Anda di halaman 1dari 88

MATERI 15 KELOMPOK

Resume:
diajukan untuk memenuhi Ujian Akhir Semester (UAS)
dan Tugas Mandiri mata kuliah Ilmu Kalam

Dosen Pengampu:
Drs. Yumna, M.Ag.

Disusun oleh:
Nama : Nadiyah Amaliyah
Kelas : Tasawuf dan Psikoterapi II/D
Nim : 1191040106

PROGRAM STUDI TASAWUF DAN PSIKOTERAPI FAKULTAS USHULUDDIN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2020
KELOMPOK 1
HUBUNGAN ILMU KALAM, ILMU FILSAFAT, DAN ILMU TASAWUF

1.1 Sejarah Timbulnya Masalah Akidah dalam Islam


Penyebab dari timbulnya masalah akidah yang ada terdapat di dalam Islam itu berawal
dari permasalahan politik pada akhir zaman kekhalifaan usman dan awal kekhalifahan Ali..
Kepemimpinan Islam dari zaman Rasulullah kepada zaman Umar bin Khatab bisa
dikatakan cukup aman dalam masalah perpolitikan kepemimpinan. Namun pada zaman
kekhalifaan Ali bin Ali bin abi Thalib fitnah bermemunculan, di saat inilah lahirnya aliran-
aliran akidah Islam. Diantaranya adalah khawarij (kaum yang keluar dari kepemimpinan
Ali), syiah (pengikut setia Ali), murjiah (kaum yang menyerahkan hukum tafkiri kepada
tuhan) dan mu‟tazilah (kaum rasional).1 Dalam hadits riwayat imam Thurmudzi dan imam
Ibnu Majah, nabi mengatakan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi tuju puluh tiga
golongan dan hanya satu yang selamat yaitu golongan yang mengikuti ajaran nabi dan para
sahabat.2 Islam adalah agama yang besar sehingga sangat rentan terhadap perpecahan.
Perpecahan itu ada yang mengarah kepada munculnya ajaran ajaran baru yang menyimpang
dari ajaran dasar Islam tetapi ada juga perpecahan yang disebabkan karena adanya
perbedaan penafsiran Al-Qur‟an dan hadits dan ada pula perbedaan cara pandang tokoh
tokoh Islam dalam mengatasi kemunduran umat Islam. Nah semua hal nnilah yang
menyebabkan lahirnya pemikiran pemikiran dalam Islam yang berbeda-beda. Untuk
menghindari keterbelakangan umat Islam, diperlukan adanya gerakan tajdid yaitu
pembaharuan, dan dengan hal ini lah diharapkan lahir lah tokoh tokoh pembaharu yang
mempunyai keberanian untuk melakukan perubahan besar bagi pemikiran Islam.3

1
https://jurnal.polines.ac.id/index.php/bangun_rekaprima/article/view/1578/106607/, pada tanggal 14 Juli 2020
pukul 14.00
2
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2006) hlm.29
3
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2006) hlm.30

1
1.2 Aliran-Aliran Ilmu Kalam
a. Aliran Khawarij
Khawarij adalah suatu nama yang diberikan oleh kaum tersebut hal ini dikarenakan tidak
mau menerima cara penyelesaian dalam pertempuran siffin yang terjadi antara Ali dan
Muawiyah dalam upaya penyelesaian persengketaan antara keduanya tentang masalah
khalifah. Khawarij berasal dari kata kharaja yang artinya keluar dan yang dimaksudkan
keluar disini adalah mereka yang keluar dari barisan Ali sebagai diterimanya arbitse oleh
Ali. Tetapi sebagaian orang berpendapat juga bahwa nama “kharaja” diberikan kepada
mereka karena mereka keluar dari rumah-rumah mereka dengan maksud berjihad di jalan
Allah. Hal ini di dasarkan pada QS An-Nisa: 100 berdasarkan ayat tersebut, maka kaum
khawarij memandang diri mereka sebagai orang yang meninggalkan rumah atau kampung
halamannya untuk berjihad. Ajaran Khawarij bermula dari masalah pandangan mereka
tentang kufur. Kufur (orang-orang kafir), berarti tidak percaya. Lawannya adalah iman
(orang yang dikatakan mukmin) berarti percaya. Di masa Rasulullah kedua kata itu diartika
orang yang telah percaya kepada Allah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dan
orang-orang yang tidak percaya kepada Allah tersebut. Dengan kata lain, mukmin adalah
orang yang telah memeluk agama Islam sedangkan kafir adalah orang yang belum
memeluk agama Islam. Jadi sikap keagamaan mereka sangat ekstrem dan sulit menerima
perbedaan pendapat. Mereka menganggap orang yang berada di luar kelompoknya adalah
kafir dan halal dibunuh. Sikap picik dan ekstrem ini lah yang membuat mereka terpecah
menjadi beberapa sekte. Khawarij tidak memandang kepala negara sebagai orang yang
sempurna menurut kaum khawarij kepala Negara adalah manusia biasa dan juga yang tidak
luput dari kesalahan dan dosa. Karena hal tersebut, mereka menggunakan mekanisme syura
untuk mengontrol pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan. Apabila kepala negara
menyimpang dari semestinya, dia dapat diberhentikan atau dibunuh.4 Tokoh-tokoh Dalam
Aliran Khawarij: Urwah bin Hudair, Mustarid bin Sa'ad, Hausarah al-Asadi, Quraib bin
Maruah, Nafi' bin al-Azraq, dan 'Abdullah bin Basyir.

4
https://jurnal.polines.ac.id/index.php/bangun_rekaprima/article/view/1578/106607/, pada tanggal 14 Juli 2020
pukul 14.00

2
b. Aliran Syiah

Syiah dalam bahasa Arab artinya adalah pihak, golongan, kelompok atau pengikut sahabat
atau penolong. Pengertian itu kemudian berubah sehingga mempunyai pengertian tertentu.
Setiap kali orang menyebut syiah, maka dalam pikiran orang tertuju kepada syiah-ali, yaitu
kelompok masyarakat yang amat memihak Ali dan dan memuliakannya beserta
keturunannya. Kelompok tersebut lambat laun membangun dirinya sebagai aliran dalam
Islam. Adapun ahl al-bait adalah “keluarga rumah nabi”. Menurut syiah yang dinamakan
ahl bait itu adalah Fatimah, suaminya Ali, Hasan dan Husein anak kandungnya, menantu
dan cucu-cucu Nabi, untuk isteri-isteri nabi tidak termasuk Ahl alBait. Sejak zaman
Rasulullah serta khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khatab, belum pernah ditemukan
adanya satu golongan politik atau golongan agama yang memiliki banyak pengikut,
memiliki karakter dan identitas khusus dan memiliki target yang jelas. Golongan itu baru
muncul pada masa Khalifah Utsman. Mereka adalah orang-orang yang setia pada Ali, yang
menganggap bahwa kekhalifahan Ali berdasarkan Nash Al-quran dan wasiat dari
Rasulullah SAW, baik yang disampaikan secara jelas maupun secara samar. Menurut
mereka seharusnya kepemimpinan diduduki oleh Ali dan keturunannya, serta tidak boleh
lepas darinya. Para ulama masih berbeda pendapat mengenai asal-usul Syi‟ah dan
perkembangannya. Tokoh-tokoh Aliran Syiah: Jalaludin Rakhmat, Haidar Bagir, Haddad
Alwi, Nashr bin Muzahim, Ahmad bin Muhammad bin Isa Al-Asy‟ari.5
c. Aliran Jabbariyah

Kata Jabariyah berasal dari kata “jabara” yang berarti memaksa dan mengharuskannya
melaksanakan sesuatu. Secara istilah, jabbariyah berarti menyandarkan perbuatan manusia
kepada Allah SWT. Jabariyyah menurut mutakallimin adalah sebutan untuk mahzab al-
kalam yang menafikkan perbuatan manusia secara hakiki dan menyerahkan kepada Allah
SWT semata. Asal-usul Jabariyah yaitu Aliran Jabbariyah ini sebenarnya sudah ada di
kalangan bangsa Arab sebelum Islam. Sejarah mencatat bahwa orang yang pertama kali
menampilkan paham jabbariyah di kalangan umat Islam adalah Al-Ja‟d Ibn Dirham.6
Pandangan-pandangan Ja'ad bin Dirham ini kemudian disebar luaskan oleh pengikutnya,

5
https://jurnal.polines.ac.id/index.php/bangun_rekaprima/article/view/1578/106607/, pada tanggal 14 Juli 2020
pukul 14.00
6
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm. 64

3
seperti Jahm bin Shafwan dari Khurasan. Dalam sejarah teologi Islam, Jahm tercatat
sebagai tokoh yang mendirikan aliran jahmiyyah dalam kalangan Murji’ah. Ia adalah
sekretaris Surai bin Al hariz dan selalu menemaninya dalam gerakan melawan kekuasaan
bani Umayyah. Namun dalam perkembangannya paham Jabariyyah juga dikembangkan
oleh tokoh lainnya diantaranya Al Husain bin Muhammad An-Najjar dan Ja‟ad bin Dirrar.
Paham Jabariyah ini diduga telah ada sejak sebelum agama Islam datang kemasyarakat
Arab. Tokoh-tokoh Aliran Jabbariyah: Al-Ja‟ad bin Dirham, Jahm bin Sofwan, Adh-
Dhirar, Husain bin Muhammad al-Najjar7.

D. Aliran Qaddariyah

Qadariyah berasal dari kata “qodara” yang artinya memutuskan dan kemampuan dan
memiliki kekuatan, sedangkan sebagai aliran dalam ilmu kalam Qadariyah adalah nama
yang dipakai untuk salah satu aliran yang memberikan penekanan terhadap kebebasan dan
kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan-perbuatannya. Adapun menurut
pengertian terminologi Qodariyyah adalah suatu aliran yang mempercayai bahwa segala
tindakan manusia tidak diatur oleh Tuhan. Aliran ini juga berpendapat bahwa tiap-tiap
orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau
meninggalkannya atas kehendak sendiri. Berdasarkan pengertian tersebut, qodariyyah
merupakan nama suatu aliran yang memberikan suatu penekanan atas kebebasan dan
kekuatan manusia dalam mewujudkan perbuatannya. Harun Nasution menegaskan bahwa
kaum qodariyyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qodrat atau kekuatan
untuk melaksanakan kehendaknya, akan tetapi bukan berarti manusia terpaksa tunduk
paada qodrat Tuhan. Kata qadar dipergunakan untuk menamakan orang yang mengakui
qadar digunakan untuk kebaikan dan keburukan pada hakekatnya kepada Allah. Asal Usul
Aliran Qadariyah yaitu Sekilas pemahaman Qadariyah ini sangat ideal dan sesuai dengan
ajaran Islam.8

7
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2006)
8
Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm.65

4
e. Aliran Mu‟tazillah

Kata mu‟tazilah berasal dari kata I‟tazala dengan makna yang berarti menjauhkan atau
memisahkan diri dari sesuatu. Pemimpian tertua di aliran Mu‟tazillah adalah Washil ibn
Atha. Ada kemungkinan washil ingin mengambil jalan tengah antara khawarij dan murjiah,
melainkan berada di dua posisi. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa orang yang
berdosa besar itu masih ada imannya tetapi tidak pula dapat dikatakan mu‟min karena ia
telah berdosa besar. Orang yang serupa itu apabila meninggal dunia maka ia akan kekal di
dalam neraka, hanya azabnya saja yang lebih ringan dibandingkan orang kafir. Itulah
pemikiran Washil yang pertama sekali muncul.

f. Aliran Asy‟ariyyah

Nama lain dari aliran ini adalah Ahlu Sunnah wal Jamaah. Aliran Asy‟ariyyah adalah aliran
teologi yang dinisbahkan kepada pendirinya yaitu Abu al-Hasan Ali ibn Islmail alAsy‟ari.
Ia berguru pada Abu Ali al-Jubbai, salah seorang tokoh Mu‟tazillah yang setia selama 40
tahun. Setelah itu ia keluar dari Mu‟tazilah dan menyusun teologi baru yang berbeda
dengan Mu‟tazillah yang kemudian dikenal dengan sebutan Asy‟ariyyah. Kasus keluarnya
Asy‟ari ini menurut suatu pendapat karena ia bermimpi bertemu dengan Rasulullah yang
berkata kepadaya, bahwa Mu‟tazillah itu salah dan yang benar adalah pendirian al-Hadis.
Menurut aliran Asy‟ariyyah, Allah mempunyai beberapa sifat dan sifat-sifat itu bukan zat-
Nya dan bukan pula selain zat-Nya, namun ada pada zatNya.

g. Aliran Maturidiyyah

Nama Maturidiyyah diambil dari nama tokoh pertama yang tampil mengajukan pemikiran
sendiri. Nama lengkapnya adalah Abu Mansur Muhammad Ibn Mahmud al-Maturidi.
Aliran Maturidiyyah yang dikatakan tampil sebagai reaksi terhadap pemikiran-pemikiran
mu‟tazzilah yang rasional itu, tidaklah seluruhnya sejalan dengan pemikiran yang yang
diberikan oleh al-asy‟ari. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa pemikiran teologi
asy‟ari sangat banyak menggunakan makna teks nash agama (Quran dan Sunnah), maka
Maturidiyyah dengan latar belakang mazhab Habafi yang dianutnya banyak menggunakan
takwil.

5
h. Aliran Murji‟ah

Murjiah berasal dari bahasa Arab irja artinya penundaan atau penangguhan. Karena sekte
yang berkembang pada masa awal islam yang dapat diistilahkan sebagai “orang-orang yang
diam”. Mereka meyakini bahwa dosa besar merupakan imbangan atau pelanggaran
terhadap keimanan dan bahwa hukuman atau dosa tidak berlaku selamanya. Oleh karena
itu, ia menunda atau menahan pemutusan dan penghukuman pelaku dosa di dunia ini. Hal
ini mendorong mereka untuk tidak ikut campur masalah politik. Satu diantara doktrin
mereka adalah shalat berjamaah dengan seorang imam yang diragukan keadilannya adalah
sah. Doktrin ini diakui oleh kalangan islam sunni namun tidak untuk kalangan syiah.

1.3 Hubungan Filsafat Islam dan Filsafat Yunani


Perpaduan tersebut memiliki makna penting dalam sejarah filsafat Islam, karena ia
merupakan titik awal yang melandasi para filosof selanjutnya. Bisa dilihat bahwa
Ibnu Sina Konsentrasi untuk membedakan antara Plato dan Aristoteles. Filsafatnya
lebih Platonis. Namun sekali lagi walaupun filsafat Islam mengambil sebagian
dari pemikiran para filosof Yunani tersebut, filsafat Islam memiliki ciri khas
kepribadian tersendiri. Ciri khas paling khusus bagi filsafat Islam adalah sinkritis dan
eklektis, memadukan antara agama logika dengan agama dan mendamaikan antara
agama dan filsafat. Hal itu karena para filosof Islam berpendapat bahwa
dimungkinkan menyingkap realitas melalui berbagai cara dan sarana. Untuk mencapai
hal itu kita dituntun oleh logika dan bukti sebagaimana menuju ke arah itu kita dituntun
oleh wahyu dan ilham. Jika logika bertumpu pada potensi akal maka wahyu
berlandaskan pada imajinasi, tetapi baik logika maupun wahyu sama sama sampai
kepada akal af‟al sebagai sumber kebenaran. Kebenaran aqli maupun nakli merupakan
saudara kandung walaupun nampaknya terpisah dan saling berjauhan. Tanpa menggali
kembali apa yang terpikir di masa yunani kuno itu, tidaklah mungkin untuk mengetahui
dengan sepenuhnya apa yang menjadi bentuk pikiran orang orang barat sekarang. Para
filsuf islam pada umumnya hidup dalam lingkungan dan suasana yang berbeda dari apa
yang dialami oleh filsuf filsuf lain. Sehingga pengaruh lingkungan terhadap jalan pikiran
mereka tidak bisa dilupakan. Pada akhirnya, tidaklah dapat dipungkiri bahwa dunia
islam berhasil membentuk filsafat yang sesuai dengan prinsip-prinsip agama dan
6
keadaan masyarakat islam itu sendiri. Hal ini disebabkan apa yang ditulis oleh pemikir
pemikir yunani lebih sistematis. Karena mereka mengenal tulisan sehingga apa yang
terjadi pemikirannya dapat dibuktikan secara realitas. Seperti tokoh filosuf yunani
adalah Plato, Aristoteles, Platinus, dan lain sebagainya. Dengan adanya bukti bukti yang
diungkapkan oleh sebagian filsuf islam, maka salah apabila filsafat islam dianggap
plagiat terhadap filsafat yunani. Namun akan lain permasalahannya, jika filsafat
islam mendapat motivasi dari filsafat yunani. Dalam arti para filosof islam
termotifator dalam berfikir tentang manusia, kosmos (alam) dan zat pencipta
(Allah). Juga sebagaian bahan bahan pemikiran filsafat yunani dijadikan bahan bagi
filsuf islam dalam mengembangkan filsafatnya dengan salah satu upayanya
9
menterjemahkan filsafat yunani ke dalam bahasa arab.

1.4 Rasional dan Tradisional dalam Pemikiran Kalam


Rasional dalam teologi berarti aliran teologi yang banyak mengandalkan kepada kekuatan
akal atau rasio, akal mempunyai daya yang kuat serta dapat memberikan interpretasi secara
rasional terhadap teks ayat al-quran dan hadits. Penganut teologi ini hanya terikat pada
sesuatu yang jelas lagi tegas disebut dalam ayat ayat al-quran dan hadits yaitu ayat yang
tidak bias diinterprestasikan lagi. Corak seperti ini merupakan aliran yang dianut oleh kam
mua‟tazilah yaitu aliran yang lebih dominan memakai rasio, namun tetap saja bertahan
pada wahyu sebagai kebenaran mutlak.
Tradisional dalam teologi berarti mengambil sikap terkait tidak hanya pada dogma yang
jelas dan tegas di dalam Al-Qur‟an dan sunnah tetapi juga pada ayat yang mempunyai arti
Zhanni yaitu ayat yang mempunyai arti harfiah dari teks-teks ayat al-qur‟an dan hadits serta
kurang menggunakan logika.10

9
http://ejournal.kopertais4.or.id/tapalkuda/index.php/makrifat/article/view/3049/2252/ diakses tanggal 14 Juli
2020 pukul 14.35
10
http://islamiceducation001.blogspot.com/2019/02/tiga-aliran-ilmu-kalam.html diakses tanggal 14 Juli 2020 pukul
14.40

7
KELOMPOK 2
KERANGKA BERPIKIR ILMU KALAM

2.1 Kerangka Berpikir Rasional dan Metode Berpikir Tradisional


A. Rasional Dalam Pemikiran Kalam

Kerangka berpikir ilmu kalam dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu kerangka berpikir
rasional dan kerangka berpikir tradisional. Kerangka berpikir rasional memiliki prinsip-
prinsip sebagai berikut, yaitu:

 Hanya terikat pada sesuatu yang dengan jelas dan tegas disebut dalam al-Quran dan
Hadits Nabi, yaitu ayat yang naqli

 Dengan adanya keyakinan tersebut membuat para pemikir rasional menjadikan pokok
ajaran utama tersebut karena sudah tertulis.

 Memberikan kebebasan kepada manusia dalam berbuat dan berkehendak serta


kebebasan berkehendak serta memberikan daya yang kuat kepada akal.

 Fokus dalam prinsip berpikir rasional adalah lebih dominan peran akal sehingga harus
lebih ekstra berupaya untuk memahamkan suatu ajaran atau konsep kepada orang lain. 11

Jadi aspek rasionalisme dalam ilmu kalam akhirnya menjadikan pemikiran ini jatuh ke
wilayah pemikiran pengetahuan yang lebih bersifat berteori serta melampaui batas-batas
kemampuan dan daya serap pikiran manusia biasa. Merujuk pada sejarah pemikiran yang
sederhana, corak teologi dalam Islam terdapat dua yaitu teologi rasional dan tradisional.
Teologi rasional dikenal dengan aliran Mu‟tazilah dan Maturidiyah Samarkan Sedangkan
teologi tradisional dikenal dengan aliran Asy‟ariyah dan Maturidiyah Bukhara. Ciri-ciri
Teologi Rasional yaitu ada tiga tolak ukur ialah sekurang-kurangnya untuk melihat dan

11
http://adji-anginkilat.blogspot.com/2010/10/rasional-dan-tradisional-dalam.html?m=1 diakses pada tanggal 14 Juli
2020 pukul 15.00

8
mengetahui suatu aliran, yakni kedudukan akal dan fungsi wahyu, perbuatan dan kehendak
manusia, serta keadilan atau kehendak mutlak tuhan.12 Ciri teologi rasional adalah:

 Akal mempunyai kedudukan yang lebih tinggi, karenanya dalam memahami wahyu,
aliran ini pun cenderung mengambil arti yang benar

 Manusia bebas berbuat dan berkehendak. Karena akal kuat, manusia mampu berdiri
sendiri, mempunyai kebebasan dalam kemauan dan kehendak serta mampu berpikir
secara mendalam

 Keadilan Tuhan, menurut paham ini, terletak pada adanya hukum alam (sunatullah) yang
mengatur perjalanan alam ini.

Pemikiran Teologi Rasional Mu‟tazilah Kalam Menurut Harun Nasution yaitu Setiap tokoh
memiliki ciri khas pemikiran dan latar belakang pemikirannya masing-masing. Bila tidak
berlebihan, dapat dikatakan bahwa titik tolak pemikiran Harun Nasution adalah pemikiran
Mu‟tazilah yang sudah diupamnya. Fauzan Saleh mengatakan bahwa pemikiran Mu‟tazilah
tersebut diperkenalkan oleh Harun Nasution secara lebih komprehensif. Inti pembaharuan
pemikiran Harun Nasution sebenarnya tidak jauh berbeda dengan para pendahulunya yaitu
menekankan tentang ijtihad. Akan tetapi Harun Nasution sudah masuk dalam tataran
pembahasan yang sudah lebih mendalam tentang teologi Masalah kalam ini jarang sekali
diperbincangkan oleh para pemikir Islam sebelumnya. Sebagian besar pemikir Islam pada
masa itu lebih dalam mengkaji tentang kajian muamalah. Hal itu terjadi karena suasana
zaman yang menarik para pemikir Islam tersebut untuk merespon masalah yang ada.
Sedangkan Harun Nasution adalah orang yang lepas dari berbagai kemelut masalah yang
ada, walaupun pada masanya bukan berarti tidak ada masalah. Teologi adalah ilmu yang
mempelajari ajaran-ajaran dasar suatu agama. Dalam Islam, teologi disebut sebagai „ilm al-
kalam. Secara umum, pemikiran Harun tentang teologi rasional maksudnya adalah bahwa
kita harus mempergunakan rasio yaitu perbandingan kita dalam menyikapi masalah.
Namun bukan berarti menyepelekan wahyu. Karena menurutnya, di dalam Al-Qur‟an
hanya memuat sebagian kecil ayat ketentuan-ketentuan tentang iman, ibadah, hidup
bermasyarakat, serta hal-hal mengenai ilmu pengetahuan dan fenomena alam. Menurutnya,
12
http://adji-anginkilat.blogspot.com/2010/10/rasional-dan-tradisional-dalam.html?m=1 diakses pada tanggal 14 Juli
2020 pukul 15.30

9
di dalam Al-Qur‟an ada dua bentuk kandungan yaitu qath‟iy al dalalah dan zhanniy al-
dalalah. Qath‟iy al dalalah adalah kandungan yang sudah jelas sehingga tidak lagi
dibutuhkan tafsiran. Sedangkan Zhanniy al-dalalah adalah kandungan di dalam Al-Qur‟an
yang masih belum jelas sehingga menimbulkan tafsiran yang berbeda beda. Disinilah
dibutuhkan akal yang dapat berpikir tentang semua hal tersebut. Dalam hal ini lah
kemurnian wahyu sering dipertentangkan dengan akal.

B. Tradisional Dalam Pemikiran Kalam


Sedangkan kerangka berpikir tradisional mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:

 Terikat pada keyakinan dan ayat-ayat yang mengandung arti dzanni. Dengan adanya
teks agama tersebut membuat suatu pemahaman menjadi tidak pasti, hasil pemikiran
menjadi dzanni, tidak mutlak Tidak memberikan kebebasan kepada manusia dalam
berkehendak dan berbuat jelas

 memberikan daya yang kecil kepada akal yaitu tidak memberikan kebebasan dalam
berpikir). 13

Dari paparan dua bentuk kerangka berpikir dalam ilmu kalam di atas dapat disimpulkan
bahwa Semua aliran dalam pemikiran kalam berpegang kepada wahyu sebagai sumber
pokok. Dalam hal ini, perbedaan yang muncul hanyalah bersifat pandangan atau penafsiran
mengenai teks ayat-ayat Alqur‟an maupun Hadis. Perbedaan dalam penasiran tersebut
dapat menimbulkan aliran-aliran yang tidak sama. Di antara para ahli teologi ada yang
berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kuat untuk memberikan penafsiran yang
bebas tentang teks Al-qur‟an dan hadis nabi sehingga dengan demikian timbullah aliran
teologi yang dipandang liberal dalam Islam, yaitu Mu‟tazilah. Di pihak lain, terdapat pula
sekelompok teolog yang melihat bahwa akal tidak mampu untuk memberikan penafsiran
terhadap teks Alqur‟an, seandainyapun dianggap mampu resiko kesalahannya lebih besar
daripada kebenaran yang akan didapatkan. Kendatipun justru fakta ini yang didapatkan,
namun semua sepakat bahwa sumber kebenaran itu hanyalah wahyu Tuhan itu. Ciri-ciri
Teologi Tradisional yaitu :

13
http://adji-anginkilat.blogspot.com/2010/10/rasional-dan-tradisional-dalam.html?m=1 diakses tanggal 14 Juli
2020 pukul 15.40

10
 Akal mempunyai kedudukan yang rendah

 Manusia tidak bebas berbuat dan berkehendak

 Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan menurut paham ini, bukan menurut sunatullah,
namun benar-benar menurut kehendak mutlak Tuhan. 14

Sifat-sifat Tuhan tergambar dalam Asmaul Husna. Sifat Tuhan tidak sama dengan sifat
manusia. Ilmu Tuhan tidak timbul seperti ilmu manusia dan tidak diperoleh melalui panca
indera dan akal. Sifat Tuhan tidak dapat dibayangkan (laisa kamitslihi syai‟un). Ridha
menghindari pembahasan sifat dan zat Tuhan karena tidak dapat dijangkau oleh akal
manusia.. Ia berkeyakinan bahwa sifat-sifat jasmaniah pada Allah tidak sama dengan sifat-
sifat jasmaniah pada makhluk. Ridha terlihat sangat tradisional. Ia memberikan kedudukan
yang amat rendah kepada akal manusia untuk mengetahui keberadaan tentang Tuhan, baik
sifat maupun zat. Menurut Ridha, akal berperan terhadap persoalan-persoalan yang tidak
disebut secara rinci dalam al-Qur‟an dan hadits serta untuk mengetahui ajaran Islam yang
berhubungan dengan muamalat atau kehidupan duniawi. Dalam bidang ibadah khusus
(mahdah) akal tidak mampu mengetahuinya. Dalam hal ini, Ridha amat tradisional dalam
memahami fungsi akal dan wahyu. Namun demikian, menurut hemat penulis, Ridha adalah
seorang yang amat hati-hati untuk memainkan peran akal secara lebih dari padan peran
wahyu. Membaca dan memahami corak teologi Ridha dapat dipahami, ia sangat tradisional.
Buktinya, untuk urusan akal dan fungsi wahyu, ia lebih akrab dengan teologi tradisional.
Dalam hal kebebasan berpikir, berkehendak, dan berbuat, pendapatnya lebih dekat kepada
teologi rasional. Dalam hal perbuatan dan keadilan, ia berada pada pendapat rasional.

2.2 Aliran Antroposentris, Teosentris, Konvergensi, Nihilis


A. Aliran Antroposentris
Antropocentrich kata ini berasal dari bahasa yunani anthropikos dari anthropos (manusia)
dan kentron (pusat).istilah ini mengacu kepada pandangan manapun yang mempertahankan
bahwa manusia merupakan pusat dan tujuan akhir dari alam semesta .mengacu kepada

14
http://adji-anginkilat.blogspot.com/2010/10/rasional-dan-tradisional-dalam.html?m=1 diakses tanggal 14 Juli
2020 pukul 15.55

11
pandangan bahwa nilai manusia merupakan pusat untuk berfungsinya alam semesta dan
alam semesta menopang dan secara tahap demi tahap mendukung nilai-nilai itu.
Pengertian diatas mengandung arti bahwa manusia menjadi pusat dari alam
semesta.pemahamanan troposentris disini sangat jelas bahwa manusiam empunyai
kebebasan dalam melakukan perbuatannya tanpa campur tangan tuhan.Hal ini bias di lihat
bahwa nilai-nilai kemanusiaan lebih tinggi di bandingkan ketuhanan. Aliran ini
menganggap bahwa hakikat realitas transenden bersifat intracosmos dan impersonsl, ia
berhubungan erat dengan masyarkat cosmos baik yang natural maupun yang supernatural
dengan demikian manusia harus mampu menghapus, keperibadian kemanusiannya. Untuk
meraih kemerdekaan lilitan natural.

