Anda di halaman 1dari 10

SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU JARH DAN TA’DIL

MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH STUDI


HADIST

Dosen Pengampu :
Drs. Asmakin Antoro M.pd

Disusun Oleh:
ELOK MILHANA ROHMATUL ‘ULA (932506019)
WARDATUL FIRDAUS (932504119)

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB (PBA)


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI
2019
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat ALLAH SWT yang
telah melimpahkan rahmat-Nya serta hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas makalah STUDY HADITS ini dengan judul “SEJARAH
PERKEMBANGAN JARH DAN TA’DIL” dengan tepat waktu.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita


baginda Nabi Muhammad SAW semoga kita diakui menjadi umatnya yang berhak
mendapatkan syafaatnya kelak di hari akhir.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui Mengetauhi kedudukan


hadist dan ingkar sunnah dalam kehidupan sehari-hari. Tidak lupa kami ucapkan
banyak terimakasih pada pihak-pihak yang telah membantu, sehingga dapat
terselesaikanya penulisan makalah ini.

Harapan kami dalam pembuatan makalah ini dapat membantu mahasiswa


dalam pembelajaran serta mampu memberi kontribusi yang lebih baik bagi
mahasiswa dan dosen. Penyusun menyadari bahwa baik isi maupun cara
penyusunan makalah ini belum sempurna, maka dari itu penyusun mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk langkah penulan berikutnya.

Demikianlah mudah-mudahan makalah ini berguna dan dapat


dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Jum’at, 7 Desember 2019

Elok dkk

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Ilmu jarh dan ta’dil pada hakikatnya suatu bagian dari ilmu rijalul hadist.
Akan tetapi karena ilmu ini bagian dari yang terpenting dipandanglah ilmu yang
berdiri sendiri, ilmu ini dipandang penting karena hadist dipandang penting
karena hadist terdiri dari sanad dan matan maka mengetahui keadaan para perawi
yang menjadi sanad, merupan separuh pengetahuan. Ilmu ini menerangkan
tentang hal-hal cacat yang dihadapkan para perawi dan tentang penta’dilannya (
memandang adil para perawi) dewngan memekai kata-kata yang khusus dan
tentang martabat kata-kata itu.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ilmu jarh dan Ta’dil ?
2. Apa hukum menjarh dan menta’dil ?
3. Apa latar belakang terjadinya ilmu dan Ta’dil ?
4. Siapa para perintis ilmu jarh dan Ta’dil ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian ilmu jarh dan ta’dil
2. Untuk mengetahui hukum menjarh dan Ta’dil
3. Untuk mengrtahui latar belakang jarh dan Ta’dil
4. Untuk mengetahui para perintis jarh dan Ta’dil

3
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Jarh dan Ta’dil
1. Arti Al jarh
Menurut bahasa, kata Al-jarh merupakan mashdar dari kata jaraha-
yajrahu-jarhan-jarahan yang artinya melukai, terkena luka pada badan, atau
menilai cacat (kekurangan), kalimat: hakim men-jarah saksi,artinya nilai keadilan
si saksi menjadi gugur karena kebohongannya atau karena hal yang lain. Jika
sudah demikian kesaksiannya ditolak.

sementara itu menurut istilah Muhammad ajaj Al-khatib memberi definisi al-jarh
dengan

‫ظهور وصف في الراوي يقدح في عدالته او حفظه و ضبطه مما يترتب عليه سكوت رواته او ضعفها او‬
‫ردها‬

sifat yang tampak pada periwayat hadis yang membuat cacat pada keadilannya
atau hafalan dan daya ingatannya yang menyebabkan gugur, lemah, atau
tertolaknya periwayatan.

kata Al-tajrih merupakan bentuk transitif dari kata Al-jarh yang secara bahasa
diartikan menilai cacat. Oleh sebab itu, keduanya terkadang diartikan sama, yaitu
menilai kecacatan periwayat hadits. Sementara itu dari segi istilah al-tajrih artinya

‫وصف الراوي بصفات تقتضي روايته او عدم قبولها‬

memberikan sifat kepada periwayat hadis dengan beberapa sifat yang


melemahkan atau tertolaknya periwayatan

baik al-jarh maupun al-tajrih digunakan untuk menilai kelemahan atau cacat
periwayat dalam hal keadilan atau ke-dhabit-an yang berdampak kepada
tertolaknya periwayatan.

2. Arti Al-Ta'dil

Dari segi bahasa, Al ta'dil berasal dari kata Al-'adlu (keadilan) yang artinya
sesuatu yang dirasakan lurus atau seimbang. Akar kata Al adl adalah addala-

4
yu'addilu-ta'dilan. Dengan demikian, Al-ta'dil artinya menilai adil kepada seorang
periwayat atau membersihkan periwayat dari kesalahan atau kecacatan. Antonim
Al-ta'dil adalah Al-jaur yang artinya penyimpangan. Orang yang bersifat adil
persaksiannya diterima. Sementara itu, definisi Al-'adl dari segi istilah adalah

‫من لم يظهر في امر دينه و مروءته ما يخل بهما فيقبل لذالك خبره وشهادته اذا توفرت فيه بقية الشروط‬

orang yang tidak tampak sesuatu yang mencederakan dalam urusan agama dan
kehormatan (muru'ah). Oleh sebab itu, berita dan persaksiannya diterima jika
memenuhi persyaratan.

