Anda di halaman 1dari 12

NAMA : MUHAMMAD ABDUL ARIF

MATKUL : ILMU TAUHID

1. Analisis aliran syiah, khawarij, murji’ah, jabariyah, qadariyah, muktazilah,


ahlussunnah wal jama’ah asy-ariyah dan maturidiyah.

A. Aliran Syiah
Syiah adalah salah satu aliran dalam Islam yang meyakini Ali bin Abi Talib dan
keturunannya sebagai pemimpin Islam setelah Nabi saw. wafat. Para penulis sejarah Islam
berbeda pendapat mengenai awal mula golongan syiah. Sebagian menganggap Syiah lahir
setelah Nabi Muhammad saw. wafat, yaitu pada suatu perebutan kekuasaan antara kaum
Muhajirin dan Anshar.
Pendapat yang palingpopular tentang lahirnya golongan Syiah adalh setelah gagalnya
perundingan antara Ali bin Abi Talib a Mu’awiyah bin Abi Sufyan di Siffin. Perundingan ini
diakhiri dengan tahkim atau arbitrasi. Akibat kegagalan itu, sejumlah pasukan Ali
memberontak terhadap kepemimpinannya dan keluar dari pasukan Ali. Mereka itu disebut
golongan Khawarij atau orang-orang yang keluar, sedangkan sebagian besar pasukan yang
tetap setia kepada Ali disebut Syiah atau pengikut Ali.
Beberapa sekte aliran Syiah, di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Sekte Kaisaniyah
Kaisiniyah adalah sekte Syiah yang mempercayai Muhammad bin Hanafiah sebagai
pemimpin setelah Husein bin Ali wafat. nama Kaisaniyah diambil dari nama seorang budak
Ali yang bernama Kaisan.
2. Sekte Zaidiah
Sekte ini mempercayai kepemimpinan Zaid bin Ali bin Husein Zainal Abidin sebagai
pemimpin setelah Husein Bin Ali wafat. dalam Syiah Zaidiyah, seseorang dapat diangkat
sebagai imam apabila memenuhi lima kriteria. Kelima kriteria itu adalah keturunan Fatimah
binti Muhammad saw. berpengatuhan luas tentang agama, hidupnya hanya untuk beribadah,
berjihad di jalan Allah dengan mengangkat senjata, dan berani. Selain itu sekte ini mengakui
kekhalifahan Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
3. Sekte Imamiyah
Sekte ini adalah golongan yang meyakini bahwa Nabi Muhammad saw. telah
menunjuk Ali bin Abi Thalib menjadinpemimpin atau imam sebagai pengganti beliau dengan
petunjuk yang jelas dan tegas. Oleh karena itu, sekte ini tidak mengakui kepemimpinan Abu
Bakar, Umar, dan Usman. Sekte Imamiyah pecah menjadi beberapa golongan. Golongan
terbesar adalah golongan Isna Asy’ariyah ata Syiah Duabelas. Golongan kedua terbesar
adalah golongan Ismailiyah.

B. Aliran Khawarij
Khawarij berarti orang-orang yang keluar barisan Ali bin Abi Thalib. Golongan ini
menganggap diri mereka sebagai orang-orang yang keluar dari rumah dan semata-mata untuk
berjuang di jalan Allah. Meskipun pada awalnya khawarij muncul karena persoalan politik,
tetapi dalam teapi dalam perkembangannya golongan ini banyak berbicara masalah teologis.
Alasan mendaar yang membuat golongan ini keluar dari barisan Ali adalh ketidak setujuan
mereka terhadap arbitrasi atau tahkim yang dijalankan Ali dalam menyelesaikan masalah
dengan Mu’awiyah.
Menurut  keyakinan Khawarij, semua masalah antara Ali dan Mu’awiyah harus
diselesaikan dengan merujuk kepada hokum-hukum Allah yang tertuang dalam Surah al-
Maidah Ayat 44 yang artinya,” Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan
Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir”. Berdasarkan ayat ini, Ali, Mu’awiyah dan
orang-orang yang menyetujui tahkim telah menjadi kafir karena mereka dalam memutuskan
perkara tidak merujuk Al-Qur’an.
Dalam aliran Khawarij terdapat enam sekte penting, yaitu al-Muhakkimah, al-
Azariqah, an-Najdat, al-Ajaridah, asy-Syufriyah dan al-Ibadiyah.