B. Aliran teosentris
Aliran ini merupakan bagian dari turats,meskipun demikian hanafi tidak menafikan bahwa
dalam turats ada sejarah perlawanan yang dipresentasikan oleh kaum muktazilah,syiah dan
khawarij.bagi hanafi mereka adalah sekelompok oposisi yang menentang status
quo.sementara itu disisi lain juga ada turats yang berpihak pada penguasa yaitu al-asyari al
syafi‟I dan muawiyah.turats penguasa diwakili oleh sekelompok terutama,sementara
oposisi diwakili oleh kelompok kedua pemetaan seperti ini menunjukkan bahwa tujuan
hanafi melakukan orientasi keilmuan klasik adalah untuk kemaslahatan umat yang saat ini
terabaikan.ironisnya pengabaian tersebut dijalankan dengan sangat bangga oleh agama
wanyang sesat dan menyasatkan mereka bersekutu dengan kekuasaan dan tidak melihat
dampak yang ada dari fatwa-fatwa mereka terhadap nasionalitas bangsa maupun islam itu
sendiri. Istilah tradisi (al-turats) secarat erminologis terkandung didalam dirinya suatu
pengertian yang tersembunyi tentang adanya kaitan antara masalalu dan masa sekarang Ia
menunjuk pada sesuatu yang kan diwariskan oleh masalalu,tetapi wujud berfungsi pada
masa sekarang hanafi menjelaskan pengertian tradisi adalah segala peninggalan masa lalu
yang sampai pada kita dan masih hidup dalam kebudayaan sekarang15Aliran ini mengagap
bahwa hakikat realitas transenden bersifat supercosmos personal dan ketuhanan. Kadang
kala manusia teoritis untuk manusia yang statis sering kali terjebak dalam kepasraan mutlak
kepada Tuhan sikaf kepasraan menjadikan penguasa mutlak yang tidak dapat diganggu

15
AH Ridwanpendekatan integrative masadepan(yogyakarya: suka press 2007)hlm 45-46

12
gugat. Aliran teorentis menggap bahwa daya yang menjadi potinsi perbuatan baik atau
jahad manusia bisa datang sewaktu dari Tuhan, bahkan manusia dapat dikatakan tidak
mempunyai daya sama sekali terhadap segala perbuatannya aliran teologi tergolong dalam
kategori Jabariyah

C. Aliran konvergensi
Teori konvergensi menganggap setiap manusia sepanjang hayatnya selalu dalam
perkembangan.dimana dalam perkembangan tersebut didasari atas tujuan pendidikan yang
penting yaitu manusia penerus hingga akhir hayatnya berdasarkan proses pekembangannya
manusia selalu ditentukan oleh perpaduan pengaruh faktor pembawaan atau kemampuan
dasar dan faktor lingkungan yang baik.16 Aliran ini menganggap bahwa hakekat realitas
terensinden bersifat super sekaligus intracosmos dan sifat lain yang dikotomik. Aliran
konvergensi memandang bahwa pada dasarnya, segala sesuatu itu selalu berada dalam
ambigu baik substansional maupun formal. Substansi atau sesuatu mempunyai nilai – nilai
batinyah, hawiyah, dan internal. Aliran ini berkaitan bahwa hakikat daya manusia
merupakan proses kerjasama antara daya yang transendental (Tuhan) dalam bentuk
kebijakan dan daya temporal ( manusia ) dalam bentuk teknis.

D. Aliran nihilis
Pada aliran ini tuhan tidak memiliki sifat mutlak.hakikat prioritasnya nihil semua. Aliran
nihilis menganggap bahwa hakekat realitas transcendental hanyalah ilusi.aliran ini pun
menolak tuhan yang mutlak tetapi menerima berbagai fariasi tuhan kosmos.kekuatan
terletak pada kecerdikan diri sendiri sehingga mampu melakukan yang terbaik dari tawaran
yang terkutuk idealnya manusia mempunyai kebahagiaan yang bersifat fisik yang
merupakan titik sentral perjuangan seluruh manusia17 Aliran ini menganggap bahwa
hakikat realitas transendental hanyalah ilus. Aliran ini pun menolak Tuhan yang mutlak,
tetapi menerima berbagai variasi Tuhan cosmos. Manusia hanyalah bintik kecil dari
aktivitas mekanisme dalam suatu masyarakat yang serbah kebetulan.

16
Umar tirtaraharjadanlasula,pengantarpendidikan,hlm 58.
17
cferhadan R haryonoimam,filsafatilmupengetahuantelaahatascarakerjailmuilmu{Jakarta:gramediapustaka
utama,1967 hlm 174

13
KELOMPOK 3
KHAWARIJ DAN MURJIAH`

3.1 Latar Belakang Kemunculan Khawarij dan Murji‟ah


A. Aliran Khawarij
Khawarij adalah suatu nama yang mungkin diberikan oleh kalangan lapangan di sana
karena tidak mau menerima arbitrase dalam pertempuran siffin yang terjadi wantara Ali dan
Muawiyah dalam upaya penyelesaian persengketaan antara keduanya tentang masalah
khalifah. Khawarij berasal dari kata kharaja, artinya ialah keluar, dan yang dimaksudkan
disini ialah mereka yang keluar dari barisan Ali sebagai diterimanya arbitse oleh Ali. Tetapi
sebagaian orang berpendapat bahwa nama itu diberikan kepada mereka, karena mereka
keluar dari rumah-rumah mereka dengan maksud berjihad di jalan Allah. Hal ini di
dasarkan pada QS An-Nisa: 100. Berdasarkan ayat tersebut, maka kaum khawarij
memandang kaum khawarij memandang diri mereka sebagai orang yang meninggalkan
rumah atau kampung halamannya untuk berjihad. Ajaran Khawarij bermula dari masalah
pandangan mereka tentang kufur. Kufur (orang-orang kafir), berarti tidak percaya.
Lawannya adalah iman (orang yang dikatakan mukmin) berarti percaya. Di masa
Rasulullah kedua kata itu termanifestasi secara tajam sekali, yakni orang yang telah percaya
kepada Allah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dan orang-orang yang tidak
percaya kepada Allah tersebut. Dengan kata lain, mukmin adalah orang yang telah
memeluk agama Islam sedangkan kafir adalah orang yang belum memeluk agama Islam.
Bila pada masa Rasulullah term kafir hanya dipakai untuk mereka yang belum memeluk
Islam, kaum Khawarij memperluas makna kafir dengan memasukkan orang yang telah
beragama Islam ke dalamnya. Yakni orang Islam yang bila ia menghukum, maka yang
digunakannya bukanlah hukum Allah. Pengikut Khawarij terdiri dari suku Arab Badui yang
masih sederhana cara berpikirnya. Jadi sikap keagamaan mereka sangat ekstrem dan sulit
menerima perbedaan pendapat. Mereka menganggap orang yang berada di luar
kelompoknya adalah kafir dan halal dibunuh. Sikap picik dan ekstrem ini pula yang
membuat mereka terpecah menjadi beberapa sekte. Berbeda dengan kelompok Sunni dan
Syi‟ah, mereka tidak mengakui hakhak istimewa orang atau kelompok tertentu untuk
menduduki jabatan khalifah. Khawarij tidak memandang kepala negara sebagai orang yang

14
sempurna. Ia adalah manusia biasa juga yang tidak luput dari kesalahan dan dosa.
Karenanya, mereka menggunakan mekanisme syura untuk mengontrol pelaksanaan tugas-
tugas pemerintahan. Kalau ternyata kepala negara menyimpang dari semestinya, dia dapat
diberhentikan atau dibunuh.

B. Aliran Murji‟ah

Murjiah berasal dari bahasa Arab irja artinya penundaan atau penangguhan. Karena sekte
yang berkembang pada masa awal islam yang dapat diistilahkan sebagai “orang-orang yang
diam”. Mereka meyakini bahwa dosa besar merupakan imbangan atau pelanggaran
terhadap keimanan dan bahwa hukuman atau dosa tidak berlaku selamanya. Oleh karena
itu, ia menunda atau menahan pemutusan dan penghukuman pelaku dosa di dunia ini. Hal
ini mendorong mereka untuk tidak ikut campur masalah politik. Satu diantara doktrin
mereka adalah shalat berjamaah dengan seorang imam yang diragukan keadilannya adalah
sah. Doktrin ini diakui oleh kalangan islam sunni namun tidak untuk kalangan syiah. Asal
Usul Aliran Murji‟ah yaitu Aliran Murjiah muncul sebagai reaksi dari aliran kharjiyyah
yang memandang perbuatan dosa sebagai quasi absolut dan merupakan sifat penentu,
murji‟ah lebih cenderung sebagai reaksi terhadap kharijiyyah daripada daripada terhadap
aliran mayoritas. Sangat kontras dengan aliran kharjiyyah yang mirip sekali dengan ajaran
yang mirip sekali dengan ajaran St. John tentang “dosa yang dihukum mati”. Aliran
Murji‟ah muncul dengan mengusung keyakinan lain mengenai dosa besar. Masalah yang
mulanya hanya bersifat politis akhirnya berkembang menjadi masalah teologis. Lantara dua
aliran tersebut muncul mendahului aliran Mu‟tazillah, maka tidak salah pula jika Wolfson
menyebut bahwa keduanya sebagai aliran pra-Mu‟tazilah dalam teologi islam.18

3.2 Doktrin-Doktrin Pokok Khawarih dan Murji‟ah


A. Doktrin-Doktrin Khawarij
 Khalifah harus dipilih bebas seluruh umat Islam dan Khalifah tidak harus berasal dari
keturunan Arab

 Dapat dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan
syariat Islam. Ia dijatuhkan bahkan dibunuh apabila melakukan kedzaliman.

18
Dr.Shabri Shaleh Anwar, khazanah intelektual pemikiran dalam islam, pt.indragiri, thun 2020, hlm 52

15
 Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh Ustman dianggap
menyeleweng. Dan khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia
dianggap menyeleweng.

 Muawiyah dan Amr bin Ash serta Abu Musa Al-Asy‟ari juga dianggap menyeleweng
dan telah menjadi kafir.

 Pasukan perang jamal yang melawan Ali kafir.

 Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh dan
seseorang muslim dianggap kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lainnya yang
telah dianggap kafir.

 Setiap Muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka.

 Seseorang harus menghindar dari pemimpin yang menyeleweng.

 Orang yang baik harus masuk surge dan orang yang jahat masuk ke neraka.

 Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari tuhan.

Pokok-pokok doktrin ajaran aliran khawarij yaitu setiap umat manusia yang terus menerus
melakukan dosa besar hingga matinya belum melakukan tobat maka dihukumkan kafir
serta kekal dalam neraka, membolehkan tidak mematuhi aturan-aturan kepala Negara
apabila kepala Negara khianat dan zalim, ada faham juga bahwa amal soleh merupakan
bagian essensial dari iman dan keimanan itu tidak diperlukan jika masyarakat dapat
menyelesaikan masalahnya sendiri namun demikian karena pada umumnya manusia tidak
bias memecahkan masalahnya, kaum khawarij mewajibkan semua manusia untuk
berpegang kepada keimanan.19

b. Doktrin-doktrin Aliran Murji‟ah

 Orang Islam yang percaya pada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan
tidaklah menjadi kafir, karena kufur dan iman letaknya di hatiku

 Menurut murjiah ekstrem ini, iman adalah mengetahui Tuhan dan Kufur tidak tahu pada
Tuhan. Sejalan dengan itu shalat bukan merupakan ibadat bagi mereka, karena yang
disebut ibadat adalah iman kepadanya, dalam arti mengetahui Tuhan

19
Muhammad Hasbi, ilmu kalam, hlm. 29

16
Hal lain juga menjadi pokok ajaran dari sekte ini, dalam persoalan menghukumi yang
terlibat dalam persoalan menghukumi yang terlibat dalam kepercayaan tersebut dan
menyerahkan keputusannya kepada Allah dihari kiamat20

3.3 Sekte-Sekte yang Berkembang Pada Khawarij dan Murji‟ah


A. Kaum Khawarij
Mengenai jumlah sekte Khawarij, ulama berbeda pendapat, Abu Musa Al-Asy‟ari
mengatakan lebih dari 20 sekte , Al-Syahristttani menyebutkan 18 sekte, Musthafa Al-
Syak‟ah berpendapan ada 8 sekte utama, yaitu al-Muhakkimah, al-Azariyah, al-Nadjat, al-
Baihasiyah, al-Ajaridah, al-Saalibah, al-Ibadiah dan al-Sufriyah.21

B. Kaum Murji‟ah

Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murji‟ah tampaknya dipicu oleh perbedaan


pendapat (bahkan hanya dalam hal intensitas) di kalangan para pendukung Murjiah. Dalam
hal inii terdapat problem yang cukup mendasar ketika pengamat mengklompokkan sekte-
sekte murjiah. Kesulitannya yaitu adalah beberapa tokoh aliran pemikiran tertentu yang
diklaim oleh seseorang pengamat sebagai pengikut murjiah tetapi tidak diklaim oleh
pengikut lain. Beberapa sekte murjiah

 Al-Jahmiyah, pengikut Jahm bin Shafwan


 Ash-shalihiyah, pengikut Abu Musa Ash-Shalahiy
 Al-Yunushiyah, pengikut Yunus As-Samary
 Asy-syamriayah, pengikut abu samr dan Yunus
 Asy-Syawbaniah, pengikut Abu Syawban
 Al-Ghainiyah, pengikut Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad-Dimsaqy22

20
Nurela Abbas, ilmukalamsebuahpengantar, hlm.108
21
Dr.Shabri Shaleh Anwar, khazanah intelektual pemikiran dalam islam, pt.indragiri, thun 2020, hlm 62
22
Sariah, “Murjiah dalam perspektif theologis”n.d.h9, https://media.neliti.com/media/publications/

17
3.4 Khawarij dan Murji‟ah Masa Kini
A. Kaum Khawarij

Jika dianalisis metode dan aktivitas Khawarij zaman sekarang, dapat dilihat bahwa
pangikutnya terdiri dari orang yang belum dewasa, muda, serta otaknya telah dicuci, serta
memiliki operandi seperti Khawarij lama. Mereka disesatkan oleh pendangan tentang Islam
secara dangkal. Di sisi lain mereka berani membunuh Muslim tanpa merasa berdosa dan
menyesal. Doktrin Khawarij menganggap darah sebagai barang murahan, hal ini
menjelaskan bahwa orang yang dengan mental seperti ini akan terus hidup, dari zaman ke
zaman lain, maka mudah untuk mengindikasikan neo-Khawarij karena mereka
menggunakan cara-cara yang sama dengan Khawarij lama. Jika Khawarij lama melakukan
pembunuhan dengan keji, memberontak pada pemerintah yang sah, membunuh warga yang
sedang beribadah, menganggap perbuatan kejinya sebagai jihad. Maka Khawarij modern
pun melakukan hal yang sama. Semua aksi yang mereka klaim dilakukan mujāhidūn,
faktanya adalah kelanjutan dari doktrin dan ideologi Khawarij.

B. Kaum Murji‟ah

Kelompok Murji‟ah modern yang bicara tentang udzur bil jahl dan menyangka bahwa
maksud dari udzur bil jahl adalah tidak mengkafirkan penyembah kuburan dan berhala-
berhala dan orang-orang yang terjatuh ke dalam pembatal-pembatal keislaman, mereka
telah menambah diatas ajaran pendahulu mereka dari sisi menurut mereka orang yang
terjatuh ke dalam kesyirikan dan beribadah kepada thaghut dia tidak kafir dan tidak keluar
dari Islam. Mereka beralasan bahwa orang ini jahil tidak tahu dan tidak melakukan
pembangkangan. Kemudian mereka membangun diatasnya menganggap muslim orang
yang beribadah kepada thaghut, orang-orang musyrik (dianggap muslim) dan semua orang
yang terjatuh ke dalam pembatal-pembatal keislaman (menurut mereka muslim). Dan
mereka menyelisihi pendahulunya dari sisi bahwa para pendahulunya menganggap orang
tersebut kafir berdasarkan petunjuk-petunjuk nas, bukan karena perbuatannya
menjadikannya kafir dengan sendirinya

18
KELOMPOK 4
JABBARIYAH DAN QADARIYAH

4.1 Asal-usul pertumbuhan Jabbariyah

Nama Jabariyah berasal dari kata Jabara yang artinya memaksa atau mengharuskan
mengerjakan sesuatu. Imam Al-Syahrastani memaknai al-jabr dengan nafy al-fil haqiqatan
an al-abdi wa idhafatihi ila al-Rabb yaitu Menolak adanya perbuatan manusia dan
menyandarkan semua perbuatannya kepada Allah SWT.23 Paham Jabariyah dalam sejarah
teologi Islam pertama kali dikemukakan oleh al-Ja„d bin Dirham. Tetapi yang
menyebarkannya adalah Jahm bin Safwan. Jahm bin Safwan adalah tokoh yang paling
terkenal sebagai pelopor atau pendiri paham Jabariyah. Paham ini juga identik dengan
paham Jahmiyah dalam kalangan Murji‟ah sesuai dengan namanya.24 Jahm bin Safwan
terkenal pandai berbicara dan berpidato menyeru manusia kejalan Allah dan berbakti
kepada-Nya sehingga banyak sekali orang yang tertarik kepadanya. Adapun corak
pemikiran paham Jabariyahmenganggap bahwa perbuatan manusia dilakukan oleh Tuhan
dan manusia hanya menerima. Hal ini juga dikenal dengan istilah kasb yang secara literal
berarti usaha. Tetapi kasb di sini mengandung pengertian bahwa pelaku perbuatan manusia
adalah Tuhan sendiri dan usaha manusia tidaklah efektif. Manusia hanya menerima
perbuatan bagaikan gerak tak sadar yang dialaminya.25 Menurut paham ini bahwa
perbuatan manusia mesti ada pelakunya secara hakikat, zahirnya manusia namun
sesungguhnya adalah perbuatan Tuhan.

Menempatkan akal pada porsi yang rendah karena semua tindakan dan ketentuan alam di
bawah kekuasaan atau kehendak Tuhan. Sehingga membuat pemikiran dalam segala aspek
kehidupan tidak berkembang, bahkan terhenti. Pemikiran diikat oleh dogma, tidak
berkembang dan mempersempit wawasan yang mengakibatkan tidak adanya pemikiran
yang mendalam seperti yang dikehendaki oleh filsafat.

23
Nunu Burhanuddin, Ilmu Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan, Ilmu Kalam Tematik, Klasik dan Kontemporer
(Jakarta: Prenadamedia, 2016), hlm.81.
24
Harun Nasution, Islam Rasional, hlm.33.
25
Hamka Haq, Faslsafat Ushul Fiqh, Makassar: Yayasan al-Ahkam, hlm.164

19
Harun Nasution menetapkan beberapa ciri paham Jabariyah antara lain:

a. Kedudukan akal rendah.


b. Ketidakbiasaan manusia dalam kemauan dan perbuatan.
c. Kebebasan berpikir yang diikat oleh dogma.
d. Ketidakpercayaan kepada sunnatullah dan kausalitas.
e. Terikat pada arti tekstual al-Qur„an dan hadis.
f. Statis dalam sikap dan perbuatan.26

Perkembangannya, aliran Jabariyah terbagi menjadi dua golongan yang yang sangat
memiliki perbedaan pemahaman yang cukup signifikan. Satu golongan yang sangat
terkesan sanga keras dan fanatik sehingga banyak menumpahkan darah orang lain yang
tidak sepaham dengannya. Satu golongan lagi lebih luwes atau tidak kaku dan mudah
menerima pendapat golongan lain bahkan terkesan mengkombinasikan paham-paham yang
ada saat itu.

4.2 Para tokoh Jabbariyah dan doktrinnya

A. Husain ibnu Muhammad An-Najjar


Pengikutnya disebut Najjariyah. An-Najjar hidup pada masa khalifah Al-Makmun
sekitar tahun 198 H sampai 218 H. Pada mulanya ia adalah murid dari seorang
Mu`tazillah bernama Basyar al-Marisi. Tapi beliau keluar, mengikuti mazhab Ahlus
Sunnah wal Jama`ah dan akhirnya membuat mazhab sendiri yaitu Najariyyah. Beliau ini
berusaha mempersatukan di antara faham-faham yang ada. Kadang-kadang fatwanya
sama dengan Mu`tazilah, lain kali mirip dengan Jabariyah, lain waktu persis dengan
Murji`ah atau Syi`ah bahkan Ahlus Sunnah wal Jama`ah. Tapi sekarang aliran ini sudah
tidak ada lagi, karena tidak adanya pengikut, hilang bersama waktu.27 Ajaran-ajarannya
diantaranya:

 Tuhanlah yang menciptakan perbuatan-perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun


perbuatan baik. Tetapi manusia mempunyai bagian dalam mewujudkan perbuatan-
perbuatan tersebut. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk

26
Harun Nasution, Islam Rasional, hlm.116.
27
Murtiningsih, “Pengaruh Pola Pikir Jabariyah dalam Kehidupan Sehari-hari”, h.198-199.

20
mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dan inilah yang disebut dengan kasab atau
acquisition.28 Demikian manusia dalam pandangan An-Najjar tidak lagi seperti wayang
yang gerakannya bergantung pada dalang. Sebab tenaga yang diciptakan Tuhan dalam
diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.

 Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi An-Najjar mengatakan bahwa Tuhan
dapat saja memindahkan potensi hati (ma`rifat) pada mata sehingga manusia dapat
melihat Tuhan. Pendapat ini dibantah oleh Sayid Sabiq menurutnya kenikmatan terbesar
bagi penduduk surga adalah melihat Allah.Bermunajat kepada-Nya, memperoleh
kebahagiaan dengan kerelaan-Nya. Allah berfirman yang artinya: Pada hari ini wajah
berseri-seri melihat Tuhannya. (QS.75:21-22).

B. Ad-Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Tidak diketahui secara pasti lengkap biografinya.
Beliau memiliki paham moderat yang menengahi paham Qadariyah yang dibawa oleh
Ma`bad Al-Juhani dan Gahilan Al-Dimasqi dengan paham Jabariyah yang dibawa oleh
Jahm ibnu Shafwan. Ajaran-Ajarannya diantaranya:

 Beliau sependapat dengan An-Najjar, yakni bahwa manusia tidak hanya merupakan
wayang yang digerakkan dalang. Manusia mempunyai bagian dalam perwujudan
perbuatannya dan tidak semata- mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya.
Menurutnya, suatu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan,
yakni perbuatan-perbuatan yang diciptakan Tuhan dan perbuatan-perbuatan yang
diusahakan (iktasaba/acquired) oleh manusia. Dengan kata lain, Tuhan dan manusia
bekerjasama dalam mewujudkan perbuatan perbuatan manusia. Karenanya manusia
tidak semata mata dipaksa dalam melakukan perbuatannya. Dhirar dan juga An-Najjar
mengatakan bahwa perbuatan-perbuatan manusia, pada kenyataannya, diciptakanoleh
Allah dan manusia. Mungkin saja sebuah perbuatan dilakukan oleh dua orang pelaku.

 Tentang melihat Tuhan. Menurutnya Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera
keenam. Ia juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah nabi adalah

28
Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah analisa Perbandingan, hlm.36.

21
ijma`saja, sedangkan yang bersumber dari hadits ahad dipandang tidak dapat dijadikan
sumber dalam menetapkan hukum.

 Menurut Dhirar imamah bisa dipegang oleh orang lain selain bangsa Quraisy.

4.3 Latar Belakang Kemunculan Qadariyah

Kemunculan Aliran Qadariya adalah sebuah ideologi di dalam akidah Islam yang muncul
pada pertengahan abad pertama Hijriah di Basrah, Irak. Kelompok ini memiliki keyak- nan
mengingkari takdir, yaitu bahwasanya perbuatan makhluk berada di luar kehendak Allah
dan juga bukan ciptaan Allah. Para hamba berkehendak bebas menentukan perbuatannya
sendiri dan makhluk sendirilah yang menciptakan amal dan perbuatannya sendiri tanpa
adanya andil dari Allah SWT. 29 Imam al-Qurthubi berkata bahwa “Ideologi ini telah sirna,
dan kami tidak mengetahui salah seorang dari muta„akhirin (orang sekarang) yang
berpaham dengannya. Adapun Al-Qadariyyah pada hari ini, mereka semua sepakat bahwa
Allah Maha Mengetahui segala perbuatan hamba sebelum terjadi, namun mereka
menyelisihi As-Salafush Shalih (yaitu) dengan menyata-kan bahwa perbuatan hamba
30
adalah hasil kemampuan dan ciptaan hamba itu sendiri”. Jika kita lihat dari segi bahasa
Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu kata qadara yang artinya kemampuan dan
kekuatan. Dalam bahasa Inggris qadariyah ini diartikan sebagai free will and free act,
bahwa manusialah yang mewujudkan perbuatan perbuatan dengan kemauan dan
tenaganya.31 Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Hadariansyah, orang-orang
yang berpaham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki
kebebasan berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia
mampu melakukan perbuatan,mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk. Sejarah
lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahuisecara pasti dan masih merupakan sebuah
perdebatan.Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar teologi yang
mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma„bad al-Jauhani dan
Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.123 Ditinjau dari segi politik kehadiran
mazhab Qadariyah sebagai isyarat menentang politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran

29
https://id.wikipedia.org/wiki/Qadariyah diakses pada tanggal 15 Juli 2020 pukul 11.35
30
https://id.wikipedia.org/wiki/Qadariyah diakses pada tanggal 15 Juli 2020 pukul 11.40
31
https://id.wikipedia.org/wiki/Qadariyah diakses pada tanggal 15 Juli 2020 pukul 11.50

22
Qadariyah dalam wilayah kekuasaanya selalu mendapat tekanan, bahkan padazaman Abdul
Malik bin Marwan pengaruh Qadariyah dapat dikatakan lenyap tapi hanya untuk sementara
saja, sebab dalam perkembangan selanjutnya paham Qadariyah itu dianut oleh Mu„tazilah
sedangkan paham Jabariyah walaupun tidak identik dengan paham yang dibawa oleh Ibn
Safwan atau Al-Najjar dan Dirar, pengaruh aliran ini terdapat dalam al-Asy„ariah. Tidak di
ketahui secara pasti kapan munculnya paham Qadariah ini, namun munculnya sebagai
persoalan teologi didasari oleh faktor internal dan eksternal. Secara internal, Paham
Qadariah lahir sebagai reaksi dari paham Jabariah yang telah berkembang pada masa
dinasti Umayyah. Paham ini cenderung melegtimasi perbuatan maksiat, perbuatan
sewenang, perbuatan aniaya dan sebagainya. Bahkan paham ini telah dianutoleh peguasa
Bani Umayyah yang cenderung dalam kezaliman untuk membenarkan tindakan-tindakan
mereka, seperti yang di saksikan Gilan al-Dimasyqy (tokoh paham Qadariah) ketika
menjabat sebagai sekertaris Negara dalam pemerintahan Umayyah di Damaskus. Ia
menyaksikan kemerosotan dari sudut agama, kemewahan istana, sementara rakyat
kelaparan, penin-dasan terhadap rakyat dan sebagainya.32

4.4 Doktrin-doktrin Qodariyah

Doktrin Qadariyah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia
dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan
segala hal baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Secara ilmiah, sesungguhnya manusia
telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat
berbuat lain kecuali mengikuti hukum alam. Misalnya manusia ditakdirkan oleh Tuhan
tidak mempunyai sirip ikan yang mampu berenang di laut lepas. Akan tetapi manusia
ditakdirkan memiliki daya piker yang kreatif. Dengan daya pikir yang kreatif dan anggota
tubuh yang dapat dilatih menjadi terampil, manusia dapat meniru apa yang dimiliki ikan
sehingga dia dapat berenang juga dilaut lepas. kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak
ada alas an yang tepat untuk menyandarkan segala perbuatan manusia kepada Tuhan.
Doktrin-doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin islam sendiri. Banyak ayat
Al-Quran yang dapat mendukung pendapat ini misalnya : dalam surah al-kahfi ayat 29

32
Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran Aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan, hlm.37

23
KELOMPOK 5
MU'TAZILAH DAN SYI'AH

5.1 Metode-Metode Mu‟tazilah dalam Menemukan Dalil Akidah

Dalam menentukan dalil untuk menetapkan aqidah, Mu‟tazilah berpegang pada pemikiran
logika, kecuali dalam masalah-masalah yang tidak dapat diketahui selain dengan dalil naql
(teks). Kepercayaan mereka terhadap kekuatan akal hanya dibatasi oleh penghormatan
mereka terhadap perintah-perintah syara33. Sebab-sebab yang mempengaruhi mereka
bersikap seperti itu ialah:

 Basis mereka adalah Irak dan Persia. Di kedua tempat ini terdapat suasana dialogis di
antara sisa-sia kebudayaan peradaban kuno.
 Kebanyakan mereka adalah keturunan al-mawali
 Banyak pemikiran kefilsafatan kuno yang mempengaruhi alam bawah pikiran mereka
akibat mereka banyak bergaul dengan orang-orang Yahudi,Nashrani, dan lain-lain.

