Anda di halaman 1dari 26

PROPOSAL

PERAN GURU AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI KESULITAN MEMBACA


AL-QUR’AN PADA SISWA DI SMAN 3 BANJAR
Oleh:
Teguh Prasetio
17.03.3373
A. Latar Belakang Masalah

Guru merupakan pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,

membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengavaluasi peserta didik pada jalur

pendidikan formal (Danim, 2013:17).

Dalam paradigma Jawa, seorang pendidik yang diidentikan dengan guru mempunyai

makna sebagai sosok yang “digugu dan ditiru”. Artinya seorang guru harus bisa menjadi

pribadi yang dapat di contoh budi pekertinya sekaligus dijadikan panutan segala pendapat

dan tutur katanya (Rusydie, 2012:8).

Di sisi lain, tugas guru tidak sekedar hanya mengajar atau memindahkan ilmu

kepada anak didiknya, namun harus memberikan contoh, teladan dan panutan kepada

murid-muridnya. Maksudnya, semua nilai kebaikan yang telah disampaikan sudah dan

sedang dilaksanakan oleh guru tersebut, sehingga ucapan seorang guru selaras dengan

perbuatannya. Hal demikian akan memberi pengaruh dan dampak yang kuat kepada anak

didik, sehingga mendorong mereka untuk mengikuti dan meneladani guru mereka.

Oleh karena itu tidak heran bila guru agama islam dituntut banyak berinteraksi

dengan Al-qur’an, walau sebenarnya tuntutan berinteraksi dengan Al-qur’an bukan hanya

tugas guru agama saja, melainkan orang islam pada umumnya dan tidak dikhususkan pada

profesi tertentu. Alqur’an sebagai kitab terakhir dimaksudkan untuk menjadi petunjuk bagi

seluruh umat manusia sampai akhir zaman. Oleh karena itu Al-Qur’an harus senantiasa

dipelajari, difahami dan di amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Kiranya dengan tanpa
mempelajari dan memahaminya, seseorang mustahil mengamalkan dalam kehidupan

nyata.

Remaja di Indonesia kebanyakan melakukan bacaan rutin ayat suci Al-Qur’an ketika

mereka masih kecil atau masih duduk di tingkat Sekolah Dasar, dan begitu mereka

semakin beranjak remaja dan dewasa, banyak dari mereka akan mengutamakan hal-hal

lain yang berkaitan dengan sosial, lingkungan, maupun perihal sekolah mereka. Dan

kegiatan rutin mengaji akan terabaikan, hal ini akan dapat diperparah jika tempat tinggal

peserta didik ataupun keluarganya membiarkan hal ini terus berlanjut, apalagi jika mereka

mempunyai fikiran bahwa nilai akademik amat sangat penting dari pada belajar mengaji.

Keengganan membaca Al-Qur’an secara rutin ini jika berjalan dalam waktu yang

lama tidak menutup kemungkinan untuk menghilangkan kemampuan bacaan Qur’an pada

peserta didik atau anak tersebut. Sudah dijelaskan di atas bahwa Al-Qur’an mempunyai

peran penting bagi setiap individu seorang muslim yang akan sangat terlihat dalam etika

seorang muslim tersebut.

Membaca adalah sebuah keterampilan yang dimiliki seseorang karena mau belajar

dan membiasakannya. Suatu bentuk keterampilan akan berkurang bahkan hilang jika tidak

dibiasakan melatihmya. Begitupun keterampilan dalam membaca Al-Qur’an.

Keterampilan dalam membaca Al-Qur’an bisa berkurang bahkan hilang sama sekali jika

kita tidak membiasakan membaca kitab ini secara rutin, karena membaca Al-Qur’an

merupakan ibadah.

Jika pihak keluarga dan lingkungan menganggap hal ini bukan sesuatu hal yang

dapat dirisaukan maka akan menjadi tugas sekolah sebagai lembaga pendidikan formal

untuk mengkhawtirkan hal ini. Terlebih jika sekolah tersebut mempunyai banyak peserta

didik yang beragama Islam, hal ini akan menjadi penting untuk dilakukan. Karena peran

sekolah bukan hanya mendidik para peserta didik dalam pelajaran yang ada di sekolah saja
tapi juga mendidik para peserta didik dalam pembentukan pribadi mereka. Untuk seorang

muslim Al-Qur’an merupakan tuntunan yang wajib dalam menjalani kehidupannya.

Agar mampu membaca dan menulis Al-Qur’an dengan benar, maka pelajaran

membaca dan menulis huruf Al-Qur’an harus dimulai sejak usia anak-anak, sebab dengan

cara demikian berarti telah memberi keterampilan dasar yang selanjutnya akan

dikembangkan pada usia dewasa.

Akan tetapi realita yang ada remaja di Indonesia kebanyakan melakukan bacaan

rutin ayat suci Al-Qur’an ketika mereka masih kecil atau masih duduk di tingkat Sekolah

Dasar. Begitu mereka semakin beranjak remaja dan dewasa mereka lebih mementingkan

hal-hal lain daripada mengaji. Padahal nantinya Al-Qur’an akan memberikan syafaat di

akhirat nanti bagi para pembacanya.

Kemampuan membaca Al-Qur’an merupakan hal yang sangat penting dikalangan

umat Islam, karena mayoritas orang tua memberikan ataupun mengajarkan agama yang

paling mendasar adalah membaca Iqra’. Itupun hanya beberapa saja yang sampai pada

tahap memasuki Al-Qur’an, sebagian berhenti sampai di Iqra’ dengan alasan yang

bermacam-macam.

Kemampuan peserta didik yang berbeda-beda menjadi wajar jika mengingat

lingkungan tempat tinggal mereka serta latar belakang mereka yang juga berbeda.