C. Aliran Murji’ah
Aliran ini disebut juga Murji’ah karena dalam prinsipnya mereka menunda persoalan
konflik antara Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, dan kaum Khawarij pada hari
perhitungan kelak. Oleh karena itu,  mereka tidak ingin smengeluarkan pendapat entang siapa
syang benar dan dan siapa yang kafir di antara ketiga kelompok yang bertikai itu.
Dalam perkembangannya, aliran initernyata tidak dapat melepaskan diri dari
persoalan teologis yang muncul pada waktu itu.ketika itu terjadi perdebatan
mengenainhukum orang yang berdosa besar. Kaum Murji’ah berpendapat bahwa orang yang
berdosa besar tidak dapat dikatakan kafir selama ia tetap mengakui Allah sebagai Tuhannya
dan Nabi Muhammad saw. sebagai rasul. Pendapat ini merupakan lawan dari pendapat kaum
Khawarij yang menyatakan bahwa orang Islam yang berdosa besar hukumnya kafir.
Dalam perjalanan sejarahnya, aliran ini aliran ini terpecah menjadi dua kelompok,
yaitu kelompok moderat dan kelompok ekstrem. Tokoh-tokoh kelompok moderat adalah
Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib, Abu Hanifah dan Abu Yusuf. Kelompok
ekstrem terbagu dalam beberapa kelompok, diantaranya adalah al-Jahamiyah, as-Salihiyah,
al-Yunusiyah, al-Ubaidiyah, al-Gailaniyah, as-Saubariyah, al-Marisiyah dan al-Karamiyah.

D. Aliran Qadariyah
Nama Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau
kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya dan bukan nberasal dari pengertian bahwa
manusia terpaksa tunduk pada qadar Allah. Dalam sejarah perkembangan teologi Islam, tidak
diketahui secara pasti kapan aliran ini muncul.
Pendiri aliran ini adalah Ma’bad al-Juhani dan Gailan ad-Dimasyqi. Aliran ini
mempunyai pendapat bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatan baik ataupun jahat.
Selain itu, menurut aliran ini manusia mempunyai kemerdekaan atas tingkah lakunya. Ia
berbuat baik ataupun jahat atas kehendaknya sendiri. Degan demikian, menurut aliran ini
manusia diciptakan Allah mempunyai kebebasan untuk mengatur jalan hidupnyatanpa
campur tangan Allah. Oleh karena itu, jika manusia diberi ganjaran yang baik berupa surga
atau disiksa di neraka, semua itu adalah pilihan mereka sendiri.
E. Aliran Jabariyah
Nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung sarti memaksa. Smenurut
al-Syahrastani, Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari hamba secara hakikat dan
menyandarkan perbuatamn tersebut kepada Allah.
Dalam sejarah tercatat bahwa orang yang pertama kali mengemukakan paham
Jabariyah di kalangan umat Islam adalh al-Ja’ad Ibnu Dirham. Pandangan-pandangan Ja’ad
ini, kemudian disebarluaskan oleh para pngikutnya, seperti Jahm bin Safwan. Manusia
menurut aliran Jabariyah adalah sangat lemah, tidak berdaya, serta terikat dengan kekuasaan
dan kehendak mutlak Tuhan. Manusia tidak mempunyai kehendak dan kemauan bebas,
sebagaimana dimiliki soleh paham qadariyah. Seluruh tindakan dan perbuatan manusia tidak
boleh lepas dari aturan, scenario, dan kehendak Allah. Segala akibat baik baik dan buruk
yang diterima oleh manusia dalam perjalanan hidupnya adalah merupakan ketentuan Allah.
Akan tetapi, ada kecendrungan bahwa Tuhan bahwa Tuhan lebih memperlihatkan sikap-Nya
yang mutlak, absolute, dan berbuat sekehenak-Nya. Hal ini dapat menimbulkan paham
seolah-olah Tuhan tidak adil. Misalnya, Tuhan menyiksa orang yang berbuat dosa yang
dilakukan orang itu terjadi atas kehendak-Nya.
Baik aliran Qadariyah maupun Jabariyah tampaknya memperlihatkan paham yang
saling bertentangan sekalipun mereka sama-sama berpegang pada Al-Qur’an. Hal ini
memperlihatkan betapa terbukanya kemungkinan terjadinay perbedaan pendapat dalm Islam.

