Anda di halaman 1dari 4

Nama : Muhammad Aimar Dzikri S

NIM : 220401110258

Kelas : F

Sejarah kemunculan dan perkembangan aliran-aliran dalam teologi islam

A. Sejarah
Teologi Islam merupakan istilah lain untuk ilmu yang membahas tentang aspek
keyakinan dalam Islam. Istilah-istilah lain untuk ilmu ini, antara lain adalah Ilmu Tauhid, Ilmu
Ketuhanan, Ilmu Akidah atau Ilmu Aqa`id, Ilmu Sifat Duapuluh, dan Ilmu Kalam.
Sebagai agama yang bersumber dari wahyu, seluruh bangunan keilmuan Islam,
termasuk teologi, normativitas ajarannya bersumber dari Al-Qur`an dan hadis. Dari kedua
sumber itulah prinsip-prinsip ajaran teologi Islam digali dan kemudian disusun secara
sistematis oleh para ulama dari masa ke masa.
Dalam Al-Qur`an dan hadis dipaparkan secara global materi-materi pembahasan
teologi Islam, seperti: tentang Tuhan, sifat-sifat dan perbuatan-Nya; tentang Nabi dan Rasul
serta sifat-sifat mereka; tentang perkara-perkara sam’iyyāt (hal-hal yang hanya dapat
diketahui detilnya melalui informasi wahyu), mengenai Malā’ikat, wahyu, hari kiamat, dan
perkara-perkara ghaib lainnya. Terkait aspek teologi ini, ada teks (baik Al-Qur`an maupun
hadis) yang dikategorikan bersifat muhkamāt, ada pula yang dikategorikan mutasyābihāt.
Teks yang muhkamāt, diungkapkan dengan bahasa yang jelas menunjuk kepada satu
makna, tidak ada penafsiran lain dan tidak memerlukan pena`wilan kepada makna yang lain.
Sedangkan teks yang mutasyābihāt, diungkapkan dengan bahasa yang mengandung banyak
kemungkinan makna, sehingga tidak jelas makna mana yang dipilih atau membawa kepada
makna keserupaan Allah dengan makhluk-Nya.
Di samping sisi normativitas, teologi Islam juga tidak dapat dipisahkan dari sisi
historisitasnya. Historisitas teologi Islam yang dimaksud di sini adalah bahwa konsep dan
atau rumusan teologi Islam itu tidak lepas dari pengaruh berbagai hal, di mana ia terkait
dengan dimensi ruang dan waktu tertentu, dirumuskan oleh subjek tertentu dengan segala
kelebihan dan keterbatasannya, atas motivasi dan tujuan tertentu, bahkan mungkin saja atas
dukungan ‘sponsor’ dari pihak tertentu.
Pada masa Rasulullah saw. dan awal masa para sahabat, teologi Islam masih satu;
tidak ada aliran teologi yang bermacam-macam. Di penghujung kekhalifahan Ali bin Abi
Thālib ra., terjadi konflik politik yang kemudian memunculkan aliran teologi Syi’ah dan
Khawarij, juga Murji’ah. Di samping itu, perkembangan kajian ilmu pengetahuan dan filsafat
dalam Islam di era klasik, juga mendorong lahirnya aliran teologi Mu’tazilah. Beragam aliran
teologi yang lebih berorientasi teosentrik lahir di era-Islam klasik ini, seperti teologi
Jabariyah, Qadariyah, Asy’ariyah dan Maturidiyah.
Memasuki era-modern, sebagian sarjana muslim menyadari bahwa teologi yang
berorientasi teosentris cenderung tidak dapat menyelesaikan keterpurukan, ketertinggalan
dan beragam problematika sosial lainnya yang dihadapi oleh kaum muslimin di pelbagai
penjuru dunia. Oleh karena itu, mereka menawarkan teologi alternative yang lebih
berorientasi antroposentris, seperti teologi pembebasan. Bahkan kemudian, di era-
kontemporer, sebagian feminis muslim menawarkan konsep teologi perempuan guna
mengatasi problem ketertindasan atau ketidakadilan berbasis gender terhadap kaum
perempuan.
Dengan demikian, teologi Islam terbukti memang memiliki dua sisi yang berbeda;
yakni sisi normativitas ajarannya yang bersifat tetap dan tidak berubah sepanjang masa dan
sisi lainnya, berupa sisi historisitas yang senantiasa menuntut adanya perubahan dan
penyesuaian sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan umat Islam yang meyakininya. Di
eramilenial saat ini, boleh jadi beragam teologi sebelumnya, dianggap tidak relevan lagi
sehingga perlu dirumuskan lagi teologi baru berupa teologi digital yang relevan dengan