Membuat guru agak kesulitan untuk melakukan penanganan terhadap masalah ini.

Pemilihan metode mengajar yang baik serta pengemasan materi yang akan diajarkan

berpengaruh terhadap seberapa besar keberhasilan dalam sebuah pengajaran.

Penyebab utama dari kegagalan seorang guru dalam menjalankan tugas mengajar di

depan kelas adalah kedangkalan pengetahuan guru terhadap siapa anak didik dan

bagaimana cara belajarnya, sehingga setiap tindakan pembelajaran yang diprogramkan

justru lebih banyak kesalahan daripada kebijakan yang di ambil (Djamarah, 2011:9)
Membaca Al-Qur’an adalah kebiasaan yang baik dan juga dan juga mempunyai

dampak yang baik bagi perilaku individu yang dapat mengamalkannya. Tetapi hal ini jika

tidak dilakukan secara rutin maka akan sulit untuk menjadi sebuah kebiasaan. Padahal

sesuatu yang sudah terbiasa akan sangat ringan untuk dilakukan. Tidak biasanya membaca

Al-Qur’an maupun kurangnya keterampilan dalam membaca Al-Qur’an bukan menjadi

sesuatu yang memalukan bagi remaja Islam zaman sekarang.

Sekolah merupakan lembaga belajar yang terbentuk secara formal dalam

menyelenggarakan proses kegiatan belajar mengajar. Proses pembelajaran di sekolah

melibatkan guru dan peserta didik. Guru merupakan penanggung jawab untuk mencapai

proses keberhasilan dalam sebuah pembelajaran.

Maka dari itu, sekolah dan khususnya guru pendidikan agama Islam mempunyai

peranan penting dalam menumbuh kembangkan kembali kegiatan rutin membaca Al-

Qur’an bagi para peserta didiknya agar kemampuan membaca para peserta didik menjadi

baik. Hal ini mungkin akan sulit untuk dilakukan mengingat banyak faktor yang membuat

para peserta didik sulit dalam melakukannya.

Pembelajaran Al-Qur’an di SMA/SMK merupakan lanjutan dari tingkat SD dan

SMP. Idealnya siswa SMA sudah bisa membaca Al-Qur’an. Oleh karena itu penulis ingin

mengetahui lebih dekat tentang peranan guru pendidikan agama islam dalam pengamalan

agama anak didiknya yang penulis khususkan dalam pembahasan ini tentang masalah

membaca Al-Qur’an, memiliki semangat dalam membaca Al-Qur’an adalah penting.

Dikatakan penting karena ketika shalat kita harus membaca ayat-ayat Al-Qur’an.

Oleh karena itu masalah membaca Al-Qur’an sangat menarik penulis untuk

membahasnya.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Kesulitan apa saja yang ditemui peserta didik kelas X di SMA Negeri 3 Banjar ketika

membaca Al-Qur’an?

2. Bagaimana peranan guru Pendidikan Agama Islam dalam mengatasi kesulitan

membaca Al-Qur’an pada peserta didik kelas X di SMA Negeri 3 Banjar?

3. Apa saja metode-metode yang digunakan guru Pendidikan Agama Islam dalam

mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an pada peserta didik kelas X di SMAN 3

Banjar?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kesulitan apa saja yang ditemui peserta didik kelas X dalam

membaca Al-Qur’an di SMA Negeri 3 Banjar.

2. Untuk mengetahui peranan guru Pendidikan Agama Islam dalam mengatasi kesulitan

membaca Al-Qur’an pada peserta didik kelas X di SMA Negeri 3 Banjar.

3. Untuk mengetahui metode-metode apa saja yang digunakan guru Pendidikan Agama

Islam dalam mengatasi kesulitan membaca Al-Qur’an pada peserta didik kelas X di

SMA Negeri 3 Banjar.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini secara umum memiliki dua manfaat yaitu manfaat teoritis dan praktis:

1) Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kesulitan-

kesulitan peserta didik dalam membaca Al-Qur’an dan bagaimana cara

mengatsainya.
b. Memberi sumbangan bagi kalangan akademis yang mengadakan penelitian

berikutnya maupun riset baru tentang kesulitan membaca Al-Qur’an di SMA Negeri

3 Banjar.

2) Manfaat praktis

a. Peneliti

Untuk menambah dan memperkaya pengetahuan peneliti dalam bidang pendidikan,

serta memberikan wawasan baru mengenai bagaimana cara mengatasi kesulitan

membaca Al-Qur’an peserta didik.

b. Satuan pendidikan

Dapat mendorong kreativitas dan keterampilan berpikir kreatif guru serta kepala

sekolah maupun pihak-pihak terkait sehingga menghasilkan peserta didik yang

berkualitas dan religius.

E. Landasan Teori

1. Peranan Guru Pendidikan Agama Islam

a. Peranan guru Pendidikan Agama Islam

Dalam konteks Pendidikan Islam, guru adalah semua pihak yang berusaha

memeperbaiki orang lain secara islami (Kosim, 2008: 46)

Menurut Saud (2013), ada empat peranan guru, yaitu:

a) Guru sebagai pengajar

Ia harus menampilkan pribadinya sebagai cendikiawan (scholar)dan sekaligus

juga sebagai pengajar (teacher).

b) Guru sebagai pengajar dan juga pendidik

Ia harus menampilkan pribadinya sebagai ilmuwan dan sekaligus sebagai

pendidik, sebagai berikut:

1. Menguasai bidang disiplin ilmu yang diajarkannya.


2. Menguasai cara mengajarkan dan mengadministrasikannya.

3. Memiliki wawasan dan pemahaman tentang seluk beluk kependidikan, dengan

mempelajari: filsafat pendidikan, sejarah pendidikan, sosiologi pendidikan, dan

psikologi pendidikan.

c) Guru sebagai pengajar, pendidik, dan juga agen pembaharuan dan pembangunan

masyarkat.

