Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pemikiran Islam dewasa ini terus berkembang, sebagian memahami


sebagai sebuah fenomena yang biasa saja, di lain pihak ada pula yang
menjadikan point penting kebangkitan Islam. Pemikiran tersebut termasuk dalam
bidang pendidikan. Ide – ide dan gagasan Fazlur Rahman muncul ke permukaan
dilatarbelakangi hasil pengamatanya terhadap perkembangan pendidikan Islam
di beberapa negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam seperti Arab,
Turki, Pakistan dan Indonesia. Menurut Fazlur Rahman Pendidikan Islam di
negara – negara tersebut masih dihadapkan kepada beberapa persoalan
mendasar.

Kondisi objektif masyarakat Islam, jauh sebelum Fazlur Rahman lahir


telah mengalami kemacetan intelektual bahkan spiritual yang cukup parah. Hal
itu karena dominasi dan hegemoni politik dan teknologi penjajah Barat yang
menekan bangsa – bangsa jajahan yang kebetulan banyak berpenduduk muslim.
Perlawanan secara fisik maupun pemikiran secara terbuka menjadi sangat
tampak di setiap aspeknya, yang apabila jujur, sesungguhnya memiliki nilai
kebaikan yang bisa diambil manfaatnya. Namun hal itu menjadi bagian yang
ditolak karena berasal dari Barat. Termasuk di dalamnya pemikiran – pemikiran
Barat tentang pendidikan. Sikap inilah yang menjadikan kondisi bangsa terjajah
dalam keadaan terpecah sikap dan pola berfikirnya, yaitu memisahkan ilmu
Agama sebagai ilmu wajib dipelajari dengan ilmu umum yang konotasinya
berasal dari Barat. Perilaku itupula yang pada akhirnya merambah ke dunia
pendidikan. Semua pemikiran tentang pendidikan yang berasal dari Barat seakan
“sama haramnya” dengan penjajah itu sendiri.
Pada awal periode modern muncullah suatu kesadaran umum di tengah
umat Islam – setelah sekian lama mereka terlelap dalam fase kegelapan
intelektual dan teknologi selama periode Pertengahan – untuk bangkit kembali.
Kebangkitan kembali umat Islam ini, salah satunya sebagai reaksi terhadap
fenomena penetratif dan hegemonitas kemajuan Barat atas umat Islam yang
1
semakin membukakan mata mereka akan ketertinggalan dan kemundurannya
di berbagai aspek kehidupan, – terutama kajian ilmu, tekhnologi, kebudayaan,
dan sistem pendidikan.1
Arus modernitas yang berasal dari kemajuan bangsa Barat, ditambah
dengan desakan berupa problem – problem internal umat Islam sebagai akibat
dari tantangan modernitas, terasa semakin mengemuka dan menguat serta
memasuki wilayah kehidupan umat Islam. Hal tersebut menimbulkan upaya dan
langkah pembaharuan dan penafsiran kembali tentang Islam dalam konteks yang
lebih kekinian sesuai dengan perkembangan zamannya. Menurut Fazlur
Rahman meskipun telah dilakukan usaha – usaha pembaharuan pendidikan
Islam, namun dunia pendidikan Islam masih tetap saja dihadapkan kepada
beberapa problem yang mendasar, mulai dari tujuan pendidikan, sistem dan
metode, kelemahan di bidang penguasaan bahasa, sampai lemahnya kajian
filsafat, disamping rendahnya kualitas pendidik dan peserta didik serta
terbatasnya prasarana pendidikan khususnya buku – buku di perpustakaan.2
Keadaan tersebut diperparah dengan sikap dikotomis tradisionalis yang
mempertahankan prinsip pemisahan antara ilmu agama dengan ilmu umum,
mereka beranggapan bahwa ilmu – ilmu umum tidak lah wajib dipelajari bahkan
merupakan sesuatu yang harus dihindari.
Seorang Fazlur Rahman melihat dengan sudut pandang yang berbeda,
kelebihan pemikiran dan praktik pendidikan di dunia Barat sekaligus kelemahan
– kelemahan umat Islam yang sesungguhnya telah menjadikan kondisinya
tertinggal dalam percaturan pemikiran pendidikan dan teknologi jika dibanding
dengan dunia Barat. Fazlur Rahman dalam hal ini fokus mengamati proses
pendidikan Islam di beberapa negara seperti, Arab, Turki, Pakistan, dan
Indonesia. Latar belakang demografi di negara – negara tersebut tidak jauh
berbeda, bahkan satu hal yang menjadi ketertarikan Fazlur Rahman negara –
negara tersebut memiliki sejumlah kesamaan, seperti sebagian besar adalah
negara berkembang dan kebanyakan penduduknya muslim.

1
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm., 173.
2
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas: Tentang Transformasi Intelektual, (Bandung :
Pustaka, 1995), hlm., 86.

2
Berdasarkan latar belakang di atas, makalah ini disusun untuk
mengetahui dan mengungkap pemahaman serta menganalisa lebih jauh
bagaimana seorang Fazlur Rahman dengan cerdas dan cermat berhasil
menyimpulkan problematika pendidikan Islam dan tawaran jalan keluar,
sekaligus aplikasi atas ide – idenya dalam dunia pendidikan saat ini.

B. RUMUSAN MALASAH
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang diambil pada makalah
ini adalah :
1. Bagaimana konsep Pendidikan yang sesungguhnya menurut Fazlur Rahman ?
2. Apasajakah problem pendidikan Islam sebagai hasil pengamatan Fazlur
Rahman ?
3. Bagaimana Fazlur Rahman memberikan alternatif pemecahan terhadap
problematika tersebut ?
4. Bagaimakah penerapan pendidikan Islam yang ditawarkan oleh Fazlur
Rahman ?

C. TUJUAN
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut :
1. Mengungkap konsep pendidikan menurut Fazlur Rahman
2. Mendapatkan informasi yang jelas tentang problematika pendidikan Islam
hasil pengamatan Fazlur Rahman
3. Mendapatkan alternatif pemecahan dan solusi terhadap problematika
pendidikan Islam
4. Memperoleh pemahaman bagaimana penerapan konsep pendidikan Fazlur
Rahman dalam dunia pendidikan nyata.

D. BIOGRAFI INTELEKTUAL FAZLUR RAHMAN

Fazlur Rahman bin Maulana Shahab al–Din/Maulana Shihabuddin (1919 –


1988), lahir pada tanggal 21 September 1919 di distrik Hazara sebelum
terpecahnya India, kini merupakan bagian dari Pakistan.3 Fazlur Rahman lahir di

Acikgence Alparslan, The Thinker of Islamic Revival and Revorm: Fazlur Rahman’s Life
3

and Thought (1919-1988), dalam Journal of Islamic Reserch, Vol.4, 1990, hlm., 233.
3
tengah keluarga ulama bermadzhab Hanafiyah, yang dikenal sebagai mazhab
Sunni paling rasional di antara tiga madzhab yang lain. Meskipun ayahnya
adalah seorang ulama tradisional, akan tetapi pemikirannya berbeda dengan
kebanyakan ulama saat itu. Ia menerima konsep modernitas dalam ber – Islam.
Hal tersebut menjadikan seorang Fazlur Rahman dapat melepaskan diri dari
kurungan akal sektoral untuk melihat persoalan menjadi lebih objektif.
Sementara itu akar religiusitas keluarganya bisa ditelusuri pada Pengajaran di
Deoband Seminari (Sekolah Menengah Deoband) yang sangat berpengaruh pada
anak – anak benua India.4

Semenjak usia sepuluh tahun, ia telah menghafal Al – Qur’an sebanyak 30 juz,


walaupun kecenderungan keluarga masih berkutat pada bentuk masyarakat
tradisi, namun pola prilaku kekeluargaan sangat akomodatif terhadap unsur
modernitas. Atmosfir keluarga seperti itulah, yang banyak mempengaruhi
pemikiran Fazlur Rahman di kemudian hari5. Sekalipun ia pengikut Sunni,
namun pemikirannya pada masa belakangan sangat kritis terhadap sunni, juga
terhadap Syiah.6
Pada usia empat belas tahun atau sekitar tahun 1933 Fazlur Rahman dibawa ke
Lahore tempat tinggal para kakek – nenek moyangnya, disanalah ia memasuki
bangku sekolah atau madrasah. Sekolah atau madrasah ini didirikan oleh
Muhammad Qasim Nanotawi pada tahun 1867.7
Semangat Fazlur Rahman luar biasa dalam belajar termasuk filsafat, bahasa
Arab, teologi, hadits dan tafsir. Lebih dari itu, karier intelektualnya ditopang
dengan penguasaan berbagai bahasa, seperti bahasa Persia, Urdu, Inggris,
Perancis, Jerman, Eropa kuno, dan Latin serta Yunani.8

4
Metcalf, Barbara Daly. Islamic Revival in British India: Deoband, 1860-1900,(Princeton:
Princeton University Press), 1982 , hlm., 122.
5
Fazlur Rahman, An Autobiographical Note, dalam Journal of Islamic Research, Vol. 4,
1990, hlm., 287.
6
Muhaimin, Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman Studi Kritis Pembaharuan Pendidikan
Islam (Cirebon : Pustaka Dinamika, 1999), hlm., 17.
7
Khotimah, Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Pendidikan Islam(Jurnal Ushuluddin, Vol.
XXII No. 2, Juli 2014) hlm., 243.
8
Fazlur Rahman, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, Taufik Adnan Amal
(penyunting) (Bandung : Mizan, cet. I, 1987), hlm., 41.