Akibat berpegang secara mutlak pada kemampuan akal, mereka menetapkan sesuatu
sebagai baik atau buruk jika akal menyatakan demikian. Mereka mengatakan, “Semua
pengetahuan dapat dipikirkan dengan akal, dan kebenarannya mesti diuji oleh akal.
Mensyukuri nikmat sudah wajib sebelum turunnya wahyu. Baik dan buruk merupakan sifat
esensial dari kebaikan dan keburukan itu sendiri.34

5.2 Jasa-jasa Mu‟tazilah terhadap Islam

Ada orang-orang yang berniat merusak Islam serta menyesatkan kaum muslimin. Orang-
orang ini menyebarkan hal-hal yang meragukan aqidah di kalangan umat Islam. Timbullah
paham Al-Mujasssimah dan al-Rafidhah. Untuk menghadapi mereka dalam rangka
membela Islam, tampil sekelompok orang yang tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu
menggunakan nalar, tetapi juga memahami dalil-dalil naqli. Mereka itulah golongan-

33
Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, (Jakarta: Logos Publishing House, 1996),
hlm155
34
Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, (Jakarta: Logos Publishing House, 1996),
hlm155

24
golongan Mu‟tazilah yang semata-mata bertindak untuk membela agama. Lima dasar (al-
Ushul al-Khamsah) paham Mu‟tazilah yang mereka dukung dan pertahankan hanya
merupakan hasil serangkaian perdebatan sengit yang terjadi antara mereka dan lawan-lawan
mereka tersebut. Prinsip tauhid mereka, dimaksudkan untuk menolak paham al-wa‟d wa al-
wa‟id untuk membantah kaum Murji‟ah. Adapun al-manzilah bain al-manzilatain untuk
menolak paham Murji‟ah dan Khawarij sekaligus. Pada masa pemerintahan Khalifah al-
Mahdi muncul al-Muqni‟ al-Khurrasani dengan membawa paham reinkarnasi dan
menyesatkan sekelompok orang. Oleh karena itu, golongan Mu‟tazilah bersama yang lain
berusaha menolak paham itu dengan cara berdebat dan mengungkapkan kekacauan
pemikiran dan kesesatan mereka. Usaha ini mampu melenyapkan paham reinkarnasi
tersebut.35

5.3 Posisi Mu‟tazilah dalam penilaian zamannya

Golongan Mu‟tazilah mendapat tantangan dari golongan fuqaha dan golongan muhadditsin.
Mereka terjepit di antara dua pihak yang sama kuat, yaitu kaum zindiq, al-Musyabbihah, al-
Mujassimah. Kebencian para fuqaha serta Muhadditsin dari perdebatan-perdebatan yang
mereka lakukan terhadap Mu‟tazilah setiap kali mereka mendapatkan kesempatan. Adapun
faktor penyebab kebencian para fuqaha dan muhaditsin ialah:

 Dalam memahami Aqidah, Mu‟tazilah menyimpang dari metode yang diterapkan oleh
ulama salaf. Al-Qur‟an merupakan sumber utama dan semua orang yang hendak
memahami sifat-sifat Allah harus merujuk kepada Al-Qur‟an dan Sunnah Nabi. Ayat-
ayat Al-Qur‟an merupakan bukti-bukti dan keterangan tentang aqidah. Sedangkan ayat-
ayat yang sulit mereka pahami pengertiannya, mereka cari pemecahannya melalui
ushlub (gaya bahasa) Arab, dan dalam hal itu mereka adalah ahlinya. Jika dengan cara
itu mereka masih menemukan kesulitan dalam memahaminya, mereka tawaqquf
(menghentikan usaha memahaminya) dan menyerahkan kepada Allah tanpa
menimbulkan fitnah.
 Mu‟tazilah sibuk mengadakan perdebatan melawan kelompok zindiq,Rafidhah, para
penyembah berhala dan lain-lain. Mu‟tazilah mengambil sebagian metode berpikir

35
Imam Muhammad Abu Zahrah, (Jakarta: Logos Publishing House, 1996), hlm157

25
lawan-lawannya, tetapi pengambilan berpikir itu tidak menyangkut semua unsurnya dan
tidak sampai mengurangi semangat jihad mereka dalam berdebat dengan lawan.
 Dalam menemukan pemikiran aqidahnya, Mu‟tazilah menggunakan metode logika
murni dengan tetap berusaha agar tidak menyimpang dari nash-nash al-qur‟an. Landasan
metode seperti ini adalah kepercayaan yang tinggi terhadap kemampuan akal.
 Para penganut paham Mu‟tazilah banyak menentang orang-orang yang dihormati
dikalangan masyarakat, dan mereka tidak memilih kata-kata yang sopan dalam
menentang orang-orang itu. Adapun pendapat mereka bahwa orang-orang yang tekun
beribadat berasal dari golongan mereka. Para penganut pemikiran yang hedonisme
banyak melihat peluang dalam Mu‟tazilah untuk menjadikan mereka sebagai ujung
tombak dalam melaksanakan niat dan pandangan mereka dengan jalan menyusupkannya
ke dalam Islam dan kaum Muslimin.
 Di kalangan Bani Abbas terdapat orang-orang menjadi pendukung, penganut dan fanatik
terhadap Mu‟tazilah, dan berusaha agar masyarakat menganut paham itu. Orang-orang
ini menyiksa para ulama fiqh dan hadist serta memberlakukan politik al-mibnah (ujian
keyakinan) terhadap mereka. Pemikiran-pemikiran yang terlihat kacau tetapi di dukung
oleh kekuatan pemerintah sebenarnya merupakan pemikiran yang tidak utuh, karena
penggunaan kekuatan yang membabi buta merupakan ciri jauhnya pemikiran itu dari
kebenaran.

5.4 Pancasila Doktrin Mu‟tazilah

Doktrin Mu‟tazilah dikenal dalam bentuk lima ajaran dasar yang populer dengan istilah al-
ushul al- khamsah. Kelima ajaran dasar itu adalah at-tauhid (tauhid), al-„adl (keadilan),
al-wa‟d wa al-wa‟id (janji dan ancaman), al-manzilah bain al-manzilatin (Posisi diantara
dua posisi), dan al-amr bi al-ma‟ruf qa an-nahy „an al-munkar (Perintah untuk berbuat baik
dan larangan berbuat jahat). Kelima ajaran dasar ini menjadi prinsip utama yang ajaran-
ajarannya disepakati oleh seluruh pengikut Mu‟tazilah. Bagi orang yang hanya mengakui
sebagian dari paham Mu‟tazilah itu dan tidak mengikuti metode berpikirnya, tidaklah

26
termasuk kelompok mereka sehingga tidak memikul dosanya dan tidak pula terkena akibat-
akibat negatif dari paham itu.36

 At-tauhid (Pengesaan Tuhan) merupakan inti paham Mu‟tazilah. Bagi Mu‟tazilah hanya
Allah SWT Yang Maha Esa. Konsep tauhid Mu‟tazilah mereka anggap paling murni
sehingga senang disebut sebagai Ahl At-Tauhid (Pembela tauhid).
 Al-'adl (keadilan) yakni paham keadilan Tuhan dalam ajaran Mu'tazilah mengandung
pengertian bahwa Tuhan wajib berlaku adil dan mustahil berbuat zalim kepada hamba-
Nya. Allah tidak menyukai kerusakan dan tidak menciptakan perbuatan hamba, tetapi
hambalah yang melakukan apa yang diperintahkan dan dilarang dengan qudrah (daya)
yang diberikan dan diletakkan Allah kepada mereka.37
 Al-wa'd wa al-wa'id (janji dan ancaman). Mu'tazilah berkeyakinan bahwa Tuhan wajib
menepati janji-Nya memasukkan orang mukmin ke surga dan menepati ancaman-Nya
mencampakkan orang kafir dan orang berdosa besar ke dalam surga dan menjerumuskan
orang mukmin ke dalam neraka, namun Tuhan mustahil melakukan itu karena
bertentangan dengan keadilan-Nya. Paham ini erat kaitannya dengan pandangan mereka
bahwa mausia sendirilah yang mewujudkan perbuatan-perbuatannya melalui daya yang
diciptakan Tuhan dalam dirinya.38
 Al-manzilah bain al-manzilatain (Posisi diantara dua posisi). Paham ini sebagai ajaran
dasar pertama yang lahir dikalangan Mu'tazilah. Ajaran ini timbul setelah terjadi
peristiwa antara Wasil bin 'Ata' dah Hasan Al-Basri di Basra. Bagi Mu'tazilah orang
yang berdosa besar bukan termasuk kafir dan bukan pula mukmin, tetapi berada diantara
keduanya, menempati posisi antara mukmin dan kafir, yang disebut fasik.39
 Al-ame bi al-ma'ruf wa an-nahy 'an al-munkar (menyuruh berbuat baik dan melarang
berbuat buruk) Dalam prinsip Mu'tazilah, setiap muslim wajib menegakkan perbuatan
yang makruf dan menjauhi perbuatan yang munkar. Kaum Mu'tazilah menerapkan
dengan gigih ajarannya itu dalam menghadapi orang-orang zindik yang berkembang
pada awal masa pemerintahan Bani Abbasiyah dan bertujuan menghancurkan Islam.

36
Ratu Suntiah Maslani, Ilmu Kalam (Bandung: CV. Armico, 2018), hlm.42
37
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam 3, op.cit., hlm. 292; Harun Nasution, op.cit. hlm. 53; Abu
Zahrah, ., hlm. 152-153
38
Ratu Suntiah Maslani, Ilmu Kalam (Bandung: CV. Armico, 2018), hlm.43
39
Ratu Suntiah Maslani, Ilmu Kalam (Bandung: CV. Armico, 2018), hlm.44

27
Dalam sejarah mereka pernah melakukan kekerasan dan kekuatan pemerintah yaitu
pemaksaan ajaran kepada golongan lain yang dikenal dengan nama mihnah
(memaksakan pendapatnya bahwa Al-Quran adalah makhluk dan diciptakan Tuhan).40

5.5 Pengaruh Filsafat Kuno terhadap Syi‟ah

Syi‟ah dengan menafikan aliran-alirannya yang memandang Ali sebagai Tuhan seperti
aliran Saba‟iyyah jelas termasuk golongan Islam. Akan tetapi, pemikiran mereka meliputi
pemikiran filosofis yang menurut pendapat para ulama Irak dan Barat merujuk kepada
mazhab-mazhab kefilsafatan dan keagamaan sebelum Islam serta peradaban Persia yang
terhenti dengan kedatangan Islam. Sebagian sarjana Eropa seperti Profesor Douzy
berkesimpulan bahwa mazhab Syi‟ah berasal dari Persia, karena keberagamaan orang
Persia mengikut raja atau dengan cara pewarisan dari istana raja dan tidak mengenal
pemilihan khalifah. Dalam tradisi Persia, raja dipandang memiliki kesucian. Mereka
memandang Ali dan keturunannya dengan pandangan yang demikian. Mereka berpendapat
bahwa mematuhi imam adalah wajib, karena mematuhinya berarti mematuhi Allah.41
Sarjana Eropa lainnya berkesimpulan bahwa paham Syi‟ah lebih banyak diambil dari
bangsa Yahudi ketimbang dari bangsa Persia. Alasannya, “Abdullah ibn Saba”, orang
pertama yang mengembangkan paham tentang kesucian Ali, adalah orang Yahudi. Mereka
juga berkesimpulan bahwa di samping mendapat pengaruh Yahudi, mazhab Syi‟ah juga
menyerupai ahama orang-orang Asia kuno, seperti agama Buddha. Ada kemungkinan,
bahwa sebagian dasar mazhab Syi‟ah di serap dari bangsa Yahudi, berasal dari pemikiran
para sarjana Eropa yang merujuk pada ungkapan al-Sya‟bi dan uraian Ibn al-Azar ibn
Harun masih hidup sampai sekarang. Orang-orang syi‟ah dewasa ini dan sejumlah besar
dari mereka yang moderat tidak mengakui otrang-orang seperti „Abdullah ibn Saba‟
termasuk golongan mereka, karena ia bukan Muslim menurut pandangan mereka, apalagi
untuk sampai mengakuinya termasuk golongan Syi‟ah.42

5.6 Aliran-Aliran Syi‟ah

A. Syi‟ah Imamiyah

40
Ratu Suntiah Maslani, Ilmu Kalam (Bandung: CV. Armico, 2018), hlm.44
41
Bandingkan: Ahmad Amin, Fajr al-Islam, Maktabah al al-Nahdhah, Mesir, 1975
42
Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, (Jakarta: Logos Publishing House, 1996),
hlm39

28
Golongan kedua aliran syi‟ah ini ialah (golongan) Rifadhah, disebut begitu karena para
pengikutnya menolak kepemimpinannya Abu Bakar as-Shiddiq dan „Umar ibn Khattab.43
Mereka pun beranggapan bahwa Nabi Muhammad SAW mengangkat dan menetapkan Ali
ibn Abu Thalib sebagai khlaifah sebagaimana yang dinyatakan Nabi SAW, tetapi setelah
Nabi Wafat banyak para sahabat yang tidak mau mengakui „Ali ibn Abu Thalib sebagai
panutan dan pemimpin. Padahal, menurut anggapan mereka, kepemimpinan (imamah) itu
tidak boleh terjadi melainkan harus melalui nasb ataupun ketetapan dogmatis, bahkan
seorang imam dibolehkan bohong demi keselamatan diri (taqiyyah).44

B. Syi‟ah Tujuh (Sab‟iyah)

Syi‟ah Ismailiyah hanya mempercayai tujuh orang imam saja. Yaitu Sayyidina Ali, Hasan,
Husein, Ali Zainal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Ja‟far As-Sadiq, dan Ismail. Pengikut
aliran Ismailiyah ialah daulat Fatimiyah di Mesir, dan pengikutnya sekarang. Istilah Syi'ah
Sab'iyah (syiah tujuh) dianalogikan dengan Syi'ah Itsna Asyariyah. Istilah itu memberikan
pengertian bahwa sekte Syi'ah Sab'iyah hanya mengakui tujuh imam, yaitu Ali, Hasan,
Husein, Ali Zainal Abidin, Muhammad Al-Baqir, Ja'far Ash-Shadiq, dan Ismail bin Shadiq,
Syi'ah Sab'iyah disebut juga Syi'ah Ismailiyah.

B. Syia‟ah Zaidiyyah

Golongan ketiga alirah Syi‟ah ini ialah golongan Zaidiyyah disebut begitu karena para
pengikutnya berpegang-teguh pada doktrin-doktrin Zaid ibn Ali ibn Al-Husein ibn Ali ibn
Abu Thalib.45 Zaid ibn Ali dinobatkan oleh para pengikutnya di Kuffah, pada masa
Khalifah Hisyam ibn Abdul Malik ibn Marwan ibn Al-Hakam, dimana yang menjadi
gubernur (amir) Kuffah ketika itu ialah Yusuf ibn Amr Al-Tsaqfi.

43
Al-Asy‟ari, abu al-Hasan, Ibn Ismail, Prinsip-Prinsip Dasar Alirah Theologi Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia,
1998) hlm. 78 (Terjemah dari kitab Maqaalaat Al-Islaamiyyin Waikhtilaaf Almushalliin, jilid I)
44
Al-Asy‟ari, abu al-Hasan, Ibn Ismail, Prinsip-Prinsip Dasar Alirah Theologi Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia,
1998) hlm. 79 (Terjemah dari kitab Maqaalaat Al-Islaamiyyin Waikhtilaaf Almushalliin, jilid I)
45
Al-Asy‟ari, abu al-Hasan, Ibn Ismail, Prinsip-Prinsip Dasar Alirah Theologi Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia,
1998) hlm. 128 (Terjemah dari kitab Maqaalaat Al-Islaamiyyin Waikhtilaaf Almushalliin, jilid I)

29
KELOMPOK 6
ASY'ARIYYAH DAN MATURIDIYYAH
6.1 Asy'ariyyah

Mazhab Al-Asy'ari Dan Penolakannya Pada Mu'tazilah Penggagas pertama kali aliran
akidah Asy'ariyyah ini didirikan oleh nama yang dinisbatkan pada tokoh pendirinya, yaitu
Abdul Hasan Ali bin Ismai'l bin Abi Basyar Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin
Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abi Musa Al Asy'ari, salah seorang sahabat
Rasulullaah SAW. Dia lahir di Basrah pada tahun 260 H/ 873 M dan wafat di Baghdad
pada tahun324 H/ 935 M. Dari sejak kecil sampai usia 40 tahun, ia adalah penganut aliran
Mu'tazilah di bawah guru sekaligus Ayah tirinya sendiri, yaitu Al-juba'i. Namun, suatu
waktu, saat usianya telah menginjak di angka 40 tahun dan karena didatangi Nabi dalam
mimpinya, dia meninggalkan aliran Mu'tazilah karena dia merasa bahwa aliran mu'tazilah
sudah tidak sepaham lagi dengan ajaran yang dianut oleh Al-Asy'ari. Hal ini yang
melatarbelakangi Al-Asy'ari mendirikan aliran baru yaitu Asy-'Ariyyah. Dimana ajarannya
sesuai dengan pemahaman orang-orang yang berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Sunnah
(Hadits), sehingga aliran ini tergolong pada Ahli Sunnah/Ahlu sunnah. Sedangkan
Mu'tazilah adalah aliran yang lebih condong didasarkan atas pemujaan akal-pikiran (kaum
rasionalis) yang membuat aliran ini tidak diterima oleh mayoritas umat Islam, sehingga hal
ini juga yang menjadikan al-asy'ari keluar dari aliran mu'tazilah. Walaupun Al-Asy'ari
sudah tidak sepaham lagi dengan ajaran yang dianut aliran mu'tazilah, Al-Asy'ari dalam
alirannya (Asy-'Ariyyah) tidak membawa ajaran kalam baru , melainkan ia mengadopsi apa
yang diwariskan oleh mu'tazilah. Yang baru dan yang berbeda dalam alirannya dengan
aliran mu'tazilah adalah metode dan corak argumennya saja. Dimana Asy-Ariyyah hadir
dengan metode keseimbangan antara penggunaan dalil naqli dan dalil 'aqli, yaitu
mengutamakan nas di hadapan rasio.46 Hal ini berkebalikan dengan aliran mu'tazilah yaitu
lebih mengedepankan atau mengutamakan rasio dihadapan nas. Al-asy'ari seterusnya
menentang paham keadilan Tuhan yang dibawa oleh kaum mu'tazilah. Menurut
pendapatnya (Al-Asy'ari), Tuhan berkuasa mutlak dan tidak ada suatu pun yang wajib bagi-

46
Al-Asy‟ari, abu al-Hasan, Ibn Ismail, Prinsip-Prinsip Dasar Alirah Theologi Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia,
1998) hlm. 128 (Terjemah dari kitab Maqaalaat Al-Islaamiyyin Waikhtilaaf Almushalliin, jilid I)

30
Nya. Tuhan berbuat sekehendak-Nya, sehingga kalau Dia memasukkan seluruh manusia ke
dalam surga, bukankah Dia bersifat tidak adil dan jika Dia memasukkan seluruh
manusia ke dalam neraka, tidaklah Dia bersifat zalim. Dengan demikian dia juga tidak
setuju dengan ajaran mu'tazilah tentang al-Wa'd wa al-Wa'id. Juga ajaran tentang posisi
menengah ditolak. Bagi Al-Asy'ari orang yang berdosa besar tetap mukmin, karena
imannya masih ada, tetapi karena dosa besar yang dilakukannya ia menjadi fasiq. sekiranya
orang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, maka dalam dirinya akan
tidak didapati kufr atau iman; dengan demikian bukankah ia atheis dan bukanlah pula
monotheisme, tidak teman dan tidak pula musuh. Hal serupa ini tidak mungkin. Oleh
karena itu tidak pula mungkin bahwa orang berdosa besar bukan mukmin dan pula tidak
kafir. Mazhab Al-asy'ariyyah Sepeninggalannya Al-asy'ari Mazhab dan corak pemikiran
aliran ini lebih condong pada corak aliran fiqih Sunni, sehingga ada yang mengatakan
bahwa ia bermazhab Syafi'i, ada juga yang mengatakan bermazhab Maliki dan ada juga
yang mengatakan ia bermazhab Hambali. Perkembangan aliran Asy'Ariyyah yang didirikan
oleh Al-Asy'ari tersebut merupakan tali penghubung antara dua aliran alam pikiran Islam,
yaitu aliran lama (textralist) dan aliran baru (rasionalist). Akan tetapi, setelah wafatnya Al-
Asy'ari, aliran Asy'Ariyyah mengalami perubahan yang cepat. Yang pada permulaan
berdirinya kedudukannya hanya sebagai penghubung antara kedua aliran tersebut, maka
pada akhirnya aliran Asy'Ariyyah lebih condong kepada segi akal-pikiran semata-mata dan
memberinya tempat yang lebih luas daripada nas itu sendiri. Karena sikap tersebut, maka
ahlussunnah tidak dapat menerima golongan Asy'Ariyyah, bahkan memusuhinya, sebab
dianggap sesat (bid'ah). Kegiatan mereka sesudah adanya permusuhan ini menjadi
berkurang, sehingga datang Nizamul-Mulk (wafat 485 H/1092 M), seorang menteri Saljuk,
yang mendirikan dua sekolah terkenal di mana hanya aliran Asy'Ariyyah saja yang boleh
diajarkan. Sejak itu, aliran Asy'Ariyyah menjadi aliran resmi negara dan golongan
Asy'Ariyyah mirip golongan ahli sunnah. Ada beberapa tokoh yang telah berjasa dalam
mengembangkan dan menyebarluaskan paham aliran Asy'Ariyyah pasca wafatnya al-
Asy'ari yang menjadi unsur utama kemajuan aliran Asy'Ariyyah, yaitu karena
pengikutpengikutnya dari orang-orang terkemuka yang mengkonstruksikan ajaranajarannya
atas dasar filsafat methaphisica, antara lain:

31
1.) Abu Bakar Muhammad bin Tayyib (403 H/1013 M) Al-Baqilany adalah seorang yang
cerdas otaknya, simpatik dan banyak jasanya dalam pembelaan agama. Kitab yang
terkenal ialah "Attamhid" (Pendahuluan/Persiapan). Dalam kitab tersebut ia
membicarakan hal-hal yang perlu dipelajari sebelum memasuki ilmu kalam, antara lain
pembicaraan tentang jauhar (atom), aradl, cara pembuktian, juga ia menyinggung
kepercayaan agama macam-macam yang semuanya bersifat pengantar.

2) Abu Al-Ma'aly Abdul Al-Malik bin Abi Muhammad Abdillah Ibn Yusuf al-Juwaini
(417-478 H) Al-Juwainy dilahirkan di Nasibur, kemudian pergi ke kota Mu'askar dan
akhirnya sampai di kota Baghdad. Ia mengikuti jejak Al-Baqilanny dan Al-Asy'ari
dalam menjunjung setinggi-tingginya kekuatan akal pikiran. Suatu hal yang
menyebabkan kemarahan ahli-ahli hadits. Akhirnya dia sendiri terpaksa meninggalkan
Baghdad menuju Hijaz dan bertempat tinggal di Mekah dan Madinah untuk memberikan
pelajaran di sana. Sehingga ia mendapat gelar “Imam Al-haramain” (Imam kedua tanah
suci, Mekah dan Madinah).

3) Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali (450-505 H) Al-Ghazali dilahirkan


di kota Tus, kota di negeri Khurrasan. Gurunya antara lain adalah Al-Juwaini. Dia
adalah seorang ahli fiqih Islam terkenal dan yang paling banyak pengaruhnya. Kegiatan
ilmiahnya meliputi berbagai lapangan antara lain logika, jadal (ilmu berdebat), fikih dan
ushulnya, ilmu kalam, filsafat dan tasawuf. kedudukan Al-Ghazali dalam aliran
Asy'Ariyyah sangat penting, karena ia telah meninjau semua persoalan yang telah ada
dan memberikan pendapat-pendapatnya hingga kini masih dipegang oleh ulama-ulama
Islam, yang karenanya ia mendapat gelar "Hujjatul Islam" (Tokoh Islam)

4) Abu Abdillah Muhammad bin Yusuf (833-895 H/1427-1490 M) As-Sanusy dilahirkan


di Tilimsan, sebuah kota di Al-Jazair. Ia belajar pada ayahnya sendiri dan orang-orang
lain yang terkemuka di negerinya pada saat itu. ulama magrib menganggap dia sebagai
pembangun Islam, karena jasa dan karyanya yang banyak dalam lapangan kepercayaan
(Aqa'id) dan Ketuhanan (Ilmu Tauhid). Dalam beberapa karya kitabnya, ada salah satu
kitab yang tidak begitu besar akan tetapi pengaruhnya sangat besar bagi aliran

32
Asy'Ariyyah, sehingga banyak yang memberikan ulasan tersebut, ialah karena adanya
pembagian sifat-sifat Tuhan, Rasul-Rasul-Nya, kepada jumlah tertentu dan membaginya
kepada wajib, mustahil dan jaiz.

