik keadaan fisik, psikis, maupun sosial-ekonominya.
c. Asas Konvergensi
8
yang buruk. Sebagai contoh, benarkah jika kita mengatakan „si Mizan
adalah merupakan hasil dari pembawaan dan lingkungannya si
Mizan? Ketika jawabannya „benar‟, maka seolah-olah si Mizan itu
„hanya' merupakan hasil dari proses alam yaitu pembawaan dan
lingkungan belaka. Jika pembawaannya begini dan lingkungannya
begitu, maka manusia akan demikian pula. Jika demikian halnya,
maka apa bedanya dengan proses mencari hasil dari „angka-
angka' dalam pengetahuan matematika? Kalau memang proses
perkembangan manusia sama halnya dengan rumus-rumus
pengetahuan matematika, maka dapat dipastikan bahwa tugas guru
(ahli pendidik) akan lebih mudah yaitu tinggal mencari jalan untuk
mengetahui pembawaan seseorang (kalau saja pembawaan itu dapat
diketahui dengan pasti), dan kemudian mengusahakan suatu
lingkungan atau pendidikan yang cocok (relevan) dengan pembawaan
tersebut.
Sekali lagi proses perkembangan binatang dengan manusia tidaklah
dapat disamakan.
Dengan berpijak pada uraian di atas, maka nyatalah bagi kita bahwa jika
ditanya tentang „perkembangan manusia itu bergantung pada pembawaan ataukah
kepada lingkungan? atau manakah yang lebih dasar atau lebih kuat mempengaruhi
perkembangan manusia itu? Maka kita dapat mengatakan bahwa itu bukanlah
bentuk pertanyaan yang perlu dicari jawabannya, sebab hal itu adalah merupakan
suatu pertanyaan yang tidak ada jawabannya. Begitu juga W. Stern tidak
menerangkan seberapa besar perbandingan pengaruh kedua faktor tersebut dan
9
hingga dewasa ini dominasi pengaruh kedua faktor itu belumlah dapat ditetapkan.
Sesuai dengan corak dan karakteristik sosiologi, diantara tiga asas filsafat
pendidikan dan teori perkembangan sosial di atas yang sangat mendukung adalah
teori empirisme. Di Amerika telah diselidiki seorang anak bernama Anna yang
hidup terpencil di daerah Attic, Pensyilvanea di rumah seorang petani sejak umur
6 bulan sehingga umur 5 tahun. Setelah dipindah ke rumah biasa, Anna mulai
belajar bahasa, mulai tertarik dengan anak lain dan turut bermain dengan anak-
anak normal lainnya. Perubahan tingkah laku Anna karena berhubunga dengan
lingkungannya dan pengalaman Anna sebelum dipindah ke rumah yang normal
juga dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat.
C. Tafsir Tematik QS Ali-Imran : 104
Artinya : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar merekalah orang-orang yang beruntung”. (QS Ali-Imran : 104)
11
Tujuan dakwah tidak akan tercapai hanya dengan anjuran melakukan
perbuatan baik saja tanpa dibarengi dengan sifat-sifat keutamaan dan
menghilangkan sifat-sifat buruk dan jahat agar tujuan dakwah dapat tercapai
dengan baik.
Maka umat Islam harus mengetahui persyaratan dan taktik perjuangan untuk
mencapainya. Kemenangan tidak akan tercapai tanpa kekuatan, kekuatan tidak
akan terwujud melainkan dengan persatuan.
Persatuan dan kesatuan tidak dapat diraih kecuali diimbangi dengan sifat-
sifat yang utama. Sifat yang utama ini pun tidak akan terpelihara tanpa terjaganya
agama. Akhirnya, agama tidak mungkin terpelihara tanpa adanya dakwah.
Dari sinilah dapat dimengerti apabila Allah mewajibkan kepada umat Islam
untuk melakukan dan menggiatkan dakwah agar agama yang mereka anut dapat
berkembang dengan baik dan sempurna, sehingga misi agama “memberikan
rahmat bagi seluruh alam” dapat tercapai. Tanpa adanya dakwah, agama tidak
mungkin dapat berkembang. Dalam rangka berdakwah, diperlukan syarat-syarat
sebagai berikut :
Harus memahami kandungan Al-Qur'an dan Sunnah serta sejarah
dakwah Rasulullah Saw
Harus memahami keadaan orang-orang yang menjadi objek dakwah.
Harus memahami bahasa serta dialek orang-orang yang menjadi objek
dakwah.
Harus memahami agama dan mazhab mazhab yang berkembang dalam
masyarakat.
Dengan dorongan agama dan keimanan yang kuat, tercapailah bermacam-
macam kebajikan yang akan membawa kepada persatuan dan kesatuan, dan akan
terwujud kekuatan yang besar untuk mencapai kemenangan dalam setiap
perjuangan.
Ayat tersebut di atas ditunjukkan kepada umat Islam agar memperhatikan
kepentingan dakwah yaitu melaksanakan Amar ma'ruf nahi munkar di masyarakat
secara berkesinambungan.