F. Aliran Muktazilah
Aliran ini muncul sebagai reaksi atas pertentangan antar aliran Khawarij dan aliran
Murji’ah mengenai persoalan orang mukmin yang berdosa besar. Menghadapi dua pendapat
ini, Wasil bin Ata yang ketika itu menjadi murid Hasan al-Basri, seorang ulama terkenal
di Basra, mendahuli gurunya dalam mengeluarkan pendapat. Wasil mengatakan bahwa orang
mukmin yang berdosa besar menempati posisi antara mukmin dan kafir. Tegasnya, orang itu
bukan mukmin dan bukan kafir[2].
Aliran Mu’tazilah merupakan golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi
yang lebih mandalam dan bersifat filosofis. Dalam pembahasannya mereka banyak memakai
akal sehingga mendapat nama “kaum rasionalis Islam”[3].
Setelah menyatakan pendapat itu, Wasil bi Ata meninggalkan perguruan Hasan al-
Basri, lalu membentuk kelompok sendiri. Kelompok ini dikenal dengan Muktazillah. Pada
awal perkembangannya aliran ini tidak mendapat simpati umat Islam karena ajaran
Muktazillah sulit dipahami oleh beberapa kelompok masyarakat. Hal itu disebabkan
ajarannya bersifat rasional dan filosofis. Alas an lain adalah aliran Muktaszillah dinilai tidak
berpegang teguh pada sunnah Rasulullah SAW dan para sahabat. Aliran baru ini memperoleh
dukungan pada masa pemerintahan Khalifah al-Makmun, penguasa Bani Abbasiyah.
Aliran Muktazillah mempunyai lima dokterin yang dikenal dengan al-usul al-
khamsah. Berikut ini kelima doktrin aliran Muktazillah.
a.      At-Taauhid (Tauhid)
Ajaran pertama aliran ini berarti meyakini sepenuhnya bahwa hanya Allah SWT. Konsep
tauhid menurut mereka adalah paling murni sehingga mereka senang disebut pembela tauhid
(ahl al-Tauhid).
b.      Ad-Adl
Menurut aliaran Muktazillah pemahaman keadilan Tuhan mempunyai pengertian bahwa
Tuhan wajib berlaku adil dan mustahil Dia berbuat zalim kepada hamba-Nya. Mereka
berpendapat bahwa tuhan wajib berbuat yang terbaik bagi manusia. Misalnya, tidak memberi
beban terlalu berat, mengirimkan nabi dan rasul, serta memberi daya manusia agar dapat
mewujudkan keinginannya.
c.       Al-Wa’d wa al-Wa’id (Janji dan Ancaman).
Menurut Muktazillah, Tuhan wajib menepati janji-Nya memasukkan orang mukmin ke dalam
sorga. Begitu juga menempati ancaman-Nya mencampakkan orang kafir serta orang yang
berdosa besar ke dalam neraka.
d.      Al-Manzilah bain al-Manzilatain (posisi di Antara Dua Posisi).
Pemahaman ini merupakan ajaran dasar pertama yang lahir di kalangan Muktazillah.
Pemahaman ini yang menyatakan posisi orang Islam  yang berbuat dosa besar. Orang jika
melakukan dosa besar, ia tidak lagi sebagai orang mukmin, tetapi ia juga tidak kafir.
Kedudukannya sebagai orang fasik. Jika meninggal sebelum bertobat, ia dimasukkan ke
neraka selama-lamanya. Akan tetapi, sikasanya lebih ringan daripada orang kafir.
e.       Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Perintah Mengerjakan Kebajikan dan Melarang
Kemungkaran).
Dalam prinsip Muktazillah, setiap muslim wajib menegakkan yang ma’ruf dan menjauhi
yang mungkar. Bahkan dalam sejarah, mereka pernah memaksakan ajarannya kepada
kelompok lain. Orang yang menentang akan dihukum.
G. Ahlussunah Waljama’ah
Adapun ungkapan Ahlussunah (sering juga disebut sunni) dapat dibedakan menjadi
dua pengertian, yaitu umum dan khusus. Sunni dalam pengertian umum adalah lawan
kelompok syiah. Dalam pengertian ini, Mu’tazilah-sebagaimana juga Asy’ariayah-masul
dalam barisan sunni. Sunni dalam pengertian khusus adalah mahzhab yang berada dalam
barisan Asy’ariyah dan merupakan lawan Mu’tazilah. Selanjutnya, term Ahlussunah banyak
dipakai setalah munculnya aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah, dua aliran yang menentang
ajaran-ajaran Mu’tazilah[4].
1.      Aliran Asy’ariyah
Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap paham Muktazillah yang dianggap
menyeleweng dan menyesatkan umat Islam. Dinamakan aliran Asy’ariyah karena
dinisbahkan kepada pendirinya, yaitu Abu Hasan al-Asy’ari[5]. Dan nama aslinya adalah Abu
al-hasan ‘Ali bin Ismail al-Asy’ari, dilahirkan dikota Basrah (Irak) pada tahun 260 H/873 M
dan wafat pada tahun 324 H/ 935 M, keturunan Abu Musa al-Asy’ari seorang sahabat dan
perantara dalam sengketa antara Ali r.a. dan Mu’awiyah r.a.[6]
Setelah keluar dari kelompok Muktazillah, al-Asy’ari merumuskan pokok-pokok
ajarannya yang berjumlah tujuh pokok. Berikut ini adalah tujuh pokok ajaran aliran
As’ariyah.
a.      Tentang Sifat Allah
Menurutnya, Allah mempunyai sifat, seperti al-Ilm (mengetahui), al-Qudrah (kuasa), al-
Hayah (hidup), as-Sama’ (mendengar), dan al-Basar (melihat).
b.      Tentang Kedudukan Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah firman Allah dan bukan makhluk dalam arti baru dan diciptakan. Dengan
demikian, Al-Qur’an bersifat qadim (tidak baru).
c.       Tentang melihat Allah Di Akhirat
