Anda di halaman 1dari 30

ADAT PERNIKAHAN MAPPASIKARAWA DESA SANREGO KECAMATAN

KAHU KABUPATEN BONE

(STUDI KASUS DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM)

DRAFT SKRIPSI

Oleh

RIZKI AINUN

NIM : 10100116017

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2019
KOMPOSISI BAB

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

C. Rumusan Masalah

D. Kajian Pustaka

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Umum Pernikahan dalam Perspektif Hukum Islam

B. Tinjauan Umum Adat Mappasikarawa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

B. Pendekatan Penelitian

C. Metode Pengumpulan Data

D. Instrumen Penelitian

E. Teknik Pengelolaan dan Analisis Data

F. Pengujian Keabsahan

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP ADAT

MAPPASIKARAWA MASYARAKAT BUGIS BONE

BAB V KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia dengan semboyan

bhineka tunggal ika atau berbeda-beda tetapi tetap satu. Indonesia dikenal dengan

beraneka ragam suku dan budaya. Dari sabang sampai merauke telah kita ketahui

bahwa disetiap pulaunya mempunyai ragam budaya dan tradisi yang berbeda-beda.

Demikian pula suku Bugis yang berada di Sulawesi selatan adalah salah satu yang

mempunyai beraneka ragam adat istiadat serta kebiasaan yang dijalankan oleh

masyarakat sebagai warisan budaya dari para leluhur mereka. Seperti halnya dalam

proses pelaksanaan pernikahan bagi suku bugis khususnya di Kabupaten Bone. Bagi

masyarakat bugis Bone pernikahan dianggap sesuatu yang sangat sakral,religius , dan

olehnya sangat dihormati sebab, pernikahan merupakan sunnah Rasulullah dan juga

bertujuan untuk melanjutkan keturunan serta agar mereka terhindar dari perbuatan

zina.

Menurut syara’, Nikah adalah akad timbang terima antara pihak laki-laki dan

perempuan yang bertujuan untuk saling memuaskan satu sama lainnya dan untuk

membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang

sejahtera.1

1
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Edisi I (Cet. V ; Depok: Rajawali Pers, 2018),
h.8-9
Adapun tujuan dari pernikahaan yaitu agar dapat berhubungan satu sama lain,

saling mencintai, menghasilkan keturunan, dan hidup berdampingan secara damai dan

sejahtera.2

Hal ini sesuai dengan perintah Allah dan petunjuk Rasulullah pada QS. Ar-

Rum/30: 21, Allah berfirman :

َ‫و ٖم يَتَفَ َّكرُون‬Jۡ Jَ‫ت لِّق‬ َ J ِ‫ق لَ ُكم ِّم ۡن أَنفُ ِس ُكمۡ أَ ۡز ٰ َو ٗجا لِّت َۡس ُكنُ ٓو ْا إِلَ ۡيهَا َو َج َع َل بَ ۡينَ ُكم َّم َو َّد ٗة َو َر ۡح َم ۚةً إِ َّن فِي ٰ َذل‬
ٖ َ‫ك أَل ٓ ٰي‬ َ َ‫َو ِم ۡن َءا ٰيَتِ ِٓۦه أَ ۡن َخل‬
٢١

Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan

untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa

tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.

Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum

yang berfikir.3

Adapun menurut hukum adat, pernikahan bukanlah hanya urusan antara seorang

pria dan wanita yang akan melangsungkan pernikahan melainkan juga, merupakan

urusan dari orang tua, family dan urusan masyarakat hukumnya. Dengan kata lain

mencakup semuanya yang terlibat dalam pernikahan. Bahkan dalam hukum adat,

pernikahan tidak saja merupakan peristiwa penting bagi mereka yang masih hidup

melainkan juga merupakan peristiwa yang sangat berarti bagi mereka berdasarkan

kepercayaan para leluhu kedua belah4

2
Abdurrahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Cet. I; Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2002),h.150
3
Quran, 30:21
4
Djamat samosir, “ Hukum Adat Indonesia : Eksistensi dalam Dinamika Perkembangan
Hukum di Indonesia” (Cet. I; Bandung: Nuansa Aulia 2013), h.279 .
Dalam hal ini hukum pernikahan adat merupakan seperangkat aturan-aturan

hukum adat yang mengatur tentang bentuk-bentuk pernikahan, cara-cara pelamaran,

upacara pernikahan dan putusnya pernikahan yang ada di Indonesia. Di indonesia

Aturan-aturan ini memiliki perbedaan satu sama lain dikarenakan sifat

kemasyarakatan, adat istiadat, agama dan kepercayaan mereka yang berbeda-beda.5

Demikian pula pada suku Bugis yang berada di Kabupaten Bone yang

mempunyai beraneka ragam adat istiadat dan kebiasaan yang dijalankan oleh

masyarakat sebagai warisan budaya leluhur. Dalam pernikahan masyarakat bugis

bukan hanya menyangkut tentang ikatan lahir batin antara pria dengan wanita saja

akan tetapi menyatukan hubungan kekeluargaan antara kedua belah pihak baik dari

pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan. Meskipun dalam proses

pelaksanaannya telah mengalami perubahan, namun pada dasarnya nilai-nilai dan

makna yang terkandung dalam setiap adat istiadatnya masih tetap terpelihara. Ada

tiga tahap dalam proses pelaksanaan perkawinan masyarkat bugis yaitu tahapan pra

nikah, akad nikah dan setelah akad nikah.