Yang bersangkutan diharapkan dapat menampilkan pribadinya sebagai pengajar

dan pendidik siswanya dalam berbagai situasi (individual dan kelompok, dalam dan

di luar kelas, formal dan non-formal, serta informal) sesuai dengan keragaman

karakteristik dan kondisi objektif siswa dengan lingkungan kontekstualnya; lebih

luas lagi sebagai penggerak dan pelopor pembaharuan dan perubahan masyarakatnya

di mana ia berada.

d) Guru yang berkewenangan berganda sebagai pendidik profesional dengan bidang

keahlian lain selain kependidikan

Mengantisipasi kemungkinan terjadinya perkembangan dan perubahan tuntutan

dan persyaratan kerja yang dinamis dalam alam globalisasi mendatang, maka tenaga

guru harus siap secara luwes kemungkinan alih fungsi atau alih profesi (jika

dikehendakinya). Ide dasarnya adalah untuk memberi peluang alternatif bagi tenaga

kependidikan untuk meraih taraf dan martabat hidup yang layak.

b. Pendidikan Agama Islam

Pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan me sehingga

menjadi “mendidik”. Artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam pengertian yang

agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode

tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah

laku yang sesuai dengan kebutuhan (Syah, 2007:10)


Pendidikan menjadi unsur terpenting dalam membentuk karakter individu

masyarakat. Pendidikan merefleksikan tingkah laku moralitas seseorang (Prihatin,

Rosalin, Taufani, Triatna, 2008:2)

Agama adalah risalah yang disampaikan tuhan kepada Nabi sebagai petunjuk bagi

manusia dan hukum-hukum sempurna untuk dipergunakan manusia dalam

menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta mengatur hubungan dengan dan

tanggung jawab kepada Allah, kepada masyarakat serta alam sekitarnya

(Ahmadi&Salimi, 2004:4).

Pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam

meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan

bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk

menghormati agama lain dalam hubungan antar umat beragama dalam masyarakat

untuk mewujudkan persatuan nasional (Muhaimin, 2004: 75-76).

c. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang

yang melakukan sesuatu kegiatan. Karena itu tujuan pendidikan Islam, yaitu sasaran

yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok yang melaksanakan pendidikan

Islam.

Drs. Ahmad D. Marimba mengemukakan dua macam tujuan, yaitu tujuan

sementara dan tujuan akhir.

1) Tujuan sementara

Tujuan sementara adalah sasaran sementara yang harus di capai oleh umat

Islam yang melaksanakan pendidikan Islam. Tujuan sementara di sini, yaitu

tercapainya berbagai kemampuan seperti kecakapan jasmaniah, pengetahuan


membaca menulis, pengetahuan ilmu-ilmu kemasyarakatan, kesusilaan,

keagamaan, kedewasaan jasmani-rohani dan sebagainya.

2) Tujuan akhir

Adapun tujuan akhir pendidikan Islam yaitu terwujudnya kepribadian

muslim. Yaitu kepribadian yang seluruh aspek-aspeknya merealisasikan atau

mencerminkan ajaran Islam (Hamdani & Fuad, 2007:68-69).

2. Prinsip-Prinsip Menjadi Guru Favorit

Menurut Rusydie (2012), ada beberapa prinsip dasar yang perlu diketahui oleh

setiap guru untuk menjadi sosok guru yang favorit. Diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Profesional

Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa menjadi sosok profesional adalah

menjadi sosok yang ahli dalam bidang pekerjaan yang dilakukan. Jika seseorang

benar-benar ahli dan mengetahui dengan baik pekerjaannya maka ia akan

menjalankan pekerjaan itu dengan penuh dedikasi tinggi dan bertanggung jawab.

Konsekuensinya, tentu saja adalah dicapainya hasil yang maksimal dan berkualitas.

b. Memiliki kualitas personality yang baik

Tugas seorang guru memang sangat identik dengan pelayanan. Sebab, ketika

seseorang memutuskan untuk menjadi guru, maka dengan sendirinya ia harus

mampu menjadi pembimbing, pembina, dan pengasuh bagi murid. Jika guru

melakukan tindakan yang benar maka tindakan itu akan diterima oleh murid sebagai

sesuatu yang harus mereka tiru. Sebaliknya, jika guru berperilaku yang buruk maka

ia juga akan memberikan dampak negatif bagi murid.

Karena tugas seorang guru memang sangat erat dengan pelayanan, maka setiap

guru harus memiliki integritas dan personalitas yang baik, yang menjadi ciri bagi

kepribadiannya. Mengapa ini sangat penting? Sebab tugas seorang guru tidak hanya
mengajar (transfer of knowledge), tetapi juga harus menanamkan nilai-nilai dasar

guna membangun karakter atau akhlak pada murid.

c. Penuh tanggung jawab

Bertanggung jawab merupakan prinsip dasar bagi anda jika ingin menjadi sosok

seorang guru yang favorit di mata murid. Bertanggung jawab di sini meliputi hampir

segala aspek yang berkenaan dengan tugas guru. Dalam ajaran islam, tanggung

jawab merupakan faktor urgen setiap manusia. Dalam salah satu hadits, Rasulullah

Saw. Menyatakan bahwa masing-masing kita sebenarnya adalah pemimpin. Dan

sebagai pemimpin, tentu saja kita akan dimintai pertanggungjawaban atas sesuatu

yang kita pimpin.