Allah dapat dilihat di akhirat dengan mata kepala karena Allah mempunyai wujud.
d.      Tentang Perbuatan Manusia
Perbuatan-perbuatan manusia itu ciptaan Allah.
e.       Tentang Antropomorfisme
Menurut alAsy’ari, Allah mempunyai mata, muka, dan tangan, sebagaimana disebutkan
dalam surah al-Qamar ayat 14 dan ar-Rahman ayat 27. akan tetapi bagaimana bentuk Allah
tidak dapat diketahui.
f.        Tentang dosa Besar
Orang mukmin yang berdosa besar tetap dianggap mukmin selam ia masih beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya.
g.      Tentang Keadilan Allah
Allah adalah pencipta seluruh alam. Dia milik kehendak mutlak atas ciptaan-Nya.
Ketujuh pemikiran al-Asy’ari tersebut dapat diterima oleh kebanyakan umat Islam
karena sederhana dan tidak filosofis.
2.       Aliran Maturidiyah
Aliran Maturidiyah didirikan oleh Muhammad bin Abu Mansur. Ia dilahirkan di
Maturid, sebuah kota kecil di daerah Samarqand (termasuk daerah Uzbekistan).
Al-Maturidy mendasarkan pikiran-pikiran dalam soal-soal kepercayaan kepada
pikiran-pikiran Imam Abu Hanifah yang tercantum dalam kitabnya Al-fiqh Al-Akbar dan Al-
fiqh Al-Absath dan memberikan ulasan-ulasannya terhadap kedua kitab-kitab tersebut. Al-
Maturidy meninggalkan karangan-karangan yang banyak dan sebagian besar dalam lapangan
ilmu tauhid.
Maturidiyah lebih mendekati golongan Muktazillah. Dalam membahas kalam,
Maturidiyah mengemukakan tiga dalil, yaitu sebagai berikut:
a.       Dalil perlawanan arad: dalil ini menyatakan bahwa ala mini tidak akan mungkin qasim
karena didalamnya terdapat keadaan yang berlawanan, seperti diam dan derak, baik dan
buruk. Keadaan tersebut adalah baru dan sesuatu yang tidak terlepas dari yang baru maka
baru pula.
b.      Dalil terbatas dan tidak terbatas: alam ini terbatas, pihak yang terbatas adalah baru. Jadi alam
ini adalah baru dan ada batasnya dari segi bendanya. Benda, gerak, dan waktu selalu bertalian
erat. Sesuatu yang ada batasnya adalah baru.
c.       Dalil kausalitas: alam ini tidak bisa mengadakan dirinya sendiri atau memperbaiki dirinya
kalau rusak. Kalau alam ini ada dengan sendirinya, tentulah keadaannya tetap satu. Akan
tetapi, alam ini selalu berubah, yang berarti ada sebab perubahan itu.
2. Analisis Aliran
1. Aliran Khawarij
Ciri yang menonjol dalam aliran Khawarij adalah watak ekstrimitas dalam
memutuskan persoalan-persoalan kalam. Tidak mengherankan kalau aliran ini
memiliki pandangan ekstim pula tentang pelaku dosa besar, dan penetapan siapa
yang kafir dan beriman. Mereka memnandang bahwa orang-orang yang terlibat
dalam peristiwa tahkim terutama Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa al-
Asy’ary adalah kafir. Semua pelaku dosa besar (mutab al-Kabilah), menurut sekte-
sekte Khawarij, kecuali an-Najdah adalah kafir dan akan disiksa di neraka
selamanya.
2. Aliran Murjiah
Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap paham teologi Khawarij. Pendapat tentang
pelaku dosa besar tetap di hukum mukmin yang penyelesaiannya di tunda pada hari kiamat.
Jadi, tampak bahwa pandangannya bertolak belakang dengan Khawarij. Jika Khawarij
mene- kankan pada persolan siapa di antara orang Islam yang menjadi kafir, maka Murji’ah
sebaliknya. Diskursus teologis mereka lebih terfokus pada masalah iman, yaitu siapa orang
Islam yang masih mukmin dan tidak keluar dari Islam.
Pada umumnya kaum Murji’ah di bagi dalam dua golongan besar, golongan moderat
dan golongan ekstrim. Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar
bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka, tetapi akan di hukum dalam Neraka sesuai
dengan besarnya dosa yang dilakukannya, dan kemungki- nan Tuhan akan mengampuni
dosanya, oleh karena itu tidak akan masuk Neraka sama sekali.
Golongan ekstrim berpendapat bahwa orang Islam yang percaya pada Tuhan dan
kemudian menyatakan kekufurannya secara lisan tidaklah men- jadi kafir, karena iman dan
kufur tempatnya hanya dalam hati. Bahkan tidak menjadikannya kafir, sungguhpun mereka
menyembah berhala, menjalankan ajaran- ajaran agama Yahudi atau agama Kristen, dengan
menyembah salib, menyatakan percaya pada Trinitas, dan kemudian mati, orang yang
demikian bagi Allah tetap merupakan seorang mukmin yang sempurna imannya.
3. Aliran Mu’tazilah
Munculnya aliran Mu’tazilah dalam kancah pemikiran teologi Islam juga berkaitan
dengan status pelaku dosa besar, apakah masih beriman atau telah menjadi kafir. Yang
membedakannya, Khawarij mengkafirkan pelaku dosa besar, Murji’ah cenderung menunda
dan diserahkan pada yaumil hisab, Mu’tazilah tidak menen- tukan status dan predikat yang
pasti bagi pelaku dosa besar apakah tetap mukmin atau telah kafir, mereka menyebut dalam
paham mereka al-manzilah bain al- manzilahtain.
Menurut Mu’tazilah, iman bukan hanya tasdiq dalam arti menerima sebagai suatu