Salah satu tradisi lama yang masih kerap terlaksana bagi sebagian masyarakat

Bugis Bone ialah tradisi “Mapppasikarawa” yang merupakan kegiatan

mempertemukan mempelai laki-laki dengan mempelai wanita setelah

dilaksanakannya proses ijab qabul atau akad nikah. Pada saat prosesi akad nikah

berlangsung mempelai pria dan wanita ditempatkan secara terpisah. Setelah prosesi

akad sudah dinyatakan sah oleh pihak dari keluarga kedua mempelai, kemudian

mempelai pria diantar oleh orang yang dituakan dalam keluarganya menuju kamar

5
Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia : Suatu Pengantar ( Cet I; Bandung: PT Refika
Aditama, 2010), h.48.
pengantin atau mappalettu nikka dengan dihadiri oleh sanak keluarga serta kerabat

dari kedua mempelai untuk menyaksikan prosesi ini berlangsung.

Adapun manfaat dari tradisi ini ialah merekatkan hubungan antara kedua pihak

mempelai pria dengan mempelai wanita. Selain itu, tradisi ini juga dipercaya bisa

memperbaiki rezeki serta masih banyak lagi manfaatnya, tergantung dari niat

“pappasikarawa” terhadap calon mempelai sebab, pada proses berlangsungnya

mappasikarawa terdapat banyak versi tentang bagian tubuh mempelai wanita yang

dipercaya paling baik maknanya kedepan ketika disentuh oleh mempelai laki-laki.

Dalam hal ini Pappasikarawa merupakan pemimpin atau pemandu dalam proses

berlangsungnya adat penikahan mappasikarawa. Adapun orang yang menuntun

proses berlangsungnya adat mappasikarawa ini adalah orang panutan atau orang

pilihan dalam masyarakat setempat. Pappasikarawa juga sering disebut sebagai

Ambe’ botting dalam kalangan masyarakat bugis Bone. 6

Dari uraian-uraian diatas masih terdapat proses dalam adat pernikahan tersebut

yang tidak sesuai dengan jalur ajaran islam, seperti halnya dalam membiarkan kedua

mempelai pria dan wanita yang sudah sah menunjukkan kemesraannya didepan

banyak orang serta masih banyak proses adat pernikahan mappasikarawa ini yang

belum dijelaskan boleh atau tidaknya dilakukan dalam prosesi pernikahan menurut

tinjauan hukum islam. Sehingga penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul :

“Telaah Kritis Mengenai Adat Mappasikarawa Ditinjau dari Perspektif Hukum

Islam (Studi Kasus Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone).”

B. Fokus Penelitian dan Deskripsi Fokus

6
Ir. Mahmud Husein ( 50 tahun), Tokoh Adat Desa Sanrego, Wawancara, 12 Januari 2020
Agar tidak menyimpang dari pokok permasalahan sebagaimana telah diuraikan

maka akan dipaparkan mengenai batasan-batasan yang menjadi fokus penelitian, dan

deskripsi fokus ini :

1. Fokus Penelitian

Seperti yang kita ketahui kelangsungan hidup manusia atau masyarakat dijamin

dan hanya oleh pernikahan. Sehingga fokus pada penelitian dalam skripsi yang

berjudul Telaah Kritis mengenai adat mappasikarawa ditinjau dari Perspektif Hukum

Islam yaitu: untuk mengetahui apakah dalam proses pernikahan adat mappasikarawa

ini sudah sesuai dengan jalur ajaran islam serta boleh atau tidaknya adat ini dalam

prosesi pernikahan menurut tinjauan hukum islam.

2. Deskripsi Fokus

Untuk mempermudah pemahaman dan memberikan gambaran serta menyamakan

persepsi antara penulis dan pembaca, maka dikemukakan penjelasan yang sesuai

dengan variable dalam penelitian ini. Adapun deskripsi fokus dalam penelitian ini

adalah :

a. Adat

Adat adalah suatu kebiasaan, pedoman dan prinsip hidup yang berlaku di

masyarakat sumbernya dari para leluhur atau nenek moyang setempat yang

diwarisi dan dilaksanakan oleh generasi selanjutnya, yang didalamnya

terdapat norma, sanksi, perintah, larangan, serta nilai-nilai kemanusiaan yang

lainnya. Seperti halnya dalam adat mappasikarawa yang merupakan salah satu

proses adat yang dilakukan secara turun-temurun.

b. Mappasikarawa pada proses perkawinan di Kabupaten Bone


Merupakan kegiatan mempertemukan mempelai laki-laki dengan

pasangannya. Pengantin laki-laki diantar oleh seorang yang dituakan oleh

keluarganya menuju kamar pengantin atau mappalettu nikka.

c. Hukum Islam

Hukum Islam merupakan serangkaian kaidah hukum yang didasarkan

pada wahyu Allah SWT dan sunnah Rasul yang mengatur seluruh sendi

kehidupan seluruh umat islam yang ada baik didunia maupun di akhirat.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas maka dapat disimpulkan

bahwa fokus kajiannya antara lain :

1. Bagaimana proses pelaksanaan Adat Pernikahan Mappasikarawa pada Masyarakat

di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone ?