Diskusi antara Al-Asy‟ari dan Al-Jubba‟i Al-Asy‟ari menganut paham Mu‟tazilah


hanya sampai usia 40 tahun. Setelah itu, secara tiba-tiba ia mengumumkan di hadapan
jama‟ah Masjid Bashrah bahwa dirinya telah meninggalkan paham Mu‟tazilah dan akan
menunjukkan keburukan-keburukannya. Sebelumnya ia bermimpi, dalam mimpi itu
Nabi Muhammad SAW., mengatakan kepadanya bahwa mazhab Ahli Hadist-lah yang
benar, dan mazhab Mu‟tazilah salah. Dan ia berdebat dengan gurunya Al-Jubba‟i (Ayah
tirinya) dan dalam perdebatan itu guru tak dapat menjawab pertanyaan muridnya. Salah
satu perdebatan itu menurut al-Subki adalah sebagai berikut: Al-Asy‟ari : Bagaimana
kedudukan ketiga orang berikut; Mukmin, kafir dan anak kecil di akhirat? Al-Jubba‟i
:Yang mukmin mendapat tingkat baik dalam surga, yang kafir masuk neraka, dan yang
anak kecil terlepas dari bahaya neraka. Al-Asy‟ari :Kalau yang kecil ingin
memperoleh tempat yang lebih tinggi di surga, mungkinkah itu? Al-Jubba‟i : Tidak,
yang mungkin mendapat tempat yang baik itu karena kepatuhannya kepada Tuhan.
Yang kecil belum mempunyai kepatuhan yang sempurna itu. Al-Asy‟ari : kalau anak
itu mengatakan kepada Tuhan; Itu bukanlah salahku. Jika sekiranya Engkau bolehkan
aku terus hidup aku akan mengerjakan perbuatan-perbuatan baik seperti yang
dilakukan orang mukmin itu.47

6.2 Maturidiyyah

1) Metode Berpikir Al-Maturidi


Metode Berpikir Al-Maturidi Terdapat persamaan antara Maturidiyyah dan
Asy‟Ariyyah dalam soal sifat-dzat Tuhan. Tuhan mengetahui bukan dengan Zat-Nya
tetapi mengetahui dengan pengetahuan-Nya. Tetapi dalam soal perbuatanperbuatan
manusia Al-Maturidi sependapat dengan Muta‟zilah, bahwa manusia-lah sebenarnya
yang mewujudkaan perbuatan-perbuatannya. Sama dengan Asy‟Ariyyah, al-
Maturidiyyah menolak ajaran Mu‟tazilah tentang al-Salah wa al-Salah dan tidak
sepaham dengan Mu‟tazilah tentang masalah Al-Qur‟an. Sebagaimana al-Asy‟Ariyyah
47
Rosihon Anwar. Ilmu kalam, hal. 147

33
mengatakan bahwa kalam atau sabda Tuhan tidak diciptakan tetapi bersifat qadim. Sama
halnya dengan al-Asy‟Ariyyah menurut aliran al-Maturidi bahwa orang yang memiliki
dosa besar masih tetap mukmin. Berbeda dengan kaum Mu‟tazilah. Tetapi dalam soal al-
wa‟d wa al-wa‟id al-Maturidi sepaham dengan mu‟tazilah. Janji-janji dan ancaman-
ancaman Tuhan tidak boleh, tidak mesti terjadi kelak. Dan juga dalam soal
anthropomorphisme al-Maturidi sealiran dengan Mu‟tazilah. Ia tidak sependapat dengan
al-Asy‟ari bahwa ayat-ayat yang menggambarkan tuhan mempunyai bentuk jasmani
tidak dapat diberi interpretasi atau ta‟wil. Menurut pendapatnya tangan, wajah dan
sebagainya mesti diberi arti majazi atau kiasan.48

2) Pemikiran Al-Maturidi

Pemikiran Al-Maturidi banyak memakai perbandingan dalam pandangan keagamaanya


dan menggunakan akal dalam sistem teologinya. Berbeda dengan teology aliran al-
Asy‟ari, tetapi keduanya tiimbul sebagai reaksi terhadap aliran Mu‟tazilah. Al-
Maturidiyah sendiri dikenal dengan salah satu aliran dalam Ahlus Sunnah wal Jamaah
Jika pandangan ahli hadis dalam urusan ketuhanan, meski tidak semuanya, sangat
tekstualis, maka pemikiran teologis al-Maturidi berani melampaui tekstualism teologis
yang disediakan nas-nas dengan pandangan nalar dengan penggunaan rasio, nalar untuk
menjangkau hakikat pengetahuan ke-Tuhanan.49 Seperti halnya aliran-aliran lain dalam
Islam, al-Maturidiyah juga memiliki beberapa golongan. Pertama, yaitu golongan
Samarkand yaitu pengikut dari Abu Manshur al-Maturidi sendiri. Kedua, yaitu golongan
Bukhara di mana mereka dominannya adalah pengikut al-Bazdawi. Kecendrungan
pemahaman teologis keduanya berbeda. Yang pertama lebih cendrung kepada
pandangan Mu‟tazilah, meski tidak semunya. Begitupun dengan yang kedua, golongan
ini memiliki kecendrungan kepada kelompok al-Asyari. 50

48
Harun nasution. Teologi islam, hal. 66
49
Harun nasution. Teologi islam , Hal. 76
50
Harun nasution. Teologi islam , Hal. 77

34
KELOMPOK 7

SALAFIYYAH DAN KHALAFIYYAH

7.1 Metode Pemikiran Kaum Salaf

Di dalam memahami „aqidah Islam baik dengan berdialog dan berdiskusi banyak ragam
metode yang dipakai oleh semua aliran „aqidah di dalam Islam, diantaranya aliran
Mu‟tazillah yang menempuh dengan metode falsafi yang ditiru dari logika Yunani. Dalam
penggunaan metode ini mereka juga didampingi oleh Asy‟ariyyah dan Maturidiyyah. Kaum
salaf datang menentang penggunaan metode tersebut dan menginginkan agar pengkajian
„aqidah kembali pada prinsip-prinsip yang dipegang oleh para sahabat dan tabi‟in. Mereka
mengambil prinsip-prinsip „aqidah dan dalil-dalil yang mendasarinya al-Qur‟an dan
Sunnah, serta melarang ulama untuk mempertanyakan dalil-dalil al-Qur‟an.51 Ibnu
Taimiyah yang merumuskan metode pemahaman ini membagi ulama dalma memahami
„aqidah Islam ke dalam empat kategori, yaitu:

1. Para Filosof. Mereka mengatakan bahwa al-Qur‟an datang dengan metode instruksional
dan premis-premis yang dapat diterima masyarakat. Mereka menegaskan bahwa diri
mereka adalah lelompok pakar di bidang argumentasi da keyakinan, sedang metode
„aqidah adalah argumentasi dan keyakinan.
2. Para pakar ilmu Kalam, yaitu Mu‟tazilah. Mereka mengemukan berbagai kesimpulan
yang rasional sebelum mengadakan penalaran terhadap ayat-ayat al-Qur‟an. Mereka
berpegang pada dua argumentasi tetapi mendahulukan rasional daripada al-Qur‟an.
mereka menta‟wilkannya sesuai dengan tuntutan akal, sekalipun mereka tidak keluar
dari „aqidah al-Qur‟an.
3. Ulama yang mengadakan penalaran terhadap „aqidah yang terdapat di dalam al-Qur‟an
untuk diimani, dan dalil-dalil yang terkandung di dalamnya untuk digunakan. Dalil-dalil
itu digunakan bukan karena merupakan dalil yang memberikan petunjuk dan bimbingan
yang mengarahkan akal untuk berbagai premis disekitarnya, melainkan karena

51
https://antoniheetblog.wordpress.com/2016/12/30/sejarah-dan-pemikiran-salafiyah/ diakses tanggal 15 Juli 2020
pukul 16.00

35
merupakan sejumlah ayat formatif yang isinya wajib diimani, tanpa menjadikannnya
sebagai premis bagi istinbath „aqli. Ibnu Taimiyah meletakkan Maturidiyah pada
kategori ini, karena Maturidiyah mempergunakan akal untuk memahami „aqidah yang
terdapat dalam al-Qur‟an.
4. Kelompok yang beriman kepada al-Qur‟an, baik „aqidah maupun dalilnya, tetapi
mempergunakan dalil rasional di samping dalil al-Qur‟an itu. Ibnu Taimiyah
memasukkan Asy‟ariyyah ke dala kategori ini.

Setelah pembagian ini Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa metode Salaf bukanlah salah
satu dari empat kategori di atas, karena „aqidah dan dalilnya hanya dapat diambil dari
nash. Mereka itulah kelompok yang tidak percaya pada akal, sebab akal dapat
menyesatkan. Mereka hanya percaya pada nash dan dalil-dalil yang diisyaratkan dari
nash, sebab ia merupakan wahyu yang diturunkan kepada Nabi. Mereka juga
menegaskan bahwa berbagai pola pemikiran rasional itu merupakan hal yang baru dalam
Islam yang tidak pernah dikenal secara pasti di kalangan para sahabat dan tabi‟in. bila
kita mengatakan bahwa metode rasional merupakan kebutuhan primer untuk memahami
„aqidah Islam, maka konsekuensinya kaum Salaf itu tidak dapat memahami „aqidah
sesuai dengan yang diharapakan dan tidak dapat menjangkau dalil-dalil nash secara
optimal. Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa Salaf berpendapat bahwa tidak ada jalan
untuk memahami „aqidah dan hukum-hukum dan segala sesuatu yang berhubungan
dengannya, baik dari segi i‟tiqad maupun istidal-nya kecuali dari al-Qur‟an dan Sunnah
yang menjelaskannnya. Apa yang ditegaskan al-Qur‟an dan diterangkan oleh Sunnah
harus diterima, tidak boleh tidak boleh ditolak guna menghilangkan keragu-raguan. Akal
manusia tidak mempunyai otoritas dalam menta‟wilkan al-Qur‟an, meng-
interpretasikan-nya, atau men-takhrij-nya, kecuali sekedar yang ditunjukkan oleh
berbagai susunan kalimat al-Qur‟an dan yang terkandung dalam berbagai hadis. Bila
sesudah itu akal mempunyai otoritas, maka hal itu hanya berkenaan dengan pembenaran
dan kesadaran, menegaskan kedekatan hal yang manqul (tersebut dalam dalil naqli)
dengan yang rasional, dan tidak ada pertentangan antara keduanya. Akal hanya menjadi
bukti, bukan pemutus. Ia menjadi penegas dan penguat, bukan pembatal atau penolak. Ia
menjadi penjelas terhadap dalil-dalil yang terkandung dalam al-Qur‟an.

36
Inilah metode Salaf, yaitu menempatkan akal berjalan di belakang dalil naqli, mendukung
dan menguatkannya. Akal tidak berdiri sendiri untuk dipergunakan menjadi dalil, tetapi ia
mendekatkan makna-makna nash.52

7.2 Pemikiran-Pemikiran Kaum Salaf

Mereka mengkaji berbagai masalah kalam, seperti wahdaniyyah (keesaan Tuhan), sifat-
sifat-Nya, perbuatan manusia, al-Qur‟an adalah makhluk atau bukan makhluk, serta
berbagai sifat dan ayat yang mengandung penyerupaan Allah dengan makhluk-Nya.
Golongan Salaf, seperti jumhur muslimin, memandang masalah wahdaniyyah atau tauhid
sebagai „aqidah paling pokok dalam Islam. Penafsiran mereka tentang wahdaniyyah ini
umumnya sesuai dengan penafsiran seluruh muslimin. Hanya saja mereka terlihat lebih
ekstrim dalam upaya memelihara kemurnian „aqidah tauhid mereka tersebut. Mereka,
misalnya, berpendapat bahwa ber-tawassul kepada Allah melalui hamba-hamba-Nya yang
telah meninggal adalah merusak „aqidah tauhid. Demikian pula berziarah ke makan orang
tertentu, termasuk makam Rasulullahh, dipandang merusak „aqidah tauhid.
Wahdaniyyah ini, demikian kesepakatan seluruh muslim, terbagi kepada tiga macam atau
cabang: wahdaniyyah al-dzat wa al-shifat, wahdaniyyah al-khalqi wa al-
takwin, dan wahdaiyyah al-ma‟bud.
1. Wahdaniyyah al-dzat wa al-shifat (Keesaan Dzat dan Sifat)
Seluruh muslim bersatu pendapat bahwa Allah itu Esa, tidak ada sesuatu pun yang
menyerupai-Nya. Hanya saja mereka berbeda ketika menjelaskan masalah-masalah
cabnag yang berhubungan dengan prinsip wahdaniyyah tersebut, seperti tanzih (upaya
pemurnian), tasybih (penyerupaan) dan tasjim (anthropomorphism). Mu‟tazillah
misalnya dalam upaya mereka memelihara kemurnian (tanzih) „aqidah tauhid tersebut,
berpendapat bahwa Allah tidak mempunyai sifat. Mereka juga tegas
menolak tasybi dan tasjim. Sesuai dengan metode yang telah dikemukakan, Ibnu
Taimiyah menegaskan bahwa golongan Salaf mengimani semua yang disampaikan oleh
al-Qur‟an dan Sunnah tentang segala sifat dan nama-nama Allah. Mereka mengimani
apa yang disampaikn oleh al-Qur‟an seperti bahwa Allah bertahta di „arasy, mempunyai

52
https://antoniheetblog.wordpress.com/2016/12/30/sejarah-dan-pemikiran-salafiyah/ diakses tanggal 15 Juli 2020
pukul 16.00

37
wajah dan tangan, tanpa takwil dan penafsiran selain apa yag dipahami mereka dari
makna zhahir nash. Untuk menghindari tasybih dan tajsim, mereka mengatakan bahwa
yang disandarkan kepada Allah tersebut tidak seperti yang ada pada makhluk. Tangan
dan muka Allah misalnya, tidak seperti tangan dan muka makhluk Nya. Demikian
golongan Salaf, seperti Asy‟ariyyah, menganut paham itsbat al-shifat. Demikian pula
mereka memahami ayat-ayat tasybih menurut zhahirnya, namun tetap menolak
penyerupaan dengan makhluk.

2. Wahdaniyyah al-khalqi (Keesaan dalam penciptaan)


wahdaniyyah al-khalqi adalah bahwa Allah satu-satunya pencipta, tidak ada pencipta lain
yang membantunya dalam berbagai penciptaan. Dengan kata lain, segala sesuatu yang
ada di bumi dan di langit serta di antara keduanya adalah ciptaan Allah seorang diri.
Allah Maha Kuasa, tidak sesuatu makhluk pun yang dapat menentang kehendak-Nya
atau menemani-Nya di dalam menciptakan sesuatu. Semua makhluk dan segala
perbuatan adalah ciptaan Allah kepada-Nya segala sesuatu kembali. Pengertian yang
demikian adalah kesepakatan seluruh mutakallimin, termasuk aliran Salaf. 53

3. Wahdaiyyah al-ma‟bud (Keesaan dalam Ibadah)


Yang dimaksud dengan wahdaiyyah al-ma‟bud ialah sesseorang hamba tiak
menunjukkan ibadahnya kepada sesuatu selain Allah. Prinsip tauhid ini meniscayakan
atau menuntut minimal dua hal, yaitu:
 Pertama, ibadah tidak boleh kecuali hanya kepada Allah dan tidak mengakui
ketuhanan selain Allah. Barang siapa yang menyertakan manusia atau sesuatu
bersama Allah di dalam ibadah berarti telah berbuat syirik. Barang siapa
menyamakan makhluk dan Allah dalam suatu ibadah berarti telah mengakui adanya
Tuhan selain Allah, meskipun di dalam hatinya tetap meyakini keesaan Allah.
 Kedua, kita harus menyembah Allah menurut apa yang disyariatkan para rasul-Nya.
Kita tidak menyembah Allah kecuali dengan ibadah wajib, sunat maupun yang
mubah yang dimaksudkan untuk ketaatan dan kesyukuran kepada Allah. Ibnu

53
https://antoniheetblog.wordpress.com/2016/12/30/sejarah-dan-pemikiran-salafiyah/ diakses tanggal 15 Juli 2020
pukul 16.18

38
Taimiyah berkata, doa termasuk dalam kategori ibadah. Barang siapa mengalamatkan
doa kepada para makhluk, baik yang sudha meninggal maupun yang maish hidup,
dan meminta pertolongan kepada mereka berarti telah melakukan bid‟ah,
mensekutukan Allah, dan menempuh jalan orang-rang yang tidak beriman54
7.3 Riwayat singkat teologi khalaf

A. Imam Al-Asy‟ari

Nama lengkap al-Asy‟ari adalah Abu al-Hasan Ali bin Ismail bih Ishaq bin Salim bin
Isma‟il bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa al-Asy‟ari. Menurut beberapa
riwayat beliau dilahirkan di Bashrah pada tahun 260H/875M. Ketika berusia lebih dari 40
tahun, ia hijrah ke kota Baghdad dan wafat disana pada tahun 324H/935M. Al-Asy‟ari
menganut faham Mu‟tazilah hanya sampai ia berusia 40 tahun. Setelah itu secara tiba-tiba
ia mengumumkan dihadapan jama‟ah masjid Bashrah bahwa dirinya telah meninggalkan
faham Mu‟tazilah dan menunjukkan keburukan-keburukannya. Menurut ibnu Asakir yang
melatarbelakangi al-Asy‟ari meninggalkan Mu‟tazilah adalah pengakuan beliah telah
bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW sebanyak tiga kali yakni malam ke-10 ke-20
dan ke-30 bulan Ramadhan. Dalam tiga mimpinya itu Rasulullah memperingatkan agar
meninggalkan faham Mu‟tazilah dan membela faham yang telah diriwayatkan oleh
beliau.55

B. Al-Maturidi

Abu Mansur al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil di daerah Samarkan,
tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan
abad ke-3 H. Ia wafat pada tahun 333 H/944 M. Gurunya dalam bidang fiqh dan teologi
bernama Nasyr bin Yahya al-Balahi. Ia wafat pada tahun 268 H. al-Maturidi hidup pada
masa al-Mutawakil yang memerintah tahun 232-274 H.56

54
https://antoniheetblog.wordpress.com/2016/12/30/sejarah-dan-pemikiran-salafiyah/ diakses tanggal 15 Juli 2020
pukul 16.20
55
http://lathifahasibuan.blogspot.com/2018/12/ahlussunnah-salaf-dan-khalaf.html diakses tanggal 15 Juli 2020 pukul
16.40
56
http://lathifahasibuan.blogspot.com/2018/12/ahlussunnah-salaf-dan-khalaf.html diakses tanggal 15 Juli 2020 pukul
16.33

39
Karir pendidikan beliau lebih dikonsentrasikan untuk menekuni bidang teologi dari pada
fiqh. Ia dilakukan untuk memperkuat pengetahuan dalam menghadapi faham teologi-
teologi yang banyak berkembang di masyarakat Islam, yang dipandangnya tidak sesuai
kaidah yang benar menurut akal dan syarat. Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan
dalam bentuk karya tulis diantaranya ialah kitab Taukhid, Takwil al-Qur‟an, Makhas asy-
Syara‟i.
7.4 Sumber perbedaan pendapat antara salaf dan khalaf

Dalam ḥadits, Muhammad berkata tentang salaf, "Masyarakat terbaik adalah


mereka yang hidup dalam generasiku, kemudian generasi setelahnya, dan
generasi setelahnya. Asal penamaan Salaf dan penisbahan diri kepada manhaj
Salaf adalah sabda Nabi shallallahualaihi wa sallam kepada putrinya Fatimahaz-
Zahra: "Karena sesungguhnya sebaik -baik salaf bagi kamu adalah saya . Salaf
pada saat ini berarti 'manhaj' atau cara beragama atau cara menjalankan ajaran
agama islam. 57 Jadi manhaj salaf berarti menjalankan ajaran agama islam
berdasarkan kepada bagaimana para sahabat rasulullah (golongan salaf)
menjalankan ajaran agama ini, karena merekalah generasi yang langsung
bertemu dengan rasul dan menyaksikan lansung peristiwa turunnya firman -
firman Allah dan mendapat didikan langsung dari sang nabi. Sehinga dapat
dikatakan golongan ini adalah golongan yang betul -betul menjalankan
menurut syariat Islam tanpa adanya tambahan dan pengurangan sedikitpun.
Orang-orang yang mengikuti golongan salaf juga bisa dikatakan yang dijamin
ke absahan dan ke outentikan aqidah dan akhlaknya. Karena mereka mengambil
ilmu agama berdasarkan ajaran generasi salaf, tanpa ada yang dikurangi atau
ditambahkan. Sedangkan Khalaf bisa disebut generasi pembangkang, generasi
yang membedakan diri dari kebiasaan umum Islam, mengambil jalan terpisah
dari golongan ahlus sunah, menerapkan metode akal sebagai sumber hukum ,
meletakkan agama dibawa akal, sehingga kedudukan akal melebihi segalanya.
Mazhab Khalaf lahir dari Mu'tazilah( sebuah paham berstandar akal pada masa
Wasil bin Atha', murid Hasan Al -Bisri, juga berperan sebagai pelopor gerakan
aqliyah di Madinah). 58

57
https://www.kompasiana.com/zulkarnainel-madury/54ffb758a333118b5c5100d0/pertentangan-metodelogi-antara-
salaf-dan-khalaf diakses tanggal 15 Juli 2020 pukul 16.32
58
https://www.kompasiana.com/zulkarnainel-madury/54ffb758a333118b5c5100d0/pertentangan-metodelogi-antara-
salaf-dan-khalaf diakses tanggal 15 Juli 2020 pukul 16.33

40
KELOMPOK 8
DOSA-DOSA BESAR

8.1 Pengertian Dosa


Perkataan dosa berasal dari bahasa sansekerta, yang dalam bahasa arabnya disebut az-
zanbu, al-ismu atau al-jurmu. Menurut istilah ulama fukaha (ahli hukum islam) dosa adalah
akibat tidak melaksanakan perintah Allah SWT. yang hukumnya wajib dan mengerjakan
larangan Allah yang hukumnya haram. Ulama fukaha sepakat bahwa dosa besar adalah
dosa yang pelakunya diancam dengan hukuman dunia, azab di akhirat, dan dilaknat oleh
Allah SWT. dan Rasulullah Saw.59
8.2 Pelaku Dosa Besar menurut Aliran Ilmu Kalam
A. Menurut khawarij tentang pelaku dosa besar
Ciri yang menonjol dari aliran khawarij adalah watak ekstrimitas dalam memutuskan
persoalan-persoalan kalam. Kaun khawarij umunya terdiri dari orang-orang arab badawi.
Sebagai orang badawi mereka tetap jauh dari ilmu pengetahuan. Ajaran-ajaran islam
sebagai terdapat dalam alquran dan hadits, mereka artikan menurut lafaznya dan harus
dilaksanakan sepenuhnya. Oleh karna itu iman dan paham mereka merupakan iman dan
paham orang yang sederhana dalam pemikiran lagi sempit dan fanatik. Kaum khawarij
memasuki persoalan kufr: siapakah yang kafir dan keluar dari islam, dan siapakah yang
disebut mukmin dan dengan demikian tidak keluar dari Islam, tetapi tetap dalam Islam.
Pendapat tentang siapa yang sebenarnya masih Islam dan siapa yang telah keluar dari
Islam dan menjadi kafir serta soal-soal yang bersangkut-paut dengan hal ini tidak
selamanya sama, sehingga timbullah berbagai golongan dalam kalangan khawarij.60
B. Menurut Murji‟ah Tentang Pelaku Dosa Besar
Pandangan aliran Murji‟ah tentang status pelaku dosa besar dapat ditelusuri dari definisi
iman yang dirumuskan oleh mereka. Tiap-tiap sekte murji‟ah berbeda pendapat dalam
merumuskan definisi iman itu sehingga pandangan tiap-tiap subsekte tentang status
pelaku dosa besar pun berbeda-beda pula. Persoalan dosa besar yang ditimbulkan kaum
khawarij, mau tidak mau menjadi bahan perhatian dan pembahasan pula bagi mereka.

59
https://ahmadjamaludin12.blogspot.com/2017/10/ilmu-kalam-pelaku-dosa-besar.html
60
Nasution, Harun,Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah, Analisa Perbandingan

41
Kalau kaum khawarij menjatuhkan hukum kafir bagi orang berbuat dosa besar, kaum
murji‟ah menjatuhkan hukum mukmin bagi orang yang serupa itu. Adapun soal dosa
besar yang mereka buat, itu ditunda arja‟a penyelesaiannya kehari perhitungan kelak.
Argumentasi yang mereka majukan dalam hal ini ialah bahwa orang Islam yang berdosa
besar itu tetap mengucapkan kedua syahadat yang menjadi dasar utama dari iman. Oleh
karena itu orang Berdosa besar menurut pendapat golongan ini, tetap mukmin dan bukan
kafir. Orang yang berpendapat bahwa orang islam yang melakukan dosa besar bukanlah
kafir tetapi tetap mukmin dan tidak akan kekal dalam neraka, memang memberi
pengharapan bagi yang berbuat dosa besar untuk mendapat rahmat Allah. Pada
umumnya kaum murji‟ah dapat dibagi dalam dua golongan besar, golongan moderat dan
golongan ekstrim. Di antara golongan ekstrim yang dimaksud ialah al-Jahmiah,
pengikut-pengikut Jahm Ibn Safwan. Menurut golongan ini orang Islam yang percaya
pada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah menjadi kafir,
karena iman dan kufr tempatnya hanyalah dalam hati, bukan dalam bagian lain dari
tubuh manusia. Bahkan orang demikian juga tidak menjadi kafir, sungguhpun ia
menyembah berhala, menjalankan ajaran agama Yahudi atau agama Kristen dengan
menyembah salib, menyatakan percaya kepada trinity, dan kemudian mati. Orang yang
demikian bagi Allah tetap merupakan seorang mukmin yang sempurna imannya.
Golongan ini berpendapat bahwa, jika seseorang mati dalam iman, dosa-dosa dan
perbuatan-perbuatan jahat yang dikerjakannya tidak merugikan bagi yang bersangkutan.
Karena itu perbuatan jahat, banyak atau sedikit, tidak merusakkan iman seseorang, dan
sebaliknya pula perbuatan baik tidak merubah kedudukan seseorang musyrik.61
C. Menurut Mu‟tazilah tentang pelaku dosa besar
Kemunculan aliran Mu‟tazilah dalam pemikiran teologi Islam diawali oleh masalah
yang hampir sama dengan Khawarij dan Murji‟ah, yaitu mengenai status dosa besar;
apakah masih beriman atau telah menjadi kafir? Perbedaanya, bila Khawarij
mengafirkan pelaku dosa besar dan Murji‟ah memelihara keimanan pelaku dosa besar,
Mu‟tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku dosa besar,
apakah ia tetap mukmin atau kafir, kecuali dengan sebutan yang sangat terkenal,
yaitu al-manzilah bain almanzilataini. Setiap pelaku dosa besar, menurut Mu‟tazilah,

61
Nasution, Harun,Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah, Analisa Perbandingan. Jakarta, UI Press. 1986

42
berada di posisi tengah di antara posisi mukmin dan kafir. Posisi menengah bagi berbuat
dosa besar, juga erat hubungannya dengan keadilan tuhan. Pembuat dosa besar bukanlah
kafir, karena ia masih percaya kepada Tuhan dan Nabi Muhammad; tetapi bukanlah
mukmin, karena imannya tidak lagi sempurna. Karena bukan mukmin, ia tidak dapat
masuk surga, dan karena bukan kafir pula, ia sebenarnya tidak mesti masuk neraka. Ia
seharusnya ditempatkan di luar surga dan di luar neraka. Tetapi karena di akhirat tidak
ada tempat selain dari surga dan neraka, maka pembuat dosa harus dimasukan ke dalam
salah satu tempat ini. Penentuan tempat itu banyak hubungannya dengan faham
Mu‟tazilah tentang iman. Iman bagi mereka, digambarkan, bukan hanya oleh pengakuan
dan ucapan lisan, tetapi juga oleh perbuatan-perbuatan. Dengan demikian pembuat dosa
besar tidak beriman dan oleh karena itu tidak dapat masuk surga. Tempat satu-satunya
ialah neraka. Tetapi tidak adil kalau ia dalam neraka mendapat siksaan yang sama berat
dengan orang kafir. Oleh karena itu pembuat dosa besar, betul masuk neraka, tetapi
mendapat siksaan yang lebih ringan. Dosa besar menurut pandangan Mu‟tazilah adalah
segala perbuatan yang ancamannya disebutkan secara tegas dalam nash, sedangkan dosa
kecil adalah sebaliknya, yaitu segala ketidakpatuhan yang ancamannya tidak tegas dalam
nash. Tampaknya Mu‟tazilah menjadikan ancaman sebagai kreteria dasar bagi dosa
besar maupun kecil.
D. Menurut Asyariyah tentang pelaku dosa besar
Terhadap pelaku dosa besar, agaknya Al-Asy‟ari, sebagai wakil Ahl As-Sunnah, tidak
mengafirkan orang-orang yang sujud ke Baitullah (ahl-Qiblah) walaupun melakukan
dosa besar, seperti berzina dan mencuri. Menurutnya, mereka masih tetap sebagai orang
yang beriman dengan keimanan yang mereka miliki, sekalipun berbuat dosa besar.62
Akan tetapi, jika dosa besar itu dilakukannya dengan anggapan bahwa hal itu
dibolehkan (halal) dan tidak menyakini keharamannya, ia dipandang telah kafir. Adapun
balasan di akhirat kelak bagi pelaku dosa besar apabila ia meninggal dan tidak sempat
bertobat, maka menurut Al-Asy‟ari, hal itu bergantung pada kebijakan Tuhan Yang
Maha Berkehendak Mutlak. Tuhan dapat saja mengampuni dosanya atau pelaku dosa
besar itu mendapaat syafaat Nabi SAW. Sehingga terbebas dari siksaan neraka atau

62
https://ahmadjamaludin12.blogspot.com/2017/10/ilmu-kalam-pelaku-dosa-besar.html diakses pukul 15 Juli 2020
pukul 13.00

43
kebalikannya, yaitu tuhan memberikan siksaan neraka sesuai dengan ukuran dosa yang
dilakukannya. Meskipun begitu, ia tidak akan kekal di neraka seperti orang-orang kafir.
Setelah penyiksaan terhadap dirinya selesai, ia akan dimasukkan ke dalam surga.
Dari paparan yang singkat ini, jelas bahwa asy-„ariah sesungguhnya mengambil posisi
yang sama dengan murji‟ah, khususnya dalam pernyataan yang tidak mengafirkan para
pelaku dosa besar.
E. Menurut Maturidiyah tentang pelaku dosa besar
Mengenai soal dosa besar al-Maturidi sefaham dengan al-Asy‟ari yaitu: bahwa orang
yang berdosa besar masih tetap mukmin, dan soal dosa besarnya akan ditentukan Tuhan
kelak di akhirat. Ia pun menolak faham posisi menengah kaum Mu‟tazilah. Al-Maturidi
berpendapat bahwa orang yang berdosa besar itu tidak kafir dan tidak kekal di dalam
neraka walaupun ia mati sebelim bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan
memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam
neraka adalah balasan bagi orang yang berbuat dosa syirik. Karena itu, perbuatan dosa
besar (selain syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad. Aliran Maturidyah
terdapat dua golongan, yaitu golongan Samarkand dan golongan Bukhara. Aliran
maturidyah adalah teologi yang banyak dianut oleh umat Islam yang memakai mazhab
Hanafi.63
F. Menurut Syiah Tentang Pelaku Dosa Besar
Penganut Syi‟ah percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal dalam
neraka, jika dia belum tobat dengan tobat yang sesungguhnya. Dalam hal ini, Syi‟ah
Zaidiyah memang dekat dengan Mu‟tazilah. Ini bukan aneh mengingat Wasil bin Atha,
salah seorang pemimpin Mu‟tazilah, mempunyai hubungan dekat dengan Zaid. Moojan
Momen bahkan mengatakan bahwa Zaid pernah belajar kepada Wasil bin Atha. Selain
itu, secara etis mereka boleh dikatakan anti-Murji‟ah.64

8.3 Analisis Perbandingan dari Semua Pandangan Aliran dalam Ilmu Kalam
Dalam pembahasan diatas dapat diklasifikasikan mana saja aliran yang mempunyai
pandangan yang sama dan yang mana saja aliran yang punya pandangan berbeda mengenai

63
Nasution, Harun,Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah, Analisa Perbandingan. Jakarta, UI Press. 1986
64
https://ahmadjamaludin12.blogspot.com/2017/10/ilmu-kalam-pelaku-dosa-besar.html diakses pukul 15 Juli 2020
pukul 13.00

44
status mukmin yang berdosa besar aliran yang berpandangan bahwa pelaku dosa besar
masih tetap mukmin, menjelaskan bahwa andai kata pelaku dosa besar dimasukkan ke
dalam neraka, ia tak akan kekal di dalamnya. Sebaliknya aliran yang berpendapat bahwa
pelaku dosa besar bukan lagi mukmin berpendapat bahwa di akhirat ia akan dimasukan ke
neraka dan kekal di dalamnya. Ini diwakili oleh Khawarij dan Mu‟tazilah, meskipun antara
keduanya terdapat perbedaan yang tegas. Bahwa Khawarij memandang pelaku dosa besar
adalah kafir bahkan dikatakan musyrik, dan akan dimasukan di dalam neraka untuk
selamanya sebagaimana hukuman yang serupa untuk orang-orang kafir, sementara
Mu‟tazilah memandang pelaku dosa besar sebagai fasik yaitu diantara mukmin dan kafir
dan akan dimasukkan ke dalam neraka untuk selama-lamanya namun hukumanya tak
seberat, tak sepedih yang dialami oleh orang-orang kafir. Perbedaan pandangan mengenai
pelaku dosa besar, jika ditinjau dari sudut pandang Wa‟d Wa‟id, dapat di klasifikasikan
menjadi dua jenis kelompok. Kelompok radikal diwakili oleh khawarij dan mu‟tazilah,
sementara sisanya merupakan kelompok moderat.