4
Pada tahun 1940, tokoh neomodernisme ini menyelesaikan pendidikan
akademiknya dengan gelar Bachelor of Art (B.A.) dalam bidang bahasa Arab di
Punjab University Lahore. Tahun 1942 gelar Master (M.A.) berhasil
diperolehnya di Universitas yang sama. Selanjutnya upaya untuk meraih cita –
citanya dalam kajian dan pemikiran Islam, ia selesaikan dan berhasil meraih
gelar Ph.D. di dunia Barat.
Sekalipun Rahman terdidik dalam lingkungan pendidikan tradisional, sikap kritis
mengantarkan jati dirinya sebagai seorang pemikir yang berbeda dengan
kebanyakan alumni madrasah. Sikap kritis yang menggambarkan ketidakpuasan
atas sistem pendidikan tradisional, terlihat dengan keputusannya melanjutkan
studi ke Barat9
Oleh karenanya saat usia 27 tahun (1946) Fazlur Rahman berangkat studi
doctoral di Universitas Oxford Inggris. Ia mengangkat desertasi tentang Ibnu
Sina di bawah bimbingan Profesor S. Van den Bergh dan H.A.R. Gibb, dan
berhasil meraih gelar Ph.D (Philosopy Doctor) pada tahun 1949.10 Padahal
sebelumnya Fazlur Rahman telah pula menyelesaikan Ph.D nya di Lahore, India.
Setelah menyelesaikan belajar hingga Ph.D. – nya, kemudian Fazlur Rahman
memimpin pusat Kajian Islam di Universitas McGill (Institute of Islamic Studies
yang dirintis oleh Wilfred Cantwell Smith)

Sekitar awal tahun 1960 – an Fazlur Rahman kembali ke Pakistan menjadi staf
senior lembaga penelitian di Karachi bernama Institute of Islamic Research.
Lembaga yang dipegang ini dijadikan sebagai wahana pengembangan keilmuan
untuk mengkaji keislaman. Sehingga digagaslah penerbitan Journal Islamic
Studies dan menjadi jurnal ilmiah bertaraf internasional hingga kini. Ia dipercaya
sebagai Direktur lembaga tersebut selama dua tahun (1960 – 1962). Akan tetapi
penunjukkan Fazlur Rahman sebagai direktur lembaga tersebut mendapatkan
resistensi atau penolakan dari kalangan ulama tradisional, Fazlur Rahman
dianggap sebagai kelompok modernis dan telah banyak terkontaminasi dengan

9
Muhaimin, Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman Studi Kritis Pembaharuan Pendidikan Islam
(Cirebon : Pustaka Dinamika, 1999), hlm., 17.
10
Abdul Sani, Lintas Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam, (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 1998), hlm., 256 – 257.

5
pemikiran – pemikiran Barat. Meski pemerintahan Pakistan saat itu dipimpin
oleh Ayyub Khan, yang dalam banyak literatur Ayyub Khan adalah pemimpin
yang memiliki cara pandang modern. Tahun 1964, Fazlur Rahman juga diangkat
sebagai anggota Advisory Council of Islamic Ideology Pemerintah Pakistan.
Kedua lembaga ini mempunyai hubugan kinerja yang sangat erat. Karena data
dan bahan yang digunakan sebagai rancangan Undang – Undang diminta oleh
Dewan Penasehat dari hasil penelitian lembaga riset.11

Setelah delapan tahun berkiprah di Pakistan, tepatnya pada tanggal 5 September


1968, Fazlur Rahman mengajukan pengunduran diri dari jabatannya dan
bersama keluarga memutuskan untuk hijrah ke Amerika Serikat. Kemudian
pada tahun 1969, ia kembali mengajar di Universitas Chicago dan diangkat
sebagai Guru Besar Pemikiran Islam di Universitas tersebut. Fazlur Rahman
mengampu mata kuliah: pemahaman al – Qur’an, filsafat Islam, tasawwuf,
hukum Islam, pemikiran politik Islam, modernisme Islam, kajian tentang tokoh
Islam: al – Ghazali, Ibnu Taimiyah, Shah Wali Allah, Muhammad Iqbal dan
lainnya. Pada tahun 1985, Fazlur Rahman berkesempatan melihat keadaan riil
umat Islam dan Pendidikan Islam di Indonesia, serta memberikan kuliah di
beberapa tempat selama dua bulan. Fazlur Rahman meninggal pada usia 69
tahun, tepatnya pada tanggal 26 Juli 1988 di rumah sakit Chicago, Amerika
Serikat.12

E. Perkembangan Pemikiran dan Karya – karya Fazlur Rahman


Kepulangan Fazlur Rahman ke Paskitan pada tahun 1960 an, digunakannya
untuk mengenalkan ide – ide dan gagasannya terutama di bidang pemikiran
Islam dan pendidikan. Fazlur Rahman membentuk Jurnal Keislaman Islamic
Studies dan Fikru Nazr berbahasa inggris dan Urdhu. Gagasan ilmiah dan
modernitasnya ditebarkan di kalangan umat Islam Pakistan, meskipun upaya
tersebut mendapatkan tantangan (resistensi) dari para Ulama tradisional dan
kaum konservatisme di negerinya sendiri.

11
Khotimah: Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Pendidikan Islam, dalam JURNAL
USHULUDDIN Vol. XXII No. 2, Juli 2014, hlm., 245.
12
Mumtaz Ahmad, In Memoriam Profesor Fazlur Rahman, dalam The American Journal of
Islamic Social Science,Vol. 5, No. 1, 1988, hlm., 2.
6
Namun secara singkat perkembangan pemikiran dan karya – karyanya dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga periode :

a. Periode Pembentukan (Tahun : 1946 – 1960).


Periode ini dimulai saat Fazlur Rahman belajar bersama ayahnya Maulana
Shihabuddin kemudian dilanjutkan di Madrasah dan Perguruan Tinggi di
Pakistan sampai pencarian ilmunya di Oxford Univercity, Inggeris, hingga
Fazlur Rahman kembali ke negerinya, Pakistan. Sebelum kembali ke
Pakistan beliau mengajar selama beberapa saat di Universitas Durham,
Inggris (1946 – 1960).
Pemikiran dan karya – karyanya didominasi oleh hasil karya dengan
pendekatan historis. Yaitu suatu pendekatan yang melihat Islam bukan dari
sisi Al – Qur’an dan Al – Sunnah melainkan Islam yang telah menjadi
realitas dalam kehidupan baik secara individu maupun masyarakat.
Pada periode ini, Fazlur Rahman berhasil menulis tiga karya intelektualnya
yaitu : 1) Avecianna’s Psychology (1952), berisi kajian pemikiran Ibn Sina
yang terdapat pada kitab al-Najat, 2) Prophecy in Islam, Philosophy and
Orthodoxy (1958). 3) Avecianna’s De Anima, being the Psychological Part
of kitab al-Shifa (1959).

b. Periode Perkembangan (Tahun : 1960 – 1968)


Periode perkembangan dimulai sejak kepulangannya dari Inggris ke
Pakistan sampai menjelang keberangkatannya kembali ke Chicago, Amerika
Serikat (1960 – 1968). Pada periode ini pemikiran Fazlur Rahman mulai
beranjak dari pendekatan historis menuju ke normatif. Maksudnya, Fazlur
Rahman berusaha memahami Islam (Al – Qur’an dan Al – Sunnah) untuk
menyelesaikan problem – problem di Pakistan. Perode perkembangan
ditandai dengan dipubikasikannya artikel – artikel dalam Journal Islamic
Studies hingga menjadi jurnal ilmiah bertaraf internasional, juga buku yang
banyak diperbincangkan para akademisi seperti : Islamic Metodology and
History (1965) dan Islam (1966).

7
c. Periode Kematangan (Tahun : 1968 – 1988)
Periode ini dimulai sejak kedatangan Fazlur Rahman di Amerika sampai
kewafatannya tahun 1988. Secara epistimologis beliau berhasil
menggabungkan pendekatan historys dan normative menjadi metode yang
sistematis dan komprehensif untuk memahami Al – Qur’an, yang pada
akhirnya disempurnakan menjadi metode “suatu gerakan ganda” (a
double movement). Karya – karya Fazlur Rahman pada periode ini adalah
buku Philosophy of Mulla Sadra Shirazi (1976), dan Major Themes of the
Qur’an (1980), Islam and Modernty : Transformation of Intellectual
Tradition (1982), Healt and Medicene in Islamic Tradition (1987) juga
banyaknya artikel dalam jurnal internasional dan ensiklopedia.13

13
Sutrisno, Fazlur Rahman Kajian terhadap Metode, Epistimologi, dan Sistem Pendidikan
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 65 – 84.
8
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Pendidikan
Kata pendidikan dalam kamus kontemporer Bahasa Indonesia, diartikan sebagai
proses pengubahan cara berfikir atau tingkah laku dengan cara pengajaran,
penyuluhan, dan latihan proses mendidik (Peter dan Penny, 1991 : 353).
Pendidikan yang dimaksudkan dalam makalah ini tentu saja bukan sekedar
definisi seperti yang tersebut di atas. Karena ikatan kata Islam yang akan
membatasi sekaligus menjadi ciri khusus pendidikan yang diharapkan menjadi
pemicu bangkitnya umat Islam di masa yang akan datang. Sehingga pendidikan
Islam merupakan starting point untuk mengubah paradigma ulama yang masih
memiliki pemikiran tradisional menjadi modern.
1. Pendidikan Islam
Terminologi pendidikan Islam yang dimaksud adalah istilah yang diambil
dari khasanah ke – ilmuan yang bersumber pada al- Quran dan atau as –
Sunnah, atau bisa jadi definisi yang dihasilkan dari interaksi pemahaman
para ulama salaf terkait dengan pendidikan anak manusia. Pembatasan ini
bukan untuk dipertentangkan dengan konsep pendidikan Islam menurut
Fazlur Rahman melainkan untuk memberikan wawasan dan preknowledge
dalam memahami konsep pendidikan menurut Fazlur Rahman. Sehingga
pendekatan istilah dalam makalah ini sebisa mungkin terbatas pada kajian
istilah dan mengurangi pendekatan historis. Meski pada kenyataannya
bahwa terminologi pendidikan Islam adalah produk sejarah pemikiran
manusia.
Pendidikan “Islam” dalam bahasa Arab diungkapkan dengan kalimat yang
bervariasi. Masing – masing memiliki tekanan makna yang berbeda – beda,
begitupun akar kata yang tidak sama antara satu dengan yang lain,
Ungkapan pendidikan dalam bahasa Arab yang dimaksud adalah :

a. Ta’lim -َ‫ تــَعَـلَيـــم‬-َ berasal dari akar kata : َ‫ َ َيـَعَـلَم‬-َ َ‫عَـلَم‬ - berarti
pengajaran,
Pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian,
pengetahuan atau keterampilan. Muhammad Rasyid Rida memberikan

9
definisi al – ta'lim sebagai proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan
pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu14.
Penta’rifan itu berpijak dari firman Allah SWT. surat Al – Baqarah [2] :
31 ;

َ‫وعلمَ َآدمَ َاألسماءَ َكلها َثمَ َعرضهمَ َعَلى َالَمالئَكةَ َفقَالَ َأنبئوني‬
)31(ََ‫بأسماءََهؤالءََإنََكنتمََصادقين‬
Artinya : Dan Dia ajarkan kepada Adam nama – nama
(benda)semuanya, kemudian Dia perlihatkan kepada Malaikat seraya
berfirman, “Sebutkanlah kepadaku nama – nama (benda) ini, jika kamu
termasuk yang benar.