2. Bagaimana pandangan Masyarakat di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten

Bone terhadap adanya Adat Pernikahan Mappasikarawa ?

3. Bagaimana Tinjauan Hukum Islam Terhadap Adat Mappasikarawa pada

Masyarakat di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone?

D. Kajian Pustaka

Dalam penelitian ini, referensi penulis masih sangat terbatas namun, yang

menjadi acuan penulis antara lain :

1. Prof.Dr.C. Dewi Wulansari, SH.,MH.,SE.,MM. Dalam bukunya Hukum

Adat Indonesia ( sebagai pengantar ). Dalam buku ini menguraikan dan

membahas tentang sejarah terbentuknya hukum adat,manfaat hukum adat


hingga kekuasaan kehakiman yang memuat mengenai dasar pemberlakuan

hukum adat. Dalam buku ini juga mengkaji tentang arti perkawinan dalam

hukum perkawinan adat menurut masyarakat Indonesia pada umumnya.

Buku ini tidak menjelaskan secara umum tentang perkawinan adat

khususnya pada daerah Sulawesi selatan sebagaimana yang ingin peneliti

teliti yaitu Adat pernikahan mappasikarawa yang ada di Sulawesi selatan.

2. Prof.Dr.H.M.A. Tihami, M.A.,M.M. dan Drs. Sohari Sahrani, M.M.,M.H.

Dalam bukunya yang berjudul Fikih Munakahat (kajian fikih lengkap).

Buku ini memuat hamper semua permasalahan pernikahan secara

terperinci dari sebelum akad nikah sampai bubarnya sebuah rumah tangga.

Dengan orientasi fikih yang cukup kental, dalam buku ini memberikan

banyak informasi kepada penulis melalui berbagai pendapat yang

dikemukakan oleh para ulama, baik salaf maupun khalaf.

3. Prof DR. Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy. Dalam bukunya

yang berjudul Koleksi Hadits-hadits Hukum . Buku ini memuat berbagai

madzhab, yang dari pendapat-pendapat tersebut mana yang paling kuat

dan sebaiknya diikuti. Dalam buku ini membahas tentany Thaharah,

Shalat, Jenazah Mu’amalah dan Mawaris, Munakahat, Jinayat dan

Peradilan. Adapun dalam buku ini juga membahas seputar pernikahan,

nikah orang kafir, mahar, walimah dan lain-lain yang berkaitan dengan

pernikahan dengan berdasar pada Al-quran, hadis serta pendapat para

ulama.

Beberapa karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian ini diantaranya :


Pertama, Herman Susanto, Skripsi ini dengan judul “Adat

Mappasikarawa pada Masyarakat Desa Pengkendekan Kecamatan Sabbang

Kabupaten Luwu Utara (Tinjauan Hukum Islam dan kearifan lokal)”, skripsi

ini dibuat tahun 2017 . Dalam penelitiannya ia menyimpulkan bahwa Adat

mappasikarawa dalam pernikahan tidaklah dilarang selama tidak melanggar

ketentuan-ketentuan dalam agama yang dapat merugikan. Penelitian ini ada

unsur kesamaan dengan penulis yaitu sama-sama membahas tentang

Mappasikarawa. Akan tetapi ada sedikit perbedaan dalam prosesi

pelaksanaanya.

Kedua, Jurnal Ilmu Budaya, dalam jurnal berjudul “Makna Simbolik

Mappasikarawa dalam Pernikahan Suku Bugis di Sebatik Nunukan”. Jurnal ini

dibuat pada tahun 2018. Dalam penelitiannya ia menyimpulkan bahwa simbol

yang terdapat dalam tradisi mappasikarawa yaitu jempol/ibu jari, jabat tangan,

pangkal lengan, hidung, leher, dada, telinga, perut, dan ubun-ubun. Yang

memiliki makna denotatif yang berbeda-beda.