d. Ramah

Guru yang tidak ramah hanya akan menumbuhkan bibit-bibit kebencian di hati

murid, Yang tidak menutup kemugkinan bibit kebencian itu akan berubah menjadi

dendam yang diwujudkan dalam tidakan balasan. Karena itu bersikap ramahlah

terhadap murid-murid anda, meski secara sederhana ditunjukkan dengan menyapa

lebih dulu saat bertemu, menanyakan kabar dirinya dan keluarganya, atau

mengajaknya bermain ke rumah anda. Menunjukkan sikap ramah dan bersahabat

akan menciptakan suasana belajar dan mengajar bertambah nyaman. Sebab

keramahan dapat mendekatkan sekaligus merekatkan hubungan guru dengan murid.

e. Humoris

Humoris atau memiliki selera humor yang tinggi saat mengajar tidak harus

membuat anda berbuat layaknya seorang pemain ketoprak, komedian, dan lain

sebagainya. Artinya anda hanya perlu mencairkan suasana belajar-mengajar dengan

sesuatu yang segar dan lucu. Dan hal ini, bisa anda lakukan dengan menceritakan
kisah humor yang dialami oleh orang lain, teman, rekan sesama guru, atau bahkan

murid anda sendiri.

3. Membaca Al-Qur’an

a. Pengertian Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah wahyu Allah SWT, yang merupakan mu’jizat diturunkan

kepada nabi Muhammad saw dengan perantaraan malaikat jibril sebagai sumber

hukum dan pedoman hidup bagi umat muslim (Rasyid,1989:19).

Allah SWT menurunkannya secara berangsur-angsur, sesuai dengan kejadian-

kejadian yang berlangsung. Sehingga ia menjadi lebih melekat dalam hati, lebih di

fahami oleh akal manusia, menuntaskan masalah-masalah dengan ayat-ayat Allah

SWT, memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan, juga untuk menguatkan hati

Rasulullah saw, dalam menghadapi cobaan dan kesulitan yang dialami oleh beliau

dan para sahabat (Qaradhawi, 1999: 26-27).

Tiada bacaan semacam Al-Qur’an yang dibaca oleh ratusan juta orang yang

tidak mengerti artinya dan atau tidak dapat menulis dengan aksaranya. Bahkan

dihafal huruf demi huruf oleh orang dewasa. Tiada bacaan melebihi Al-Qur’an

dalam perhatian yang diperolehnya, bukan saja sejarahnya secara umum, tetapi ayat

demi ayat, baik dari segi masa, musim, dan saat turunnya, sampai kepada sebab-

sebab serta waktu-waktu turunnya (Quraish Shihab, 1996:3)

b. Metode membaca Al-Qur’an

1) Metode Qira’ati

Metode Qira’ati adalah suatu metode dalam membaca Al-Qur’an yang langsung

memasukan dan mempraktekan bacaan tartil sesuai dengan kaidah ilmu tajwid.

Metode Qira’ati mempunyai tujuan agar dalam pengajarannya dapat berjalan


dengan baik sesuai dengan tuntutan ibadah sebagaimana yang dikehendaki oleh

Allah SWT (Mulyani&Maryono, 2019:22-23)

2) Metode Iqra’

Metode Iqro’ adalah suatu metode membaca Al-Qur'an yang menekankan

langsung pada latihan membaca. Metode Iqro’ ini dalam prakteknya tidak

membutuhkan alat yang bermacam-macam, karena ditekankan pada bacaannya

(membaca huruf Al-Quran dengan fasih). Bacaan langsung tanpa dieja. Artinya

tidak diperkenalkan nama-nama huruf hijaiyah dengan cara belajar siswa aktif

(CBSA) dan lebih bersifat individual.

3) Metode Al-Baghdady

Metode Al-Baghdady adalah metode tersusun (tarkibiyah), maksudnya yaitu

suatu metode yang tersusun secara berurutan dan merupakan sebuah proses ulang

atau lebih kita kenal dengan sebutan metode alif, ba’, ta’. Metode ini adalah

metode yang paling lama muncul dan metode yang pertama berkembang di

Indonesia (jejakpendidikan.com/2017/11/macam-macam-metode-pembelajaran-

al-quran)

4) Metode Tilawati

Ciri khas dari metode ini ialah mengajarkan cara membaca Al-Qur’an

menggunakan lagu rots. Melalui media lagu, diharapkan pembelajaran Al-Qur’an

menjadi lebih menyenangkan. Tentu penguasaan makhorijul huruf dan tajwid

tetap menjadi poin utama dalam target pencapaian.

5) Metode Ummi

Metode Ummi mulai mewarnai dunia pendidikan Al-Qur’an pada tahun 2011.

Seperti namanya, pendekatan yang digunakan dalam metode ini adalah

pendekatan bahasa ibu (ummi). Prinsip tersebut diimplementasikan ke dalam 3


strategi, yakni direct method (baca langsung tanpa dieja), repetition (mengulangi

bacaan), dan affection (kasih saying yang tulus)

(https://bincangmuslimah.com/ibadah/metode-belajar-al-quran)

c. Adab membaca Al-Qur’an

Adab membaca Al-Qur’an adalah norma, tata cara, budi pekerti, perangai,

tingkah laku atau tabiat yang sesuai dengan nilai-nilai agama Islam dalam

berinteraksi dengan kalam Allah agar dapat mengetahui dan mendekatkan diri

dengan Allah(Ismail&Abdullah, 2020: 223-224).

Sesungguhnya, membaca Al-Qur’an mempunyai adab yang disunnahkan

untuk dilakukan oleh umat Islam, di antaranya ialah:

1) Sebaiknya, membaca Al-Qur’an berwudhu terlebih dahulu. Sebab, membaca Al-

Qur’an termasuk amalan yang paling utama yang dapat mendekatkan seorang

hamba kepada Allah SWT.

2) Seyogiannya, para pembaca Al-Qur’an berada pada tempat yang bersih dan suci

ketika hendak membaca Al-Qur’an.