Kata ‘allama pada ayat di atas Tuhan mengajarkan kepada Nabi Adam
as., sedangkan proses transmisi itu dilakukan secara bertahap
sebagaimana Nabi Adam A.S. menyaksikan dan menganalisis asma
yang diajarkan oleh Allah kepadanya15.
Muhammad Naquib Al – Attas berpadangan bahwa ada konotasi
tertentu yang dapat membedakan antara term al-tarbiyah dari al-ta‘lim,
yaitu ruang lingkup al-ta'lim lebih universal daripada ruang lingkup al-
tarbiyah sebab, al-tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan dan
hanya mengacu pada kondisi eksistensial. Lagi pula, makna al-tarbiyah
lebih spesifik karena ditujukan pada objek-objek pemilikan yang
berkaitan dengan jenis relasional, mengingat pemilikan yang
sebenarnya hanyalah Allah. Akibatnya, sasarannya tidak hanya berlaku
bagi umat manusia tetapi tercakup juga spesies-spesies yang lain.

b. Tarbiyah - َ‫تــربٍيـــة‬- berasal dari akar kata :-َ ‫ رَبـي يرَبـى‬- berarti
memelihara, mengasuh juga mendidik.

Kata “al – tarbiyah” merupakan masdar dan rabba, yurabbiy, tarbiyat


dengan wazan fa‘ala, yufa‘ilu, taf'ilan”. Kata ini ditemukan dalam Al –
quran Surat Al – Isra’ [17] : 24

14
Muhammad Rasyid Rida, Tafsir al-Quran al-Hakim; Tafsir al-Manar, (Beirut, Dar al-
Fikr, Juz VII, 1373 H), hlm., 262.
15
Muhammad Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1992),
hlm., 66.

10
َ‫واخفضََلهماَجناحََالذُّلََمننََالرحمنةََوقنلََربنيَارحمهمناَكمنا‬
)24(َ‫يرا‬ً ‫ربيانيَصغ‬
Artinya : “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidikku waktu kecil “.

Terjemahan ayat di atas, kata al – tarbiyah digunakan untuk


mengungkapkan pekerjaan orang tua yang mengasuh anaknya sewaktu
kecil. Pengasuhan itu meliputi pekerjaan: memberi makanan, minuman.
pengobatan, memandikan, menidurkan dan kebutuhan lainnya sebagai
bayi. Semua itu dilakukan dengan rasa kasih sayang.
Beberapa pengkaji telah menyusun definisi pendidikan dari ketiga asal
kata al - Tarbiyah: Imam al-Baidawi (wafat: 685), dalam tafsirnya
“Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta ‘wil “, mengatakan makna asal al-
Rabb adalah al-Tarbiyah yaitu: menyampaikan sesuatu sedikit demi
sedikit hingga sempurna. Kemudian kata itu dijadikan sifat Allah Swt.
sebagai mubalaghah (penekanan).
Dalam buku mufradat, al – Raghib al-Ashfahani (wafat: 502 H),
menyatakan bahwa makna asal al-Rab adalah al-Tarbiyah, yaitu:
memelihara sesuatu sedikit demi sedikit hingga sempurna16 Sehingga
dapat disimpulkan bahwa al - tarbiyah terdiri dari empat unsur:
(1). Menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang baligh.
(2). Mengembangkan seluruh potensi dan kesiapan yang bermacam-
macam
(3). Mengarahkan seluruh fitrah dan potensi anak menuju kepada
kebaikan dan kesempurnaan yang layak baginya.
(4). Proses ini dilaksanakan secara bertahap.

c. Al - Ta’diib –َ ‫ – تــأديب‬berasal dari akar kata : َ‫ ََََيــَأدب‬-َ َ‫ َأدب‬berarti


mengajarkan sopan santun.

Ta‘diib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-


angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat

16
Al-Raghib Al-Ashfahaniy, al-Mufradat Alfāz al-Qur’ān, (Beirut : ad-Dar asy-Syamiyah,
1992), hlm., 336.
11
dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa,
sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan
dan keagungan Tuhan di dalam tatanan wujud dan keberadaannya.
(Attas: 66). Pengertian ini berdasarkan Hadis Nabi Muhammad SAW:

‫أدَبنىَربىَفأحسنَتأديبى‬
Artinya : "Tuhanku telah mendidikku dan telah membaguskan
pendidikanku".

Dalam struktur telaah konseptualnya, al-ta‘dib sudah mencakup unsur-


unsur pengetahuan (al-‘ilm), pengajaran (al-ta'lim), dan pengasuhan
yang baik (al-tarbiyah)17. Sehingga, kata al – ta'dib lebih lengkap
sebagai term yang mendeskripsikan proses pendidikan Islam yang
sesungguhnya, dari proses ini diharapkan lahir insan – insan yang
memiliki integritas kepribadian yang utuh dan lengkap.18

Pendidikan Islam yang dimaksud dalam makalah ini, tidak jauh


berbeda dengan rumusan yang telah dikemukakan oleh para pakar
pendidikan Islam di atas. Pendidikan Islam yang dimaksud adalah
bimbingan yang diberikan kepada seseorang atau kelompok orang
kepada orang lain atau masyarakat agar orang lain atau masyarakat itu
berkembang secara maksimal sesuai dengan petunjuk ajaran Islam.

2. Pendidikan Islam Fazlur Rahman

Fazlur Rahman menfokuskan penelitian tentang Pendidikan Islam di


beberapa negara seperti Pakistan, Arab, Turki dan Indonesia, juga
mencermati proses pendidikan di dunia Barat seperti Inggeris dan Amerika.
Pendidikan Islam yang ditawarkan oleh Fazlur Rahman dengan setting

17
Muhammad Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, (Bandung: Mizan, 1992),
hlm. 74 – 75.
18
Al – Attas mengemukakan bahwa untuk menghindari agar pendidikan tidak hanya mengarah pada aspek
intektual saja, maka pendidikan harus dibahasakan dengan istilah al – ta’diib dan tidak sekedar al – Ta’liim
atau al – Tarbiyyah. Senada dengan Al – Attas, At – Thiyyah Al – Abrasy mengidentikan pendidikan Islam
dengan pendidikan moral dan akhlak (al – Tarbiyyatu al – Akhlaaqiyyah) lihat Muhammad Naquib Al – Attas,
Aims and Objective of Islam Education, (Jeddah : King Abd. Aziz University, 1979), hlm. 5 – 6, bandingkan
dengan At- Thiyyah Al – Abrasy, Al – Tarbiyyah Al – Islamiyyah, (Mesir : Daar al – Fikr, 1970), hlm. 1

12
sejarah saat itu, adalah hal baru bagi masyarakat, sehingga sebagian mereka
berpendapat bahwa konsep pendidikan Fazlur Rahman adalah perwakilan
dunia Barat yang tidak boleh diterima di dunia Timur. Karena dunia Barat
telah terkontaminasi dengan berbagai pemahaman atas teks al – Quran
maupun as – Sunnah, di sisi lain dunia Timur telah menjalankan proses
pendidikan secara “tradisional” yang sudah berjalan sekian abad lamanya.
Namun jika dilihat dari pemikiran Fazlur Rahman terkait dengan pandangan
Ulama Timur terhadap pemikiran Barat hal tersebut sangat bertolak
belakang. Sebagaimana diungkapkan dalam muqaddimah karyanya “Islam”
sebagai berikut :
…bahwa pembaharuan Islam bagaimanapun yang harus dilakukan,
mestilah dimulai dengan pendidikan….19

Menurut Fazlur Rahman meskipun telah dilakukan usaha – usaha


pembaharuan pendidikan Islam, namun dunia pendidikan Islam masih tetap
saja dihadapkan kepada beberapa problem. Tujuan pendidikan Islam yang
ada sekarang ini tidaklah benar – benar diarahkan kepada tujuan yang
positif.
Tujuan pendidikan Islam hanya diorientasikan kepada kehidupan akhirat
semata dan cenderung bersifat defensif20, yaitu untuk menyelamatkan kaum
muslimin dari pencemaran dan pengrusakan yang ditimbulkan oleh dampak
gagasan Barat yang datang melalui berbagai disiplin ilmu, terutama gagasan
– gagasan yang mengancam akan meledakkan standar-standar moralitas
tradisional Islam.21
Pada saat terjadi kegelisahan spiritual dan akademik tersebut strategi
pendidikan Islam yang dikembangkan secara umum di seluruh dunia Islam
masih cenderung bersifat dikotomis, sehingga tidak bisa melahirkan umat

19
Yayah Hidayah, Fazlur Rahman : Kiai dari Chicago, (Amanah, Vol., III, No. 60 (21)
Oktober – 3 November, 1988), hlm., 60.
20
Fazlur Rahman, Islam and Moderity Transformation of Intelectual Tradition, (Chicago
and London: The University of Chicago Press, 1984), hlm., 46.
“…The Curren Strategy, as we shaal presently, is sot so much aimed at a positive goal: it seems rather to be avery
devensife one: to save thhe minds of Muslim from being spoiled or even destroyed under the impact of wasters ideals
coming through various desciplines, particulary ideas that threaten to undermine the traditional standarts of Islam is
morality…”

21
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas: Tentang Transformasi Intelektual, (Bandung :
Pustaka, 1995), hlm., 86.