E. Tujuan dan Kegiatan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah untuk menjawab rumusan

masalah yang menjadi pokok permasalahan dalam tulisan ini, yaitu sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui proses pelaksanaan Adat Pernikahan Mappasikarawa pada

Masyarakat di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone.

b. Untuk mengetahui pandangan Masyarakat di Desa Sanrego Kecamatan Kahu

Kabupaten Bone terhadap adanya Adat Pernikahan Mappasikarawa.


c. Untuk mengetahui tinjauan hukum islam terhadap Adat Mappasikarawa pada

Masyarakat di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten Bone.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang akan dicapai dalam pembahasan skripsi penelitian yang

dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran atau

informasi bagi peneliti selanjutnya.

b. Diharapkan agar hasil dari penelitian ini dapat menjadi referensi yang berguna

bagi kalangan akademisi,praktisi hukum, serta masyarakat tentang pentingnya

melibatkan hukum islam dalam segala hal termasuk dalam hal adat pernikahan.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Umum Pernikahan dalam Perspektif Hukum Islam

1. Pengertian Pernikahan

Pernikahan merupakan sunnatullah. Allah menciptakan manusia dengan

berpasang-pasangan. Dan hal itu juga berlaku pada semua makhluknya, baik pada

manusia,hewan , maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah salah satu cara yang dipilih

oleh Allah Swt., sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak dan

melestarikan hidupnya.7

Hal ini sesuai dengan pernyataan Allah dalam QS. Al-Dzariyat/51: 49, Allah

berfirman :

٤٩ َ‫َو ِمن ُك ِّل َش ۡي ٍء َخلَ ۡقنَا ز َۡو َج ۡي ِن لَ َعلَّ ُكمۡ تَ َذ َّكرُون‬

49. Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu

mengingat kebesaran Allah.8

Menurut Sayuti Thalib Pernikahan adalah suatu perjanjian suci, kuat dan kokoh

untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

yang membentuk keluarga kekal,santun menyantuni, kasih mengasihi serta tentram

dan bahagia.9 Adapun menurut Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa

perkawinan adalah akad yang sangat kuat (mitsqan ghalidan) untuk menaati perintah

Allah, dan melaksanakannya merupakan ibadah.10

7
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Edisi I (Cet. V; Depok: Rajawali Pers,2018),
h.9
8
Habi Ash-Shiddieqi, Al Quran dan Terjemahannya,OP. Cit.,h.862
9
Sayuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia (Jakarta: UI Press, 1974), h.47
10
H.Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Cet. I; Palu Sinar Grafika,2006), h.7
Adapun Menurut syarak nikah merupakan serah terima antara laki-laki dan

perempuan dengan tujuan saling memuaskan satu sama lainnya dan untuk

membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang

sejahtera. 11

Jadi dari pengertian diatas meskipun ada perbedaan mengenai pengertian

pernikahan juga memiliki kesamaan yaitu bahwa pernikahan merupakan akad yang

sangat kuat yang didalamnya terdapat perjanjian antara laki-laki dan perempuan yang

merupakan janji suci antara keduanya untuk membentuk keluarga yang sakinah,

mawaddah dan warahmah .

2. Tujuan Pernikahan

Manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Dalam hal ini Allah menciptakan

laki-laki dan perempuan agar dapat berhubungan satu sama lain, saling mencintai,

menghasilkan keturunan, dan hidup berdampingan secara damai dan sejahtera.12

Hal ini sesuai dengan perintah Allah dan petunjuk Rasulullah. Al quran surah Ar-

Rum (30) ayat 21, Allah berfirman :

َ‫ت لِّقَ ۡو ٖم يَتَفَ َّكرُون‬ َ ِ‫ق لَ ُكم ِّم ۡن أَنفُ ِس ُكمۡ أَ ۡز ٰ َو ٗجا لِّت َۡس ُكنُ ٓو ْا إِلَ ۡيهَا َو َج َع َل بَ ۡينَ ُكم َّم َو َّد ٗة َو َر ۡح َم ۚةً إِ َّن فِي ٰ َذل‬
ٖ َ‫ك أَل ٓ ٰي‬ َ َ‫َو ِم ۡن َءا ٰيَتِ ِٓۦه أَ ۡن خَ ل‬
٢١

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-

isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,

11
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Edisi I (Cet. V; Depok: Rajawali Pers,2018),
h.8
12
A. Rahman I. Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Cet. I; Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2002), h.150
dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang

demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”13

Dalam hal ini Zakiyah Darajat, dkk. juga mengemukakan bahwa ada lima tujuan

dalam perkawinan yaitu :

1. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan

2. Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih

sayangnya;

3. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan

4. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta

kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang

halal; serta

5. Membangun rumah tangga yang tentram atas dasar cinta dan kasih sayang.14

3. Rukun dan Syarat Sah Pernikahan

A. Rukun Nikah

Dalam hal ini pernikahan yang didalamnya terdapat akad, memerlukan adanya

persetujuan kedua belah pihak yang mengadakan akad.

Adapun rukun nikah antara lain :

a. Mempelai laki-laki;

b. Mempelai perempuan;

c. Wali;

d. Dua orang saksi;

13
Quran, 30:21
14
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Edisi I (Cet. V; Depok: Rajawali Pers,2018),
h.15
B. Syarat Perkawinan

1. Syarat-syarat suami

a. bukan mahram dari calon istri;

b. tidak terpaksa atas kemauan sendiri;

c. orangnya tertentu, jelas orangnya;

d. tidak sedang ihram.