3) Hendaknya, seorang muslim/muslimah membaca Al-Qur’an dengan penuh

kekhusyukan dan ketenangan. Sebab, sesungguhnya , yang dibaca bukan kalam

(ucapan) dari seorang makhluk, melainkan kalam Allah SWT yang diturunkan

kepada Rasulullah saw untuk membebaskan umat manusia dari kegelapan jahiliah

menuju cahaya tauhid.

4) Memulai membaca Al-Qur’an dengan membaca ta’awudz dan diikuti dengan

membaca basmalah. Seperti ini pulalah yang dilakukan oleh Rasulullah saw

sebelum membaca Al-Qur’an. Maka wajib bagi kita untuk selalu mengikuti

beliau.
5) Disunnahkan membaca Al-Qur’an dengan sabar, tenang, dan tartil agar

bacaannya benar, baik dari segi ghunnah, mad, izhar, ikhfa’ idgham, maupun

hukum bacaan yang lain.

6) Seyogiannya, umat Islam mempelajari dan memahami Al-Qur’an.

7) Seyogiannya, umat Islam dapat mengambil pelajaran ketika membaca ayat-ayat

yang berkenaan dengan janji dan ancaman Allah SWT. Sebab yang demikian itu

merupakan ciri orang mukmin dan orang yang benar.

8) Sebaiknya, umat Islam memperindah suaranya ketika membaca Al-Qur’an

dengan catatan tidak keluar dari hukum tajwid (hukum membaca Al-Qur’an) dan

tidak mengeluarkan huruf, lafazh, serta kalimat-kalimat dari selain makharij al-

huruf (tempat keluarnya huruf) yang sebenarnya. Juga tidak melagukannya atau

mengesampingkan adab-adab (etika) yang harus dilakukan oleh para pembaca

dan pendengar Al-Qur’an (Thanthawi, 2013:121-133)

Sedangkan menurut Al-Qaradhawi (1999), ada dua adab dalam membaca

Al-Qur’an:

1) Membaca Al-Qur’an secara tartil

Membaca Al-Qur’an tidak sama dengan membaca bahan bacaan lainnya.

Karena ia adalah kalam Allah SWT. oleh karena itu membacanya mempunyai

etika zahir dan batin. Diantara etika-etika zahir adalah membacanya dengan tartil.

Makna membaca dengan tartil adalah dengan perlahan-lahan, sambil

memperhatikan huruf-huruf dan barisnya.

2) Membaca Al-Qur’an dengan irama dan suara yang indah

Diantara etika membaca Al-Qur’an yang disepakati oleh para ulama adalah

memperbagus suara saat membaca Al-Qur’an. Suara yang indah akan menambah

keindahannya sehingga menggerakan hati dan memnngoncangkan kalbu.


d. Keutamaan membaca Al-Qur’an

1) Mendapat pahala berlipat

Rasulullah bersabda “barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an

maka ia akan mendapat satu kebaikan dan dari satu kebaikan itu berlipat menjadi

sepuluh kebaikan. Aku tidak mengatakan alif lam mim sebagai satu huruf. Akan

tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf”.

2) Derajatnya diangkat

Allah SWT akan mengangkat derajat orang-orang yang selalu membaca Al-

Qur’an dan mempelajari isi kandungannya serta mengamalkannya setiap hari.

3) Mendapatkan ketenangan hati

Al-Qur’an diturunkan Allah SWT untuk menjadi obat segala macam penyakit

kejiwaan. Sehingga keutamaan membaca Al-Qur’an di rumah ataupun di masjid

akan mendapatkan ketenangan jiwa.

4) Mendapat pertolongan Allah SWT di hari kiamat

Keutamaan membaca Al-Qur’an dengan tartil akan mendapatkan syafaat

(pertolongan) pada hari kiamat.

5) Terbebas dari aduan Rasulullah SAW pada hari kiamat

Memperbanyak membaca Al-Qur’an akan mengantarkan kemudahan ketika kita

menghadap Allah SWT.

6) Dihadiri malaikat

Rumah yang dibuat untuk membaca Al-Qur’an akan dihadiri malaikat. Penghuni

rumah akan merasakan bahwa rumahnya menjadi luas.

7) Ditempatkan bersama malaikat


Orang yang mahir membaca Al-Qur’an nantinya akan ditempatkan bersama

malaikat-malaikat pencatat yang patuh kepada Allah yang selalu berbuat

kebaikan (Aisyah, 2020: 212-213)

4. Kesulitan Belajar

a. Pengertian Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar dapat diartikan suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang

ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar

(Nurjan, 2015:181)

Setiap anak didik datang ke sekolah tidak lain kecuali untuk belajar di kelas

agar menjadi orang yang berilmu pengetahuan di kemudian hari. Sebagian besar

waktu yang tersedia harus digunakan oleh anak didik untuk belajar, tidak mesti di

sekolah, di rumah pun harus ada waktu yang disediakan untuk kepentingan belajar.

Tiada hari tanpa belajar adalah ungkapan yang tepat bagi anak didik. Adalah suatu

pendapat yang keliru dengan mengatakan bahwa kesulitan belajar anak didik

disebabkan rendahnya inteligensi. Karena dalam kenyataannya, cukup banyak anak

didik yang memiliki inteligensi yang tinggi, tetapi hasil belajarnya rendah, jauh

dari yang diharapkan. Dan masih banyak anak didik dengan inteligensi yang rata-

rata normal, tetapi dapat meraih prestasi belajar yang tinggi, melebihi kepandaian

anak didik dengan inteligensi yang tinggi (Djamarah, 2011: 233-234).