13
Islam yang mempunyai komitmen spiritual dan intelektual yang mendalam
terhadap Islam.22
Berangkat dari berbagai pengalaman dan pengamatan yang dilakukan,
Fazlur Rahman memberikan konsep pendidikan sebagai berikut :

Menurutnya, bahwa pendidikan dapat mencakup dua pengertian besar:


a. Pendidikan dalam pengertian praktis, yaitu pendidikan yang
dilaksanakan di dunia Islam, seperti yang dilaksanakan di Pakistan,
Mesir, Sudan, Sauidi, Iran, Turki, Maroko, dan sebagainya, mulai dari
pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Dalam konteks Indonesia,
meliputi pendidikan di pesantren, madrasah (mulai dari tingkat ibtidaiyah
sampai dengan aliyah), dan di perguruan tinggi Islam bahkan dapat juga
mencakup pendidikan agama Islam di sekolah mulai dari tingkat dasar
sampai hingga lanjutan atas, serta pendidikan agama Islam di perguruan
tinggi umum.
b. Pendidikan Islam dalam arti intelektualisme Islam, seperti
diselenggarakan di perguruan tinggi. Selain itu pendidikan Islam menurut
Rahman, dapat juga dipahami sebagai proses untuk menghasilkan
manusia integratif, yang padanya terkumpul sifat-sifat seperti kritis,
kreatif, dinamis, inovatif, progresi, adil, jujur, dan sebagainya.
Lebih jauh Fazlur Rahman juga menekankan aspek moral. Ia
mengatakan, bahwa tanggung jawab pendidikan yang pertama adalah
menanamkan pada pikiran – pikiran siswa mereka dengan nilai – nilai
moral. Pendidikan Islam haruslah didasarkan pada idiologi Islam23.
Lulusan atau ilmuan yang dihasilkan pendidikan yang demikian itu
diharapkan dapat memberikan alternatif solusi atas problem-problem
yang dipahami oleh manusia di muka bumi.

3. Tujuan Pendidikan

22
Ahmad Syafii Maarif, Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia, (Bandung : Mizan,
1993), hlm., 146.
23
Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernistas: Studi Atas Pemikiran Hukum
Fazlur Rahman, (Bandung: Mizan, 1993), hlm., 133.
“...The purpose of education according to the Qur’an, is to develop the inner faculties of man in such a way that all the
knowlwdgw gained by will become organic to his total creative personality....”

14
Salah satu problem dunia pendidikan Islam Menurut Fazlur Rahman adalah
tujuan pendidikan yang hanya berorientasi pada keakhiratan semata – mata.
Hal tersebut tentu akan menjadikan stagnasi dalam berfikir untuk survival
dalam meraih kesuksesan dunia sekaligus bersumber pada Al – Quran dan As
– Sunnah.24 Oleh karenanya menurut Fazlur Rahman tujuan tersebut harus
segera dirubah, sehingga terjadi keseimbangan antara tujuan akhirat dan
dunia. Selanjutnya Fazlur Rahman menguraikan bahwa tujuan pendidikan
adalah sebaga berikut :
a. Mengembangkan manusia sedemikian rupa, sehingga semua pengetahuan
yang diperolehnya akan menjadi organ pada keseluruhan pribadi yang
kreatif, yang memungkinkan manusia dapat memanfaatkan sumber –
sumber alam untuk kebaikan umat manusia dan untuk menciptakan
keadilan, kemauan dan keteraturan dunia.25
b. Menanamkan komitmen-komitmen nilai melalui al – tarbiyah
(pendidikan moral) dan mengkomunikasikan pengetahuan ilmiah melalui
al – ta’lim (pengajaran)”26
c. Menekankan aspek moral. Ia mengatakan, bahwa tanggung jawab
pendidikan yang pertama adalah menanamkan pada pikiran-pikiran siswa
dengan nilai-nilai moral. Pendidikan Islam didasarkan pada ideologi
Islam.27
d. Harus diorientasikan kepada kehidupan dunia dan akhirat sekaligus
bersumber pada Al-Qur’an. Dengan demikian, perpaduan ilmu

24
Fazlur Rahman, The Qur‟anic Solution of Pakistan’s Educational Problem’s, Islamic
Studies, (Vol. 6, No. 4, tahun 1967), hlm., 315.
25
Fazlur Rahman, The Qur’anic Solution of Pakistan’s Edication Problems, dalam
Sutrisno, Kajian Terhadap Epistimologi dan Sistem Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, Cet.1, 2006), hlm., 171.
26
Khotimah, Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Pendidikan Islam, (Journal Ushuluddin,
Vol. XXII No. 2, Juli 2014), hlm., 246.

27
Sutrisno, Fazlur Rahman, Kajian terhadap Metode, Epistemologi dan Sistem Pendidikan,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006), hlm., 171.
15
pengetahuan yang tidak saling memisahkan akan saling melengkapi baik
ilmu agama maupun ilmu pengetahuan umum (science).28
e. Menyelamatkan manusia dari diri sendiri oleh diri sendiri.29
f. Tujuan pendidikan menurut al – Qur’an adalah untuk mengembangkan
manusia sehingga semua ilmu pengetahuan yang diperolehnya akan
menjadi organ pada keseluruhan pribadi yang kreatif, yang
memungkinkan manusia memanfaatkan sumber-sumber alam untuk
kebaikan umat manusia dan untuk menciptakan keadilan, kemajuan, dan
keteraturan dunia.30

Melihat deskripsi di atas, dapat disimpulkan bahwa Fazlur Rahman


memiliki corak pemahaman tentang tujuan pendidikan islam yaitu; tujuan
pendidikan Islam yang diarahkan pada optimalisasi kemampuan dan
potensi manusia melalui pemahaman ilmu pengetahuan yang bersinergi
dan tidak terpisahkan baik ranah ilmu pengetahuan agama dan ilmu
pengetahuan umum (aspek kognitif), sehingga akan menghasilkan
temuan-temuan dari alam yang dapat berguna bagi manusia yang lainnya
(aspek psikomotorik). Selain ia juga mengarahkan pada penanaman
moral pada peserta didik yang berdasarkan nilai-nilai moral Islam (aspek
afektif).

B. Modernisasi Pendidikan Islam


1. Pendekatan Pendidikan Islam
Menurut Fazlur Rahman ada tiga pendekatan pembaharuan
pendidikan yang harus dilakukan yaitu :
Pertama, mengislamkan pendidikan sekuler modern. Pendekatan ini
dilakukan dengan cara menerima pendidikan sekuler modern yang telah
berkembang pada umumnya di Barat dan mencoba untuk -

28
Muhaimin, Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman Studi Kritis Pembaharuan Pendidikan
Islam, (Cirebon : Pustaka Dinamika, 1999), hlm., 105.
29
Sutrisno, Fazlur Rahman, Kajian terhadap Metode, …. hlm., 171.
30
Fazlur Rahman, The Qur’anic Solution Of Pakistan.... hlm., 315.
16
mengislamkannya, yaitu mengisinya dengan konsep-konsep kunci tertentu
dari Islam. Ada dua tujuan dari mengislamkan pendidikan sekuler modern
ini yaitu : (1) Membentuk watak para pencari ilmu dengan nilai Islam dalam
kehidupan individu dan masyarakat, (2) Memungkinkan para ahli yang
berpendidikan modern mentransformasikan bidang kajiannya masing –
masing dengan nilai – nilai Islam pada perangkat – perangkat yang lebih
tinggi, atau menggunakan perspektif Islam untuk mengubah kandungan
maupun orientasi kajian – kajian mereka.31
Rasulullah SAW. sendiri diperintahkan untuk berdo‘a kepada Allah SWT
sebagaimana dalam Q.S. Thaha [20] :114 :

َُّ ‫فتعالى َّللاَ َالملكَ َالح‬


ََ‫ق َوال َتعجلَ َبَالقرآنَ َمنَ َقبلَ َأَنَ َيقضى َإليك‬
)114(َ‫وحيهََوقلََربََزدنيَعل ًما‬
Artinya : Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang sebenar – benarnya. Dan
janganlah engkau (Muhammad) tergesa – gesa (membaca) al – Quran
sebelum selesai diwahyukan kepadamu, maka katakanlah, “Ya Tuhanku,
tambahkanlah ilmu kepadaku”

Hal ini menunjukkan bahwa al – Qur‘an sendiri dengan tegas berpandangan


bahwa semakin banyak ilmu yang dimiliki seseorang akan semakin
bertambah pula iman dan komitmennya terhadap Islam. Akan tetapi, sikap
sebagian Muslim terhadap ilmu pengetahuan tidak mencerminkan isi
kandungan ayat al – Qur‘an di atas. Mereka memandang stereotip kepada
orang yang mempersandingkan ilmu pengetahuan dengan al – Qur‘an.
Menurut pandangan mereka bahwa ilmu pengetahuan yang tinggi dan iman
itu bersifat disfungsional atau saling melemahkan satu terhadap yang lain.
Dengan demikian ilmu pengetahuan tampak betul–betul sekuler atau
kalaupun tidak dipandang demikian, ia bisa dipandang secara positif
merugikan iman.32
Kedua, menyederhanakan silabus – silabus tradisional. Pendekatan ini
diarahkan seluruhnya dalam kerangka pendidikan tradisional itu sendiri.