2. Syarat-syarat Istri

a. tidak adanya halangan syarak,yaitu tidak bersuami, bukan mahram,

tidak sedang dalam iddah;

b. merdeka, atas kemauan sendiri;

c. jelas orangnya; dan

d. tidak sedang berihram

3. Syarat-syarat Wali

a. laki-laki;

b. baligh

c. waras akalnya

d. tidak dipaksa

e. adil; dan

f. tidak sedang ihram15

4. Syarat-syarat Saksi Nikah

a. minimal dua orang laki-laki;

b. menghadiri ijab qabul;

15
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Edisi I (Cet. V; Depok: Rajawali Pers,2018),
h.12-13.
c. dapat mengerti maksud akad;

d. beragama islam;

e. dewasa.

5. Syarat-syarat Ijab Kabul

a. adanya pernyataan mengawinkan dari wali;

b. adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria;

c. memakai kata-kata nikah atau semacamnya;

d. antara ijab dan qabul bersambungan;

e. antara ijab dan qabul jelas maksudnya;

f. orang yang terkait dengan ijab tidak sedang melaksanakan ihram haji/

umrah;

g. majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri oleh minimal 4 (empat) orang,

yaitu calon mempelai pria ata yang mewakilinya, wali dari mempelai

wanita atau yang mewakilinya dan dua orang saksi.16

4. Dasar Hukum dalam Pernikahan

Dalam islam menikahi seseorang adalah sunnah yang didasari dengan keinginan

dan restu dari Allah dan mendapatkan pahala dari Nya.

Seperti yang terdapat dalam QS Ar-Rum/30: 21. Allah berfirman :

َ‫و ٖم يَتَفَ َّكرُون‬Jۡ Jَ‫ت لِّق‬ َ J ِ‫ق لَ ُكم ِّم ۡن أَنفُ ِس ُكمۡ أَ ۡز ٰ َو ٗجا لِّت َۡس ُكنُ ٓو ْا إِلَ ۡيهَا َو َج َع َل بَ ۡينَ ُكم َّم َو َّد ٗة َو َر ۡح َم ۚةً إِ َّن فِي ٰ َذل‬
ٖ َ‫ك أَل ٓ ٰي‬ َ َ‫َو ِم ۡن َءا ٰيَتِ ِٓۦه أَ ۡن َخل‬
٢١

“ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu

isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram

16
H.Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Cet. I; Palu: Sinar Grafika,2006),
h.20-21.
kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada

yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.17

Adapun hadits yang menjelaskan keharusan bernikah bagi yang mampu antara lain:

Ibnu Mas’ud ra. menerangkan :

َ َ‫ فَاِنَّهُ اَغَضُّ لِ ْلب‬، ْ‫زَ َّوج‬JJَ‫ب َم ِن ا ْستَطَا َع ِم ْن ُك ُم ْالبَا َءةَ فَ ْليَت‬


‫ ِر َو‬J‫ص‬ ِ ‫ يَا َم ْع َش َر ال َّشبَا‬:‫ قَا َل َرسُوْ ُل هللاِ ص‬:‫ع َِن ا ْب ِن َم ْسعُوْ ٍد قَا َل‬

ِ ْ‫صنُ لِ ْلفَر‬
‫ الجماعة‬.‫ َو َم ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَ َعلَ ْي ِه بِالصَّوْ ِم فَاِنَّهُ لَهُ ِو َجا ٌء‬.‫ج‬ َ ْ‫اَح‬

“Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata : Rasulullah  SAW   bersabda : “Wahai

jamaah pemuda, barang siapa diantara kamu yang sanggup membelanjai rumah

tangga (sanggup beristri) maka hendaklah dia beristeri, karena sesungguhnya yang

demikian itu lebih dapat memejamkan mata dan lebih dapat memelihara nafsu

syahwat dan barang siapa yang tidak sanggup beristeri, maka hendaklah dia

berpuasa, karena sesungguhnya berpuasa itu adalah untuk meredam gejolak

syahwat”. “(HR. Al-Jama’ah; Al-Muntaqa 2:493).

Hadis ini menjelaskan bahwa bernikah bagi orang yang mampu membelanjai

rumah tangga, dan mempunyai nafsu syahwat, adalah wajib. Orang yang tidak

mempunyai kesanggupan beristri lantaran tidak mempunyai penghasilan hendaklah

berpuasa.

Adapun para ulama membagi hukum nikah kepada lima bagian yaitu :

a. Sunnah, yaitu bagi mereka yang mempunyai nafkah untuk bernikah dan

mempunyai kemampuan untuk itu dan membelanjai isteri, serta khawatir

dirinya akan terjerumus ke dalam perzinaan. Bagi mereka nikah adalah

sunnah menurut jumhur ulama dan wajib menurut golongan Hanbaliyah.

17
Quran, 30:21
b. Mereka yang tidak mempunyai keinginan kawin dan tidak mempunyai

belanja, terhadap mereka dimakruhkan.

c. Mereka yang mempunyai belanja, tetapi tidak mempunyai nafsu kawin.