Adapun definisi lain muncul, maka The National Joint Commitee for Learning

Disabilities (NJCLD) sebagaimana juga dikutip oleh Mulyono memberikan

definisi sebagai berikut:

Kesulitan belajar menunjuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan

dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan

mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar, atau kemampuan


dalam bidang studi matematika. Gangguan tersebut intrinsik dan diduga

disebabkan oleh adanya disfungsi syaraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar

mungkin terjadi bersamaan dengan adanya kondisi lain yang mengganggu

(misalnya gangguan sensoris, tuna grahita, hambatan sosial dan emosional) atau

berbagai pengaruh lingkungan, (misalnya perbedaan budaya, pembelajaran yang

tidak tepat, faktor-faktor psikogenik), berbagai hambatan bukan penyebab atau

pengaruh langsung (Ikmal, 2018: 217).

b. Penyebab Kesulitan Belajar

Menurut Djamarah (2011), faktor-faktor penyebab kesulitan belajar anak didik

dapat dibagi menjadi faktor anak didik, sekolah dan keluarga.

1. Faktor Anak Didik

Anak didik adalah subjek yang belajar. Dialah yang merasakan langsung

penderitaan akibat kesulitan belajar. Karena dia adalah orang yang belajar, bukan

guru yang belajar. Guru hanya mengajar dan mendidik dengan membelajarkan

anak didik agar giat belajar. Kesulitan belajar yang diderita anak didik tidak hanya

yang bersifat menetap, tetapi juga yang bisa dihilangkan dengan usaha-usaha

tertentu. Faktor inteligensi adalah kesulitan anak didik yang bersifat menetap.

Sedangkan kesehatan yang kurang baik atau sakit, kebiasaan belajar yang tidak

baik dan sebagainya adalah faktor non-intelektual yang bisa dihilangkan. Faktor-

faktor yang menjadi penyebab kesulitan belajar anak didik diantarnya:

1) Inteligensi (IQ) yang kurang baik.

2) Bakat yang kurang atau tidak sesuai dengan bahan pelajaran yang dipelajari atau

yang diberikan oleh guru.


3) Faktor emosional yang kurang stabil. Misalnya, mudah tersinggung, pemurung,

pemarah, selalu bingung dalam menghadapi masalah, selalu sedih tanpa alasan

yang jelas, dan sebagainya.

4) Aktivitas belajar yang kurang. Lebih banyak malas daripada melakukan

kegiatan belajar. Menjelang ulangan baru belajar.

5) Kebiasaan belajar yang kurang baik. Belajar dengan penguasaan ilmu

pengetahuan pada tingkat hafalan, tidak dengan pengertian (insight), sehingga

sukar ditransfer ke situasi yang lain.

6) Penyesuaian sosial yang sulit. Cepatnya penyerapan bahan pelajaran oleh anak

didik tertentu menyebabkan anak didik susah menyesuaikan diri untuk

mengimbanginya dalam belajar.

7) Latar belakang pengalaman yang pahit. Misalnya, anak didik sekolah sambil

bekerja. Kemiskinan ekonomi orang tua memaksa anak didik harus bekerja

demi membiayai sendiri uang sekolah. Waktu yang seharusnya diapakai untuk

belajar dengan sangat terpaksa digunakan untuk bekerja.

8) Cita-cita yang tidak relevan (tidak sesuai dengan bahan pelajaran yang

dipelajari)

9) Latar belakang pendidikan yang dimasuki dengan sistem sosial dan kegiatan

belajar mengajar di kelas yang kurang baik

10) Ketahanan belajar (lama belajar) tidak sesuai dengan tuntutan waktu belajarnya.

Ketidakmampuan guru mengakomodasikan jadwal kegiatan pembelajaran

dengan ketahanan anak didik, sehingga kesulitan belajar dirasakan oleh anak

didik.

11) Keadaan fisik yang kurang menunjang. Misalnya, cacat tubuh yang ringan

seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, dan gangguan psikomotor.


Cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, hilang tangan dan kaki,

dan sebagainya.

12) Kesehatan yang kurang baik. Misalnya, sakit kepala, sakit perut, sakit mata,

sakit gigi, sakit flu, atau mudah capek dan mengantuk karena kurang gizi.

13) Seks atau pernikahan yang tak terkendali. Misalnya, terlalu intim dengan lawan

jenis, berpacaran, dan sebagainya.

14) Pengetahuan dan keterampilan dasar yang kurang memadai (kurang

mendukung) atas bahan yang dipelajari. Kemiskinan atas bahan dasar dari

pengetahuan dan keterampilan yang pernah dipelajari akan menjadi kendala

menerima dan mengerti sekaligus menyerap materi pelajaran yang baru.

15) Tidak ada motivasi dalam belajar. Materi pelajaran sukar diterima dan diserap

bila anak didik tidak memiliki motivasi untuk belajar.

2. Faktor Sekolah

Sekolah adalah lembaga pendidikan formal tempat pengabdian guru dan rumah

rehabilitasi anak didik. Di tempat inilah anak didik menimba ilmu pengetahuan

dengan bantuan guru yang berhati mulia atau kurang mulia, karena memang

pribadi seorang guru kurang baik.

Sebagai lembaga pendidikan yang setiap hari anak didik datangi tentu saja

mempunyai dampak yang besar bagi anak didik. Kenyamanan dan ketenangan

anak didik dalam belajar akan ditentukan sampai sejauh mana kondisi dan sistem

sosial di sekolah dalam menyediakan lingkungan yang kondusif dan kreatif. Sarana

dan prasarana sudahkah mampu dibangun dan memberikan layanan yang

memuaskan bagi anak didik yang berinteraksi.


Bila tidak, maka sekolah ikut terlibat menimbulkan kesulitan belajar bagi anak

didik. Maka wajarlah bermunculan anak didik yang berkesulitan belajar. Berikut

faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan belajar di sekolah:

1) Pribadi guru yang kurang baik.