31
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas : Tentang Transformasi Intelektual, (Bandung :
Pustaka Pelajar, 1995), hlm., 131.
32
Ibid., hlm., 135.
17
Pembaharuan ini cenderung menyederhanakan silabus-silabus pendidikan
tradisional yang sarat dengan materi-materi tambahan yang tidak perlu.
Ketiga, menggabungkan cabang – cabang ilmu pengetahuan baru. Menurut
Fazlur Rahman integrasi atau penggabungan pada umumnya bersifat
mekanis dan hanya menyandingkan ilmu pengetahuan yang lama dengan
ilmu pengetahuan yang modern. Situasi ini diperburuk dengan masih
minimnya jumlah buku yang tersedia di perpustakaan. Selain itu, ia
berpendapat bahwa, kedangkalan dan kekakuan dalam pendidikan adalah
penyebab terjadinya kemacetan intelektualisme Islam, terutama berupa
sikap para ulama ortodok terhadap ilmu pengetahuan sekuler, yang
tampaknya ingin memadamkan semangat penelitian yang besar dan
keseluruhan pertumbuhan ilmu pengetahuan positif.33

Kemacetan intelektualisme yang tersebut, diduga kuat oleh Fazlur Rahman


sebagai sebab utama munculnya semacam sekularisme di dunia Islam pada
masa pra – modernis. Hal itu mempengaruhi jalannya Islam modern,
khususnya di bidang pendidikan, meskipun ada perbedaan – perbedaan
substansial dalam sifat perkembangan – perkembangan modern di berbagai
kawasan Muslim. Perbedaan tersebut disebabkan oleh adanya empat faktor.
Pertama, kawasan budaya tertentu tetap mempertahankan kedudukannya vis
– à – vis terhadap ekspansi politik Eropa, baik de jure atau pun de facto.
Kedua, watak organisasi ulama atau kepemimpinan keagamaan, dan
hubungan mereka dengan lembaga-lembaga pemerintah; ketiga, keadaan
perkembangan pendidikan Islam dan budaya yang menyertainya sebelum
terjadinya penjajahan, dan keempat, sifat kebijakan penjajah kolonial secara
keseluruhan dari negara penjajah tertentu – seperti Inggris, Perancis atau
Belanda.34

2. Problematika Pendidikan Islam


Pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman masih mengalami ketertinggalan
dalam berbagai bidang yang sangat mendasar. Sebagaimana dijelaskan

33
Fazlur Rahman, Islam, (Chicago: The University of Chicago Press , 1979), hlm., 5.
34
Ibid., hlm., 50.
18
pada pembahasan – pembahasan sebelumnya seperti kemacetan intelektual,
tujuan pendidikan juga merupakan hal hal yang menyebabkan mandeg–nya
Pemikiran Islam termasuk sektor pendidikan. Sehingga berbagai aspek
pendidikan Islam tampak masih berada dalam kondisi yang
memprihatinkan. Fazlur Rahman memberikan analisanya terkait dengan hal
tersebut, disamping kondisi pendidik (mu’allim) dan peserta didik yang
secara kualitas masih perlu terus ditingkatkan. Ada enam hal yang menjadi
problem dasar pendidikan Islam.
a. Tujuan Pendidikan
Tujuan Pendidikan memiliki peran sentral dalam upaya mencetak para
mahasiswa menjadi manusia – manusia yang diharapkan masa depan.
Fazlur Rahman mengamati, bahwa pada aspek tujuan ini Pendidikan
Islam mempunyai persoalan serius, tujuan pendidikan selama ini hanya
bersifat difensif dan cenderung berorientasi hanya untuk kehidupan
akhirat saja, hal itu tentu harus segera dirubah. Tujuan pendidikan yang
hanya berorientasi pada ke akhiratan saja, ini bisa muncul karena adanya
faktor penekan, yang tumbuh subur akibat tekanan psikologis umat Islam
dalam menghadapi dunia Barat yang lebih maju dan atau sebagai saingan
sepanjang sejarah. Hal itu semakin menjadi akut karena faktor psikologis
yang lain, dimana umat Islam sebagai pihak yang “kalah”. Tentu saja
kondisi demikian berbanding terbalik dengan posisi umat Islam klasik
dahulu, dimana umat Islam sebagai pemenang dan penguasa peradaban.
Tujuan Pendidikan Islam harus diorientasikan kepada kehidupan dunia
dan akhirat sekaligus serta bersumber kepada al Qur‘an.35 Menurutnya
bahwa : Tujuan pendidikan dalam pandangan al – Qur’an adalah untuk
mengembangkan kemampuan inti manusia dengan cara sedemikian rupa
sehingga seluruh ilmu pengetahuan yang diperolehnya akan menyatu
dengan kepribadian kreatifnya.

b. Persoalan Ideologis

35
Fazlur Rahman, The Qur’anic Solution of Pakistan’s ...., hlm., 315.

19
Terjadinya disparitas antara perintah menuntut ilmu dalam al – Qur’an
dan as – Sunnah dengan realitas ummat Islam pada sisi yang lain, adalah
salah satu penyebab pendidikan Islam tidak mengalami perkembangan
seperti yang diharapkan Fazlur Rahman. Begitu banyak ayat dan hadits
yang menyatakan pentingnya ilmu. Akan tetapi kondisi umat jauh
panggang dari api dalam menyikapi ilmu itu sendiri. Sebagai contoh,
wahyu pertama dengan perintah iqra’ nya, juga ditemukan banyak sabda
Rasulullah SAW tentang kewajiban menuntut ilmu, sekaligus motivasi
eksternal berupa kebahagiaan dan kedudukan mulia bagi mereka yang
berilmu. Semuanya merupakan hal – hal ideologis bagi setiap individu
maupun masyarakat muslim. Namun seperti yang terlihat dan terjadi di
negara – negara dengan penduduk mayoritas muslim, atmosfir ilmiah
belum beranjak dari ruang – ruang yang selama ini seakan terkunci rapat.
Padahal firman Allah SWT, tentang wajibnya kita berilmu dan upaya
untuk terus menambah ilmu dengan tegas dicantum dalam ayat – Nya
Q.S. Thaha [20] :114 :

)114(َ‫وقلََربََزدنيَعل ًما‬...
Artinya : .... maka katakanlah, “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu
kepadaku”.36

Begitu juga hadits Rasulullah SAW terkait dengan hal ini adalah :

36
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathu al Barri: bi-Syarhi Shahih al Bukhary, Jilid I, hlm. 92. Ia
berkata :

ََ‫َربَزدنيَعل ًماَ)َواضحَالداللةَفيَفضلَالَعلمَ؛َألنََّللاَتعالَىَلمَيأمَرَنبيهَصلىَّللا‬:َ‫(َوقولهَعزَوجل‬
َ‫َوالمَرادَبَالعلَمَالعلمَالشَرعيَالذيَيفيدَمعرفةَمَاَيجب‬،َ‫عليهَوسلمَبطلبَاالزديادَمنَشيءَإالَمنَالعلم‬
َ‫َوتنزَيههَعن‬،َ‫َومَاَيجبَلهَمنََالقيامَبأمره‬،َ‫َوالعلمَباّللََوصَفاته‬،َ‫علىَالمكلفَمنَأمرَعباداتهَومعامالته‬
.‫النقائض‬

“Firman Allah Ta’ala (yang artinya),’Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’ mengandung dalil
yang tegas tentang keutamaan ilmu. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah memerintahkan Nabi-Nya
shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta tambahan sesuatu kecuali (tambahan) ilmu. Adapun yang
dimaksud dengan (kata) ilmu di sini adalah ilmu syar’i. Yaitu ilmu yang akan menjadikan seorang mukallaf
mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan
sifat-sifatNya, hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari
berbagai kekurangan”. (Fathul Baari, Jilid 1, hlm., 92.)

20
َ‫َطَلَبَ َاَلعَلَمَ َفَرَيَضَةَ َعَلَي‬:َ‫قالَرسولَهللاَصلىَهللاَعليهَوسلم‬
َ ََ‫كَلََمَسَلَم‬
َ - ‫ رواهَإبنَماجه‬-
Artinya : Rasulullah SAW bersabda : mencari ilmu itu wajib bagi setiap
muslim (baik laki – laki maupun perempuan). H.R. Ibnu Majah.37

Terlebih apabila kajian mengenai hal ini dikaitkan dengan banyak ayat
yang mengungkapan kata “al – ‘ilm” dengan kata derivat nya (disebut
sebanyak 854 kali) dalam al – Quran dan menempati urutan kedua
setelah lafadz Allah.
Sehingga wajar jika seorang Fazlur Rahman berpendapat bahwa, problem
pendidikan Islam yang paling mendasar dewasa ini adalah problem
ideologis. Artinya kaum Muslim tidak dapat mengaitkan secara efektif
pentingnya ilmu pengetahuan dengan orientasi ideologisnya. Akibatnya,
masyarakat Muslim tidak terdorong untuk belajar. Tampaknya secara
umum terdapat kegagalan dalam mengaitkan prestasi pendidikan umat
Islam dengan amanah ideologi mereka.38
HASIL PENGAMATAN - 3 : PENGAJARAN ILMU

“YANG
DITERIMA”
TRADISIONAL PASIF
PRA MODERN “YANG
TERSIMPAN
LAMA”
ILMU

HARUS DICARI
AKTIF,
MODERN KREATIF
DAN
HARUS INOVATIF
DITEMUKAN

Gambar 1 : Pengajaran Ilmu

c. Dualisme Sistem Pendidikan


Salah satu problem mendasar Pendidikan Islam menurut Fazlur Rahman
adalah adanya sistem pendidikan tradisional (agama) dan di sisi lain ada
pendidikan modern (sekuler). Sistem pendidikan Islam, cenderung berada
pada wilayah tradisional apapun materinya. Pendidikan tradisional

37
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (Maktabah Al – Syaamilah, tp, tt.), hadist no. 224.
Hadist dishahihkan oleh Syaikh Al – Bani dalam Kitab Al – Shahiih wa Al – Dha’iif,
hlm., 67.
38
Zaprulkhan: Filsafat Pendidikan Islam dalam Journal Epistemé, (Vol. 9, No. 2,
Desember 2014), hlm., 339.

21
dimulai dari madrasah ibtidaiyah sampai perguruan Tinggi Islam, pada
gilirannya para alumni lembaga tradisional melahirkan para lulusan yang
begitu tertinggal sehingga hasilnya betul – betul mengecewakan.
Kebanyakan produk dari sistem tersebut tidak mampu hidup di dunia
modern dan tidak bisa mengikuti perkembangan zaman.
Sedangkan sistem pendidikan sekuler modern (umum) yang dilaksanakan
mulai dari sekolah dasar sampai Perguruan Tinggi Umum telah
berkembang tanpa menyentuh sama sekali ideologi dan nilai – nilai
Islam. Hasilnya sangat tragis karena dasar dari rasa jujur dan
tanggungjawab pun tidak muncul. Dengan demikian, kedua sistem
pendidikan tersebut sama – sama tidak tepat bagi Fazlur Rahman.
Keduanya menghasilkan manusia yang tidak terasing dizamannya dan
pada saat bersamaan ada manusia hasil pendidikan yang kehilangan
sebagian rasa kemanusiaannya.