Terhadap mereka, menurut Asy-syafi’y dan jumhur Ashhabnya, lebih utama

tidak beristeri, walaupun tidak makruh jika ia bernikah. Menurut Abu

Hanifah, sebagian Ashhab Asy-Syafi’y dan Ashhab Malik, lebih utama

bernikah.

d. Mereka yang tidak dapat memenuhi hak isteri, tidak dapat menyetubuhinya

dan tidak dapat menafkahinya, terhadap mereka ini, haram bernikah.

e. Mereka yang tidak mempunyai nafsu kawin, tetapi isteri tidak keberatan bila

si suami tidak memenuhi haknya. Terhadap mereka ini makruh hukumnya.

Dan lebih-lebih lagi makruh apabila karena perkawinan dia meninggalkan

sesuatu tha’at yang biasa dikerjakannya.18

B. Tinjauan Umum Adat Pernikahan Mappasikarawa

1. Pengertian Adat

Kata “adat sebenarnya awalnya berasal dari bahasa Arab , yang berarti

kebiasaan. Pendapat lain menyatakan bahwa adat sebenarnya berasal dari bahasa

Sansekerta “a” (berarti “bukan”) dan “dato” (yang artinya “sifat kebendaan”).

Dengan demikian, maka adat sebenarnya berarti sifat immaterial: artinya, adat

yang menyangkut dengan system kepercayaan.19

2. Mappasikarawa

18
Prof.Dr. Teungku Muhammad Hasbib Ash-shiddieqy, Koleksi Hadits-Hadits Hukum
(Semarang: Pustaka Rizki Putra,2011), h.3-6
19
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia (Jakarta: Rajawali,1990), h.83
Pernikahan dalam masyarakat bugis bone dianggap sangat sakal dan dihargai.

Dalam pernikahan masyarakat bugis bone juga memiliki berbagai macam prosesi

adat yang sudah menjadi kebiasaan sebagian masyarakat bugis Bone pada

umumnya salah satunya yaitu dalam adat pernikahan Mappasikarawa yang

merupakan bagian dari prosesi pernikahan masyarakat bugis yang tidak

terpisahkan.

Secara etimologi, kata mappasikarawa terdiri dari dua suku kata yaitu mappa

dan sikarawa. Mappa adalah seperti imbuhan me-. Sedangkan sikarawa adalah

saling bersentuhan. Mappasikarawa merupakan bagian yang tak terpisahkan

dalam kegiatan pernikahan suku Bugis. Mappasikarawa adalah memegang

bagian-bagian tubuh mempelai wanita sebagai tanda bahwa keduanya sudah sah

untuk bersentuhan. Orang yang melakukan kegiatan mappasikarawa ini adalah

orang-orang panutan atau pilihan di dalam masyarakat. Orang pilihan dimaksud

disebut pappasikarawa. Adapun proses kegiatan mappasikarawa ini diawali

setelah akad nikah selesai. pengantin laki-laki diantar oleh seorang yang dituakan

oleh keluarganya menuju kamar pengantin atau mappalettu nikka.

Dalam penjemputan tersebut biasanya pintu kamar tertutup rapat dan dijaga

oleh orang-orang yang memiliki power (kekuasaan) atau dihormati oleh pihak

keluarga mempelai wanita. Pintu baru dapat dibuka jika pihak mempelai laki-laki

telah menyerahkan sesuatu sehingga keluarga mempelai wanita setuju untuk

membuka pintu kamar. Biasanya pihak mempelai laki-laki menyerahkan sejumlah

materi (uang logam, gula-gula, dan semacamnya). Kalau pihak penjaga pintu

masih tarik menarik belum berkenan membuka pintu, lalu pihak keluarga

mempelai laki-laki menambahkan dengan sejumlah uang kertas. Adapun maksud


dari gaukeng (perbuatan) ini adalah agar sang suami kelak tidak mudah

menguasai dan memperdaya isterinya, karena diperolehnya dengan susah payah.

Setelah mempelai laki-laki masuk ke dalam kamar, selanjutnya didudukkan di

samping mempelai wanita untuk mengikuti prosesi mappasikarawa. Terdapat

banyak versi tentang bagian anggota tubuh mempelai wanita yang paling baik

disentuh pertama kali oleh mempelai laki-laki, tergantung pada niat dari

”pappasikarawa”. Kemudian mempelai pria memasangkan cincin di jari pengantin

wanita.