8.4 Contoh Perilaku Dosa Besar


1. Syirik
Dosa terbesar adalah syirik, mempersekutukan Allah. Syirik ada dua ; pertama
menjadikan sesuatu sebagai tandingan bagi Allah dan atau beribadah kepada selain-Nya,
baik berupa batu, pohon, matahari, bulan, nabi, guru, bintang, raja, atau pun yang lain.
Inilah syirik besar yang tentangnya, Allah berfirman Artinya : “Sesungguhnya Allah
tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa‟: 48 dan 116)

Barangsiapa mepersekutukan Allah lalu mati dalam keadaan seperti itu sungguh
termasuk penghuni surga, walaupun mungkin diadzab di neraka terlebih dahulu.
Rasulullah SAW bersabda, Artinya : “Maukah kalian aku beritahukan apa kabair yang
paling besar.” Beliau mengulang tiga kali. Para sahabat menjawab,”Tentu, wahai
Rasulullah.” Lalu Rasulullah bersabda ,”Yaitu menyekutukan Allah dan durhaka kepada
kedua orang tua.” Saat itu beliau bersandar lalu duduk dan melanjutkan,” Juga,

45
kesaksian palsu, kesaksian palsu.” Begitu Rasulullah mengulang-ulang sampai-sampai
kami mengatakan, “Andai beliau menghentikannya”65

2. Zina

Zina dalam bahasa arab disebut dengan zana-yazni. Berzina di artikan perbuatan
bersenggema antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan
pernikahan. Orang yg berzina akan diadzab di neraka dengan cambuk api. Dalam kitab
Zabur tertulis, "Sesungguhnya para pezina itu akan digantung pada kemaluan mereka di
neraka dan akan disiksa dengan cambuk besi. Maka jika mereka melolong karena
pedihnya cambukan malaikat Zabaniyah berkata, "Ke mana suara ini ketika kamu
tertawa- tawa, bersuka ria dan tidak merasa diawasi oleh Allah serta tidak malu kepada-
Nya.” Allah SWT berfirman dalam Q.S Al-Isra ayat 32 Artinya: “Dan janganlah kamu
mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan
yang buruk.”

3. Membunuh

Nabi bersabda: Jauhilah oleh kalian tujuh perkara yang membinasakan. Lalu beliau
menyebut salah satunya membunuh seorang manusia yang diharamkan oleh Allah
kecuali dengan alasan yang dibenarkanNya. Seseorang bertanya kepada Nabi tentang
"Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah ta'ala?" Beliau menjawab, " Apabila kamu
mengangkat tandingan bagi Allah, padahal Dia yang menciptakanmu." Orang itu
bertanya lagi, " Lalu apa?" Beliau menjawab, "Kamu bunuh anakmu karena khawatir
akan makan bersamamu." Orang itu bertanya lagi, "Lalu apa?" Beliau menjawab, "Kamu
berbuat zina dengan istri tetanggamu." Lalu Allah menurunkan pembenaran atas sabda
Nabi tersebut; Allah berfirman dalam Q.S An-Nisa ayat 93 Artinya:”Dan barangsiapa
yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam,
kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan
azab yang besar baginya.”66

65
Shahih. Diriwayatkan Oleh Al-Bukhari (2654,5976,6273), dan Muslim (87)
66
https://ahmadjamaludin12.blogspot.com/2017/10/ilmu-kalam-pelaku-dosa-besar.html diakses pukul 15 Juli 2020
pukul 13.00

46
KELOMPOK 9
IMAN DAN KUFUR
9.1 Pandangan Aliran Khawarij tentang Iman dan Kufur

A. Pandangan tentang iman


Menurut bahasa iman berarti membenarkan dalam hati, sedangkan menurut istilah adalah :
membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan dan mengamalkan dengan anggota
badan. Membenarkan dalam maksudnya menerima segala apa yang dibawa Rasulullah saw,
mengucapkan dengan lidah maksudnya mengucapkan dua kalimah syahadat dan
mengamalkan dengan anggota badan maksudnya adalah hati mengamalkan dengan
keyakinan sedang anggota badan mengamalkan dalam bentuk ibadah-ibadah. Aliran
Khawarij memandang perbuatan orang-orang yang menerima kesepakatn adalah dosa
besar, tetapi kemudian menimbulkan persoalan apakah mereka telah menjadi kafir atau
masih tetap mukmin. Dalam menetapkan hal tersebut, kemudian menimbulkan perbedaan
pendapat yang berakibat pula kepada munculnya kelompok-kelompok di dalam Khawarij.
Secara umum, iman menurut aliran Khawarij adalah percaya kepada Allah, mengerjakan
segala perintah kewajiban agama, segala perbuatan yang berbau religius termasuk di
dalamnya masalah kekuasaan atau dengan kata lain iman itu adalah beriktikad dalam hati
dan berikrar dengan lidah serta menjauhkan diri dari segala dosa atau mengamalkannya
dengan anggota badan.67

B. Pandangan tentang kufur


Kufur adalah kebalikan dari iman. Dari segi lughat “kufur” artinya menutupi. Orang yang
bersikap „kufur‟ disebut kafir, yaitu orang yang menutupi hatinya dari hidayah Allah.
Dengan demikian orang kafir dia menutupi kebenaran atau dia menutupi apa yang
seharusnya diimani. Malam juga disebut „kafir‟ karena malam menutupi orang dan benda-
benda lain dengan kegelapannya. Dari segi syara‟ kufur ada : kufur Akidah, ialah
mengingkari akan apa yang wajib diimani, seperti iman kepada Allah, iman kepada Rasul,
iman kepada Hari Akhirat, iman kepada Qodo dan Qodar, dan lain-lain. Dalam pandangan
sebagian besar pemuka aliran Kawarij, bahwa semua dosa besar adalah kufur dan orang

67
http://sumardimenulis.blogspot.com/2014/09/konsep-iman-dan-kufur.html?m=1 diakses tanggal 18 Juli 2020
pukul 10.45

47
yang melakukannya dihukum kafir dan kekal di dalam neraka. Pendapat ini diutarakan oleh
al-Muhakkimah, golongan yang paling awal dalam Kawarij, sedangkan Azariqah salah satu
kelompok dari Kawarij berpendapat lebih ekstrim dari al-Muhakkimah, yaitu menghukum
syirik bagi orang yang melakukan dosa besar. Di dalam Islam syirik adalah lebih besar
dosanya dari kufur. Lebih jauh lagi golongan Azariqah berpendapat bahwa semua orang
Islam yang tidak sepaham dengan mereka termasuk musyrik. Bagi Azariqah, orang yang
tidak masuk kelompok dan berada wilayah tinggal atau kekuasaan mereka boleh diperangi,
karena bukan daerah Islam tetapi adalah dar al-harb atau dar al-kufr, darah mereka adalah
halal ditumpahkan. Dengan demikian bagi Azariqah, orang-orang yang tidak kafir hanyalah
orang-orang yang masuk golongan mereka dan berada di wilayah mereka dan selebihnya di
luar itu adalah musyrik. Al-Sufriah adalah kelompok lain dari Karawarij yang ekstrim,
hampir sama dengan Azriqah, tapi sedikit lebih lunak dari Azriqah.68

9.2 Pandangan Aliran Murji‟ah tentang Iman dan Kufur


A. Pandangan tentang iman
Menurut al-Bazdawi sebagaimana dikutip Mohd. Isak pandangan mayoritas aliran Murjiah,
bahwa iman itu hanyalah ma‟rifah kepada Allah atau tasdiq secara kalbu semata, bukan
terkait dengan aktifitas baik dalam ucapan maupun tindakan. Sedangkan kelompok lain
dalam aliran ini bependapat bahwa iman tidak hanya ma‟rifat dengan hati, tapi juga iqrar
yang merupakan tasdiq secara lisan. Oleh karena itu bila seseorang telah menyatakan
keimanannya, maka dia tetap akan menjadi mukmin walaupun perbuatannya tidak islami.
Perbuatan yang dilakukan tidak dapat menggugurkan keimanan seseorang.69

B. Pandangan tentang kufur


Aliran Murjiah muncul sebagai reaksi terhadap keadaan yang timbul akibat saling
mengkafir diantara sesama muslim. Mereka tidak ingin memihak kesalah satu golongan
yang terlibat saling mengkafirkan tersebut. Artinya mereka bersikap netral. Secara umum
kaum Murjiah berpendapat bahwa soal kufur dan tidak kufur adalah lebih baik ditunda saja
sampai hari pembalasan di depan Tuhan. Kaum Murjiah tetap menganggap sahabat-sahabat

68
http://sumardimenulis.blogspot.com/2014/09/konsep-iman-dan-kufur.html?m=1 diakses tanggal 18 Juli 2020
pukul 10.50
69
http://sumardimenulis.blogspot.com/2014/09/konsep-iman-dan-kufur.html?m=1 diakses tanggal 18 Juli 2020
pukul 10.50

48
yang terlibat dengan arbitrase adalah orang-orang yang mukmin dan tidak keluar dari jalan
yang benar.Argumentasi Murjiah, ialah bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar
masih mengucap dua kalimah syahadah dan Nabi Muhammad adalah Rasul-Nya, orang
seperti ini masih mukmin bukan kafir atau musyrik. Dalam dunia ini ia tetap dianggap
mukmin bukan kafir. Soal di akhirat diserahkan kepada keputusan Tuhan, kalau dosa besar
diampunkan, ia akan masuk syurga, kalau tidak dia akan masuk neraka untuk waktu yang
sesuai dengan dosa yang dilakukan dan kemudian masuk syurga. Murjiah juga terdiri dari
beberapa kelompok. Secara umum, bagi mereka perbuatan dosa tidak menyebabkan
seseorang menjadi kafir, bahkan ada kelompok yang berpendapat pengakuan kekufuran
dengan lisan atau perbuatan musyrik atau menjalankan praktek agama-agama lain tidak
penyebab terjadinya kekufuran. Menurut mereka seseorang baru menjadi kafir bila tidak
mengenal Tuhan.

9.3 Pandangan Aliran Mu‟tazilah tentang Iman dan Kufur


A. Pandangan tentang iman
Konsep iman menurut aliran ini tidak hanya berkaitan dengan pengakuan dalam hati, tetapi
amal perbuatan merupakan salah satu unsur terpenting dari iman, bahkan amal itu hampir
sama dengan iman. Hal ini terkait dengan konsep mereka tentang janji dan ancaman yang
merupakan salah satu ideologinya Mu‟tazilah. Konsep iman menurut Mu‟tazilah juga
berkaitan dengan ma‟rifah (pengetahuan dan akal). Mereka sangat menekankan pentingya
berpikir rasional atau penggunaan akal bagi keimanan. Cara pandang tersebut akan
berimplikasi kepada penilaian bahwa orang yang beriman kerena mengikuti orang lain
(secara taklid buta) tidaklah dipandang beriman. Lebih tegasnya lagi, seperti diungkapkan
Toshihiko Izutsu yang dikutip oleh Abdul Rozak, bahwa bagi kelompok ini ”hanya ahli
kalam saja yang benar-benar dapat menjadi orang beriman, sedangkan masyarakat awam
dipandang tidak benar-benar beriman.70 Pernyataan ini masih menyisakan persoalan, yaitu
bagaimana dengan ahli kalam yang tidak mementing akal untuk memperoleh keimanan.
Tidak semua ahli kalam berpandangan yang mengedepankan akal dalam soal keimanan.71

70
Rozak, Abdul dan Anwar, Rosihan, Ilmu Kalam untuk UIN, STAIN, PTAIS, Bandung, Pustaka Setia
71
http://sumardimenulis.blogspot.com/2014/09/konsep-iman-dan-kufur.html?m=1 diakses tanggal 18 Juli 2020
pukul 10.50

49
B. Pandangan tentang kufur
Aliran Mu‟tazilah berpendapat, bahwa orang yang melakukan dosa besar bukan sebagai
orang kafir dan bukan pula mukmin. Konsep ini disebut manzilah bain manzilataian atau
posisi antara dua posisi. Di akhirat kelak orang yang melakukan dosa besar itu tidak akan
dimasukkan ke dalam syurga dan tidak pula dimasukkan ke dalam neraka yang dahsyat,
seperti orang kafir, tetapi dimasukkan ke dalam neraka yang paling ringan. Orang yang
melakukan dosa besar, maka di dunia ini dia bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi
fasiq. Tidak disebut mukmin (walaupun dalam dirinya ada iman) karena dosa besarnya,
dan tidak pula disebut kafir, karena pengakuan dan ucapan dua kalimah syahadatnya,
kerana ia tidak mempengaruhi imannya. Sementara itu, menurut mayoritas Mu‟tazilah,
orang yang tidak patuh terhadap yang wajib dan yang sunat disebut ma‟asi. Ma‟asi terbagi
kepada dua, yaitu pertama, ma‟asi kecil dan kedua ma‟asi yang besar. Ma‟asi yang besar
dinamakan kufur, terbagi ke dalam tiga perkara, yakni:

 Seseorang yang menyamakan Allah dengan makhluk.

 Seseorang yang menganggap Allah tidak adil atau zalim.

 Seseorang yang menolak eksistensi Nabi Muhammad yang menurut nas telah disepakati
kaum muslimin.72

9.4 Pandangan Aliran Asy‟riyyah tentang Iman dan Kufur

A. Pandangan tentang iman


Menurut Asy‟ariyyah, iman ialah membenarkan dengan hati, dan itulah yang disebut
dengan iktikad. Di sini terdapat persaman antara konsep Murjiah dan Asy‟ariyyah yang
menekankan perbuatan hati atas pengakuan keimanan. Cuma Murjiah menggunakan istilah
ma‟rifah, sementara Asy‟ariyyah menggunakan al-tasdiq bi al-qolb (membenarkan dengan
hati). Dalam hal ini Asy-Syahrastani menulis sebagaimana dikutib oleh Abdul Rozak :
”Asy Asy‟ari berkata : Iman (secara esensial) adalah tashdiq bi al-janan (membenarkan
dengan kalbu). Sedangkan ”mengatakan‟ (qawl) dengan lisan dan melakukan dengan
berbagai kewajiban utama (amal bi al arkan) hanyalah merupakan furu (cabang-cabang)

72
http://sumardimenulis.blogspot.com/2014/09/konsep-iman-dan-kufur.html?m=1 diakses tanggal 18 Juli 2020
pukul 10.50

50
iman. Oleh sebab itu, siapa pun yang membenarkan keesaan Tuhan dengan kalbunya dan
juga membenarkan utusan-utusan-Nya beserta apa yang mereka bawa dari-Nya, iman
seperti itu iman yang sahih dan keimanan seseorang tidak akan hilang kecuali jika dia
mengingkari salah satu dari hal tersebut. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa iman bagi
Asy Asy‟ari tidak mempunyai kaitan dengan ucapan dan amal.

B. Pandangan tentang kufur


Berdasarkan konsep keimanan aliran al-Asy‟ariyah sebagaimana telah dikemukakan
sebelumnya, maka kebalikannya adalah kufur. Dengan demikian, yang disebut kafir bagi
aliran ini adalah orang yang tidak membuat pengakuan atau membenarkan tentang ke-
Esaan Tuhan dan kebenaran para Rasul serta segala apa yang dibawanya. Berdasarkan
paham ketuhanan yang dianut al-Asy‟ariyah maka perbuatan kufur bukanlah semata-mata
si kafir, tapi ada campur tangan Yang Maha Berkehendak. Menurut al- Asy‟ariyyah,
seorang muslim yang berdosa besar jika meninggal dunia tanpa bertobat, nasibnya terserah
kepada ketentuan Tuhan, mungkin orang itu diampuni Allah karena rahmat dan kasih
sayang-Nya. Ada juga kemungkinan tidak diampuni Allah dosa-dosanya dan akan diazab di
neraka sesuai dengan dosa-dosa yang telah diperbuatnya itu. Kemudian setelah
cukup/bersih baru dimasukkan ke dalam syurga, mereka tidak mungkin akan kekal tinggal
dalam neraka, karena keimanan yang mereka miliki. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa bagi Asy‟ariyyah orang-orang yang berdosa besar tidaklah menjadi kafir, dan tidak
akan kekal dalam neraka, namun masih seorang mukmin dan akhirnya akan masuk syurga
juga.73

9.5 Pandagan Aliran Maturidiyyah tentang Iman dan Kufur


A. Pandangan tentang iman
Sedangkan konsep iman menurut Maturidiyyah secara umumnya sama dengan konsep
Asy‟ariyyah dari ahli al-sunnah wa al-jama‟ah, cuma terdapat sedikit perbedaan, yaitu
menurut Maturidiyyah tasdiq dengan hati mesti merupakan satu kesatuan dengan
mengikrarkannya dengan lidah. Sedangkan menurut Asy‟ariyyah cukup memadai hanya
dengan pengakuan hati untuk membuktikan keimanan seseorang, sedangkan pengucapan

73
Nasution, Harun.. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: UI-Press

51
dengan lisan tidaklah diperlukan, karena ikrar dengan lisan dan mengerjakan rukun-rukun
Islam adalah merupakan cabang dari iman. Pendapat Ahli al-Sunnah wa al-Jama‟ah
golongan Asy‟ariyyah yang agak lebih lengkap tentang iman dikemukan oleh al-Baghdadi
yang dikutip oleh Harun Nasution, menerangkan bahwa:

 Iman yang dapat menghindari dari kafir dan tidak kekal dalam neraka, adalah meyakini
Tuhan, kitab-kitab-Nya, para Rasul, takdir baik dan buruk, sifat-sifat Tuhan dan segala
keyakinan lain yang diakui dalam syari‟at.

 Iman yang menimbulkan adanya keadilan dan melenyapkan fasik dari seseorang serta
yang melepaskan dari neraka, adalah mengerjakan segala kewajiban dan menjauhi
semua perbuatan dosa besar.

 Iman yang dapat menjadikan seseorang memperoleh prioritas untuk langsung masuk ke
syurga tanpa hisab, adalah mengerjakan semua yang wajib dan sunat serta menjauhi
segala perbuatan dosa.74

B. Pandangan tentang kufur


Selanjutnya bagi Maturidiyyah, pahala salat dan kewajiban-kewajiban lain yang dijalankan
akan mampu menghapus dosa-dosa kecil yang telah dilakukan. Pendapat ini didasarkan
kepada firman Allah surah Hud, 11: 114 artinya : “Dan dirikanlah salat itu pada kedua tepi
siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya,
perbuatan-perbuatan yang baik itu mengahapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang jahat.
Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” Dosa-dosa besar, apa lagi dosa-dosa kecil
tidak membuat seseorang menjadi kafir dan keluar dari iman. Dari sini dapat disimpulkan
bahwa pendapat Maturidiyyah mengenai hukum atau status orang yang berdosa besar sama
dengan aliran Asy‟ariyyah, yakni tidaklah menyebabkan seseorang menjadi kafir. Pendapat
ini tentulah bertentangan dengan konsep aliran Mu‟tazilah dan Khawarij. Aliran Mu‟tazilah
berpendapat bukan kafir dan bukan pula mukmin tetapi al-manzilah bain al-manzilataian
dengan status fasiq, sedangkan bagi Khawarij, orang yang berdosa besar adalah kafir. Dari
perbedaan pendapat dalam persoalan kufur dikalangan orang Islam, kadang-kadang
menimbul masalah kafir mengkafirkan. Walaupun secara jelas hal ini terjadi akibat
pemahaman Kawarij, tapi tidak menutup kemungkinan kafir mengkafir terjadi pada aliran

74
Nasution, Harun.. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta: UI-Press

52
yang pemahamannya tidak ekstrim. Hal ini terjadi karena kebodohan dan kepicikan serta
fanatis buta terhadap mazhab atau aliran tertentu. Mestinya seseorang tidak tergesa-gesa
dalam kafir mengkafir di antara sesama muslim, karena implikasi hukumnya sangat banyak
dan mendatangkan berbagai ancaman seperti laknat Allah, gugurnya amal perbuatan, halal
darahnya ditumpahkan, hilangnya hak waris, tidak disholati, dll sebagainya. Dalam hal ini
banyak dijumpai hadis-hadis sahih untuk melarang mengkafirkan orang lain.75

9.6 Analisis Perbandingan dari Berbagai Pandangan Aliran Ilmu Kalam


Perbedaan pemahaman dari berbagai aliran teologi tersebut, beberapa diantaranya terjadi
karena adanya perbedaan mereka di bidang politik, sedangkan lain timbul sebagai reaksi
atas pemahaman yang ada.

Konsep ilmu kalam di kalangan Khawarij dan Murjiah dalam pembahasan iman dan kufur
agak sederhana sesuai dengan kesederhanaan cara berpikir mereka. Kemudian muncul
Mu‟tazilah dengan mengandalkan akal menjadi lebih mendalam. Mu‟tazilah
mengembangkan konsep-konsep dan faham yang lebih logik dan sistematik dibandingkan
dengan faham sebelumnya.

Dari metode berfikir kaum Mu‟tazilah yang mempergunakan rasio itulah sebenarnya yang
menjadi dasar pembahasan tentang iman dan kufur pada aliran-aliran berikutnya seperti
Asy‟ariyyah dan Maturidiyyah di kalangan ahli al-Sunnah wa al-jama‟ah.

Dalam berbagai perbedaan itu, paling tidak ada satu unsur kesamaan dalam mendfenisikan
iman yaitu : membenarkan dalam hati.

75
Rozak, Abdul dan Anwar, Rosihan, Ilmu Kalam untuk UIN, STAIN, PTAIS, Bandung, Pustaka Setia

53
KELOMPOK 10
PERBUATAN TUHAN DAN PERBUATAN MANUSIA

10.1 Perbuatan Tuhan


1) Pandangan Aliran Mutazilah tentang Perbuatan Tuhan
Aliran mu‟tazilah yang dianggap lebih rasional dan selalu mengedepankan akal
dibandingkan dengan wahyu berpendapat bahwa perbuatan tuhan hanya terbatas pada
hal-hal yang dianggap baik. Tetapi tidak berarti bahwa tuhan tidak mampu melakukan
perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena Ia mengetahui
keburukan dari perbuatan buruk tersebut. Di dalam al-Qur‟an dijelaskan bahwa tuhan
tidak berbuat zalim. Ayat-ayat al-Qur‟an yang dijadikan pedoman oleh aliran
mu‟tazilah antara lain QS. al-Anbiya ayat 23 Artinya: "Dia tidak ditanya tentang apa
yang diperbuatNya dan merekalah yang akan ditanyai. Seorang mu‟tazilah Qadi Abd
al-Jabr, mengatakan bahwa ayat tersebut memberi petunjuk bahwa tuhan hanya berbuat
yang baik dan maha suci dari perbuatan buruk. Maka tuhan tidak perlu ditanya.
haruskan aliran mu‟tazilah melahirkan paham kewajiban tuhan berikut ini:

 Kewajiban tidak memberikan beban di luar kemampuan manusia. Tuhan akan


bersikap tidak adil apabila tuhan memberi beban yang terlalu berat kepada manusia.
 Kewajiban mengirimkan rasul. Argumentasi mereka adalah kondisi akal tidak dapat
mengetahui setiap apa yang harus diketahui oleh manusia tentang tuhan dan alam
gaib. Oleh karena itu tuhan berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia
dengan cara mengirim rasul. Tanpa rasul manusia tidak mampu hidup baik di dunia
maupun di akhirat.
 Kewajiban menepati janji dan ancaman. Tuhan tidak akan bersifat adil apabila tuhan
tidak menepati janji untuk memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan
menjalankan ancaman bagi orang yang berbuat jahat. Oleh karena itu, menepati janji
dan menjalankan ancaman adalah kewajiban bagi tuhan.76

76
https://www.bacaanmadani.com/2018/01/perbuatan-tuhan-menurut-aliran-kalam.html diakses pada
tanggal 18 Juli 2020 pukuul 11.00
54
2) Pandangan Aliran Asy‟ariah tentang Perbuatan Tuhan
Aliran Asy'ariyah berpendapat bahwa tuhan dapat berbuat sehendakNya terhadap
makhluk. Hal ini berarti, Asy'ariyah menolak paham mu‟tazilah yang mengatakan
bahwa tuhan memiliki kewajiban untuk berbuat baik dan terbaik bagi manusia.
Asy'ariyah menolak paham tersebut dikarenakan dinilai bertentangan dengan paham
kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, sepeti dikatakan oleh al-Ghazali bahwa
perbuatanperbuatan tuhan tersebut bersifat jaiz (boleh) dan tidak satupun darinya yang
bersifat wajib. Karenanya, tuhan tidak memiliki kewajiban apa apa terhadap makhluk.
Aliran Asy'ariyah menerima paham pemberian beban di luar kemampuan manusia
karena perbuatan manusia pada hakikatnya adalah perbuatan tuhan dan diwujudkan
dengan daya tuhan bukan dengan daya manusia. Al-Asy‟ari juga menolak pengiriman
rasul sebagai kewajiban tuhan, karena hal itu bertentangan dengan keyakinan mereka
bahwa tuhan tidak memiliki kewajiban apa apa terhadap makhluk. Begitupun terkait
kewajiban tuhan untuk menepati janji dan menjalankan ancamannya yang ada dalam
nash al-Qur‟an dan Hadis, karena menurut mereka, tuhan memiliki kehendak sendiri
untuk melakukan perbuatan apa yang tuhan kehendaki.77

3) Pandangan Aliran Maturidiah tentang Perbuatan Tuhan


Dalam aliran Maturidiyah terdapat perbedaan pendapat antara Maturidiyah samarkand
dan Maturidiyah bukhara. Aliran maturidyah samarkand memberikan batasan pada
kekuasaan dan kehendak tuhan dengan berpendapat bahwa perbuatan tuhan hanya
menyangkut perihal yang baik-baik saja. Dengan demikian, tuhan memiliki kewajiban
untuk melakukan hal yang baik-baik bagi manusia, Maturidiyah samarkand juga
memandang pengiriman rasul kepada manusia sebagai kewajiban tuhan. Sementara itu,
aliran Maturidiyah bukhara memiliki paham yang sama dengan Asy'ariyah, dimana
tuhan tidak memiliki kewajiban terhadap manusia. Menurut aliran ini, pengiriman rasul
hanya bersifat mungkin, namun bukan merupakan kewajiban tuhan. Akan tetapi, aliran
ini berpendapat bahwa tuhan pasti menepati janji-janjinya, seperti memberikan balasan
surga bagi yang berbuat baik dan siksa neraka kepada nereka yang berbuat jahat sesuai

77
https://www.bacaanmadani.com/2018/01/perbuatan-tuhan-menurut-aliran-kalam.html diakses pada tanggal 18 Juli
2020 pukuul 11.00

55
dengan nash al-Qur‟an dan Hadits. Adapun mengenai pemberian beban kepada manusia
di luar batas kemampuannya, Maturidiyah menerima paham Asy'ariyah. Al-Bazdawi
mengatakan bahwa tuhan tidaklah mustahil meletakkan kewajiban-kewajiban yang tak
dapat dipikulnya atas diri manusia. Sementara aliran Maturidiyah samarkand menolak
apa yang disampaikan oleh aliran Asy'ariyah dikarenakan al-Qur‟an mengatakan bahwa
tuhan tidak membebani manusia dengan kewajiban-kewajiban yang di luar batas
kemampuannya. Pemberian beban yang di luar kemampuan ini memeang sesuai dengan
paham aliran samarkand yang menyatakan bahwa manusialah yang mewujudkan
perbuatan-perbuatannya dan bukan tuhan.78

10.2 Perbuatan Manusia


1) Pandangan Aliran Jabariah tentang Perbuatan Manusia
Perbuatan manusia bukan atas kehendak sendiri, namun ditentukan oleh Allah
SWT. Manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya
baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah yang menentukannya. Para Ulama
pengikut aliran Jabariyah, berpendapat bahwa semua perbuatan yang dilakukan oleh
manusia merupakan kehendak dan ketetapan Allah. Manusia tidak mempunyai peran
atas segala perbuatannya. Perbuatan baik dan kejahatan yang dilakukan oleh manusia
merupakan Qudrat dan Iradat (kekuasaan atau kehendak) Allah. Allah berfirman:
 Artinya: "Barangsiapa ta'at kepada Allah dan Rasul-Nya, Niscaya Allah
memasukannya ke dalam surga yang mengalir didalamnya sungai-sungai, sedang
mereka kekal didalamnya; dan itulah kemenangan yang besar". (QS: 4: An-Nisa': 13).
 Arinya: "Dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar
ketentuan-ketentuan-Nya, Niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang
ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan". (QS: 4: An-Nisaa':14).
 Artinya: "Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa berita
gembira dan sebagai pemberi peringatan" (QS:18: Al-Kahfi: 56).79

78
https://www.bacaanmadani.com/2018/01/perbuatan-tuhan-menurut-aliran-kalam.html diakses pada tanggal 18 Juli
2020 pukuul 11.00
79
https://www.binaaku.web.id/2012/08/perbuatan-manusia-menurut-aliran.html diakses pada tanggal 18 Juli 2020
pukul 11.05

56
Dari beberapa Kutipan Ayat suci di atas, dapat disimpulkan bahwa pendapat ulama
Jabariyah menjadi lemah. Yusuf Al Qardhawi memandang bahwa aliran Jabariyah hanya
memandang satu sifat kekuasaan Allah dan tidak memandang keadilan dan
kebijaksanaan-Nya. sehingga semua perbuatan yang dilakukan disandarkan pada takdir
Allah. Dengan kata lain aliran Jabariyah menafikan fungsi dan peran dan pahala bagi
para pelaksana tatanan nilai Ilahiyah.