Adapun Al-Ta'dil artinya

‫وصف الراوي بصفات تزكيه فتظهر عدالته ويقبل خبره‬

memberikan sifat kepada periwayat hadis dengan beberapa sifat yang


membersihkannya dari kesalahan dan kecacatan. Oleh sebab itu, tampak keadilan
(pada dirinya) dan diterima beritanya.

dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Al-ta'dil berarti menilai adil
seorang periwayat hadis dengan sifat-sifat tertentu yang membersihkan dirinya
dari kecacatan berdasarkan sifat yang tampak dari luar.

Jadi al-jarh ialah sifat kecacatan periwayat hadis yang menggugurkan


keadilannya, sedangkan tajrih ialah nilai kecacatan yang diberikan kepada
nya.adapun Al-'adl ialah sifat keadilan periwayat hadis yang mendukung
penerimaan berita yang dibawanya, sedangkan Al-ta'dil ialah nilai adil yang
diberikan kepadanya.

Adil Muhammad memberikan definisi ilmu kritik sanad dan matan hadis (ilmu al-
jarh wa Al-Ta'dil) dengan

‫علم يبحث احوال الرواة وامانتهم وثقتهم وعدالتهم وضبتهم او عكس ذالك من كذب او غفلة او نسيان و‬
‫يعرف هذا العلم ايضا بعلم اميزان الرجال‬

Ilmu yang membahas tentang sifat para periwayat, seperti amanah, tsiqoh, adil,
dan dhabit, atau sebaliknya, seperti dusta, lalai, dan lupa. Ilmu ini dikenal juga
dengan ilmu Mizan Al-Rijal.

5
Ilmu ini membahas segala sifat periwayat dan menilainya apakah terpuji atau
tercela. Sifat-sifat terpuji itu, seperti amanah, tsiqoh, adil, dan dhabith, sedangkan
sifat tercela, seeprti bohong, lalai, dan lupa. Secar garis besar, ilmu al-jarh wa al-
ta'dil menilai periwayat hadis apakah ia cacat atau adil sehingga berdampak pada
diterima atau ditolaknya hadis yang diriwayatkan.

Objek pembahasan ilmu al-jarh wa al-ta'dil adalah meneliti para periwayat hadis
dari segi diterima atau ditolaknya periwayatan sehingga dapat dijadikan dasar
dalam menetapkan suatu hadis apakah shahih atau dho'if.

B. Hukum men-jarh dan men-ta'dil

Mencacat para perawi termasuk dalam jenis jalan yang dibolehkan apabila jelas
ada suatu ke muslihatan.

Al Ghozali dalam Ihya' Ulumuddin ran An-Nawawi dalam Riyadh ash-sholihin


dan lain-lain berpendapat, mencela keadaan seseorang baik dia masih hidup
ataupun sesudah meninggal dibolehkan apabila karena ada sesuatu kepentingan
agama.

Bagi sebagian orang, tidak memahami tujuan dan maksud dilakukannya jarh dan
ta'dil oleh ulama ahli kritik hadits dianggap sebagai sesuatu yang tercela. Padahal
bagi ahli kritik hadits, penelitian tentang keadaan periwayat periwayat hadis
dengan membersihkan orang-orang yang adil dan mencatat orang-orang yang
cacat merupakan sikap hati-hati dalam urusan agama untuk menjaga undang-
undangnya,membedakan letak kekeliruan yang terjadi pada sumber asal yang
menjadi bangunan islam dan asas syariah. Mereka tidak bermaksud mencela
manusia, mengumpat, dan mem fitnah. tetapi mereka sekedar menerangkan
kelemahan orang-orang yang lemah untuk diketahui sehingga dapat dihindari
periwayat and dan pengambilan hadits darinya.menerangkan keadaan periwayat-
periwayat adalah jalan yang tepat untuk memelihara hadits atau sunnah.

Penyampaiandan periwayat dan hadis bukanlah suatu perkara yang kecil


dibandingkan persaksian. Karena itu, tidaklah diterima suatu hadis kecuali
diriwayatkan oleh orang-orang yang terpercaya (tsiqoh). Karena kesaksian

6
(syahadah) dalam urusan agama (islam)lebih utama dan lebih berhak untuk
dikukuhkan daripada kesaksian dalam urusan harta benda hahahak-hak manusia.