Pelaksanaannya secara umum terdiri atas beberapa proses dan simbol yang

penuh dengan makna sehingga sangat penting diketahui makna dari simbol proses

mappasikarawa tersebut. Simbol yang terdapat dalam proses mappasikarawa suku

Bugis bukan sekadar simbol yang dibuat tanpa makna namun pesan yang tersirat

dalam tersebut. Adapun beberapa symbol dan penjelasannya yaitu :

A. Simbol

a) Jempol/ibu jari

b) Jabat tangan

c) Pangkal lengan

d) Hidung

e) Leher

f) Dada

g) Telinga

h) Perut

i) Ubun-ubun

B. Makna Denotatif
a) Jempol/ibu jari dapat dipergunakan untuk memegang suatu benda

dengan menekannya kebagian tangan atau jemari lain.

b) Berjabat tangan merupakan interaksi yang bisa meredam efek

negatif dari kesalahpahaman yang mungkin terjadi.

c) Pangkal lengan adalah karena biasanya sebagian besar pekerjaan

dan kegiatan dilakukan oleh lengan.

d) Hidung merupakan alat indera penciuman yang bisa mengenali

berbagai macam aroma.

e) Leher (tenggorokan) adalah tempat untuk jalannya makanan

kekerongkongan.

f) Dada (diatas payudara) merupakan salah satu organ tubuh wanita

yang menonjol.

g) Telinga adalah alat indera pendengaran yang mampu

mendeteksi/mengenal suara.

h) Perut merupakan pencerna makanan selepas mengunyah makanan

yang bertujuan untuk diserap dalam badan.

i) Mencium ubun-ubun adalah ungkapan kasih sayang, perlindungan,

dan rasa hormat.

C. Harapan

a) Jempol/ibu jari adalah suami istri tidak egois dan bekerja sama

dalam membangun rumah tangga yang berkah.

b) Jabat tangan adalah saling memaafkan dan mempererat hubungan

suami-istri.
c) Pangkal lengan adalah dengan bekerja keras kelak diharapkan

murah rezeki dan tidak merasakan kesulitan rezeki.

d) Hidung adalah dapat mencium aroma masakan istri.

e) Leher adalah menikmati apapun yang dimasakkan oleh istri.

f) Dada (di atas buah dada) adalah dapat mendatangkan rezeki yang

melimpah seperti tingginya gunung.

g) Telinga adalah agar istri patuh dan senantiasa mendengar ajaran

suaminya.

h) Perut adalah agar tidak mengalami kelaparan dengan anggapan

bahwa perut selalu diisi.

i) Mencium ubun-ubun adalah saling sayang sebagai suami-istri.20

20
Seliana dkk, Makna Simbolik Mappasikarawa dalam Pernikahan Suku Bugis (Studi di
Sebatik Nunukan) Jurnal Ilmu Budaya 2, No. 3 (Juni 2018), h.217-219
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian skripsi ini menggunakan jenis penelitian kualitatif lapangan atau

biasa disebut dengan Field Research kualitatif. Penelitian ini berusaha

menginterpretasikan suatu data yang diperoleh dari informasi dilapangan terhadap

suatu gejala dan peristiwa yang terjadi sekarang sebagai penjelasan riil yang ada

dengan menghubungkan variable-variabel yang selanjutnya dihasilkan deskripsi

tentang objek penelitian.

2. Lokasi Penelitian

Adapun Lokasi yang dilakukan yaitu di Desa Sanrego Kecamatan Kahu

Kabupaten Bone.

3. Pendekatan Penelitian
Dalam metode pendekatan ini, peneliti menggunakan metode sebagai berikut:

a. Pendekatan Antropologi

Pendekatan ini dapat diartikan sebagai salah satu upaya untuk memahami

tradisi dengan cara melihat wujud yang tumbuh dan berkembang pada

masyarakat. Dengan menggunakan pendekatan ini berupaya untuk

mendeskripsikan suatu kebudayaan (tradisi) masyarakat dan sistem

penyesuaian kepribadian.

b. Pendekatan Religi
Pendekatan ini diartikan sebagai suatu pendekatan untuk menyusun teori-

teori pendidikan dengan bersumber atau berlandaskan pada ajaran agama.

Didalamnya berisikan keyakinan dan nilai-nilai tentang kehidupan yang dapat

dijadikan sumber untuk menentukan tujuan, metode bahkan sampai dengan

jenis-jenis pendidikan.

c. Pendekatan Sejarah

Pendekatan ini merupakan peristiwa masa lampau yang berkaitan atau di

alami oleh manusia dan sejarah termasuk ilmu budaya untuk mengetahui

keberadaan Tradisi Pernikahan Makassar tentu tidak terlepas dari

pembahasan Sejarah. Hal ini akan mengkaji persoalan yang menyangkut

tradisi pernikahan Mappasikarawa di Desa Sanrego Kecamatan Kahu

Kabupaten Bone.

4. Sumber Data

Dalam Penelitian ini menggunakan dua sumber data yaitu data primer dan

data sekunder. Kedua data tersebut dideskripsikan sebagai berikut: 21

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari

narasumber atau informan yang dalam hal ini diantaranya sebagai berikut :

1) Tokoh Pemuda di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten

Bone;

2) Tokoh masyarakat di Desa Sanrego Kecamatan Kahu

Kabupaten Bone;

21
Sulaiman Saad dan Sitti mania, Pengantar Metodologi Penelitian: Panduan Bagi Peneliti
Pemula (SIBUKU,2018), H.76.
3) Tokoh Adat di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten

Bone;

4) Tokoh Agama di Desa Sanrego Kecamatan Kahu Kabupaten

Bone.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh penulis

melalui penelitian kepustakaan (library Research), yaitu pengumpulan data

yang diperoleh dari berbagai data yang berhubungan dengan penelitian

berupa buku-buku, data dari perpustakaan dan literatur-literatur yang

berkaitan dengan masalah penelitian.