2) Pandangan Aliran Qadariah tentang Perbuatan Manusia


Aliran ini beri‟tiqot bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya
sendiri. Mansuia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas
kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak
mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga juga berhak pula
memproleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Seseorang diberi ganjaran baik
dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran siksa dengan balasan neraka
kelak di akhirat. itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri, bukan akhir Tuhan. Sungguh
tidak pantas, manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan atas
keinginan dan kemampuannya sendiri.80

3) Pandangan Aliran Mu‟tazilah tentang Perbuatan Manusia


Menurut aliran Mu‟tazilah, menusia memiliki kebebasan dalam berbuat dan
berkehendak. Segala perbuatan yang dilakukan oleh manusia adalah murni
perbuatan manusia itu sendiri. Menurut Abdul al-Jabbar, tokoh Mu‟tazilah,
bila perbuatan yang dilakukan manusia bukanlah perbuatannya secara hakiki, maka
pembalasan akibat perbuatannya tidak ada artinya. Aliran Mu‟tazilah yang
dikategorikan aliran rasional menganut paham kebebasan (free will dan free act) atau
qadariah. Aliran ini memandang manusia berkuasa dan merdeka dalam perbuatannya.
Salah seorang tokoh Mu‟tazilah yang bernama al‟juba‟i menyebutkan bahwa
manusialah yang menciptakan perbuatan-perbuatannya. Manusia berbuat baik dan
buruk, patuh dan tidak patuh kepada Tuhan atas kemauan dan kehendaknya
sendiri. Daya untuk mewujudkan kehendak telah terdapat dalam diri manusia

80
Rozak, Abdul, Rosihon Anwar. Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Media.

57
sebelum adanya perbuatan. Persis dengan pendapat al-Jubā‟i, „Abd al-Jabbār
menyebutkan bahwa Tuhan menciptakan daya yang bersifat baharu di dalam
diri manusia untuk mewujudkan perbuatan. Oleh sebab itu, perbuatan manusia
tidak diciptakan Tuhan, akan tetapi manusia sendirilah yang mewujudkan
perbuatannya. Untukmendukung pendapatnya, Mu‟tazilah menyebutkan bahwa jika
seseorang mendapatkan pertolongan dan kebaikan dari orang lain, maka ia akan
mengucapkan terima kasih kepada orang yang memberikan kebaikan tersebut. Hal
ini menjadi bukti bahwa yang mewujudkanperbuatan baik tersebut adalah manusia,
bukan Tuhan. Sebab jika Tuhan yang menciptakan perbuatan baik tersebut, pastilah
manusia yang menerima kebaikan tersebut menyampaikan ucapan terima kasihnya
kepada Tuhan. Selanjutnya, untuk mendukung pendapatnya tentang perbuatan manusia,
Aliran Mu‟tazilah memandang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan tidak bersifat
mutlak semutlak-mutlaknya, karena dibatasi oleh keadilan Tuhan. Perbuatan Tuhan
ditujukan untuk kepentingan manusia. Tuhan adil mengandung makna bahwa segala
perbuatan Tuhan baik, Tuhan tidak dapat berbuat zalim dalam memberikan hukuman
kepada manusia, Tuhan mesti memberi upah kepada orang yang patuh dan
memberi hukuman kepada orang yang durhaka serta tidak dapat mengabaikan
kewajiban-kewajiban Nya terhadap manusia. 81

4) Pandangan Aliran Asy‟ariah tentang Perbuatan Manusia


Dalam faham Asy'ari manusia di tempatkan pada posisi yang lemah. Ia di ibaratkan anak
kecil yang tidak memiliki pilihan dalam hidupnya. Oleh karana itu, aliran ini lebih dekat
dengan paham jabariah dari pada dengan faham Mu'tazilah. pendiri aliran asy'ariyah,
memakai teori al-kasb (perolehan). Teori Al-Kasb Asy'ari dapat di jelaskan sebagai
berikut. Segala sesuatu terjadi dengan perantaraan daya yang di ciptakan, sehingga
menjadi perolehan bagi muktasib yang memproleh kasab untuk melakukan perbuatan.
Sebagai konsekoensi dari teori kasb ini, manusia kehilangan keaktifan, sehingga
manusia bersifat pasif dalm perbuatan-perbuatannya.82 Pada prinsipnya aliran asy'ariyah
berpendapat bahwa perbuatan manusia diciptakan Allah, sedangkan daya manusia tidak

81
https://core.ac.uk/reader/288100268 diakses tanggal 18 Juli 2020 pukul 11.00
82
https://www.binaaku.web.id/2012/08/perbuatan-manusia-menurut-aliran.html diakses tanggal 18 Juli 2020 pukul
11.00

58
mempunyai efek untuk mewujudkannya. Allah menciptakan perbuatan untuk manusia
dan menciptakan pula pada diri manusia, daya untuk melahirkan perbuatan tersebut.
Jadi, perbuatan di sini adalah ciptaan Allah dan merupakan kasb(perolehan) bagi
manusia penyertaan perbuatan dengan daya manusia yang baru. Ini berimplikasi bahwa
perbuatan manusia di barengi oleh daya kehendaknya, dan bukan atas daya
kehendaknya.

5) Pandangan Aliran Maturidiah tentang Perbuatan Manusia


Ada perbedaan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah bukhara mengenai
perbuatan manusia. Kelompok pertama lebih dekat dengan faham mu'tazilah, sedangkan
kelompok kedua lebih dekat dengan faham Asy'ariyah. Kehendak dan daya berbuat pada
diri manusia, menurut Maturidiyah Semarkand, adalah kehendak dan daya manusia
dalam kata arti sebenarnya, dan bukan dari kiasan. Perbedaannya dengan Mu'tazilah
adalah bahwa daya untuk berbuat tidak di ciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama
dengan perbuatannya. Daya yang demikian porsinya lebih kecil dari pada daya yang
terdapat dalam faham Mu'tazilah. oleh karena itu, manusia dalam faham Al-Maturidi,
tidaklah sebebas manusia dalam Mu'tazilah. Maturidiyah Bakhara dalam banyak hal
sependapat dengan maturiyah samarkand. Hanya saja golongan ini memberikan
tambahan dalam masalah daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan
perbuatan, hanya Tuhanlah yang dapat menciptakan, dan manusia hanya dapat
melakukan perbuatan yang telah diciptakan Tuhan baginya.83

83
Rozak, Abdul, Rosihon Anwar. Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Media.

59
KELOMPOK 11
SIFAT-SIFAT TUHAN

11.1 Pandangan Aliran Mu‟tazilah tentang sifat-sifat Tuhan


Kaum Mu‟tazilah adalah golongan yang membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih
mendalam dan bersifat filosofis daripada persoalan-persoalan yang dibawa kaum Khawarij
dan Murji‟ah. Dalam pembahasan, mereka banyak memakai akal sehingga mereka
mendapat nama “kaum rasionalis islam.”84 Mu‟tazilah berpandangan bahwa Allah tidak
memiliki sifat yang berdiri sendiri. Paham ini didasarkan pada tauhid, yakni mensucikan
Allah dari syirik. Aliran ini menafikan sifat-sifat-Nya yang berdiri sendiri, sebab dengan
adanya sifat bagi Allah, maka hilanglah keesaan-Nya. Dalam hal ini tidak bisa diartikan
bahwa Mu‟tazilah tidak mengakui Allah yang Qadir, 'Alim, dan sebagainya. Tetapi, mereka
menolak eksistensi sifat-sifat Allah sebagai sesuatu yang kekal (Qadim) di samping dzat-
Nya yang kekal. Aliran ini mengemukakan dua pengertian yang muncul dari adanya sifat
bagi Allah, yaitu sifat tersebut kekal (qadim) dan sifat itu diciptakan (muhdats). Pcngertian
pertama, rnengakibatkan ada banyak yang kekal (ta'addud al-qudama') yang membawa
kepada paham syirik. Pengertian kedua, jika sifat diciptakan, maka harus ada yang
menciptakan. Permasalahan yang muncul adalah siapakah yang menciptakan sifat-sifat bagi
Allah. Jawaban untuk permasalahan ini dapat ditemukan dua macam: pertama, dzat Allah
yang kekal yang menciptakan sifatsifat bagi diri-Nya; kedua, adanya kekuasaan lain yang
menciptakan sifat-sifat bagi diri-Nya. Dalam hal ini,„Abd al-Jabbar menegaskan
ketidakmungkinan terjadinya dua hal tersebut. sifat-sifat Allah berkembang sampai pada
persoalan sifat jasmani yang dimiliki-Nya sebagaimana yang digambarkan oleh nash, yang
menyatakan Allah memiliki tangan, wajah, kursi, bertahta dan sebagainya. Ayatayat yang
demikian termasuk ke dalam ayat-ayat yang samar-samar maknanya (mutasyabihah), yang
dapat membawa kepada paham tasybih atau antropomorfisme. Kaum Mu‟tazilah
menggunakan takwil terhadap nash yang menunjukkan bahwa Allah memiliki sifat jasmani,
sehingga tidak tergambar ada tasybih pada nash tersebut. Kata al-yad (tangan) yang

84
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisis Perbandingan

60
terdapat dalam surah al-Dzariyat: 47, ditakwil dengan kata al-quwwah atau al-qudrah yang
menunjuk kepada arti kekuasaan atau kekuatan.85

11.2 Pandangan Aliran asy‟ariyah tentang sifat-sifat Tuhan


Aliran Asy‟ariah bcrpendapat bahwa Allah memiliki sifat-sifat. Adanya sifat-sifat tersebut
menurut Abu al-Hasan al-Asy‟ari dapat diamati melalui kejadian alam semesta dan
penciptaan manusia itu sendiri. Perbuatan Allah di alam ini adalah bukti dari adanya sifat-
sifat-Nya. Semua sifat Allah bersifat kekal. Ia berada pada dzat Allah dan menjadi sifat
dzat-Nya. Al-Ghazali memperjelas adanya sifat bagi Allah dengan menyatakan bahwa
semua sifat Allah bersifat kekal dan tidak mungkin pada dzat yang kekal berada sifat yang
tidak kekal. Berangkat dari hal di atas, dapat dipahami bahwa Asy‟ariah dalam memahami
sifat-sifat Allah tidak sesuai dengan mu‟aththilah. Artinya, sifat- sifat Allah diakui
keberadaannya. Sebab, hal ini merupakan kelanjutan dari paham kekuasaan dan kehendak
mutlak Allah dimana teologi tradisional terpasung pada arti tekstual yang pada gilirannya
mereka tidak menerima takwil kecuali menyerahkan hakikat ayat-ayat mutasyabihah hanya
kepada Allah semata tanpa mempertanyakan lebih dalam lagi bagaimana hakikatnya.
Pandangan ini hampir sama dengan pemikiran kaum Salaf. Golongan Salaf menerima
adanya sifat-sifat bagi Allah apa adanya sebagaimana dinyatakan oleh nash tanpa tasybih
dan tanpa melakukan takwil Adapun aliran Asy‟ariah memandang keadilan Allah dari
sudut kekuasaan dan kehendak mutlak-Nya. Keadilan mereka artikan dengan menempatkan
sesuatu pada tempat yang sebenarnya. Dengan menempatkan Allah pada posisi pencipta
mengandung arti bahwa Allah mempunyai kekuasaan mutlak dan bebas berbuat
sekehendak hati-Nya terhadap milik-Nya. Inilah yang dinamakan dengan keadilan Allah.
Sebaliknya, ketidak-adilan Allah menurut mereka berarti menempatkan sesuatu tidak pada
tempatnya. Artinya, la berkuasa mutlak meskipun jika diumpamakan terhadap sesuatu yang
tidak menjadi milik-Nya. Oleh karena itu, Allah tidaklah berbuat salah jika la memasukkan
seluruh manusia ke dalam surga. Demikian juga tidaklah zalim jika la memasukkan seluruh
manusia ke dalam neraka, meskipun hal itu tidak adil dalam pandangan manusia karena Allah
berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya86

85
https://media.neliti.com/media/publications/100070-ID-sifat-sifat-dan-keadilan-allah-dalam-pem.pdf diakses
tanggak 18 Juli 2020 pukul 12.00

61
11.3 Pandangan Aliran Maturidiyah tentang sifat-sifat Tuhan
Tentang Sifat Allah Mengenai pendapat Maturidi tentang sifat-sifat Allah ini terdapat dua
penjelasan yang berbeda. Harun Nasution menjelaskan, Maturidi sependapat dengan
Asy‟ari bahwa Allah mempunyai sifat-sifat, yang lain dari zatnya. Kata Maturidi Allah
mengetahui bukan dengan Zat-Nya tapi dengan pengetahuannyadan berkuasa bukan dengan
zatnya. Penjelasan yang berbeda tentang ini diberikan oleh Syekh Abu Zahrah. Kata Abu
Zahrah, Maturidiyah menetapkan adanya sifat-sifat Allah, tapi sifat-sifat itu bukan sesuatu
yang lain dari zat sifat-sifat itu bukanlah sifat-sifat yang berdiri dengan zat, tidak pula
terpisah dari zat. Sifat-sifat itu tidak memiliki wujud yang lepas dari zat, sehingga tidak
daqat berbilangnya sifat membawa kepada berbilangnya wujud yang qadim. Pendapat
Maturidiyah itu menurut Abu Zahrah sebenarnya mendekati paham Mu‟tazilah atau hampir
sama dengan Mu'tazilah. Ibrahim Madkur mengemukakan bahwa kaum Maturidiyyah
menetapkan adanya sifat-sifat Allah yang berbeda dari sifat-sifat wujud yang baru.. Dalam
keterangan Ibrahim Madzkur disebutkan juga bahwa kaum Maturidiyyah seperti halnya
kaum Asy‟ariyah, menetapkan sifat-sifat Zatiyah seperti: „ilm, qudrah, iradah dan lain-lain
serta memandang sifat-.sifat tersebut sebagai makna qadim yang beridiri pada zat Allah,
tapi sifat-sifat itu bukanlah zatnya dan bukan pula lain dari zat-Nya. Demikianlah kita
jumpai dua penilaian. Di satu sisi menyatakan, bahwa Maturidi sepaham dengan
Asy‟ariyyah dan di sisi lain menyatakan, bahwa Maturidi hampir sepakat dengan
Mu‟tazillah.87
11.4 Pandangan Rafidhah tentang Sifat-Sifat Tuhan
Sebagian besar tokoh Syiah Rafidhah menolak bahwa Allah senantiasa bersifat tahu,
mereka menilai bahwa pengetahuan itu bersifat baru, tidak qadim, sebagian besar dari
mereka berpendapat bahwa Allah tidak tahu terhadap sesuatu sebelum kemunculannya.
Makna Allah berkehendak menurut mereka adalah bahwa Allah mengeluarkan gerakan,
ketika gerakan itu muncul, ia bersifat tahu terhadap sesuatu itu, mereka berpendapat pula

86
https://media.neliti.com/media/publications/100070-ID-sifat-sifat-dan-keadilan-allah-dalam-pem.pdf diakses
tanggak 18 Juli 2020 pukul 12.00

87
Harun Nasution. Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Jakarta, Louis
Ma'luf, Al-Munjid Fil-Lughah wal-Allam, Dari Almasyril, Beirut, UI Press hlm.198
62
bahwa Allah tidak bersifat tahu terhadap sesuatu yang tidak ada. Mayoritas tokoh Rafidhah
menyifati tuhannya dengan bada (perubahan) mereka beranggapan bahwa tuhan mengalami
banyak perubahan, sebagian mereka mengatakan bahwa Allah terkadang memerintahkan
sesuatu lalu mengubahnya. Terkadang pula ia menghendaki melakukan sesuatu lalu
mengurungkannya karena ada perubahan pada diri-Nya, perubahan itu bukan arti nask
tetapi dalam arti bahwa pada waktu yang pertama ia tidak tahu apa yang bakal terjadi pada
waktu yang kedua.88

11.5 Analisis Perbandingan dari Berbagai Pandangan Aliran Kalam Mengenai Sifat-Sifat Tuhan
para pengikut aliran Mu,tazilah bersepakat bahwa, Allah tidak dapat dilihat dengan
penglihatan. Sementara Hisyam al-Fuwathi dan Abbad ibn Sulaiman mengingkari hal ini.
Namun kaum Asy‟ariah berpendapat bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala di
akhirat karena Allah mempunyai wujud. Paham ini sejajar dengan pendapat mereka bahwa
Tuhan mempunyai sifat-sifat tajassum , sungguhpun sifat-sifat itu tidak sama dengan sifat
jasmani manusia yang ada dalam alam ini. Tuhan bersifat mutlak yang dapat mengadakan
apa saja. Sebaliknya akal manusia lemah dan selamanya tak sanggup memahami perbuatan
dan ciptaan Tuhan. Para pengikut aliran Murji‟ah berbeda anggapan tentang melihat Allah
yang terpecah lagi dalam dua kelompok anggapan:

 cenderung bersesuaian dengan anggapan-anggapan aliran Mu‟tazilah beranggapan:


menafikkan anggapan bahwa Allah itu niscaya dapat dilihat dengan penglihatan mata.
 Kelompok kedua ini beranggapan bahwa Allah itu niscaya dapat dlihat dengan
penglihatan mata, da akhirat kelak.
Kaum Maturudiah dengan kedua golonganya sepaham dalam hal ini dengan kaum
Asy‟ariah. Al-Maturidi juga berpendapat bahwa Tuhan dapat dilihat karena mempunyai
wujud Menurut al-Bazdawi Tuhan dapat dilihat sungguhpun tidak mempunyai bentuk,
tidak mengambil tempat dan tidak terbatas. Baik kaum Mu‟tazilah apalagi kaum Asy‟ariah
tidak hanya memakai dalil akal,tetapi juga dalil-dalil dari Al-qur‟an untuk memprtahankan
pendirian masing-masing.

88
http://arsyadiyah.blogspot.com/2015/07/perbandingan-pemikiran-teologi-tentang_14.html diakses tanggal 18 Juli
2020 pukul 19.00

63
KELOMPOK 12
KEHENDAK MUTLAK TUHAN DAN KEADILAN TUHAN
12.1 Pandangan Aliran Mu‟tazilah tentang Kehendak Mutlak Tuhan dan Keadilan Tuhan
Mu‟tazilah merupakan gerakan rasionalis pada masa Dinasti Umayyah, pola pikir ini
berlangsung lama yang mempengaruhi dunia Islam, terutama pada masa Bani Abbasyiah
dan sesudahnya. Menurut Harun Berkenaan dengan kehendak Tuhan, kaum Mu‟tazilah
berkeyakinan bahwa Tuhan telah memberikan kemerdekaan dan kebebasan bagi manusia
dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Oleh karena itu Tuhan bagi mereka tidak
lagi bersifat absolut kehendaknya .89 Kebebasan mutlak Tuhan dibatasi oleh kebebasan
yang menurut Mu‟tazilah telah diberikan kepada manusia dalam menentukan kemauan dan
perbuatannya Seterusnya kekuasaan mutlak itu dibatasi oleh sifat keadilan Tuhan. tidak lagi
berbuat sekehendaknya, Tuhan telah terikat pada norma - norma keadilan yang kalau
dilanggar membuat Tuhan tidak adil bahkan zalim, sifat serupa ini tidak dapat diberikan
kepada Tuhan, selanjutnya kekuasaan dan kehendakan mutlak Tuhan dibatasi oleh
kewajiban - kewajiban Tuhan terhadap manusia, seperti kewajiban - kewajiban Tuhan
terhadap manusia, kewajiban Tuhan memberikan rezeki kepada manusia, dan sebagainya.
90
lebih lanjut kehendak Tuhan juga dibatasi oleh hukum alam (Sunnah) yang tidak
mengalami perubahan.91 Mu‟tazilah memang menganut faham bahwa tiap - tiap benda
mempunyai aturan atau hukum alam sendiri, sebagaimana pendapat seorang pemimpin
Mu‟tazilah Mu‟mar bin Abbad bahwa yang diciptakan Tuhan hanyalah benda - benda
materi adapun al-A‟rad atau Accidentas adalah reaksi benda - benda materi itu sendiri
dalam bentuk natur seperti pembakaran api dan pemanasan oleh matahari atau dalam dalam
bentuk pilihan ( ikhtiar ) seperti antara gerak dan diam, berkumpul dan berpisah dilakukan
oleh binatang demikian diungkapkan Muhammad Ibnu Abdul Karim Demikian juga
syahrastani mengatakan bahwa tiap – tiap benda mempunyai natur sendiri yang
menimbulkan efek tertentu menurut natur masing-masing. Dari tulisan - tulisan diatas
dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Mu‟tazilah percaya kepada hukum alam sunnatullah
yang mengatur perjalanan kosmos. Sunnatullah tersebut tidak berubah, semua uraian
tersebut diatas menunjukkan bahwa dalam faham Mu‟tazilah Tuhan mempunyai

89
Harun Nasution, Teolologi Islam, ( Jakarta : UI Press) hlm .118
90
Harun Nasution, Teolologi Islam, ( Jakarta : UI Press) hlm .120
91
Al- Syahrastani, Muhammad Ibnu Al- Karim, Kitab al- Milal wa an- Nihal, ( Cairo: tt ) hlm 213.

64
batasanbatasan . Kaum Mu‟tazilah karena percaya pada kekuasaan akal dan kemerdekaan
serta kebebasan manusia mempunyai tendensi untuk melihat wujud ini dari sudut rasio dan
kepentingan manusia. Memang dalam Mu‟tazilah wujud ini dari sudut - sudut rasio dan
kepentingan manusia. Memang dalam Mu‟tazilah semua makhluk lainnya diciptakan
Tuhan untuk kepentingan manusia. Mereka selanjutnya berpendapat bahwa manusia yang
berakal sempurna kalau berbuat sesuatu pasti mempunyai tujuan, baik untuk kepentingan
sendiri atau kepentingan orang lain, Tuhan juga mempunyai tujuan dalam perbuatannya,
tetapi karena Tuhan Maha suci dari sifat berbuat untuk kepentingan diri sendiri, perbuatan
Tuhan adalah kepentingan maujud selain Tuhan Berdasarkan tendensi diatas, soal keadilan
Tuhan, mereka tinjau dari sudut pandang manusia, bagi mereka sebagai yang diterangkan ,
keadilan erat hubungannya dengan hak dan keadilan yang diartikan memberi seseorang
akan haknya. Kata “ Tuhan adil “ berarti semua perbuatan Tuhan itu bersifat baik dia tidak
pernah berbuat buruk, tidak pula akan kewajibannya. Menurut Abdul Jabbar Setiap
perbuatan Tuhan itu pasti mempunyai fungsi dan tujuan, tidak ada yang sia – sia. Dari sini
berkembang bahwa karena Tuhan itu baik, maka tidak mungkin berbuat yang negatif dan
pasti akan berbuat yang baik, bahkan yang terbaik bagi makhluknya. Keadilan Tuhan itu
nampak jelas ada pembenahan tanggungjawab manusia terhadap tindakan dan
perbuatannya dihadapan Tuhan karena adanya kebebasan memilih dan kebebasan bertindak
yang pada manusia telah dibekali akan kemampuan oleh Tuhan. Dari sini Mu‟tazilah
dikenal dengan ahli Adil. Jelas kiranya, bahwa faham keadilan bagi kaum Mu‟tazilah
mengandung arti keajaiban – keajaiban yang harus dihormati Tuhan. Keadilan bukanlah
hanya berati memberi upah kepada yang berbuat baik dan memberi hukuman kepada
berbuat salah. menurut Harun keadilan Tuhan mengandung arti yang luas sekali, seperti
tidak memberi beban yang terlalu berat bagi manusia , pengiriman rasul dan nabi, memberi
manusia daya untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban dan sebagainya .