Fazlur Rahman menawarkan upaya konkret untuk mengintegrasikan


keduanya. Paradigma – paradigma yang mendasari lahirnya perguruan
tinggi Islam perlu ditinjau kembali, sangat mungkin saat ini sudah tidak
relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan
pembangunan lokal, nasional, maupun internasional.
Al – Qur’an menyuruh manusia mempelajari kejadian yang ada pada diri
mereka sendiri, alam semesta dan sejarah umat manusia di muka bumi
dengan cermat dan mendalam serta mengambil pelajaran darinya agar
dapat menggunakan pengetahuannya dengan tepat.39
Dengan demikian secara epistemologi Islam, ilmu pengetahuan sudah
terkandung secara esensial dalam al – Qur’an. Beragama artinya sudah
berilmu dan ketika berilmu artinya juga sudah beragama. Melalui
perspektif ini, hakikatnya tidak ada dikotomi antara agama dan ilmu
pengetahuan.

39
Sutrisno, Fazlur Rahman, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006), hlm., 208.

22
HASIL PENGAMATAN - 4: DUALISME SISTEM PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

AGAMA UMUM
“tradisional” “Sekuler “

PT
MI MTs MA SD SMP SMA PTU
IS

TERTINGGAL : TIDAK MAMPU HIDUP TRAGIS : TANPA RASA KEJUJURAN


DI ZAMAN MODERN/KUDET DAN TANGGUNGJAWAB

KEBEBASAN :
MEMENJARKAN OTAK
MATERIALISME DAN
DAN JIWA DALAM
RUSAKNYA
KURUNGANNYA
KEMANUSIAAN

Gambar 2 : Dualisme Sistem Pendidikan

d. Kelemahan Bahasa
Pernyataan Fazlur Rahman dalam soal penguasaan bahasa yang ditujukan
kepada umat Islam sesungguhnya sangat keras dan pedas. Ia menyatakan
bahwa umat Islam lemah di bidang bahasa, bahkan umat Islam adalah
masyarakat tanpa bahasa.
Fazlur Rahman berfikir bahwa konsep – konsep murni (orisinil dan
otentik) tidak pernah muncul dalam pikiran kecuali dilahirkan dengan
kata – kata (bahasa). Jika tidak ada kata – kata (karena tidak ada bahasa
yang memadai), konsep – konsep yang bermutu tidak akan muncul.
Akibatnya, peniruan dan pengulangan seperti halnya burung Beo adalah
bukanlah pemikiran orisinal dan otentik.
Fazlur Rahman menawarkan persoalan bahasa ini dengan pendapatnya
bahwa kontroversi bahasa yang sering dikemukakan, hendaknya
dipisahkan dari emosionalisme politik dan umat.40

e. Metode Pendidikan Islam


Pengamatan Fazlur Rahman tentang metode Pendidikan Islam
memberikan gambaran kepada kita bahwa metode pendidikan saat itu
jauh dari konsep bijak yang mengatakan :

َ َ‫اَلطَرَيَقَةََأَهَ َُّمَمَنََاَلمَادَة‬
40
Ibid., hlm., 174 – 175.

23
Artinya : “Metode pengajaran itu lebih penting dari pada materi itu
sendiri.”

Tampaknya Pendidikan Islam lebih berkonsentrasi pada buku – buku


ketimbang subjek belajar. Peserta didik lebih banyak menghafal, bukan
mengolah pikiran secara kreatif. Berkaitan dengan praktik ini,
pertumbuhan konsep pengetahuan menjadi tidak berkembang bahkan
terhenti. Pada kondisi seperti ini, ilmu pengetahuan bukan merupakan
hasil kreatifitas akal dan pemahaman, melainkan sesuatu yang diperoleh.
Hal-hal yang ada baik di dalam buku-buku maupun pada pikiran - pikiran
guru telah diperoleh dan tersimpan lama. Inilah yang disebut dengan
ilmu. Apabila konsep ilmu seperti tersebut di atas, maka wal hasil konsep
itu akan bertentangan dengan pandangan al-Qur’an yang memiliki
semangat bahwa pengetahuan itu tumbuh dan berkembang terus menerus.
Sayangnya, tragedi ini juga terjadi pada lembaga–lembaga pendidikan
“modern” Islam, yaitu belajar dengan menghafal secara besar–besaran
dan pengajaran buku – buku teks serta pelaksanaan ujian secara terus
menerus. Di dunia Islam, pertentangan menjadi lebih tajam lagi oleh
adanya pertentangan antara ilmu “yang disampaikan” atau ilmu
tradisional (naql atau sami’) disatu pihak dan ilmu rasional di lain
pihak (tatadabbaruun atau tubshiruun).
Dalam hal ini Fazlur Rahman mengingatkan pada seluruh dunia Islam
untuk segera beranjak dari metode menghafal dan mengulang – ulang
menuju kepada metode memahami dan menganalisis secara kritis –
konstruktif.41
Inilah salah satu problem pendidikan yang sangat dikritisi oleh Fazlur
Rahman. Ia melihat kelemahan mendasar dari ilmu pengetahuan Islam,
sebagaimana halnya juga semua ilmu pengetahuan pra-modern.
Berlawanan dengan sikap modern yang memandang ilmu pengetahuan
sebagai sesuatu yang pada intinya harus dicari dan ditemukan.

41
Ibid., hlm., 176.

24
HASIL PENGAMATAN - 2 : METODE PENDIDIKAN/BELAJAR

BARU
• MENGULANG “MODERN”
• MENGHAFAL • MEMAHAMI
• MENGANALISA

LAMA
“TRADISIONAL”

Gambar – 3 : Metode Pendidikan

f. Lemahnya Kajian Filsafat


Fazlur Rahman sangat prihatin bagaimana kalangan ulama ortodoks
Islam klasik telah mengutuk filsafat beserta semua instrumen yang sangat
diperlukan bagi kemajuan pemikiran Islam sekaligus pendidikan Islam.42
Akibatnya, pemikiran filsafat tetap tidak diajarkan bahkan ditolak dalam
institusi – institusi pendidikan Islam hingga era modern.43
Fazlur Rahman mengakui bahwa karena sifatnya maka dalam hal – hal
tertentu pemikiran bebas (filsafat) pasti melampaui batas; memang
demikianlah konsekuensinya. Untuk mencegah pikiran yang melampaui
batas tersebut tidak diperlukan dengan mematikan akal pikiran, tetapi
cukuplah terus – menerus mengkritiknya. Sebab bagi Fazlur Rahman
filsafat adalah sebuah kebutuhan intelektual yang abadi (a perennial
intellectual need) dan karena itulah filsafat harus berkembang secara
alamiah baik untuk kepentingan perkembangan filsafat itu sendiri
maupun untuk pengembangan disiplin – disiplin keilmuan yang lain.44

g. Peserta didik
Persoalan peserta daidik adalah rendahnya kualitas intelektual anak didik dan
munculnya pribadi-pribadi yang pecah (split personality) dari kaum Muslim.
Misalnya seorang muslim yang saleh dan taat menjalankan ibadah, pada waktu

42
Fazlur Rahman, Membuka Pintu Ijtihad, Terjemahan : Anas Mahyuddin (Bandung : Pustaka,
1965), hlm., 191-198.
43
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas..., hlm. 79.
44
Fazlur Rahman, Membuka Pintu Ijtihad..., hlm. 206

25
yang sama ia dapat menjadi pemeras, penindas, koruptor, atau melakukan
perbuatan tercela lainnya.45
Bahkan yang lebih ironis lagi dikotomi sistem pendidikan tersebut
mengakibatkna tidak lahirnya anak didik yang memiliki komitmen spiritual dan
intelektual yang mendalam terhadap Islam dari lembaga-lembaga pendidikan
Islam.46 Sebagian dari mereka lebih berperan sebagai pemain-pemain teknis
dalam masalah-masalah agama. Sementara ruh agama itu sendiri jarang benar
digumulinya secara intens dan akrab.

h. Sarana Buku di Perpustakaan


Sarana pendidikan menurut Fazlur Rahman sebagaimana dikutip oleh
Muhaimin, atas dasar pengamatannya di beberapa negeri Islam yang
dikunjungi menunjukkan bahwa keadaan perpustakaan di lembaga-
lembaga pendidikan Islam tersebut masih belum memadai, terutama
jumlah buku-bukunya. Buku-buku yang tersedia di perpustakaan
lembaga-lembaga pendidikan Islam masih sangat minim jumlahnya,
terutama buku-buku yang berbahasa Arab dan buku-buku yang berbahasa
Inggris. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Fazlur Rahman
mengusulkan agar fasilitas perpustakaan harus dilengkapi dengan buku-
buku yang berbahasa Arab dan berbahasa Inggris.47

3. Solusi Problematika Pendidikan Islam


Menurut Fazlur Rahman apabila kondisi umat Islam masih berada pada
keterpurukan problem pendidikan di atas, maka sulit rasanya dunia
Pendidikan Islam akan mengubah keadaan. Oleh karenanya ia
menawarkan berbagai solusi sebagaimana secara ringkas dibahas dalam
problematika pendidikan Islam di atas, juga agar umat islam segera
beranjak menyongsong peradaban baru dan modern dengan beberapa hal
sebagai berikut :