Dalam hal ta'dil, Rasulullah bersabda: ...na'am abdullah ibn khalid ibn al-walid
Sayfun min suyufillah dan juga: inna abdallah rajulun shalihun. Sedang mengenai
jarh, beliau bersabda: bi'saajhu al-asyurah. Karena itu, menurut Imam Nawawi,
jarh dan ta'dil sebagai upaya pemeliharaan syariat islam bukanlah ghibah ataupun
umpatan. Akan tetapi, ia merupakan nasehat karena Allah, Rasulullah, dan kaum
muslimin. Dengan demikian, jarh da ta'dil hukumnya boleh, bahkan secara
sepakat dihukumi dengan kewajiban.

C. Latar belakang terjadinya ilmu jarh dan ta’dil

Mencela para perawi yakni menerangkan keadaannya yang tidak baik agar
orang tidak terpedaya dengan riwayat-riwayatnya, telah tumbuh sejak dari zaman
sahabat. di antara para sahabat yang membahas keadaan para perawi hadits adalah
Ibnu Abbas (68H), Ubadah bin Shomit (34 H), dan Anas bin malik (93 H). Di
antara tabi'in, adalah Asy-Syaby (103 H), Ibnu Sirin (110 H), Said ibn al-
Muaayyab (94 H).

Dalam masa itu, masih sedikit orang yang dicela. Mulai abad ke-dua
hijriyah, barulah banyak orang-orang yang lemah. Kelemahan itu adakalanya
karena meng-irsalkan hadits, adakala karena merafa'kan hadits yang sebenarnya
mauquf, dan adakalanya karena beberapa kesalahan yang tidak disengaja, semisal
Abu Harun al-Abdary (143 H.).

Sesudah berakhir masa tabi'in, yaitu pada kira-kira tahun 150 Hijriah, para ahli
mulai membahas keadaan-keadaan perawi, men-ta'dil dan men-tajrih kan mereka.
Di antara ulama besar yang memberikan perhatian bidang ini adalah Yahya ibn
Said al-Qaththan (189 H.), Dan Abd ar-rahman ibn mahdy (198 H). Setelah itu,
Yazid ibn Harun (189 H ), Abu Daud ath- thayalisy (204 H). Dan abd ar-Razaq
ibn Human (211 H.)

Sesudah itu, barulah para ahli menyusun kitab-kitab jarh fan ta'dil uang
didalamnya diterangkan keadaan para perawi yang boleh diterima riwayatnya dan

7
yang ditolak. Di antara pemuka-pemuka jarh dan ta'dil, adalah Yahya ibn Ma'in
(233 H.). dan masuk kedalam angkatannya, Ahmad ibn Hanbal (241 H.),
Muhammad ibn sa'ad (230 H.), Qli ibn Al-Madiny (234 H.), Abu Bakar ibn Abi
Syaibah (235 H.), Ishaq ibn Rahawain (237 H.). Sedudah itu, Ad-Darimy (255
H.), Al-Bukhari (256 H.), Al-Ajaly (261 H.), Muslim (261 H.), Abu Zur'ah (264
H.), Abu Hatim ar Razi (277 H.), Abu Daud (275 H.), Baqi ibn Makhlad (276
H.), Abu Zur'ah ad-Dimasyqi (281 H.).

Hal ini terus berlanjut, pada tiap-tiap masa terdapat ulama yang memperhatikan
keadaan perawi, sehingga sampailah kepada ibnu Hajar Asqalany(852 H.).

D. Para perintis ilmu jarh wa ta’dil

Di antara orang-orang yang ahli dalam ilmu al-jarh wa al-ta'dil di kalangan


sahabat adalah:

1. Abdullah bin Abbas


2. Ubadah bin Al-Shamit
3. Anas bin Malik.

Di kalangan tabi'in diantaranya:

1. Muhammad bin sirin (w. 110 H)


2. Amir Al-Sya'bi (w. 103 H).
Di kalangan tabiin tabiin, antara lain:
1. Syu'bah bin Al-Hajjaj (w. 160 H)
2. Malik bin Anas (w. 179).

Sementara itu kritikus yang terkenal adalah Sufyan bin uyainah (w. 198), Yahya
bin Ma'in (w. 233 H), Ahmad bin Hanbal (w. 241), dan Muhammad bin Ismail Al-
Bukhari.

8
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Ilmu jarh wa ta’dil ialah ilmu yang membahas tentang hal cacat yang dihadapkan
para perawi dan tentang penta’dilannya (memandang adil para perawi) dengan
memakai kata-kata khusus dan tentang martabat kata-kata itu. Dalam kegiatan
kritik hadits benih-benihnya telah dimulai sejak masa nabi Muhammad. Tetapi
pada masa itu hanya terbatas pada kritik matan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Khon, Abdul Majid. 2014. TAKHRIJ dan METODE MEMAHAMI HADITS. Jakarta:
AMZAH.

Ash-Shiddieqy, Muhammad Hasbi Tengku. 2009. Sejarah dan pengantar ILMU


HADITS. Semarang:PUSTAKA RIZKI PUTRA.

Suryadilaga, Alfatih. 2010. ULUMUL HADITS. Yogyakarta:Teras.

10

Anda mungkin juga menyukai