generasi milenium menghadapi era 4.0, bahkan, 5.0.
Bagaimanapun, kemampuan manusia terbatas, tetapi ingin menjelaskan tentang
Tuhan yang tidak terbatas. Tuhan yang dijelaskan Tunggal dan Maha Esa, tetapi cara manusia
menjelaskannya berbeda-beda dan dengan ungkapan yang berbeda-beda pula. Dalam
pembelajaran akidah, dikenal pelajaran Ilmu Sifat Duapuluh, ada juga yang mengenalkan
tentang Tuhan melalui pelajaran Asmaul Husna, dan ada juga mengenalkan melalui konsep
tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah dan tauhid ‘ubudiyah. Kesemua ini tentu saja merupakan
contoh dari usaha manusia yang terbatas untuk mengenalkan Tuhan yang tidak terbatas.
B. Aliran
1. Khawarij
Khawarij adalah suatu nama yang mungkin diberikan oleh kalangan lapangan di sana
karena tidak mau menerima arbitrase dalam pertempuran siffin yang terjadi wantara Ali
dan Mu‟awiyah dalam upaya penyelesaian persengketaan antara keduanya tentang
masalah khalifah.
Doktrin-Doktrin Khawarij
 Khalifah harus dipilih bebas seluruh umat Islam
 Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab
 Dapat dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan
menjalankan syariat Islam. Ia dijatuhkan bahkan dibunuh apabila melakukan kedzaliman.
 Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh Ustman dianggap
menyeleweng. Dan khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia
dianggap menyeleweng.
 Muawiyah dan Amr bin Ash serta Abu Musa Al-Asy‟ari juga dianggap menyeleweng
dan telah menjadi kafir.
 Pasukan perang jamal yang melawan Ali kafir.
 Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh dan
seseorang muslim dianggap kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lainnya yang
telah dianggap kafir.
 Setiap Muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka.
 Seseorang harus menghindar dari pemimpin yang menyeleweng.
 Orang yang baik harus masuk surge dan orang yang jahat masuk ke neraka.
 Qur‟an adalah makhluk
 Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari tuhan.
2. Syiah
Syiah dalam bahasa Arab artinya ialah pihak, puak, golongan, kelompok atau
pengikut sahabat atau penolong. Pengertian itu kemudian bergeser mempunyai
pengertian tertentu. Setiap kali orang menyebut syiah, maka asosiasi pikiran orang
tertuju kepada syiah-ali, yaitu kelompok masyarakat yang amat memihak Ali dan dan
memuliakannya beserta keturunannya. Kelompok tersebut lambat laun membangun
dirinya sebagai aliran dalam Islam. Adapun ahl al-bait adalah “family rumah nabi”.
Menurut syiah yang dinamakan ahl bait itu adalah Fatimah, suaminya Ali, Hasan dan
Husein anak kandungnya, menantu dan cucu-cucu Nabi, sedang isteri-isteri nabi tidak
termasuk Ahl alBait.
Doktrin-doktrin Syiah
 Kepala negara diangkat dengan persetujuan rakyat melalui lembaga ahl al-hall wa al-
‘aqd.
 Kepala negara atau imam berkuasa seumur hidup, bahkan mereka meyakini kekuasaan
imam mereka ketika ghaibdan baru pada akhir jaman kembali kepada mereka.
 Kepala negara (imam) sebagai pemegang kekuasaan agama dan politik berdasarkan
petunjuk Allah dan wasiat Nabi.
 Kepala negara memegang otoritas sangat tinggi
3. Jabbariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa dan mengharuskannya
melaksanakan sesuatu atau secara harfiah dari lafadz aljabr yang berarti paksaan. Kalau
dikatakan Allah mempunyai sifat Aljabbar (dalam bentuk mubalaghah), itu artinya Allah
Maha Memaksa. Selanjutnya kata jabara setelah ditarik menjadi jabariyah memiliki arti
suatu aliran. Lebih lanjut Asy- Syahratsan menegaskan bahwa paham Al jabr berarti
menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhnya dan
menyandarkannya kepada Allah, Dengan kata lain manusia mengerjakan perbuatannya
dalam keadaan terpaksa.