45
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin Dan Peradaban, (Jakarta : Yayasan Wakaf Paramadina,
1992), hlm., 243.
46
Syafii Maarif, Peta Bumi Intelektualisme di Indonesia, (Bandung : Mizan , 1993), hlm.,
20.
47
Muhaimin, Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman Studi Kritis Pembaharuan Pendidikan
Islam. (Cirebon: Pustaka Dinamika, 1999), hlm., 118.
26
Pertama : Terkait dengan tujuan pendidikan Fazlur Rahman menawarkan
pemikiran solutif antara lain : (a) mengorientasikan tujuan Pendidikan
Islam kepada kehidupan dunia dan akherat sekaligus dan bersumber dari
al – Qur’an. (b) menghilangkan beban psikologis umat Islam dalam
menghadapi Barat, dan (c) menghilangkan sikap negatif terhadap ilmu
pengetahuan.
Kedua : Adapun persoalan Metode dan sistem Pendidikan gagasan
alternatif pemecahan yang ditawarkan oleh Fazlur Rahman adalah
sebagai berikut : (a) memberikan pelajaran al – Qur’an dan metode tafsir
yang sistematis, sehingga memungkinkan al – Qur’an tidak saja dihafal
dan diulang tetapi berfungsi sebagai sumber inspirasi moral juga
dijadikan sebagai rujukan sentral bagi pemecahan persoalan yang muncul
ke permukaan, (b) memberikan materi disiplin ilmu – ilmu Islam secara
historis, kritis, dan menyeluruh, sehingga melalui upaya ini dapat
mengintegrasikan pikiran – pikiran itu ke dalam konsep Islam yang utuh
dan terpadu, (c) mengintensifkan penguasaan bahasa asing seperti bahasa
Arab dan bahasa Inggris disamping bahasa nasional (d) menumbuhkan
sikap toleran terhadap perbedaan pendapat, sebagai akibat dari kajian
filsafat yang membuka cakrawala berfikir luas dan bebas.
Ketiga : Perihal peserta didik Fazlur Rahman memberikan kontribusi
pemikiran antara lain, (a) anak didik harus diberikan pelajaran al-Qur’an
melalui metode – metode yang memungkinkan kitab suci bukan hanya
dijadikan sebagai sumber inspirasi moral tapi juga dapat dijadikan
sebagai rujukan tertinggi untuk memecahkan masalah-masalah dalam
kehidupan sehari – hari yang semakin kompleks dan menantang.48 (b)
memberikan materi disiplin ilmu – ilmu Islam secara historis, kritis dan
holistic. Disiplin ilmu – ilmu Islam itu meliputi: teologi, hukum, etika,
ilmu – ilmu sosial dan filsafat dan berbagai ilmu pengetahuan lain yang
tidak sebatas pemberian ilmu pengetahuan saja49.
Pandangan Fazlur Rahman terhadap peserta didik tersebut merupakan
pandangan yang sangat ideal bagi terbentuknya pribadi muslim yang

48
Ibid., hlm., 111.
49
Ibid., hlm., 112.
27
unggul, sebagaimana dalam dirinya terbentuk jiwa Qur’ani serta
memiliki berbagai disiplin ilmu yang sangat komprehensif.
Keempat : Solusi untuk sulitnya pendidik (mu’allim) yang berkualitas
Fazlur Rahman memberikan gagasan sebagai berikut : (a) Merekrut calon
pendidik (mu’allim) yang memiliki bakat-bakat terbaik yang ada dan
menyediakan insentif yang perlu bagi karir intelektual yang berkomitmen
di bidang agama (Islam). (b) Mengangkat lulusan madrasah yang relatif
cerdas atau menunjuk sarjana sarjana modern yang telah memperoleh
gelar doctor di universitas – universitas Barat.50 (c) Para pendidik harus
dilatih di pusat – pusat studi keislaman di luar negeri khususnya ke
Barat.51 (d) Mengangkat beberapa lulusan madrasah yang memiliki
pengetahuan bahasa Inggris dan mencoba melatih mereka dalam teknik-
teknik riset modern dan merekrut lulusan – lulusan universitas di bidang
filsafat atau ilmu – ilmu sosial dan memberi mereka pelajaran bahasa
Arab dan disiplin – disiplin Islam klasik yang pokok seperti Hadits dan
yurisprudensi Islam.52
Kelima : Sedangkan masalah sarana Pendidikan, Fazlur Rahman
memprioritaskan pengembangan perpustakaan. Hal tersebut dianggap
penting karena referensi – referensi ilmiah sangat dibutuhkan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, terutama buku – buku yang berbahasa
Arab dan Inggris yang memuat teroi – teori dan perkembangan ilmu
pengetahuan dari berbagai negara.53 Dengan cara itu, maka kajian –
kajian umat islam dari berbagai disiplin ilmu akan mampu menciptakan
khazanah intelektual baru jika berbagai referensi memadai dengan baik.

C. Aplikasi Pendidikan Fazlur Rahman

50
Fazlur Rahman : Islam dan Modernitas tentang Transformasi Intelektual terj. Ahsin
Mohammad, (Bandung : Pustaka, 2005), hlm., 142.
51
Muhaimin : Kontroversi...,hlm., 116.
52
Fazlur Rahman : Islam dan Modernitas..., hlm., 147.
53
Muhaimin : Kontroversi...,hlm., 118.
28
Pendidikan Islam sampai dengan saat ini, masih berada di posisi yang jauh
dari ideal. Gagasan segar seorang Fazlur Rahman tentang pendidikan belum
sepenuhnya diadopsi dunia pendidikan Islam di berbagai negara dengan
penduduk muslim terbanyak. Sehingga kondisi umat Islam pada umumnya
belum beranjak dari ketertinggalan dunia Barat. Hal itu dapat dirasakan
bahwa teknologi lintas jagad bahkan alam raya, masih saja terbatas menjadi
“previlage” negara – negara tertentu. Di sisi lain justeru hasil kreasi
teknologi, bahkan hasil teknologi sederhana sekalipun, yang membanjiri
pasar – pasar dunia Islam. Tentu saja keadaan tersebut mencerminkan hasil
pendidikan Islam. Namun demikian upaya untuk mempersempit jarak laku
pendidikan yang tradisional dengan modern terus diusahakan setahap demi
setahap.
Penerapan ide – ide pendidikan Fazlur Rahman bisa dilihat dari gejala –
gejala yang muncul di bebepa negara dengan adanya integrasi dan
interkoneksi keilmuan. Bentuk yang sederhana seperti penggabungan secara
“mekanis” terhadap ide – ide dengan menyandingkan mata pelajaran atau
mata kuliah agama dengan umum. Memang belum pada tingkan integrasi
keilmuan sebagaimana yang digambarkan Fazlur Rahman. Beberapa contoh
yang terlihat yaitu adanya sekolah – sekolah yang sudah terintegrasi antara
keagamaan dengan umum di lembaga pendidikan formal. Khususnya di
Indonesia ditandai seperti bangkitnya Sekolah Islam Terpadu, Madrasah
dengan pelajaran yang seimbang antara ilmu agama dan umum, juga
Perguruan Tinggi yang mengintegrasikan nilai nilai ke-Islaman dalam proses
pendidikan mereka. Fazlur Rahman berkeyakinan, Perguruan Tinggi
merupakan lembaga yang paling strategis untuk memulai adanya integrasi
keilmuan, bahkan interkoneksi antar disiplin ilmu. Perguruan Tinggi juga
memiliki posisi penting untuk mengurai benang kusut krisis pemikiran dalam
Islam yang berdampak pada stagnasi dan kemunduran peradaban umat Islam.
54
Sistem Pendidikan Islam yang masih bersifat dikotomis hendaknya segera
ditinggalkan sejauhnya – jauhnya, agar proses integrasi keilmuan benar –
benar menjadi kenyataan. Sebenarnyalah persoalan ideologis umat Islam
terhadap disparitas mencari ilmu dalam dunia nyata, juga menjadi persoalan

54
Fazlur Rahman, Islam, (Chicago: Chicago Press, 1982), hlm., 259 – 260.
29
yang besar. Fazlur Rahman menawarkan gagasannya terkait dengan perintah
Allah dan Rasul – Nya untuk menjadikannya motivasi dan pusat moral
keilmuan yang diperoleh seseorang.
Secara keseluruhan apabila pemikiran Fazlur Rahman tentang pendidikan
Islam disistematisasikan kedalam kurikulum , maka unsur – unsurnya akan
meliputi empat hal, yaitu tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Mengenai
tujuan pendidikannya ditemukan tiga macam tujuan yaitu :
1. Mengembangkan manusia sedemikian rupa sehingga semua pengetahuan
yang diperolehnya akan menjadi organ pada keseluruhan pribadi yang
kreatif, yang memungkinkan manusia untuk memanfaatkan sumber alam
untuk kebaikan umat manusia dan untuk menciptakan keadilan,
kemajuan, dan keteraturan dunia.
2. Menyelamatkan manusia dari diri sendiri oleh diri sendiri dan untuk diri
sendiri.
3. Melahirkan ilmuwan yang padanya terintegrasi ilmu – ilmu agama dan
ilmu – ilmu modern, yang ditandai dengan adanya sifat kritis dan kreatif.

Sedangkan materi secara garis besar bahwa pendidikan Islam hendaklah


mulai meninggalkan pandangan stereotip terhadap ilmu agama dengan ilmu
pengetahuan umum. Sekaligus menerapkan kebebasan berfikir untuk
menemukan ilmu sekaligus memahami fenomena ayat qauliyah dan kauniyah
dengan memperbanyak analisa dalam berfikir. Hal itu akan mengembangkan
pemikiran dan meninggalkan kotak mandora yang membuat atmosfir jumud
dan terbelakang. Aplikasi pemikiran Fazlur Rahman dalam hal metode,
seiring perkembangan zaman dan peradaban di dunia Timur (baca : Islam)
tampaknya perlu terus untuk diperkaya, sehingga metode menghafal dan
semata – mata mengulang pelajaran akan menjadikan ilmu “sebagai yang
diterima” menjadi ilmu “sebagai yang ditemukan”. Demikian juga gagasan
yang lain, secara umum telah berproses menuju pada titik minimal untuk
dikatakan sebagai modern. Kemunculan “sekolah alam” dan “sekolah
terpadu” setidaknya adalah contoh riil sebuah upaya perubahan yang
mungkin saja secara tidak langsung terinsparasi dari pemikiran seorang
neomodern di bidang pendidikan, Fazlur Rahman.