5. Metode Pengumpulan Data

Adapun yang merupakan salah satu kunci pokok pelaksanaan penelitian

kualitatif adalah terletak pada bagaimana cara seorang peneliti mencatat data

dalam catatan lapangan. Dalam sebuah penelitian lapangan (field Research)

dibutuhkan suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada

metodologi yang menyelidiki suatu fenomena hukum dan persoalan dalam

kehidupan manusia.

Dalam field research digunakan metode sebagai berikut :

a. Wawancara

Metode wawancara ini dilakukan peneliti dengan Tanya jawab lisan

antara peneliti dan beberapa pihak-pihak yang bertujuan untuk memperoleh


informasi yang dapat dilakukan melalui tattap muka (face to Face) atau

dengan menggunakan telepon dengan mengacu pada pedoman wawancara.22

b. Observasi

Metode ini bertujuan untuk mengamati langsung obyek yang akan

diteliti dan mengumpulkan data yang diperoleh.

c. Dokumen

Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa sejumlah

dokumen data tertentu yang berbentuk foto, video, file dan lain-lain yang

berhubungan dengan obyek yang akan diteliti.

d. Studi Pustaka

Peneliti mengambil beberapa data yang bersumber dari

buku,artikel,jurnal dan sumber lain yang berkaitan dengan permasalahan

yang diteliti.

6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang dipergunakan dalam

mengumpulkan informasi dan data penelitian, baik berupa kualitatif maupun

kuantitatif. Dalam penelitian ini diperlukan instrumen penelitian berupa :

a. Peneliti

b. Pedoman Wawancara

c. Alat Tulis

d. Kamera

e. Alat Perekam

22
Sulaiman Saad dan Sitti mania, Pengantar Metodologi Penelitian: Panduan Bagi Penelitian :
Panduan Bagi Peneliti Pemula, h.76.
f. Teknik Pengelolaan Data dan Analisis Data

7. Pengelolaan Data

Adapun proses dalam pengelolaan data dalam penelitian ini

menggunakan metode deskriptif yaitu dengan membandingkan antara data

primer dan sekunder kemudian dijabarkan dan disusun secara sistematis

sehingga diperoleh suatu pengetahuan. Langkah-langkah yang digunakan

dalam metode ini yaitu :

a. Identifikasi data

Dalam proses penelitian, data merupakan sesuatu yang sangat penting.

Dengan data itulah peneliti dapat menjawab permasalahan, mencari sesuatu

yang menjadi tujuan peneliti, serta dapat membuktikan hasil dari hipotesis

penelitian.23

Setelah data primier yang diperoleh langsung dari lapangan atau dan

data skunder yang diperoleh dari bahan kepustakaan terkumpul tahap

selanjutnya adalah tahap analisis dan kemudian kemudian dilakukan metode

editing, yaitu memeriksa, membetulkan dan menempatkan data berdasarkan

kerangka yang telah dipersiapkan berdasarkan rumusan masalah yang dapat

dipertanggungjawabkan.

b. Verifikasi Data

Tahap ini merupakan langkah terakhir dari pengelolaan data. Dalam

hal ini penarikan kesimpulan yang dilakukan harus berdasarkan data yang ada.

8. Analisis Data

23
Suharsimi Arkuntoro, Manajemen Penelitian (Jakarta:Rineka Cipta, 1981),hal. 126
Dalam proses analisis data ini yaitu data yang diperoleh dari penyajian

data yang telah dilakukan dan telah diolah, kemudian dianalisa. Adapun analisis

data yang dilakukan dengan menggunakan metode deduktif yang merupakan

metode yang menggunakan dalil-dalil yang bersifat umum yang kemudian ditarik

kesimpulan yang bersifat khusus.


DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Penjelasan lengkap Hukum-Hukum Allah, cet ke-I; Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada,2002.

Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam, cet ke- I; Jakarta: Sinar Grafika,2004.

Arkuntoro, Suharsimi, Manajemen Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 1981.

As-Shiddieqy, Teungku Muhammad, Koleksi Hadits-Hadits Hukum,

Semarang: Pustaka Rizki Putra,2011.

Samosir, Djamat, Hukum Adat Indonesia: Eksistensi dalam Dinamika

Perkembangan Hukum di Indonesia, cet ke-I; Bandung: Nuansa Aulia,2013

Soekanto, Soerjono, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: Rajawali, 1990

Tihami dan Sohari Sahrani, fikih munakahat: kajian fiqih lengkap,cet ke-5;

Depok : Rajawali Pers,2018.

Thalib, Sayuti, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta: UI Press,1974

Wulansari, Dewi, Hukum Adat Indonesia: Suatu Pengantar Cet ke-I;

Bandung : PT Refika Aditama,2010.

Anda mungkin juga menyukai