Disusun Oleh :
pengetahuan manusia dengan tujuan untuk menguatkan kandungan ayat-ayat Al-Quran adalah salah satu contoh dari usaha penerapan metode tafsir saintis.
}74{
Sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya. (QS. Adz-Dzariyat [51]: 47) Allamah Thabathabai menafsirkan ayat tersebut dengan ungkapan, Dan ada kemungkinan bahwa kata musiun diambil dari ungkapan awsaa an-nafaqah, yaitu memperbanyak nafkah. Atas dasar ini, maksud dari ayat tersebut adalah perluasan dan penambahan ciptaan langit, sebagaimana hal itu menjadi kecenderungan dalam pembahasan-pembahasan saintis pada masa kini.[4] Kita juga bisa mencermati penafsiran ayat,
}83{
Dan matahari bergerak [menuju] ke tempat berdiamnya. (QS. Yasin [36]: 38). Pada masamasa sebelumnya, para mufassir menafsirkan ayat ini dengan gerakan lahiriah matahari yang berjalan sehari-hari atau per musim. Akan tetapi, pada masa kini, berdasarkan penemuanpenemuan ilmiah dan sains baru, para ahli tafsir menafsirkan ayat tersebut dengan gerakan matahari menuju suatu titik tertentu yang di situ terdapat planet vega. Semua penafsiran itu masih disertai dengan kehati-hatian dan bersifat moderatif. Akan tetapi, di beberapa kalangan mufassirin kita melihat keteledoran dan keberlebihan dalam menafsirkan ayat-ayat Al-quran dengan rangka mendukung metode penafsiran ilmiah. Pada bagian lain, kita dapat mencermati pula penafsiran ayat,
}33{
Engkau melihat bahwa gunung-gunung itu diam [tak bergerak], sedangkan ia berjalan sebagaimana awan berjalan. (QS-An-Naml [27]: 88). Sebagian ahli tafsir menafsirkan ayat tersebut dengan bergeraknya gunung-gunung pada hari kiamat. Akan tetapi, sebagian yang lain mengklaim bahwa ayat ini adalah salah satu mukjizat ilmiah Al-Quran. Mereka meyakini bahwa ayat ini membuktikan bahwa bumi bergerak. Kata thair dalam surah al-Fil ditafsirkan dengan nyamuk atau lalat yang membawa virusvirus penyakit. Kata dabbah dalam ayat,
}38{
Ketika perintah azab untuk mereka telah sampai, Kami mengeluarkan untuk mereka seekor binatang ternak dari bumi. (QS. An-Naml [27]: 82) ditafsirkan dengan bulan-bulan buatan. Kata ghitsaan an ahwa dalam surah al-Ala [87], ayat 5 ditafsirkan dengan batu karang. Kata rawasi dalam surah ar-Rad [13], ayat 3 ditafsirkan dengan bumi-bumi yang gersang. Kata nafs wahidah dalam surah al-Araf [7], ayat 189 ditafsirkan dengan proton.[5]
KESIMPULAN Dari pemaparan tulisan tersebut diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: Penafsiran yang memasukkan unsur-unsur lokal sah-sah saja. Hal ini merujuk pada pendapat para ahli yang memperbolehkannya. Seperti kita ketahui, kandungan Al-Quran yang mengandung segi ketuhanan, hukum atau syariat dan akhlak dapat dibuktikan dimensi keuniversalannya. Sifat kandungan Al-Quran yang universal ini berimplikasi bahwa tafsir atau penafsiran Al-Quran tidak akan menutup diri dari kepentingan lokal seperti perkembangan ilmu, filsafat, desakan-desakan pembaruan atu perkembangan moderenisasi di dunia islam atau desakan pembangunan dari suatu negara dengan berbagai sisinya. DAFTAR PUSTAKA Ahmad Syafie Maarif, 1989, Posisi Sentral Al-Quran dalam Studi Islam, dalam Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (Ed.), 1989, Metodologi Penelitian Agama, Yogyakarta PT. Wacana Yogya. Muhammad assad, 1980, The Massage of the Quran, Gibraltar: Daar al-Maktab. Quraish shihab, 1992, Membumikan Al-Quran, Bandung Mizan. Ali Hasan al-Aridh, Sejarah dan Metodologi Tafsir, Terj. Ahmah Akram, Jakarta, Rajawali. Muhammad Ali as-Shabuni, Pengantar Studim al-Quran, Terj. M Chudori Umar dan Moh. Matsna, Bandung, Al-Maarif, 1984. Imam Badru al-Din Muhammad Ibn Abdullah az-Zarkasyi, al-Burhan fi Ulum al-Quran, Juz 2, t,k, Dar Ihya al-Kutub al-Arabiyyah, t.t. Hasbi ash-Shidieqi, sejarah dan pengantar Ilmu Tafsir al-Quran, Jakarta, Bulan Bintang, 1974. Sayid Musa Husaini, Metode Penafsiran Sainitis di Dalam Buku-Buku Tafsir Modern dalam situs Qurn al-Shia Online, diakses 19 April 2013. http://quran.al-shia.com/id/metode/01.htm Ahmad Syafie Maarif, 1989, Posisi Sentral Al-Quran dalam Studi Islam, dalam Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim (Ed.), 1989, Metodologi Penelitian Agama, Yogyakarta PT. Wacana Yogya, Hal. 129. [2] Lihat Quraish shihab, Membumikan....., hal. 16. [3] Sayid Musa Husaini, Metode Penafsiran Sainitis di Dalam Buku-Buku Tafsir Modern dalam situs Qurn al-Shia Online, diakses 19 April 2013. http://quran.alshia.com/id/metode/01.htm [4] Ibid. [5] Ibid.
[1]