12.2 Pandangan Aliran Asy-ariyyah tentang Kehendak Mutlak Tuhan dan Keadilan Tuhan
Dalam pemikiran kaum Asyariyah mereka yakin akan ketergantungan manusia pada Tuhan,
Tuhan mempunyai kehendak mutlak, karena kuat mempertahankan hukum alam atau
sunnatullah akhirnya tidak mendapat tempat dalam aliran Asy‟ariyah. 92 Selanjutnya ia

92
Al- Syahrastani, Muhammad Ibnu Al- Karim, Kitab al- Milal wa an- Nihal, ( Cairo: tt ) hlam 214

65
manfaatkan bahwa Tuhan pemilik terhadap semua ciptaannya .ia berbuat sekehendaknya,
sehingga kalau ia memasukkan seluruh manusia kedalam surga bukanlah ia bersifat tidak
adil dan kalau ia memasukkan seluruh manusia kedalam neraka ia tidaklah bersifat zalim.
Menurut Syahrastani semua ini menggambarkan bahwa Tuhan mempunyai kehendak
mutlak. Bertalian dengan kehendak mutlak ini, Asy‟ariyah berpendapat bahwa Tuhan
menghendaki apa yang ada dan tidak menghendaki apa yang tidak ada. Dengan perkataan
lain apa yang ada artinya dikehendaki dan apa yang tidak ada artinya tidak dikehendaki,
maka berarti Tuhan menghendakinya. Tuhan menghendaki kekafiran bagi manusia yang
sesat dan menghendaki kekafiran bagi manusia yang sesat dan menghendaki iman bagi
orang yang mendapat petunjuk Dari uraian diatas, nampak jelas bahwa kehendak Tuhan
menurut faham Asy‟ariyah bertolak belakang dengan faham Mu‟tazilah, kelau Mu‟tazilah
kehendak Tuhan mempunyai kehendak mutlak semutlak - mutlaknya. Kaum Asy‟ariyah
karena percaya pada mutlaknya kekuasaan , mempunyai tendensi untuk meninjau wujud
dari kekuasaan dan kehedak mutlak Tuhan mempunyai tujuan dalam arti sebab yang
mendorong Tuhan mempunyai tujuan dalam arti sebab yang mendorong Tuhan untuk
berbuat sesuatu Tuhan berbuat sematamata karena kekuasaan dan kehendak mutlaknya dan
bukan karena kepentingan manusia dan kehendak mutlaknya dan bukan karena kepentingan
93
manusia atau karena tujuan lainnya. Sesuai dengan tendensi Asy‟ariyah diatas, mereka “
memberikan interpretasi yang diberikan oleh Mu‟tazilah. Keadilan mereka artikan
menempatkan sesuatu pada prosesnya “ yaitu mempunyai kekuasaan mutlak. Terhadap
harta yang dimiliki serta di pergunakan sesuai dengan kehendak dan pengetahuan pemilik.
Dengan demikian menurut AL-karim Tuhan bersifat adil dalam perbuatannya, dengan
pengertian bahwa Tuhan bebas bertindak dalam kerajaan dan milikNya. Segala sesuatu
yang menjadi milikNya sesuai dengan kehendaknya dan ilmuNya. Adil lawannya zalim
yang pengertiannya adalah bertindak terhadap sesuatu bukan pada proporsinya. Dengan
pengertian demikian, tidak tergambar bahwa Tuhan berlaku tidak adil atau zalim terhadap
hamba maka kalau Tuhan memasukkan semua makhluk kedalam surga ataupun ke dalam
neraka, tidaklah Tuhan dikatakan zalim, karena Tuhan adalah pemilik mutlak tehadap
segala sesuatu, maka Tuhan bebas bertindak apa saja terhadap milik-nya.

93
Harun Nasut ion, Teolologi Islam, ( Jakarta : UI Press) hlm .121

66
12.3 Pandangan Aliran Maturidiyyah tentang Kehendak Mutlak Tuhan dan Keadilan Tuhan
Golongan ini terbagi menjadi dua , yaitu Maturidiah Samarkand yang dipimpin oleh AL-
Maturidi sendiri, dan Maturidiyah Bukhara yang dipelopori AL- Bazdawi. Berbagai
pengikut Abu Hanifah yang banyak memakai ratio dalam perbandingan keagamaannya, al-
Maturidi banyak memakai akal dalam sistem Teologi, oleh karena itu antara teologi yang
ditimbulkan oleh Al- Asy‟ariyah terdapat perbedaan, sesungguhnya keduanya timbul
sebagai reaksi terhadap aliran Mu‟tazilah Al- Maturidy, sebagai pemimpin Maturidiyah
Samarkand , sefaham dengan Mu‟tazilah dalam menegaskan bahwa manusialah yang
mewujudkan Perbuatan - perbuatannya. Sebagai pengikut Imam Abu Hanifah, Al-
Maturidiyah membagi perbuatan itu kepada dua, yaitu perbuatan Tuhan yang mengambil
bentuk penciptaan daya dalam diri manusia dan perbuatan manusia yang mengambil bentuk
94
pemakaian daya itu berdasarkan pilihan dan kebebasan manusia. Al-Maturidi juga
sependapat dengan Mu‟tazilah bahwa Tuhan mempunyai kewajiban – kewajiban tertentu
bahwa janji dan ancaman - ancaman Tuhan mesti terjadi kelak. Beberapa pendapat Al-
Maturidy diatas memberi gambaran Tuhan sebenarnya tidak mempunyai kekuasaan dan
kehendak mutlak lagi, karena telah dibatasi oleh kebebasan manusia dalam berkehendak
dan bertindak , dibatasi oleh kewajiban - kewajiban yang harus dilaksanakan dan dibatasi
oleh janji-janji yang harus dipenuhinya. Lebih tegas bahwa menurut golongan Maturidiyah
Samarkand , kekuasaan dan kehendak Mutlak Tuhan telah dibatasi oleh :
 Kemerdekaan dalam kemauan dan perbuatan yang menurut pendapat mereka ada pada
manusia.
 Keadaan Tuhan menjatuhkan hukuman bukan sewenang - wenang, tetapi berdasarkan
atas kemerdekaan manusia dalam mempergunakan daya yang diciptakan Tuhan dalam
dirinya untuk berbuat jahat.
 Keadaan hukuman - hukuman Tuhan sebagai kata Al - Bayadi, tak boleh tidak mesti
terjadi. Al-Maturidy berpendapat bahwa Tuhan Maha Suci dari berbuat sia-sia, Maha
Bijaksana dan Maha Mengetahui oleh karena itu perbuatan - perbuatanNya didasarkan
pada hikmah tertentu.95

94
Ali Mustafa Al- Ghurab, Tarekh al-Firaq al- Islamiyah hlm .76.
95
Muhammad Abu Zahrah, Al- Mazahib al- Mazahib al- Islamiyah hlm. 312.

67
Al-Maturidyah tidak sependapat dengan Asy”ari tentang tidak mestinya Tuhan memberi
beban yang tidak dapat dipikul sebagaimana Allah berfirman dalam surat al-Baqarah 233
yang asrtinya "Selanjutnya diketahui bahwa kaum Maturidiyah Samarkand sebagai faham
Mu‟tazilah mengandung kewajiban yang harus dihormati Tuhan, karena kalau dilanggar
berarti Tuhan tidak adil. Hal ini yang tak mungkin bagi Tuhan. Al - Bazdawi, salah satu
pengikut penting dari AL - Maturidy dan sekaligus merupakan tokoh Maturidiyah dan
sekaligus merupakan tokoh Maturidiyah Bukhara berpendapat bahwa Tuhan mempunyai
kekuasaan mutlak memang berbuat apa saja yang dikehendaki dan menentukan segala -
galanya menurut kehendaknya, tidak ada yang dapat menentang atau memaksa Tuhan, dan
tidak ada larangan-larangan terhadap Tuhan, kendatipun demikian kehendak dan kekuasaan
Tuhan dalam faham Al-Bazdawi tidak mutlak dalam faham Asy‟ariyah. karena munurut
AL-Bazdawi tidak mungkin Tuhan melanggar janjijanji - Nya untuk memberi upah kepada
orang berbuat baik. Pendapat Al-Bazdawi tentang kehendak Tuhan diatas mempenguruhi
pendapanya tentang keadilan Tuhan. Hal ini tercermin dalam pendapatnya tentang keadilan
Tuhan membatalkan ancaman untuk memberikan hukuman kepada orang lain yang berbuat
jahat. Tuhan jika menghendaki memberi ampun kepada orang yang berdosa, tentu akan
memasukkannya bukan kedalam neraka, tetapi kedalam surga, dan jika menghendaki untuk
hukuman kepadanya tentu akan memasukkannya kedalam neraka untuk sementara atau
untuk selama - lamanya. Tidak mustahil bahwa Tuhan memberi ampun kepada seseorang
tapi tidak memberi ampun kepada yang lain kendati dasarnya sama. Hal ini menunjukkan
bahwa pendapat al-Bazdawi tentang kehendak mutlak dan keadilan Tuhan lebih dekat
kepada Asy‟ariyah dari pada Mu‟tazilah.96

12.4 Analisis Perbandingan dari berbagai pandangan Aliran Kalam.


Berdasarkan uraian tersebut diatas, bahwa Tuhan bekehendak mutlak dalam segala hal dan
berbuat adil terhadap hambanya. Tuhan akan membahas semua amal perbuatan manusia
dan Tuhan tidak akan pernah mengingkari janji–janjiNya sebagaimana firman Allah surat
al-Imran ayat 9. Keadilan Tuhan dalam membahas amal perbuatan hambanya bukan berarti
Tuhan terpaksa dalam menempati janji-janjiNya, namun disinilah letak kehendak dan
kekuasaanNya karena Tuhan bebas bertindak apa saja terhadap miliknya. Faham keadilan

96
Muhammad Abu Zahrah, Al- Mazahib al- Mazahib al- Islamiyah, hlm. 312.

68
Tuhan banyak tergantung pada faham kebebasan manusia dan faham sebaliknya kekuasaan
mutlak Tuhan. Kaum Mu‟tazilah ,karena percaya pada ;kekuatan akal dan kemerdekaan
serta kebebasan manusia, mempunyai tendensi untuk meninjau wujud ini dari ;sudut rasio
dan kepentingan manusia. Memang menurut faham Mu‟tazilah semua makhluk lain
diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia. Tuhan juga mempunyai tujuan dalam
pebuatan-perbuatan-Nya, tetapi karena Tuhan Maha Suci dari sifat berbuat untuk
kepentingan diri sendiri. Berdasarkan argument ini kaum Mu‟tazilah berkeyakinan bahwa
wujud ini diciptakan untuk manusia sebagai makhluk tertinggi, oleh Karena itu mereka
mempunyai kecendrungan untuk melihat segala- galanya dari sudut kepentingan manusia.
Sedangkan kaum Asy‟ariyah percaya pada mutlaknya kekuasaan Tuhan, mempunyai
tendensi yang berbeda karena percaya pada mutlaknya kekuasaan Allah, mereka menolak
faham Mu‟tazilah bahwa Tuhan mempunyai tujuan dan perbuatan-pebuatan–Nya bagi
mereka perbuatan tidak mempunyai tujuan, tujuan dalam arti sebab yang mendorong Tuhan
untuk berbuat sesuatu. Betul mereka akui bahwa perbuatan Tuhan menimbulkan kebaikan
dan keuntungan bagi manusia dan Tuhan mengetahui kebaikan dan keuntungan itu tidaklah
menjadi pendorong bagi Tuhan untuk berbuat. Tuhan berbuat semata-mata karena
kekuasaan dan kehendakNya dan bukan karena kepentingan manusia, atau karena tujuan
lain. Dengan demikian mereka punyai tendensi untuk meninjau wujud dari sudut kekuasaan
dan kehendak mutlak Tuhan. Sementara kaum Maturidiyah Bukhara mempunyai sikap
yang sama dengan Asy‟ariyah . keadilan Tuhan bersifat bijaksana tidaklah mengandung arti
bahwa disebalik perbuatan Tuhan terdapat hikmat-hikmat, sedangkan Maturidiyah
Samarkand menganut faham free will dan free act, serta adanya batasan bagi kekuasaan
mutlak Tuhan, dalam hal ini mempunyai posisi yang lebih dekat kepada faham Mu‟tazilah,
teapi tendensi golongan ini untuk meninjau wujud dari kepentingan manusia lebih kecil
dari tendensi Mu‟tazilah, hal ini disebabkan karena kekuatan yang diberikan golongan
Samarkand kepada akal serta batasan yang mereka berikan kepada kekuatan akal serta
batasan yang mereka berikan kepada kekuatan mutlak Tuhan, lebih kecil dari yang
diberikan kaum Mu‟tazilah

69
KELOMPOK 13
KONSEP KEKHALIFAHAN DALAM ASPEK ASPEK KEHIDUPAN

13.1 Aplikasi Khilafah dalam Bidang Politik


Persoalan antara islam dan negar dalam masa modren merupakan salah satu subyek
penting, yang meski di perdebatkan para pemikir islam sejak hampir seabad lalu hingga
dewasa ini, tetap belum terpecahkan secara tuntas. Keragaman bentuk kenegaraan dan
pengalaman politik “negara-negara islam” dewasa ini selain bersumber dari perkembangan
pemikiran dan perbedaan pendapat di kalangan para pemikir politik muslim tentang
hubungan antara din dan dawlah dalam masa modren, harus diakui juga banyak di
pengaruhi tingkat kedalaman pengaruh barat atas wilayah muslim tertentu. Eramodren
adalah salah satu masa krisis terberat dalam sejarah masyarakat islam. Dalam perjalanan
sejarah, dari bentuk negara semacam itu berkembang konsep yang disebut sementara
pemikir politik islam, semacam al-maududi, sebagai negara theo-demokratik, karena juga
berdasarkan pada prinsip syura dan “piagam madinah” yang, antara lain, menjamin
kebebasan beragama di kalangan warga negara madinah, sering di kemukakan banyak
sejarah muslim dan bahkan beberapa sarjana baratsebagai bukti adanya demokrsi dalam
sistemkenegaraan islam kelasik. Setelah wafat nya nabi saw, muncul dua prinsip lebih lebih
maju dalam sistem kenegaraan islam klasik: iktiyar dan bay‟ah. Iktiar artinya pemilihan
seorang khalifah penerus nabi harus dipilih di antar sahabat-sahbat nya. Setelah itu, kalifah
terpilih harus dilakukan dengan bai‟at (sumpah setia). Pemikiran politik dan, sampai taraf
tertentu,sistem kenegaraan islam sunni klasik mencapai bentuk nya yang sempurna pada
priode Abbasyiah. Dengan demikian, pada akhir priode abbasyiah hal-hal esensial dalam
teori politik islam terbentuk dan memiliki sejumlah tema umum. Pendeknya,kekhalifaan
bisa di anggap sebagai sistem organik religiopolitik yang di dominasi oleh hubungan antara
yang sakral dan yang politis. Khalifah adalah yang mendapat kan pengesahan dari
kalangan ulama,yang merupakan para penjaga syari‟ah. 97
.

97
Michael M.J. Fisher dan mehdi Abdi,Debating Muslim: Cultural Dialogues in Postmodernity and tradition,
(Madision: 1990) Hal.91

70
13.2 Aplikasi Khilafah dalam Bidang Hukum
Selama rosulullah Saw masih hidup, para sahabat tidak memiliki keraguan apapun karna
beliau ada di tengah-tengah mereka untuk membingbing mereka dan menghadapi situasi
baru dengan wahyu, tetapi setelah rosulullah wafat wahyu berhenti turun dan para sahabat
harus bekerja keras untuk menyimpulkan hukum dari Al-Qur‟an dan sunnah. Para sahabat
dalam rangka menyimpulkan hukum dari kedua sumber ini, menggunakan qiyas dan ijma‟.
Takwil adalah untuk menemukan sebab dari aturan yang di wahyukan guna di kembangkan
ke dalam kasus-kasus serupa, dengan menunjuk kepada kata-kata dari aturan yang di
wahyukan (nash), pengertian yang implisit di dalam nya, konteks yang menyertainya,
maupun hadist-hadist nabi karna hadis berfungsi tidak hanya menjelaskan Al-Qur‟an tetapi
juga melengkapinya. Para sahabat tidak menggunakan pendapat pribadi atau penalaran
mereka, karna penalaran hanyalah praduga, yang hampir tidak pernah bisa menggantikan
kebenaran, dan hati mereka ingat sabda nabi: “barangsipa menjelaskan Al-Qur‟an demgan
menggunakan pendapat pribadinya maka ia harus siap untuk menduduki tempat nya di api
neraka”.98 Keseluruhan prosedur itu akan di jelaskan kemudian, dalam perespektif yang
benar. Pemilihan Abu bakar sebagai khalifah menyuguhkan kepada kita contoh tentang
analogi dan ijma‟ sekaligus, karena pemilihan itu di dukung oleh kesepakatan hukum yang
karenanya mencapai status ijma‟. Jadi, analogi (Qiyas) dan ijma‟ diakui sebagai sumber
hukum tetapi berada di bawah tingkatan sumber primer atau orisinal, Al-Qur‟an dan
sunnah. Jadi sumber hukum adalah Al-Qur‟an, Sunnah, ijma‟, dan Qiyas. Disini bisa di
lihat bahwa keabsahan ijma‟ di buktikan oleh sabda nabi: “ummatku tidak akan bersepakat
untuk melakukan sesuatu yang salah” dan sebuah deduksi analogi dari seseorang (yang
berhak melakukan nya) menjadi ijma‟ jika di dukung oleh kesepakatan umum dan analogi
merupakan perluasan hukum dari nash kedalam kasus khusus melalui sebab umum atau
illat Priode khulafaur rosyidin yang berlangsung selama kira-kira 30 tahun itu, amat penting
karna terjadi revolusi menentang keimanan islam, yang diselesaikan dengan tegas oleh
Abu bakar.

98
Dr.Muhammad Muslehuddin: Filsafat Hukum islam (yogyakarta: 1991) Hal.56

71
13.3 Aplikasi Khilafah dalam Bidang Ekonomi

Kontribusi Kaum Muslimin yang sangat besar terhadap kelangsungan dan perkembangan

pemikiran ekonomi pada khususnya dan peradaban dunia pada umumnya, telah di abaikan

oleh ilmuwan barat. Menurut Chapra, meskipun sebagian kesalahan terletak di tangan umat

Islam karena tidak mengartikulasikan secara memadai kontribusi kaum muslimin, tapi barat

memiliki andil dalam hal ini, karena tidak memberikan penghargaan yang layak atas

kontribusi peradaban lain bagi kemajuan pengetahuan manusia.99 Ekonomi Pada Masa

Rasulullah SAW. Sistem ekonomi yang di terapkan oleh Rasulullah SAW. Berakar dari

prinsif-prinsif Qur‟ani. Alqur‟an yang merupakan sumber utama ajaran islam telah

menetapkan sebagai aturan sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam melakukan aktifitas

di setiap aspek kehidupannya. Termasuk di bidang ekonomi. Prinsif Islan yang paling

mendasar adalah kekuasaan tertinggi hanya milik allah semata dan manusia di ciptakan

sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Dalam Al-Qur‟an surat Al-Hasr:7, Allah menjelaskan

aspek lain tentang pelarangan penimbun kekayaan. Menumpuk harta serta tidak

menggunankannya untuk berbagai tujuan yang bermanfaat bagi umat manusia merupakan

perbuatan yang tidak di perkenankan dalam Islam, karena menjadikan seseorang kaya raya

sementara kepentingan dan kesejahteraan orang lain dan masyarakat terampas. Pada abad

ke-7 Rasulullah memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan Negara, yakni semua

hasil pengumpulan Negara harus di kumpulkan terlebih dahulu dan kemudian dibelanjakan

sesuai dengan kebutuhan Negara. Status harta hasil pengumpulan itu adalah milik Negara

bukan milik individu. Tempat pengumpulan itu disebut Baitul Mal (rumah harta) atau

bendahara Negara. Ekonomi Pada Masa Pemerintahan Al-Khulafa Ar-Rasyidin. Ekonomi

99
Adiwarman Azman karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta, 2004), hlm.6

72
Pada Masa Abu Bakar As-Sidiq Dalam meningkatkan kesejahteraan umat Islam Khalifah

Abu Bakar AsSidiq melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi yang telah dipraktikan

Rasulullah SAW. Ia sangat memperhatikan keakuratan perhitungan zakat, sehingga tidak

terjadi kelebihan atau kekurangan pembayarannya. Pengumpulan zakat tersebut dijadikan

sebagai pendapatan Negara dan disimpan dalam Baitul Mal untuk langsung didistribusikan

seluruhnya kepada kaum muslimin hingga tidak ada yang tersisa. Seperti halnya Rasulullah

Saw, Abu Bakar As-Sidiq melakasanakan kebijakan pembagian tanah hasil taklukan,

sebagian diberikan kepada kaum muslimin dan sebagian yang lain tetap menjadi

tanggungan Negara. Ekonomi Pada Masa Umar ibn Al-Khatab Pendirian Lembaga Baitul

Mal Untuk mendistribusikan harta Baitul Mal, Khalifah Umar ibn Khatab mendirikan

beberapa department seperti Departement Pelayanan Militer Berfungsi mendistribusikan

dana bantuan kepada orang-orang yang terlibat dalam peperangan. Departement

Kehakiman dan Eksekutif Bertanggung jawab terhadap pembayaran gaji para hakim dan

pejabat eksekutif. Departement Pendidikan dan Pengembangan Islam. Berfungsi

mendistribuskan bantuan dana bagi penyebar dan pengembang ajaran Islam beserta

keluarganya. Department Jaminan Sosial. Berfungsi untuk mendistribusikan dana bantuan

kepada seluruh fakir miskin dan orang-orang menderita.100 Dengan demikian, Khalifah

Umar menerapkan prinsif keutamaan dalam mendistribusikan harta Baitul Mal. Ia

berpendapat bahwa kesulitan yang dihadapi umat Islam harus di perhitungkan dalam

menetapkan bagian seseorang dari harta Negara. Ekonomi Pada Masa Utsman ibn Affan

Khalifah Usman ibn Affan menerapkan prinsif keutamaan seperti halnya Umar ibn Khatab,

dalam pendistribusian baitul mal. Usman ibn Affan membuat beberapa perubahan

100
Adiwarman Azman karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Jakarta, 2004), hlm.61.

73
administrasi Gubernur. Ekonomi Pada Masa Ali bin Abi Thalib Pada masa pemerintahan

Ali bin abi Thalib, prinsif utama dari pemerataan distribusi uang rakyat telah

diperkenalkan. Khalifah Ali memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan administrasi

umum dan masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep ini suratnya yang terkenal dan

ditujukan kepada Malik Asher bin Harist. Surat tersebut mendeskripsikan tugas, kewajiban

serta tanggung jawab penguasa dalam mengatur berbagai prioritas pelaksanaan dispensasi

keadilan serta pengawasan terhadap pejabat tinggi dan stafstafnya;menguraikan pendapatan

pegawai administrasi dan pengadaan bendahara.

13.4 Aplikasi Khilafah dalam Bidang Kebudayaan


Kata kebudayaan (al-badharah) dalam bahasa arab berasal dari kata kerja badhara (hadir),
kebalikan dari tidak datang. Dengan demikian penggunaan kata kebudayaan dalam bahasa
arab erat kaitannya dengan indikator ruang yang mengandung makna gerak (aksi) dan
kebajikan. Dari indikator ruang ini yakni, berdiam di perkotaan seperti halnya yang
terdapat dalam asal kata tersebut, kemudian berkembanglah kerja sama, tindakan saling
mengunjungi, dan pertukaran pikiran dan informasi,baik tentang ilmu pengetahuan,
kebudayaan maupun peradaban, dan berbagai aspek kehidupan. Barangkali Ibn Khaldun-
lah, dalam sejarah kebudayaan Arab, yang paling berjasa mengembangkan kata ini dan asal
bahasanya yang umum menjadi suatu terminologi sosial yang jelas, dengan ungkapan:
“Kebudayaan adalah kondisi-kondisi kehidupan biasa yang melebihi dari yang di perlukan.
Kelebihan ini berbeda-beda sesuai dengan tingka kemewahan yang ada. Perbedaan antar
bangsa-bangsa, dan perbedaan kelebihan dan kekurangannya tidaklah terbatas”. Pada
zaman modern sekarang ini, sejumlah besar paa peneliti mengenakan kata “kebudayaan”
pada segala hal yang berkaitan dengan kemajuan dan peningkatan manusia dalam berbagai
bidang, seperti bahasa, sastra, seni rupa, industri, perdagangan, dan semua manifestasi
kegiatan manusia yang mengantarkannya pada kemajuan dan peningkatan dan
melempangkan jalan baginya pada kehidupan manusia yang terhormat. 101

101
Prof. Dr.A.Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam. (Jakarta,1983), hlm 2-3.

74
KELOMPOK 14
PEMIKIRAN MUTAKALIM MODERN
14.1 Riwayat dan Pemikiran-pemikiran Muhammad Abduh

A. Riwayat
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Dilahirkan di desa
Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah, Mesir pada tahun 1849 M dan wafat pada tahun
1905 M. Ayahnya, Abduh bin Hasan Khairullah, mempunyai silsilah keturunan dengan
bangsa Turki. Sedangkan ibunya, mempunyai silsilah keturunan dengan tokoh besar Islam,
Umar bin Khattab.102 Pendidikan pertama yang ditekuni Muhammmad Abduh adalah
belajar Al Qur'an, dan berkat otaknya yang cemerlang maka dalam waktu dua tahun, ia
telah hafal kitab suci dalam usia 12 tahun. Pendidikan formalnya dimulai ketika ia dikirim
oleh ayahnya ke perguruan agama di masjid Ahmadi yang terletak di desa
Thantha. Namun karena sistem pembelajarannya yang dirasa sangat membosankan,
akhirnya ia memilih untuk menimba ilmu dari pamannya, Syekh Darwisy Khidr di desa
Syibral Khit yang merupakan seseorang yang berpengetahuan luas dan penganut paham
tasawuf. Selanjutnya, Muhammad Abduh melanjutkan studinya ke Universitas Al Azhar, di
Kairo dan berhasil menyelesaikan kuliahnya pada tahun 1877.103 Ketika menjadi
mahasiswa di Al Azhar, pada tahun 1869 Abduh bertemu dengan seorang ulama' besar
sekaligus pembaharu dalam dunia Islam, Said Jamaluddin Al Afghany, dalam sebuah
diskusi. Sejak saat itulah Abduh tertarik kepada Jamaluddin Al Afghany dan banyak belajar
darinya. Al Afghany adalah seorang pemikir modern yang memiliki semangat tinggi untuk
memutus rantai-rantai kekolotan dan cara-cara berfikir yang fanatik. Udara baru yang
ditiupkan oleh Al Afghany, berkembang pesat di Mesir terutama di kalangan mahasiswa Al
Azhar yang dipelopori oleh Muhammad Abduh. Karena cara berpikir Abduh yang lebih
maju dan sering bersentuhan dengan jalan pikiran kaum rasionalis Islam (Mu'tazilah), maka
banyak yang menuduh dirinya telah meninggalkan madzhab Asy'ariyah.
Muhammad Abduh dilahirkan dan dibesarkan dan hidup dalam masyarakat yang sedang

102
Harun Nasution, Muhammad Abduh dalam Teologi Rasional Mu’tazilah, hlm. 19.
103
Harun Nasution, Muhammad Abduh dalam Teologi Rasional Mu’tazilah, hlm. 20

75
disentuh oleh perkembangan-perkembangan dasar di Eropa. Sayyid Quthub sebagaimana
dikutip oleh M. Quraish Shihab, dalam bukunya yang berjudul Studi Kritis Tafsir Al-Manar
Karya Muhammad Abduh dan M. Rasyid Ridha, memberikan gambaran singkat mengenai
masyarakat tersebut yakni ”suatu masyarakat yang beku, kaku, menutup rapat pintu ijtihad,
mengabaikan peranan akal dalam memahami sari‟at Allah atau mengistinbatkan hukum-
hukum karena mereka telah merasa berkecukupan dengan hasil karya para pendahulu
mereka yang juga hidup dalam masa kebekuan akal (jumud) serta yang berlandaskan
“khurofat”. Sementara itu di Eropa hidup suatu masyarakat yang mendewakan akal,
khususnya setelah penemuan-penemuan ilmiah yang sangat mengagumkan ketika itu.104
Keadaan masyarakat Eropa tersebut sesungguhnya telah menanamkan benih pengaruhnya
sejak kedatangan ekspedisi prancis (Napoleon) ke Mesir pada tahu 1798. Namun secara
jelas tumbuhnya benih-benih tersebut mulai dirasakan Muhammad Abduh pada saat ia
memasuki pintu gerbang Al-Azhar. Waktu itu, lembaga pendidikan tersebut para pembina
dan ulamanya telah terbagi kedalam dua kelompok., mayoritas dan minoritas. Kelompok
pertama menganut pola taqlid, yakni mengajarkan kepada siswa bahwa pendapat-pendapat
ulama terdahulu hanya sekedar dihapal, tanpa mengantarkan pada usaha penelitian,
perbandingan dan pentarjihan. Sedangkan kelompok kedua menganut pola tajdid
(pembaharu) yang menitik beratkan uraian-uraian mereka ke arah penalaran dan
pengembangan rasa.105 Berkat pengetahuan Abduh tentang ilmu tasawuf serta dorongan
Syekh Darwisy agar ia selalu mempelajari berbagai bidang ilmu, yang diterimanya ketika
usia muda dulu, maka tidak mengherankan jika naluri Abduh yang didukung Syaikh
tersebut membuat Abduh lebih condong untuk berpihak kepada kelompok minoritas yang
ketika itu dipelopori oleh Syekh Hasan Al -Thawil yang telah mengajarkan filsafat dan
logika jauh sebelum Al-Azhar mengenalnya. Pada sisi lain pertemuan Abduh dengan Al-
Afgani menjadikan Abduh aktif dalam berbagai bidang sosial dan politik, dan kemudian
mengantarkannya untuk bertempat tinggal di Paris, menguasai bahasa Prancis, menghayati
kehidupan masyarakatnya, serta berkomonikasi dengan pemikir-pemikir Eropa ketika itu.