yang benar apa yang disampaikan oleh orang lain. Akan tetapi, iman adalah pelaksanaan
kewajiban-kewajiban kepada Tiuhan. Dengan kata lain, orang yang membenarkan (tasdiq)
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah rasul-Nya, tetapi tidak
melaksanakan kewajiban-kewajibannya, maka tidak dapat dikatakan mukmin. Tegasnya
iman di sini tidak bermakna pasif yang hanya menerima apa yang dikatakan orang lain, akan
tetapi iman mesti aktif karena akal mampu mengetahui kewajiban-kewajibannya kepada
Tuhan.
Akal dan iman bagi Mu’tazilah tidak dapat dipisahkan. Seorang mukmin harus
benar-benar mengetahui adanya Tuhan melalui pembuktian akalnya. Oleh karena itu, iman
bagi Mu’tazilah tidak sekedar menyatakan bahwa wahyu yang di bawa Rasul benar (tasdiq).
Mayoritas kaum Mu’tazilah berpandangan bahwa iman itu mencakup ketaatan lahir dan
bathin dengan mengerjakan semua yang wajib dan sunnat. Sementara sebahagian kecil dari
kaum Mu’tazilah berpandangan bahwa iman itu hanya terbatas pada perbutan yang wajib-
wajib saja. Posisi amal menjadi sangat sentral dalam akidah mereka. Sehubungan dengan itu
kaum Mu’tazilah tidak memandang pelaku dosa besar sebagai tetap mukmin, dalam arti
iman menjauhi dosa besar.
Selanjutnya dalam pemikiran Mu’tazilah memandang iman adalah ma’rifat yang
dibarengi dengan amal shaleh dalam bentuk melaksanakan semua perintah-Nya dan
menjauhi semua larangan-Nya. Amal bagi Mu’tazilah merupakan syarat sahnya iman.
Sementara kaum Murji’ah berpendapat bahwa iman itu hanyalah tasdiq bi al-lisan,
sedangkan amal tidak merupakan bagian dan bukan cabang dari iman. Oleh karena itu,
dalam pandangan Murji’ah orang yang mengucapkan syahadat saja, seperti orang munafik,
tanpa disertai amal sudah sempurna imannya, atau ketika kaum Murji’ah telah mengucapkan
syahadat, kemudian melakukan perzinahan, makan babi dan melakukan dosa besar lainnya,
mereka itu tetap mukmin, karena perbuatan tidak menyebabkan iman dan kekufuran
seseorang dapat bertambah dan berkurang.
4. Aliran Ahlu Sunnah wal Jama’ah
Ahlu Sunnah wal Jama’ah timbul sebagai reaksi terhadap faham golongan Mu’tazilah
seperti telah di- uraikan sebelumnya. Aliran ini di bawah oleh Abu Hasan al-Asy’ary yang
pada mulanya adalah penganut paham Mu’tazilah. Kemudian berbalik menentang ajaran
Mu’tazilah karena memandang ajaran teologi Mu’tazilah tidak sejalan dengan karakteristik
dan intelektuan mayoritas umat Islam pada saat itu. Oleh karena itu, dalam masalah iman dan
kufur, Asy’ary sangat berbeda secara diametal dengan Mu’tazilah.
Di samping itu, kaum Mu’tazilah tidak begitu banyak berpegang pada sunnah atau
tradisi, bukan disebabkan karena kaum Mu’tazilah tidak percaya pada tradisi nabi dan para
sahabat, akan tetapi mereka ragu akan keaslian hadis- hadis yang mengandung sunnah atau
tradisi. Sehingga mereka dimasukkan pada golongan yang tidak berprgang teguh pada
sunnah. Sehingga kaum Mu’tazilah selain sebagai golongan yang minoritas, juga merupakan
golongan yang tidak berpegang teguh pada sunnah. Kaum Mu’tazilah juga sangat
mengangungkan akal pikiran atau rasionalitas manusia. Sehingga hal tersebut yang mungkin
menyebabkan lahirnya term Ahlu Sunnah wal Jama’ah, yaitu golongan yang berpegang
teguh pada sunnah sebagai antitesis dari ajaran Mu’tazilah.
Selanjutnya pahamn Asy’ary yang dikembangkan adalah perbuatan-per- buatan
manusia, bagi Asy’ary bukan diwujudkan oleh manusia itu sendiri, sebagaimana pendapat
kaum Mu’tazilah, tetapi diciptakan oleh Tuhan. Perbuatan kufur adalah buruk, tetapi orang
kafir ingin supaya perbuatan kufur itu sebenarnya bersifat baik. Apa yang dikehendaki orang
kafir itu tidak dapat diwujudkannya. Perbuatan iman bersifat baik, tetapi berat dan sulit.
Orang mukmin ingin supaya perbuatan iman itu janganlah berat dan sulit, tetapi apa yang
dikehen- dakinya itu tidak dapat diwujudkannya. Dengan demikian yang mewujudkan
perbuatan kufur itu bukanlah orang kafir yang tidak sanggup membuat kufur bersifat baik,
tetapi Tuhanlah yang mewujudkannya dan Tuhan memang berkehendak supaya kufur
bersifat buruk.
Asy’aryah berpendapat bahwa akal manusia tidak bisa merupakan ma’rifah dan amal.
Manusia dapat mengetahui kewajiban hanya melalui wahyu bahwa manusia berkewajiban
mengetahui Tuhan dab manusia harus menerimanya sebagai suatu kebenaran. Oleh karena
itu, iman bagi mereka adalah tasdiq. Pendapat Ini berbeda dengan kaum Khawarij dan
Mu’tazilah, tetapi dekat dengan kaum Jabariyah. Tasdiq menurut Asy’aryah di batasi pada
Tuhan dan apa yang di bawha oleh Rasul-Nya. Tasdiq merupakan pengakuan dalam hati yang
mengandung ma’rifah Allah.
Adapun ajaran al-Manzilah baina al-Manzilahtain di tolak oleh al-Asy’ary. Bagi al-
Asy’ary orang yang berdosa besar tetap mukmin, karena imannya masih ada, tetapi karena
dosa besar yang dilakukan- nya menjadikannya fasiq. Sekiranya orang yang berdosa besar