Amar ma'ruf nahi munkar artinya mengajak untuk saling menyuruh orang
12
lain mengerjakan kebajikan baik perintah wajib maupun sunnah yang akan
membawa mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Nahi munkar mempunyai arti mencegah perbuatan yang dilarang oleh Allah
baik Perbuatan yang diharamkan maupun makruh, yang dapat menjerumuskan
manusia ke dalam neraka.
D. Tafsir Tematik QS Ar-Rum : 30
Pada hakekatnya, setiap manusia lahir ke dunia ini dengan membawa fitrah
berupa keyakinannya kepada agama (Islam). Demikian ditegaskan oleh para
ulama tafsir, ketika menjelaskan tentang maksud ayat di atas. Seiring berjalannya
waktu, maka fitrah yang sudah Allah tetapkan tersebut, akan tetap atau berubah
tergantung pada kondisi lingkungan di mana manusia itu berada.
13
Dari keterangan hadis di atas jelaslah bahwa setiap manusia dilahirkan
dalam kondisi beragama (Islam). Agama itu fitrah yang sudah ada sejak manusia
lahir, bahkan ketika mereka masih berada di alam rahim. Demikian ditegaskan
14
dalam ayat yang lain.
Begitu melekatnya fitrah berupa agama ini di dalam diri manusia, maka
meski seseorang larut dalam pelukan nafsu duniawi, yang seringkali
melenakannya dari ajaran agama, atau bahkan melupakannya pada tuhan, pada
saat tertentu akan muncul kerinduan dalam dirinya untuk kembali kepada agama,
kembali kepada tuhannya.
Dari keterangan hadis qudsi di atas jelaslah bahwa pada hakekatnya kita
diciptakan oleh Allah dalam kondisi berpegang teguh pada agama, berada pada
fitrah Allah. Tetapi, tipu daya setanlah yang kemudian memalingkan kita dari
ajaran agama kita.
Satu hal yang harus kita sadari bersama adalah bahwa selama hayat masih
dikandung badan, selalu ada kesempatan untuk kembali kepada agama, kembali
kepada Tuhan. Tuhan sangat senang jika ada hamba-Nya yang telah lama
15
berkelana, mengembara mengarungi kehidupan ini, serta jauh dari-Nya, kemudian
dia kembali ke jalan-Nya.
Seperti halnya orang tua yang telah lama ditinggal anaknya pergi merantau
kemudian kembali pulang ke pangkuannya. Bahkan, kasih sayang Tuhan kepada
hamba-hamba-Nya jauh melebihi kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya.
Alangkah sayangnya, jika kesempatan hidup di dunia ini yang hanya sekali,
tidak dimanfaatkan untuk menjalani fitrah kemanusiaan, yaitu memeluk erat
agama, medekatkan diri kepada Tuhan, menjadi hamba-hamba-Nya yang dikasihi
dan dicintai-Nya. Betapa malangnya diri ini, jika hidup di dunia ini yang hanya
sementara, diisi dengan amal yang sia-sia, yang hanya akan membawa kita pada
penyesalan tiada tara di akhirat kelak.
Dengan tetap pada fitrah itu, maka kita semua berharap semoga kelak,
ketika Tuhan mengambil kita untuk kembali kepada-Nya, Tuhan akan memanggil
dengan panggilan mesra:
“Wahai jiwa-jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
ridha dan diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku,
dan masuklah ke dalam surga-Ku.” Wallahu A’lam
16
BAB III
PENUTU
A. Kesimpulan
1. Dari Yunani lah kata “filrafat” ini berasal, yaitu dari kata “philor” dan
“rophia”. “Philor” artinya cinta yang sangat mendalam dan “rophia”
artinya kebijakan atau kearifan. Istilah filsafat sering dipergunakan secara
populer dalam kehidupan sehari- hari, baik secara sadar maupun tidak
sadar. Berfilsafat merupakan kegiatan berpikir yang khas, yaitu radikal,
sistematis dan universal untuk mencari kearifan, kebenaran yang
sesungguhnya dari segala sesuatu. Berfilsafat berarti berpikir merangkum
tentang pokok-pokok atau dasar-dasar dari hal yang ditelitinya.
3. Dalam surah Ali Imran ayat 104 Melalui Allah memerintahkan kepada
umat Islam agar di antara mereka ada sekelompok orang yang bergerak
dalam bidang dakwah yang selalu memberi peringatan apabila tampak
gejala-gejala perpecahan dan pelanggaran terhadap ajaran agama, dengan
jalan mengajak dan menyuruh manusia untuk melakukan kebaikan,
menyuruh kepada ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar.
17
DAFTAR PUSTAKA
Abusyuja. (n.d.). Tafsir Al-Qur’an Surat Ali-Imran ayat 104. Abu Syuja.
Retrieved
FILSAFAT PENDIDIKAN (1st ed., Vol. 136 hlm 14 x 21). (2019). Nizamania
Learning Center.
18