30
UPAYA PEMBAHARUAN PENDIDIKAN

Membangkitkan idiologi

PEMBAHARUAN
PENDIDIKAN
Mengikis dualisme
sistem pendidikan

Menyadari betapa
pentingnya bahasa

Metode pendidikan
Islam

Gambar – 4: Skema Upaya Pembaharuan


Skema di atas memberikan gambaran jelas tentang hal – hal yang harus diperbaiki,
apabila dunia pendidikan Islam ingin menjadi lebih berdaya. Keempat hal tersebut
adalah : membangkitkan ideologi bahwa mencari ilmu apapun merupakan tuntutan
agama, meniadakan dikotomi ilmu pengetahuan, menyadarkan betapa pentingnya
ilmu alat (bahasa) dan metode pendidikan.

BAB III
ANALISA DAN SIMPULAN

31
A. Analisa

Fazlur Rahman lahir di dunia timur dengan latar belakang keagamaan


madzhab Hanafiyah yang dikenal lebih rasional dibanding tiga madzhab yang
lain. Sehingga tidak mengherankan corak pemikirannya mampu melampaui
zaman. Pengamatan dan hasil analisanya merupakan pemikiran neo -
modernisme dalam dunia pemikiran Islam. Salah satu analisa yang fenomenal
antara lain : al – Qu’ran dan as – Sunnah telah gagal dipahami umat Islam
sebagai sumber orisinil dan otentik, sehingga umat Islam berada pada kondisi
tertinggal. Hal itu disebabkan Al – Quran dan as – Sunnah hanya sekedar
diulang dan dihafal, kajian yang mengarah pada pemahaman dan analisis
terhadap ayat – ayat baik al – qauliyyah maupun al – kauniyah sangat minim,
jika tidak boleh dikatakan hal yang terlarang saat itu. Bermula dari pengamatan
seperti itulah Fazlur Rahman mengembangkan ide – ide dan gagasannya
termasuk pemikiran tentang pendidikan. Maka menurutnya Al – Qur’an harus
menjadi pusat moral dalam segala hal termasuk tujuan pendidikan (pemikiran
dan praktik). Selanjutnya Fazlur Rahman juga menyebutkan bahwa pada
substansinya pendidikan Islam itu bertujuan untuk memperbaiki moral manusia,
ungkapan beliau “Karena penekanan al – Qur’an terhadap hukum moral-lah
hingga Allah menurunkan al – Qur’an”.
Selanjutnya perihal integrasi ke ilmuan, meski Fazlu Rahman tidak
menyebutnya secara langsung dengan ungkapan tersebut, namun hal itu dapat
dilihat dari semangatnya pada pola sintetis antara tradisionalisme dengan
modernisme yang tercermin dalam neo – modernisme.
Adapun hasil pengamatan dan pemikiran Fazlur Rahman tentang tujuan
pendidikan, metode pendidikan, kurikulum, dan hal – hal yang terkait dengan
pendidikan, menurut hemat penyusun dapat diterima sebagai konsep
pembaharuan pendidikan. Karena pendidikan yang ditawarkan mengarah pada
pembentukan ”karakter” moral dan cara perfikir kritis, analistis dan bebas bagi
peserta didik.
Sedangkan persoalan “dikotomi” bagi kaum (baca : ulama) tradisionalis
dan modernis pada realitasnya di Indonesia masih terlihat nyata, baik dalam

32
konsep, praktik pendidikan sampai soal lapangan pekerjaan. Kondisi inilah yang
terkadang bagi kelompok “tradisionalis” tetap mempertahankan eksistensinya,
dan secara otomatis vis – a – vis dengan modernisme. Hal inipun menurut
penyusun sah – sah saja. Persoalan ini menurut Fazlur Rahman dapat di atasi
dengan konsep integrasi keilmuan.

Berkaitan dengan ide dan gagasan Fazlur Rahman yang “sulit” diterima
sebagian kelompok umat Islam, menurut hemat penyusun makalah dikarenakan
pemikiran – pemikirannya banyak dijadikan rujukan bagi sekelompok orang
yang mengatasnamakan “Islam Liberal”. Sehingga efek domino yang terjadi
adalah tertolaknya pemikiran – pemikiran Fazlur Rahman di sebagian kaum
tradisional.
Meskipun demikian pembaharuan yang terinspirasi dari buah pemikiran
seorang Fazlur Rahman terus bergulir melaju sesuai fitrahnya, untuk itu proses
sejarah akan membuktikan dan memang membutuhkan waktu yang panjang.

B. Simpulan
1. Pendidikan menurut Fazlur Rahman mencakup dua hal yaitu , (a) Pendidikan
dalam arti praktis dan (b) Pendidikan dalam arti pemikiran intelektualisme
Islam.
2. Problema pendidikan Islam hasil pengamatan Fazlur Rahman antara lain
berkaitan dengan; (a) Tujuan Pendidikan tidak diarahkan kepada tujuan yang
positif. (b) Persoalan Ideologis umat islam, dalam hal ini terjadi disparitas
antara dalil agama dengan semangat mencari ilmu bagi umat Islam (c)
Dikotomi sistem pendidikan menjadi tradisional dan modern dalam
memandang ilmu, (d) Miskinnya metode dalam pendidikan Islam yang
berkembang saat itu (e) Rendahnya kualitas anak didik, munculnya pribadi-
pribadi yang pecah dan tidak lahirnya anak didik yang memiliki komitmen
spiritual dan intelektual yang mendalam terhadap Islam (f) Sulitnya
menemukan pendidik yang berkualitas dan professional serta memiliki
pikiran yang kreatif dan terpadu, dan (g) minimnya buku-buku yang tersedia
di perpustakaan. Persoalan terbesar dari tujuh problem pendidikan Islam di
atas adalah masalah iseologi umat Islam itu sendiri.

33
3. Kontribusi Fazlur Rahman untuk memodernisasi pendidikan Islam meliputi
lima bidang, yaitu (1) tujuan pendidikan yang lebih luas dan tepat, (2) sistem
pendidikan yang terintegrasi (3) anak didik yang kritis dan kreatif, (4)
pendidik (mu’alim), cerdas memiliki kemampuan yang layak, dan (5)
peralatan pendidikan yang memadai untuk menguasai ilmu agama dan ilmu
umum.

Wallaahu a’lam

DAFTAR PUSTAKA

34
A.W. Munawir, Kamus Al Munawwir : Kamus Arab – Indonesia, Surabaya : Pustaka
Progresif, 1984.

Abdul Sani, Lintas Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam Islam, Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 1998.

Acikgence Alparslan, The Thinker of Islamic Revival and Revorm: Fazlur Rahman’s
Life and Thought (1919-1988), dalam Journal of Islamic Reserch, Vol.4,
1990.

Ahmad Syafii Maarif, Peta Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia, Bandung :


Mizan, 1993.

Al - Maktabah asy – Syamilah, Program Hadits, Edisi ke 2.

Al – Quran dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan): Departemen Agama RI,


Jakarta, cet. Ke – 2, 2006.

Al-Raghib Al-Ashfahaniy, al-Mufradat Alfādz al – Qur’ān, Beirut : ad – Daar asy-


Syamiyah, 1992.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993.

Fazlur Rahman : Islam dan Modernitas tentang Transformasi Intelektual terj. Ahsin
Mohammad, Bandung : Pustaka, 2005.

------------, The Qur’anic Solution of Pakistan’s Edication Problems, dalam


Sutrisno, Kajian Terhadap Epistimologi dan Sistem Pendidikan, Yogyakarta
: Pustaka Pelajar, Cet.1, 2006.

------------, An Autobiographical Note, dalam Journal of Islamic Research, Vol. 4,


1990.

------------, Islam and Moderity Transformation of Intelectual Tradition, Chicago


and London: The University of Chicago Press, 1984

------------, Islam dan Modernitas : Tentang Transformasi Intelektual, Bandung :


Pustaka Pelajar, 1995.
------------, Islam, Chicago: The University of Chicago Press , 1979.
------------, Membuka Pintu Ijtihad, Terjemahan : Anas Mahyuddin, Bandung :
Pustaka Pelajar, 1965.

------------, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, Taufik Adnan Amal


(penyunting) , Bandung : Mizan, cet. I, 1987.

35
------------, The Qur’anic Solution of Pakistan’s Educational Problem’s, Islamic
Studies, Vol. VI, No. 4, tahun 1967.
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (Maktabah Al – Syaamilah, tp, tt.).

Khotimah, Pemikiran Fazlur Rahman Tentang Pendidikan Islam : Jurnal


Ushuluddin, Vol. XXII No. 2, Juli 2014.
Metcalf, Barbara Daly. Islamic Revival in British India: Deoband, 1860-1900,
Princeton: Princeton University Press, 1982.
Muhaimin, Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman Studi Kritis Pembaharuan
Pendidikan Islam, Cirebon : Pustaka Dinamika, 1999.

Muhammad Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, Bandung: Mizan,


1992.
Muhammad Rasyid Rida, Tafsir al – Quran al-Hakim; Tafsir al-Manar, Beirut, Daar
al-Fikr, Juz VII, 1373 H.

Mumtaz Ahmad, In Memoriam Profesor Fazlur Rahman, dalam The American


Journal of Islamic Social Science,Vol. 5, No. 1, 1988.

Nurcholish Madjid, Islam Doktrin Dan Peradaban, Jakarta : Yayasan Wakaf


Paramadina, 1992.

Sutrisno, Fazlur Rahman Kajian terhadap Metode, Epistimologi, dan Sistem


Pendidikan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006.

Syafii Maarif, Peta Bumi Intelektualisme di Indonesia, Bandung : Mizan , 1993.

Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernistas: Studi Atas Pemikiran
Hukum Fazlur Rahman, Bandung: Mizan, 1993.

Yayah Hidayah, Fazlur Rahman, Kiai dari Chicago, (Amanah, Vol. III, No. 60 (21)
Oktober – 3 November, 1988.

Zaprulkhan: Filsafat Pendidikan Islam dalam Journal Epistemé, Vol. IX, No. 2,
Desember 2014.

36

Anda mungkin juga menyukai