bukanlah mukmin bukan pula kafir, maka dalam dirinya akan tidak di dapati kufur atau
iman; dengan demikian bukan atheis dan bukan pula monotheis. Tidak mungkin bahwa orang
yang berdosa besar bukan mukmin dan bukan pula kafir.
Berbeda dengan tokoh lain dari Ahlu Sunnah wal Jama’ah yakni al- Baqilani, Al-
Baqilani membedakan antara iman dan Islam dengan mengatakan bahwa setiap mukmin
adalah muslim tetapi tidak setiap muslim berarti mukmin. Sebagaimana firman Allah QS. Al-
Hujurat (49): 14:
Orang-orang Badui itu berkata: “kami telah beriman’, katakanlah (kepada mereka): “kamu
belum beriman” tetapi katakanlah “kami telah tunduk” , karena iman itu belum masuk
kedalam hatimu, dan jika kamu taat kepada Allah dan rasul- Nya, Dia tidak akan mengurangi
sedikitpun (pahala) amalanmu, sesungguhnya Allah Maha pengampun lagi Maha
penyayang’.
Iman adalah manifestasi dari Islam. Sebagaimana telah diisyaratkan pada ayat
tersebutAllah tidak memandang orang-orang Badui beriman, meskipun mereka telah
mengaku beriman, padahal sesungguhnya mereka baru Islam.
Al-Baqilani menjelaskan pembagian iman dan kafir dengan membagi kafir kepada
tiga macam, pertama:kafir I’tiqadi, kafir semacam itu tempatnya dihati. Seperti meniadakan
sifat-sifat Allah, dan orang yang berkeyakinan bahwa Allah itu nur dalam pengertian cahaya
atau sinar, atau roh, atau Jism, yang duduk di atas ‘arasy. Kedua: kafir fi’li, seperti
melemparkan al-Qur’an kedalam kotoran. Ketiga: kafir qauli, seperti menyerupakan Allah
dengan makhluk-Nya, baik zat, sifat, maupun perbuatan.
Termasuk juga dalam golongan ini adalah orang-orang yang mendustakan isi
kandungan al-Qur’an, atau ajaran nabi Muhammad, seperti mengatakan Surga dan Neraka itu
lenyap, surga bukan kesenangan jasmaniah dan Neraka adalah siksaan ma’nawiyah atau
abstrak. Demikian juga orang yang mengingkari kebangkitan jasad dan roh di akhirat,
mengingkari kewajiban shalat, puasa dan zakat, mengharamkan talak dan meng halalkan
khamar. Kafir yang paling berat adalah orang yang mengingkari Allah.
Pembagian kafir di atas menunjukkan bahwa dalam konsep iman yang dikemukakan
al-Baqilani, amal tetap dipentingkan sebab menurutnya perbuatan dapat membawa kepada
kekafiran. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa amal tidak lepas dari iman. Dan orang
yang termasuk dalam ketiga macam kafir tersebut di atas adalah orang-orang yang sia-sia
kebaikannya.
Senada dengan pendapat al-Asy’ary, al-Maturidi (tokoh lain dari Ahlu Sunnah wal
Jama’ah) juga menolak paham Mu’tazilah tentang dosa besar. Al- Maturidi berpendapat
bahwa orang yang berdosa besar masih tetap mukmin, dan soal dosa besarnya akan
ditentukan Tuhan kelak di akhirat. Al-Maturidi juga menolak ajaran al-Manzilah baina al-
Manzilahtain.
Sesungguhnya orang Mukmin tidak akan kekal di Neraka. Akan tetapi, mereka
berbeda pendapat mengenai siapa orang mukmin yang tidak akan kekal di Neraka. Khawarij
menganggap orang yang ber- dosa besar dan dosa kecil sebagai orang kafir. Dalam
pandangan mereka, tidak di akui muslim maupun mukmin. Mu’tazilah mengatakan bahwa
pelaku dosa besar tidak di akui sebagai seorang mukmin, sekalipun masih di akui sebagai
seorang muslim. Hanya saja, akan kekal dalam Neraka selama belum bertaubat dengan taubat
yang sebenarnya, dan siksanya lebih ringan dibandingkan dengan siksa orang yang tidak
beriman kepada Allah dan Rasu-Nya.
Kelihatannya, kaum Khawarij dan Mu’tazilah memasukkan amal sebagai salah satu
komponen iman. Sedangkan Asy’aryah dan Maturidiyah tidak meng- anggap amal sebagai
salah satu kom- ponennya. Oleh karena itu, orang yang melakukan tidak keluar dari iman,
sekali- pun amalnya tetap dihisab dan tetap akan mendapat siksa, dan Allah dapat saja
memberikan Syafaat kepadanya. Hal inilah yang menyebabkan al-Maturidi berpendapat
bahwa pelaku dosa besar tidak kekal di Neraka, sekalipun meninggal dunia tanpa bertaubat.
Firman Allah QS. Al-An’am (6):160
‘Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat
amalnya; dan Barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka Dia tidak diberi
pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak
dianiaya (dirugikan)’.
Ayat di atas menjelaskan bahwa orang yang tidak mengingkari Allah dan tidak
menyekutukan sesuatu dengan-Nya, dosanya berada di bawah dosa orang kafir dan orang
musyrik. Allah telah menetap- kan kekekalan dalam neraka sebagai siksaan bagi
kemusyrikan dan kekufuran. Maka sekiranya pelaku dosa besar disiksa sebagai mana
siksaan terhadap orang kafir, padahal mereka beriman, niscaya hukumannya itu melebihi
kadar dosanya.
4. Uraikan yang melatarbelakangi faktor timbulnya dan antisipasinya tumbuh dan
berkembangnya aliran sesat di indonesia.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan tumbuh suburnya aliran-aliran sesat itu di
Indonesia, yaitu:

pertama, era reformasi ini dianggap sebagian orang sebagai era bebas melakukan
dan mengekspresikan apa saja, termasuk meyakini dan mengamalkan keyakinan dan
pahaman yang aneh-aneh

.Kedua, permasalahan ekonomi, sosial, politik dan lainnya yang berat, maka banyak
yang mengharapkan munculnya “Sang Penyelamat” yang bisa berwujud seperti Ratu Adil
atau Imam Mahdi. Keadaan seperti ini dengan mudah dapat dimanfaatkan oleh oknum-
oknum pembawa ajaran-ajaran sesat tersebut.

Ketiga, aliran sesat dapat dijadikan alat untuk mencari popularitas dan keuntungan
materiil dan spirituil.

Keempat, masih banyak di kalangan umat Islam yang iman dan pengetahuan
keagamaannya sangat minim, sehingga cepat terpengaruh dan terperangkap oleh ajaran-
ajaran sesat, apalagi jika ajaran-ajaran sesat tersebut disajikan dengan kemasan yang menarik.

Kelima,aturan perundangan yang berkaitan dengan pendirian dan pengembangan


aliran keagamaan di negara sangat longgar. Sampai saat ini belum ada aturan yang mengatur
paham dan aliran kegamaan yang boleh dan tidak boleh tumbuh dan berkembang di negeri
ini.

Keenam, dakwah selama ini, termasuk yang disampaikan oleh organisasi-organisasi


dakwah Islam seperti Muhammadiyah, NU dan lainnya, belum menjangkau seluruh kalangan
masyarakat.