104
M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir Al-Manar Karya Muhammad Abduh dan M. Rasyid Ridha, (Bandung:
Pustaka Hidayah, 1994), hlm. 17
105
M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir Al-Manar Karya Muhammad Abduh dan M. Rasyid Ridha, (Bandung:
Pustaka Hidayah, 1994), hlm. 18

76
B. Pemikiran Muhammad Abduh

 Membebaskan pikiran dari ikatan taqlid dan memahami agama seperti kaum salaf
sebelum timbulnya pertentangan-pertentangan dan kembali dalam mencari
pengetahuan agama kepada sumbernya yang pertama dan mempertimbangkan dalam
lingkungan timbangan akal yang diberikan Allah SWT untuk mencari keseimbangan
dan mengurangi kecampuradukan dan kesalahan. Dengan cara ini orang dianggap
sebagai sahabat ilmu yang bergerak untuk meneliti rahasia-rahasia alam, mengajak
menghormati kebenaran dan berpegang kepada pendidikan jiwa dan perbaikan amal.

 Memperbaiki bahasa arab dan susunan kata, baik dalam percakapan resmi atau dalam
surat menyurat antar manusia.

 Pembaharuan di bidang politik, ini dilakukannya di Majlis Syura sejak ia dipilih


menjadi anggota majelis itu.106

Kita melihat di sini agenda pembaharuan dibidang bahasa, politik, dan akidah dan
tunutunan umum. Dan dalam semua sisi itu, Abduh mengemukakan kritik yang
membangun. Sedangkan inti seluruhnya adalah pendidikan Islam. Ia melihat bahwa
rusaknya masyarakat Islam karena salahnya pendidikan.107

14.2 Riwayat Singkat dan Pemikiran-pemikiran Ahmad Khan

A. Riwayat
Sayyid Ahmad Khan dilahirkan di Delhi tanggal 17 Oktober 1817 dan menurut keterangan
ia berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad melalui Fatimah bin
Ali. Neneknya Sayyid Hadi, adalah pembesar Istana di zaman Alamghir II (1745-1759). Ia
mendapat pendidikan tradisional dalam pengetahuan agama. Selain bahasa Arab, ia juga
belajar bahasa Persia. Ia rajin membaca buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Ketika berusia 18 tahun, ia bekerja pada serikat india timur. Kemudian bekerja pula ia
sebagai hakim, tetapi pada tahun 1846 ia kembali ke delhi dan mempergunakan kesempatan

106
Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern di Timur Tengah, (Jakarta: Djambatan, 1995), hal. 487 – 488
107
Muhammad Al Bahiy, Pemikiran Islam Modern, terj. Su’adi Sa’ad, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986), hal. 95

77
itu untuk belajar.108 Dikota delhi inilah ia dapat melihata langsung penninggalan-
peninggalan kejayaan islam dan bergaul dengan tokoh-tokoh dan pemuka muslim, seperti
Nawab Ahmad Baksh, Nawab Mustafa Khan, Hakim Mahmud Khan dan Nawab
Aminuddin. Semasa di delhi, ia mulai mengarang. karya pertamanya adalah asar as-
sanadid. Pada tahun 1855, ia pindah ke bijnore. Ditempat ini, ia tetap mengarang buku-
buku penting islam di india. Pada tahun 1857, terjadi pemberontakan dan kekacauan politik
di delhi yang menyebabkan timbulnya kekerasan terhadap orang india. Keyika melihat
keadaan rakyat delhi, ia sempat berpikir untuk meninggalkan india menuju mesir, tetapi ia
sadar bahwa ia harus memperjuangkan umat islam india agar menjadi lebih maju. Ia
berusaha mencegah terjadinya kekerasan dan banyak menolong orang inggris dari
pembunuhan, higga di beri gelar sir, tetapi ia menolaknya. Pada tahun 1861, ia juga
mendirikan sekolah inggris di murabadab. Hingga akhir hayatnya ia selallu mementingkan
pendidikan umat islam di india. Pada tahun 1878, ia juga mendirikan sekolah mohammedan
anglo orienta college (MAOC) dia aliargh yang merupakan karyanya yang paling
bersejarah dan berpengaruh untuk memajukan umat islam india. 109

B. Pemikiran

 Bidang Pendidikan

Pemikiran Sayid Ahmad khan dalam masalah ini diilhami, bahwa kemunduran orang-orang
muslim India, adalah terbatasnya kapasitas keilmuan mereka dalam masalah-masalah
pendidikan modern. Dan lagi Inggris akan bisa dikeluarkan dari India, apabila orang-orang
India bangkit dalam bidang Ilmu. Ia sadar bahwajika rakyat tidakbisamenerima pendidikan
yang cukup, maka keadaan mereka tidak akan tambah baik dan tidak bisa menduduki
kedudukan yang terhormat diantara bangsa-bangsa didunia, khususnya Inggris.

 Bidang Politik
Sayid Ahmad Khan menganjurkan supaya umat Islam India tidak turut campur dalam
agitasi politik yang dilancarkan partai konggres. Ia berkeyakinan bahwa anggota kasta-

108
http://fikri-jufri-renaissance.blogspot.com/2013/05/pemikiran-kalam-sayyid-ahmad-khan.html diakses 18 Juli
2020 pukul 19.45
109
Rosikhon anwar, Ilmu Kalam (bandung : CV. Pustaka Setia, 2011) 217

78
kasta dan pemeluk Agama yangberlainan di India tidak bisa disatukan menjadi satu bangsa.
Tujuan dan cita-cita mereka saling berlawanan.Selain itu partai yang didirikan pada tahun
1885 itu tidak mempunyai dasar. Gerakan yang dijalankan akan berbahaya bukan hanya
kepada umat Islam tetapi semua rakyat India. Dalam ide politik yang ditiupkan Sayid
Ahmad Khan telah kelihatan pengertian bahwa umat Islam adalah satu umat yang
tidakdapat membentuk suatu negara dengan umat Hindhu. Umat Islam harus memisahkan
diri. Bersatu dengan umat Hindhu dalam satu negara akan membuat minoritas Islam yang
rendah kemajuanya akan lenyap dalam mayoritas Hindhu. Mungkin inilah ide pertama
yang menyebabkan berdirinya negara Pakistan.

 Bidang Hukum
Pengabdiannya kepada negara dalam masalah ini sudah dibuktikannya sejak dia berumur
20 tahun, tepatnya tahun 1857, dia bekerja sebagai wakil hakim di pengadilan dan terkenal
sebagai wakil hakim yang adil dan cakap. Sebagai praktisi hukum dia menghabiskan
waktunya untuk kesejahteraan rakyat.

14.3 Riwayat Singkat dan Pemikiran-pemikiran Muhammad Iqbal


A. Riwayat
Iqbal dilahirkan di Sialkot-India (suatu kota tua bersejarah di perbatasan Punjab Barat dan

Kashmir) pada tanggal 9 November 1877/2 Dzulqa'dah 1294 dan wafat pada tanggal 21

April 1938. Ia terlahir dari keluarga miskin, tetapi berkat bantuan beasiswa yang

diperlolehnya dari sekolah menengah dan perguruan tinggi, ia mendapatkan pendidikan

yang bagus. Setelah pendidikan dasarnya selesai di Sialkot ia masuk Government College

(sekolah tinggi pemerintah) Lahore. Iqbal menjadi murid kesayangan dari Sir Thomas

Arnold. Iqbal lulus pada tahun 1897 dan memperoleh beasiswa serta dua medali emas

karena baiknya bahasa inggris dan arab, dan pada tahun 1909 ia mendapatkan gelar M.A

dalam bidang filsafat. Ia lahir dari kalangan keluarga yang taat beribadah sehingga sejak

masa kecilnya telah mendapatkan bimbingan langsung dari sang ayah Syekh Mohammad

Noor dan Muhammad Rafiq kakeknya. Pendidikan dasar sampai tingkat menengah ia

79
selesaikan di Sialkot untuk kemudian melanjutkan ke Perguruan Tinggi di Lahore, di

Cambridge-Inggris dan terakhir di Munich-Jerman dengan mengajukan tesis dengan judul

The Development Of Metaphysics in Persia. Sekembalinya dari Eropa tahun 1909 ia

diangkat menjadi Guru Besar di Lahore dan sempat menjadi pengacara.

B. pemikiran
Menurut Dr. Syed Zafrullah Hasan dalam pengantar buku Metafisika Iqbal yang ditulis

oleh Dr. Ishrat Hasan Enver, Iqbal memiliki beberapa pemikiran yang fundamental yaitu

intuisi diri, dunia dan Tuhan. Baginya Iqbal sangat berpengaruh di India bahkan pemikiran

Muslim India dewasa ini tidak akan dapat dicapai tanpa mengkaji ide-idenya secara

mendalam. Namun dalam tataran praktek, Iqbal secara konkrit, yang diketahui dan

difahami oleh masyarakat dunia dengan bukti berupa literature-literatur yang beredar luas,

justru dia adalah sebagai negarawan, filosof dan sastrawan. Hal ini tidak sepenuhnya keliru

karena memang gerakan-gerakan dan karya-karyanya mencerminkan hal itu. Dan jika

dikaji, pemikiran-pemikirannya yang fundamental (intuisi, diri, dunia dan Tuhan) itulah

yang menggerakkan dirinya untuk berperan di India pada khususnya dan dibelahan dunia

timur ataupun barat pada umumnya baik sebagai negarawan maupun sebagai agamawan.

Karena itulah ia disebut sebagai Tokoh Multidimensional. Dengan latar belakang itu maka

dalam makalah ini penulis akan memaparkan gagasan-gagasan Iqbal dalam dua hal yaitu:

pemikirannya tentang politik dan tentang Islam.110

110
http://ariantiyoulie.blogspot.com/2013/12/biografi-mohammad-iqbal-dan-pemikiran.html diakses tanggal 18 Juli
2020 pukul 19.40

80
KELOMPOK 15
PEMIKIRAN MUTAKALIM MASA KINI

15.1 Riwayat Singkat dan Pemikiran


1) Hasaan Hanafi (Riwayat singkat& Pemikiran)

A. Riwayat

Hassan Hanafi merupakan intelektual Islam kontemporer yang punya pengaruh besar
dalam diskursus teologi Islam. Sejarah telah mencatat kontribusinya terhadap pemikiran
Islam kontemprer dalam merespon dinamika kehidupan mutakhir. Hassan Hanafi lahir
pada tanggal 13 Februari 1935 di Kairo Mesir.111Ia merupakan keturunan dari Suku
Berber dan Badui di Mesir.112 Setelah memasuki usia lima tahun, ia belajar mengaji al-
Quran pada Shaikh Sayyid sebagai seorang ulama masa itu. Pendidikan dasarnya ia lalui
di Madrasah Sulaiman Gawiys. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya pada sekolah
guru, bernama al-Muallimin. Tetapi menginjak kelas lima Hassan Hanafi pindah ke
Madrasah al-Silahdar.113 Hassan Hanafi terus melanjutkan pendidikannya, tingkatan
berikutnya tempat ia belajar adalah Madrasah Tsanawiyah Khalil Agha. Pada sekolah
itu, Hassan Hanafi menekuni dua bidang kajian, pertama bidang kebudayaan yang ia
lalui selama empat tahun, kemudian yang kedua bidang pendidikan yang ia lalui selama
satu tahun. Sejak SMP, Hassan Hanafi sudah aktif berpartisipasi dalam kegiatan
demonstrasi. Muncul kesadaran nasionalisme dalam dirinya. Bersama sahabat-
sahabatnya, Hanafi sempat bersama-sama pergi ke Asosiasi Pemuda Muslim untuk
mendaftarkan diri sebagai sukarelawan perang. Namun keinginannya itu tidak disambut
positif oleh mereka. Bahkan Hassan Hanafi dan sahabat-sahabatnya diminta untuk
bergabung Batalion Ahmad Husin. Peristiwa ini membangkitkan kesadaran mendalam
bagi Hassan Hanafi tentang realitas politik yang dihadapinya. Ia menjadi sadar, bahwa

111
M. Faisol, Menyikapi Tradisi: Membaca Proyek Pemikiran Kiri Islam Ide-Ide Pembaharuan dalam Islam
(Surabaya: Pustaka Idea, 2011),
112
Azzumardi Azra, Menggugat Tradisi Lama, Menggapai Modernitas: Memahami Hassan Hanafi, dalam Kata
Pengatar Dari Akidah ke Relovusi terj. Asep Usman Ismail dkk (Jakarta
113
Faisol, “Menyikapi Tradisi”, 24.

81
ternyata friksi kepartaian lebih dominan dari pada persoalan kebangsaan yang
menyangkut kepentingan orang banyak.114

B. Pemikiran
Pemikiran Hanafi walaupun kontroversial, bahkan sampai menyeretnya ke dalam
penjara, namun telah menginspirasi banyak umat muslim. Peemikirannya tentang al-
Yasar al-Islami tidak menghilang begitu saja, walaupun jurnalnya hanya terbit satu kali.
Pemikirannya Hanafi membuka persepsi banya orang, bahwa kita umat Islam bisa
menandingi Barat. Peradaban Barat yang penuh dengan doktrin imperialisme, zionisme,
dan kapitalisme harus dilawan dengan pemikiran-pemikiran yang progresif, salah
satunya adalah rekonstruksi Teologi antroposentris. Terlepas apakah pemikiran besar
Hanafi akan bisa direalisasikan atau tidak, jelas gagasan Hanafi adalah langkah berani
dan maju dalam upaya untuk meningkatkan kualitas umat Islam dalam mengejar
ketertinggalannya di hadapan Barat. Walaupun, ada anggapan miring yang menyebutkan
bahwa rekonstruksi teologi yang dilakukan oleh Hanafi dengan cara mengubah term-
term teologi yang bersifat spiritual-religius menjadi sekadar materialduniawi akan bisa
menggiring pada pemahaman agama menjadi hanya sebagai agenda sosial, praktis dan
fungsional, lepas dari muatan-muatan spiritual dan transenden. Namun sangat jelas bisa
ditarik kesimpulan kalau pemikiran Hanafi dalam dunia Islam patut untuk dijadikan
kajian dan tidak bisa dianggap remeh.115

2) Ismail Faruqi (Riwayat singkat& Pemikiran)


A. Riwayat
Ismail Raji Al-Faruqi lahir pada tanggal 1 januari 1921 di Jaffa, Palestina.116 Ayahnya
seorang qodi di palestina. Pengalaman pendidikanya di awali dari pendidikan madrasah
di desa kelahirannya (college des ferese), Libanon yang menggunakan bahasa prancis
sebagai bahasa pengantarnya, predikat sarjana muda diperolehnya dari Amerika

114
Hassan Hanafi, Aku Bagian dari Fundamentalisme Islam, terj. Kamran As‟ad Irsyady dan Mufliha Wijayati
(Yogyakarta: Islamika), 2-9. 6
115
https://media.neliti.com/media/publications/178063-ID-pemikiran-teologi-hassan-hanafi.pdf diakses tanggal 19
Juli 2020 pukul 12.09
116
Abdurrahmansyah. Wacana Pendidikan Islam Khazanah Filosofis dan Implementasi Kuriulum, Metodologi dan
Tantangan Pendidikan Moralitas, Yogyakarta: Global Pustaka, Utama

82
university, Bairut jurusan filsafat pada tahun 1941 Ismail Raji Al-Faruqi pernah menjadi
pegawai negeri selama empat tahun di palestina yang ketika itu masih dalam status
mandat Inggris. Karir birokrasi Ismail Raji Al-Faruqi pernah mencapai jabatan sebagai
gubenur di Galilela, Palestina pada usia 24 tahun. Namun jabatan ini tidak lama karena
pada tahun 1947 propinsi tersebut jatuh ke tangan Israel, sehingga ia pindah ke Amerika
serikat pada tahun 1948.117 Pada tahun 1949 Ismail Raji Al-Faruqi melanjutkan studinya
di Universitas Indian sampai meraih gelar master dalam bidang filsafat. Dua tahun
kemudian ia meraih gelar master kedua dalam bidang yang sama dari universitas
Harvard. Pada tahun 1952 ia meraih gelar Ph. D dari Universitas Indian dengan disertasi
berjudul “Tentang Pembenahan Tuhan: Metafisika dan Epistimologi nilai”.118 Namun
apa yang ia capai tidak memuaskan, karena itu ia kemudian pergi ke Mesir untuk lebih
mendalam ilmu keislaman di universitas Al-Azhar Kairo.Ismail Raji Al-Faruqi mulai
mengajar di Mcbill University, Kanada pada tahun 1959. Pada tahun 1961-1963 ia
pindah ke Karachi Pakistan untuk ikut bagian dalam kegiatan Centeral Intitute For
Islame Researh dan jurnalnya Islamic Studies. Tahun 1968 ia pindah ke temple
university Philadelpia sebagai guru besar agama dan mendirikan pusat kajian
islam.Hidup Ismail Raji Al-Faruqi berahir tragis setelah ia dan isterinya dibunuh
pembunuh gelap di rumahnya di Philadelphia pada tanggal 27 Mei 1986. beberapa
penganut menduga bahwa pembunuhan itu dilakukan oleh Zionis Yahudi karena proyek
Ismail Raji Al-Faruqi yang demikian inten untuk kemajuan islam.119

B. Pemikiran
Memperbicangkan prinsip filosofis kurikulum pendidikan dikaitkan dengan gagasan
islamisasi ilmu bagi kaum Ismail Raji Al-Faruqi sangat beralasan, karena kurikulum
dalam sistem pendidikan merupakan sebuah komponen yang menentukan keberhasilan
kualitas pendidikan. Menurut pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi mengenai reformasi
kurikulum pendidikan akan di lihat dalam konteks tawaran pemikiran yang memiliki 3
tujuan rencana kerja islamisasi ilmu yang pernah digagasnya. Setidaknya ada 3 prinsip

117
Abdurrahmansyah. Pembaharuan Kurikulum Pendidikan Islam Ismail Raji Al-Faruqi, Yogyakarta: Pustaka
Global Utama
118
Harahap, Syahrin. Ensiklopedi Akidah Islam, Jakarta: Premada Media hlm.65
119
Jalaluddin dan Said Usman. Filsafat Pendidikan Islam, Konsep dan Perkembangan Pemikirannya, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada hlm.60

83
pengembangan kurikulum pendidikan islam, pertama, menguasai sains modern, kedua,
menguasai warisan islam klasik, ketiga, prinsip kesatuan yang harus melingkupi seluruh
kajian dalam kurikulum pendidikan islam. Melihat pandangan Ismail Raji Al-Faruqi
mengenai prinsip pengembangan kurikulum pendidikan islam, terlihat bahwa ia
menginginkan bangunan ilmuan yang integral, terpadu dan saling melengkapi antar
disiplin keislaman dan pengetahuan modern, menurut Moh. Shafiq, salah seorang murid
Ismail Raji Al-Faruqi di temple University ada enam tema besar yang mendasar dari
pemikiran islamisasi ilmu yang dikemkukakan Ismail Raji Al-Faruqi selain Islamizing
curricula diantaranya, pertama, paradigma islam terhadap ilmu pengetahuan, kedua,
metodologi, ketiga, metodologi yang ada hubungannya dengan kajian Al-qur‟an,
keemapat, metodologi ada kaitanya dengan kajian sunnah, kelima, metodologi yang
berkaitan dengan warisan klasik islam, keenam metodologi yang berhubugan dengan
pemikiran barat kontemporer.120

3) H.M. Rasyidi (Riwayat singkat& Pemikiran)


A. Riwayat
H. Mohamad Rasjidi (Kotagede, Yogyakarta, 20 Mei 1915 – 30 Januari 2001) adalah
mantan Menteri Agama Indonesia pada Kabinet Sjahrir I dan Kabinet Sjahrir II.Fakultas
Filsafat, Universitas Kairo, Mesir (1938) Universitas Sorbonne, Paris (Doktor, 1956)
Guru pada Islamitische Middelbaare School (Pesantren Luhur), Surakarta (1939-1941)
Guru Besar Fakultas Hukum UI Direktur kantor Rabitah Alam Islami, Jakarta.
lulusan lembaga pendidikan tinggi Islam di Mesir yang mmelanjutkan ke Paris, dan
kemudian memperoleh pengalaman mengajar di Kanada. Lepas dari retorika-retorika
anti-Baratnya, orang tak akan luput mendapati bahwa hamper keseluruhan kontruksi
akademiknya dibangun atas dasar unsure-unsur yang ia dapatkan dari Barat. Maka tidak
heran, kalau ia koreksi karya Dr. Harun Nasution tentang Islam ditinjau dari berbagai
aspeknya, Bulan Bintang, 1977, Strategi Kebudayaan dan Pembaharuan Pendidikan
Nasional, Media Dakwah, 1979. Kebebasan Beragama, Media Dakwah, 1979. Janji-janji
Islam, terjemahan dari Roger Garandy, Bulan Bintang, 1982.121

120
Abdurrahmansyah, Wacana Pendidikan Islam Khazanah Filosofis dan Implementasi Kurikulum, Metodologi dan
Tantangan Pendidikan Moaralitas, Yogyakarta: Global Pustaka Utama, 2004, hal, 71
121
Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta: Paramadina) hal. 61

84
B. Pemikiran
Pemikiran kalam beliau banyak yang berbeda dari beberapa tokoh seangkatannya. Hal
ini dilihat dari keritikan beliau terhadap Harun Nasution, dan Nurcholis Majid. Secara
garis besar pemikiran kalamnya dapat dikemukakan sebagai berikut:
 Tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi.
Rasyidi menolak pandangan Harun Nasution yang menyamakan pengertian ilmu
kalam dan teologi.
 Tema-tema ilmu kalam
Salah satu tema ilmu kalam Harun Nasution yang dikritik oleh Rasyidi adalah
deskripsi aliran-aliran kalam yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi umat
Islam sekarang, khususnya di Indonesia. Untuk itu, Rasyidi berpendapat bahwa
menonjolnya perbedaan pendapat antara Asy‟ariyah dan Mu‟tazilah,
 Hakikat iman
Rasyidi mengatakan bahwa iman bukan sekedar menuju bersatunya manusia dengan
Tuhan, tetapi dapat dilihat dalam dimensi konsekuensial atau hubungan dengan
manusia dengan manusia, yakni hidup dalam masyarakat. Bersatunya seseorang
dengan Tuhan tidak merupakan aspek yang mudah dicapai, mungkin hanya seseorang
saja dari sejuta orang. Jadi, yang terpenting dari aspek penyatuan itu adalah
kepercayaan, ibadah dan kemasyarakatan.122

C. Harun Nasution (Riwayat singkat& Pemikiran)


A. Riwayat
Harun Nasution lahir pada hari Selasa 23 September 1919 di Sumatera. Ayahnya, Jabar
Ahmad adalah seorang ulama yang mengetahui kitab-kitab Jawi. Pendidikan formalnya
dimulai dari sekolah Belanda HIS. Setelah tujuh tahun di HIS. Selama tujuh tahun,
Harun belajar bahasa Belanda dan ilmu pengetahuan umum di HIS itu, dia berada dalam
lingkungan disiplin yang ketat. Di lingkungan keluarga, harun memulai pendidikan
Agama dari lingkungan keluarganya dengan belajar mengaji, shalat dan ibadah lainnya.
beliau meneruskan ke MIK (Modern Islamietishe Kweekschool) di Bukittinggi pada

122
Abdul Rozak, Ilmu Kalam, (Bandung: CV. Pustaka Setia) hal. 240

85
tahun 1934. pendidikannya lalu diteruskan ke Universitas Al-Azhar, Mesir. Sambil
kuliah di Al-Azhar beliau kuliah juga di Universitas amerika di Mesir. Pendidikannya
lalu dilanjutkan ke Mc. Gill, Kanada pada tahun 1962. Setiba di tanah air pada tahun
1969 beliau langsung terjun dalam bidang akademisi, yakni menjadi dosen di IAIN
Jakarta, IKIP Jakarta, dan kemudian juga pada Universitas Nasional. Harun Nasution
adalah figur sentral dalam semacam jaringan intelektual yang terbentuk dikawasan IAIN
Ciputat semenjak paruh kedua dasawarsa 70-an. 123

B. Pemikiran
 Peranan Akal
akal manusia mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan makhluk lain
disekitarnya. Bertambah tinggi akal manusia, bertambah tinggi pula
kesanggupannya untuk mengalahkan makhluk lain. Bertambah lemah kekuatan akal
manusia, bertambah lemah pulalah kesanggupannya untuk menghadapi kekuatan-
kekuatan lain tersebut.
 Pembaharuan Teologi
Pembaharuan teologi yang menjadi predikat Harun Nasution. Pada dasarnya
dibangun atas asumsi bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat Islam
Indonesia (juga di mana saja) adalah disebabkan “ada yang salah” dalam teologi
mereka. Pandangan ini serupa dengan pandangan kaum modernis lain pendahulunya
(Muhammad Abduh, Rasyid Ridha Al-Afghani, Sayid Amer Ali, dan lain-lain)
Mu‟tazilah.
 Hubungan akal dan wahyu
Salah satu focus pemikiran Harun Nasution adalah hubungan akal dan wahyu. Ia
menjelaskan bahwa hubungan akal dan wahyu memang menimbulkan pertanyaan,
tetapi keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam
Al-Qur‟an. Orang yang beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah
mengandung segala-galanya. Wahyu bahkan tidak menjelaskan semua
permasalahan keagamaan.

123
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta: UI Press, 1983) hlm. 56.

86
15.2 Studi Kritis
 Pemikiran Hassan Hanafi Hanafi memandang bahwa teologi bukanlah pemikiran murni
yang hadir dalam kehampaan kesejarahan, melaibkan merefleksukan konflik-konflik
sosial-politik. Oleh karena itu, kritik teologi merupakan tindakan yang sah dan
dibenarkan, karena senagai produk pemikiran manusia, teologo terbuka untuk kritik.
Menurut Hanafi, teologi sesungguhnya bukan ilmu tentang Tuhan, yang secara
etimologis berasal dari kata theos dan logos, melainkan ilmu tentang kata ilmu kalam.
 Pemikiran Ismail Al-Faruqi menurut Al-Faruqi adalah Tuhan. Kalimat syahadat
menempati posisi sentral dalam setiap kedudukan, tindakan, dan penikiran setiap
muslim. Kehadiran Tuhan mengisi kesadaran muslim dalam waktu kapan pun. Bagi
kaum muslim, Tuhan merupakan obsesi yang agung. Esensi pengalaman agama dalam
Islam tidak lain dari realisasu prinsip bahwa hidup dan kehidupan ini tidak sia-sia.
 Pemikiran H.M. Rasyidi Pemikiran kalam beliau banyak yang berbeda dari beberapa
tokoh seangkatannya. Tentang Ilmu Kalam, ia membedakannya dengan teologi.
Menurutnya, Teologi berarti Ilmu Ketuhanan yang kemudian mengandung beberapa
aspek ajaran Kristen yang diluar kepercayaan sehingga teologi Kristen tidak sama
dengan tauhid atau ilmu kalam. Tentang akal, beliau berpendapat bahwa akal tidak
mampu mengetahui baik dan buruk, hal ini dapat dibuktikan dengan munculnya aliran
eksistensialisme sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme dan filsafat barat. Dengan
menganggap akal dapat mengetahui baik dan buruk berarti juga meremehkan ayat-ayat
AlQur‟an. Pemikiran H.M. Rasjidi ini sedikit banyaknya mengarah kepada pemikiran
Al-Maturdiyah yang banyak dianut di Indonesia.
 Pemikiran Harun Nasution Secara garis besar pemikiran Harun Nasution mengaruh
kepada pemikiran Muktazillah yang menuntut kepada peranan akal dalam kehidupan
manusia. Berkenaan dengan akal ini, Harun Nasution menulis “Akal melambangkan
kekuatan manusia. Karena akal-lah manusia mempunyai kesanggupan untuk melakukan
kekuatan makhluk lain sekitarnya. Bertambah tinggi akal manusia, bertambah tinggilah
kesanggupannya untuk mengalahkan makhluk lain.

87

Anda mungkin juga menyukai