2) Guru tidak berkualitas, baik dalam pengambilan metode yang digunakan

ataupun dalam penguasaan mata pelajaran yang dipegangnya. Hal ini bisa

terjadi karena keahlian yang dipegangnya kurang sesuai, sehingga kurang

menguasai, atau kurang persiapan, sehingga cara menerangkan kurang jelas,

sukar dimengerti oleh setiap anak didik.

3) Hubungan guru dengan anak didik kurang harmonis. Hal ini bermula pada sifat

dan sikap guru yang tidak disenangi oleh anak didik. Misalnya, guru bersikap

kasar, suka marah, suka mengejek, tak pernah senyum, tak suka membantu

anak, suka membentak, dan sebagainya.

4) Guru-guru menuntut standar pelajaran di atas kemampuan anak. Hal ini

biasanya terjadi pada guru yang masih muda yang belum berpengalaman,

sehingga belum dapat mengukur kemampuan anak didik. Karenanya hanya

sebagian kecil anak didik dapat belajar dengan baik dalam belajar.

5) Guru tidak memiliki kecakapan dalam usaha mendiagnosis kesulitan belajar

anak didik.

6) Cara guru mengajar yang kurang baik.

7) Alat/media yang kurang memadai. Alat pelajaran yang kurang lengkap

membuat penyajian pelajaran yang tidak baik. Terutama pelajaran yang bersifat

praktikum. Kurangnya alat laboratorium akan banyak menimbulkan kesulitan

dalam belajar.
8) Perpustakaan sekolah kurang memadai dan kurang merangsang

penggunanaannya oleh anak didik.

9) Fasilitas fisik sekolah yang tak memenuhi syarat kesehatan dan tak terpelihara

dengan baik.

10) Suasana sekolah yang kurang menyenangkan. Misalnya, suasana bising, karena

letak sekolah berdekatan dengan jalan raya.

11) Bimbingan dan penyuluhan yang tidak berfungsi.

12) Waktu sekolah dan disiplin yang kurang. Apabila sekolah masuk sore atau siang

hari, maka kondisi anak tidak lagi dalam keadaan yang optimal untuk menerima

pelajaran sebab energi sudah berkurang. Selain itu udara yang relatif panas di

waktu siang dapat mempercepat proses kelelahan. Oleh karena itu, belajar di

pagi hari akan lebih baik hasilnya daipada belajar di sore hari. Tetapi faktor

yang tak kalah pentingnya juga adalah faktor disiplin. Disiplin yang kurang baik

juga kurang menguntungkan dalam belajar. Gejala ketidakdisiplinan itu

misalnya, tugas yang tidak dikerjakan anak didik, lonceng tanda masuk kelas

sudah berbunyi tetapi anak didik masih berkeliaran.

3. Faktor keluarga

Keluarga adalah lembaga pendidikan informal (luar sekolah) yang diakui

keberadaannya dalam dunia pendidikan. Peranannya tidak kalah pentingnya dari

lembaga formal dan non-formal. Bahkan sebelum anak didik memasuki sekolah,

dia sudah mendapatkan pendidikan dalam keluarga yang bersifat kodrati. Ketika

orang tua tidak memperhatikan pendidikan anak, ketika orang tua tidak

memberikan suasana sejuk dan menyenangkan bagi belajar anak, ketika

keharmonisan kealuarga tak tercipta, ketika sistem kekerabatan semakin renggang,

dan ketika kebutuhan belajar anak tidak terpenuhi, terutama kebutuhan yang
krusial, maka ketika itulah suasana keluarga tidak menciptakan dan menyediakan

suatu kondisi dengan lingkungan yang kretif bagi belajar anak. Maka lingkungan

keluarga yang demikian ikut terlibat menyebabkan kesulitan belajar anak.

c. Mengatasi kesulitan belajar peserta didik

Adapun strategi guru yang dapat dilakukan guna untuk mengatasi kesulitan

belajar siswa antara lain:

1) Bimbingan belajar

Bimbingan ini diberikan kepada anak didik yang merasakan kesulitan

menghadapi kegiatan belajar, baik di sekolah maupun di luar sekolah.

Bimbingan belajar di sekolah antaranya dapat dilakukan dengan cara: guru

selalu aktif memberikan pengarahan, masukan serta motivasi kepada siswa serta

melatih siswa untuk rutin membaca Al-Qur’an, guru dapat memberikan les

tambahan dengan mengadakan kegiatan ekstra baca tulis Al-Qur’an setelah

pulang sekolah.

2) Bimbingan pribadi

Jenis bimbingan ini membantu individu untuk mengatasi masalah-masalah yang

bersifat pribadi sebagai akibat kekurangmampuan individu dalam menyesuaikan

diri dengan aspek-aspek perkembangan, keluarga, persahabatan, belajar, cita-

cita dan lain-lain. Jenis bimbingan pribadi dilaksanakan dalam bentuk

bimbingan individual karena masalah pribadi kebanyakan sifatnya adalah

rahasia misalnya pertentangan dengan orang tua, masalah penyesuaian diri

dengan tuntutan kurikulum, disiplin sekolah, dan lain-lain. Tujuan bimbingan

ini untuk memberikan bantuan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan-

kesulitan pribadi karena masalah pribadi dapat menyebabkan kesulitan belajar


peserta didik. Maka penyuluhan pribadipun dilakukan dalam rangka membantu

memecahkan kesulitan belajar anak didik.

3) Bimbingan orang tua

Setiap orang tua pasti menaruh harapan kepada anaknya. Orang tua senantiasa

mengharapkan agar anak-anaknya kelak dapat hidup sejahtera. Untuk itu orang

tua menyekolahkan anak-anaknya dengan harapan-harapan tertentu, baik

kelanjutan pendidikan, pekerjaan maupun kehidupannya kelak. Tetapi banyak

sekali orang tua yang belum mengenal kemampuan anaknya, serta tidak

mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami oleh anaknya.