Dampak negatif dari aliran sesat pada level nasional adalah dengan maraknya aliran
sesat itu menunjukkan bahwa negara ini sudah rusak, hal ini karena seakan-akan negara tidak
mempunyai aturan yang jelas mengenai boleh tidaknya suatu aliran, atau jika aturan itu ada,
penegakan hukum terhadap aliran sesat dan para pengikutnya tidak tegas. Selama ini aparat
terlihat ragu ragu menindak mereka karena mereka berkedok bahwa hal itu termasuk
kebebasan beragama yang merupakan Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilindungi oleh
Undang-undang. Akibatnya, meskipun sudah dilarang oleh masyarakat, mereka masih
menjalankan aktivitasnya seperti biasa. Bahkan mereka masih menyebarkan kesesatan
tersebut secara diam-diam di tengah-tengah masyarakat tanpa ada tindakan tegas dari aparat.
Persoalan di atas menarik untuk mendapatkan 173 VOL. 19 NO.2 DESEMBER 2012 solusi
baik dalam perspektif hukum Islam maupun hokum positif, karena permasalahan yang
semakin hari semakin memanas dan membahayakan kestabilan masyarakat.

Penyelesaian aliran sesat dari perspketif hukum positif, yakni dengan sikap pro-aktif
dari penegak hukum dalam menanggapi laporan masyarakat mengenai aktifitas keagamaan
para penganut aliran sesat yang meresahkan. POLRI meneruskan kasus tersebut ke
Kejaksaan, lalu kejaksanaan membawa permasalahan tersebut ke BAKORPAKEM. Di sana
pandangan dan pendapat para ulama atau ahli agama (MUI, DGI, MAWI, WALUBI, PDHI,
dan Matakin) dijadikan pertimbangan. Setelah itu, permasalahan tersebut dibawa ke forum
dan pendapat 179 VOL. 19 NO.2 DESEMBER 2012 Muspida. Apabila aliran tersebut
dipastikan sesat, maka akan dikeluarkan peringatan keras lewat SKB 3 Menteri atau SK
Kejaksaan Tinggi. Jika setelah dikeluarkannya SKB aliran tersebut masih tetap tidak
mengindahkan, maka penganutnya bisa dituntut dengan Pasal 156a KUHP yang hukumannya
maksimal 5 tahun dan organisasinya dapat dibubarkan oleh Presiden.

5. Indikator paham aliran sesat dan bagaimana seharusnya pemerintah bersikap


terhadap aliran sesat.
Indikator Paham dan Aliran Sesat
MUI menetapkan sepuluh indikator/kriteria ajaran atau aliran yang sesat, yang
dirumuskan di dalam Rakernas-nya di Hotel Sari Pan Pacific Jakarta Tahun 2007 Mengingkari
salah satu rukun Iman yang enam dan rukun Islam yang lima; meyakini dan atau mengikuti
aqidah yang tidak sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah; meyakini turunnya wahyu setelah
al-Qur’an; mengingkari otensitas dan atau kebenaran isi al-Qur’an; melakukan penafsiran al-
Qur’an yang tidak berdasarkan kaidah-kaidah tafsir; mengingkari kedudukan hadis Nabi Saw.
sebagai sumber ajaran Islam; menghina, melecehkan dan atau merendahkan para nabi dan
rasul; mengingkari Nabi Muhammad Saw. sebagai nabi dan rasul terakhir; mengubah,
menambah dan atau mengurangi pokok-pokok ibadah yang telah ditetapkan oleh syariah,
seperti haji tidak ke Baitullah dan salat wajib tidak lima waktu; dan mengkafirkan sesama
tanpa dalil syar’i, seperti mengkafirkan Muslim hanya karena bukan kelompoknya.
Atas dasar sepuluh kriteria itu, MUI akan memfatwakan sebagai kelompok aliran
sesat atau kelompok di luar Islam apabila ada kelompok umat yang memiliki salah satu di
antara kriteria tersebut. Apalagi terdapat beberapa kriteria di suatu kelompok tertentu.
Kelompok ini, sesudah diadakan penelitian atau pengkajian mendalam dan pembahasan
sesuai prosedur penetapan di MUI, tentulah akan divonis sesat atau akan dinyatakan telah
keluar dari Islam. Orang atau kelompok yang dinyatakan telah keluar dari Islam ini berarti
dia orang murtad dan murtad berarti kafir atau, lebih dikenal dengan istilah, kafir murtad.
Bagaimana seharusnya pemerintah bersikap terhadap aliran sesat.
Penyelesaian aliran sesat dari perspektif hukum positif adalah upaya menerapkan
hukum negara Indonesia yang telah ada dan mekanisme penyelesaiannya. Kaidah hukum
yang digunakan dalam penyelesaian aliran sesat adalah Pasal 156a KUH Pidana yaitu delik
penistaan atau penodaan agama. Ketentuan Pasal 156a KUH Pidana menyatakan
bahwa:”Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun, barang siapa dengan
sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang ada pada pokoknya bersifat permusuhan penyalahgunaan atau penodaan
terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia,
b. dengan maksud agar orang tidak menganut agama apapun juga yang
bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Anda mungkin juga menyukai