Fungsi layanan ini adalah membantu orang tua murid agar lebih mengetahui dan

mendalami putra/putrinya sebagai anak didik, dengan memberikan informasi

tentang kecakapan, bakat, minat, kebutuhan-kebutuhan dan ciri-ciri kepribadian

anak didik yang bersangkutan sehingga mereka mampu mengatasi kesulitan

belajarnya (Ikmal, 2018:221-222)

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan Metode Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif atau menggunakan

pendekatan kualitatif lapangan (field research), sedangkan metode yang digunakan

kualitatif deskriptif. Pendekatan kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian

yang mendalam tentang ucapan, tulisan, dan atau perilaku yang dapat diamati dari suatu

individu, kelompok masyarakat, atau organisasi tertentu yang dikaji dari sudut pandang

utuh, komprehensif, dan holistik (Tersiana, 2020: 10)

2. Setting Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 3 Banjar, karena di sekolah tersebut masih

banyaknya peserta didik yang masih kesulitan dalam membaca Al-Qur’an.


3. Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian kualitatif terbagi dua data primer dan sekunder. Sumber

primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data,

dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen (Sugiyono, 2018: 137)

4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data dikumpulkan menggunakan teknik observasi, wawancara,

dan studi dokumen. Observasi merupakan penelitian dengan melakukan pengamatan

menyeluruh pada sebuah kondisi tertentu (Tersiana, 2020: 12). Sedangkan teknik

wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila ingin melakukan studi

pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila

peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah

respondennya sedkit/kecil (Sugiyono, 2018: 137). Kemudian studi dokumen merupakan

kajian dari bahan dokumenter yang tertulis dapat berupa buku teks, surat kabar, film,

naskah, artikel, dan sebagainya (Tersiana, 2020:12).

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian kualitatif ini menggunakan teknik analisi data

yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman yaitu reduksi data (data reduction),

penyajian data (data display), dan verifikasi data serta kesimpulan. Mereduksi data

berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang

penting, dicari tema dan polanya. Kemudian data disajikan (data display) penyajian

data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori.

Langkah selanjutnya adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi (Sugiyono, 2018: 247-

252)
Daftar Pustaka
Rusdydie, Salman. (2012). Tuntunan menjadi guru favorit. Jakarta: FlashBooks.
Danim, Sudarwan. (2013). Profesionalisasi dan etika profesi guru. Bandung: Alfabeta.
Rasyid, Abdullah. (1989). Tanya jawab kunci ibadah. Bandung: Husaini Bandung.
Djamarah, Syaiful Bahri. (2011). Psikologi belajar. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.
Saud, Udin Syaefudin. (2013). Pegnembangan profesi guru. Bandung: Alfabeta.
Muhaimin.(2004). Paradigma pendidikan islam. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA.
Syah, Muhibbin. (2007). Psikologi pendidikan dengan pendekatan baru. Bandung: PT
REMAJA ROSDAKARYA.
Prihatin, Rosalin, Taufani & Triatna, Cepi. (2008). Konsep pendidikan. Bandung: PT Mandiri
Persada.
Kosim, Muhammad. 2008. Guru dalam perspektif Islam. Jurnal pendidikan islam, 3 (1), 46-
58.
Hamdani&Fuad. (2007). Filsafat pendidikan islam. Bandung: CV PUSTAKA SETIA.
Al-Qaradhawi, Yusuf. (1999). Berinteraksi dengan Al-Qur’an. Jakarta: GEMA INSANI
PRESS.
Ismail& Hamid, Abdullah. (2020). Adab pembelajaran Al-Qur’an: Studi kitab At-Tibyan Fi
Adabi Hamalatil Qur’an. Ar-Risalah. XVIII (2), 220-233.
Ahmadi&Salimi, Noor. (2004). Dasar-dasar pendidikan agama islam. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Shihab, Quraish. (1996). Wawasan Al-Qur’an:tafsir maudhu’i atas pelbagai persoalan umat.
Bandung: PT Mizan Pustaka.
Ikmal, Hepi. (2018). Strategi duru Al-Qur’an Hadits dalam mengatasi kesulitan belajar
membaca Al-Qur’an peserta didik. Akademika. 12 (2), 213-223.
Aisyah, Siti. (2020). Literasi Al-Qur’an dalam mempertahankan survivalitas spiritulitas
umat. Jurnal keislaman dan kemasyarakatan. 4 (1), 203-228.
Sugiyono. (2018). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: ALFABETA
CV.
Tersiana, Andra. (2020). Metode penelitian. Yogyakarta: ANAK HEBAT INDONESIA.
Nurjan, Syarifan. (2015). Psikologi belajar. Ponorogo: CV. WADE GROUP.
Thanthawi, Muhammad Sayyid. (2013). Ulumul qur’an. Yogyakarta: IRCiSod.
Mulyani, Heti&Maryono. (2019). Implementasi metode Qira’ati dalam pembelajaran Al-
Qur’an. Jurnal paramurobi. 2 (2), 22-30.
Macam-macam metode pembelajaranAl-Qur’an.
http://www.jejakpendidikan.com/2017/11/macam-macam-metode-pembelajaran-al-
quran.html (Diakses, Ahad: 17 Januari 2021)
Fajry, Aunia Firza. (2019). Lima metode belajar Al-Qur’an yang terkenal di Indonesia.
https://bincangmuslimah.com/ibadah/metode-belajar-al-quran-populer-di-indonesia-
27756/ (Diakses, Ahad: 17 Januari 2021)

Anda mungkin juga menyukai