Doktrin-doktrin jabbariyah
 Manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa
 Kalam Tuhan adalah makhluk
 Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat
 Surga Neraka tidak kekal
4. Qaddariyah
Qadariyah berasal dari kata “qodara” yang artinya memutuskan dan kemampuan
dan memiliki kekuatan, sedangkan sebagai aliran dalam ilmu kalam. Qadariyah adalah
nama yang dipakai untuk salah satu aliran yang memberikan penekanan terhadap
kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan perbuatan-perbuatannya. Dalam
paham Qadariyah manusia dipandang mempunyai Qudrat atau kekuatan untuk
melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa
tunduk kepada Qadar atau pada Tuhan.
Doktrin-doktrin Aliran Qadariyah
 Manusia memiliki kebebasan untuk menentukan tindakannya sendiri
 Dalam memahami takdir aliran Qadariyah terlalu Liberal
 Aliran Qadariyah mengukur keadilan Allah dengan barometer keadilan manusia
 Paham ini tidak percaya jika ada takdir dari Allah.
5. Mu’tazillah
Kata mu‟tazilah berasal dari kata I‟tazala dengan makna yang berarti menjauhkan
atau memisahkan diri dari sesuatu. Kata ini kemudian menjadi nama sebuah aliran di
dalam ilmu kalam yang para sarjana menyebutnya sebagai Mu‟tazillah berdasarkan
peristiwa yang terjadi pada Washil ibn Atha (80 H/699 M- 131 H/748 M) dan Amr ibn
Ubayd dengan al-Hasan al-Bashri. Dalam majlis pengajian al-Hasan al-Bashri muncul
pertanyaan tentang orang yang berdosa besar bukanlah mu‟min dan juga bukanlah
orang kafir, tetapi berada diantara dua posisi yang istilahnya al Manzillah bayn al-
manzilatayn.
Doktrin-doktrin Aliran Mu’tazillah
 Kekuasaan Kepala Negara tidak terbatas Waktunya
 Akal yang menetukan perlu tidaknya dibentu negara
6. Asy’ariyyah
Asy‟ariyah adalah nama aliran di dalam islam, nama lain dari aliran ini adalah Ahlu
Sunnah wal Jamaah. Aliran Asy‟ariyyah adalah aliran teologi yang dinisbahkan kepada
pendirinya, yaitu Abu al-Hasan Ali ibn Islmail alAsy‟ari. Ia dilahirkan di Bashrah, besar
dan wafat di Baghdad (260-324 H). Ia berguru pada Abu Ali al-Jubbai, salah seorang
tokoh Mu‟tazillah yang setia selama 40 tahun. Setelah itu ia keluar dari Mu‟tazillah dan
menyusun teologi baru yang berbeda dengan Mu‟tazillah yang kemudian dikenal dengan
sebutan Asy‟ariyyah, yakni aliran atau paham Asy‟ari. Kasus keluarnya Asy‟ari ini
menurut suatu pendapat karena ia bermimpi bertemu dengan Rasulullah yang berkata
kepadaya, bahwa Mu‟tazillah itu salah dan yang benar adalah pendirian al-Hadis.
Doktrin-doktrin Aliran Asy’riyah
 Tuhan dan Sifat-sifatnya
 Kebebasan dalam berkehendak
 Akal dan Wahyu dan Kriteria baik dan buruk
7. Maturidiyyah
Aliran Maturidiyyah yang dikatakan tampil sebagai reaksi terhadap pemikiran-
pemikiran mu‟tazzilah yang rasional itu, tidaklah seluruhnya sejalan dengan pemikiran
yang yang diberikan oleh al-asy‟ari. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa
pemikiran teologi asy‟ari sangat banyak menggunakan makna teks nash agama (Quran
dan Sunnah), maka Maturidiyyah dengan latar belakang mazhab Habafi yang dianutnya
banyak menggunakan takwil.
Doktrin-Doktrin Aliran Maturidiyah
 Orang Mukmin melakukan dosa besar tetap Mukmin
 Janji dan ancaman tuhan tidak boleh tidak mesti berlaku kelak
8. Murji’ah
Murjiah berasal dari bahasa Arab irja artinya penundaan atau penangguhan. Karena
sekte yang berkembang pada masa awal islam yang dapat diistilahkan sebagai “orang-
orang yang diam”. Mereka meyakini bahwa dosa besar merupakan imbangan atau
pelanggaran terhadap keimanan dan bahwa hukuman atau dosa tidak berlaku
selamanya. Oleh karena itu, ia menunda atau menahan pemutusan dan penghukuman
pelaku dosa di dunia ini. Hal ini mendorong mereka untuk tidak ikut campur masalah
politik. Satu diantara doktrin mereka adalah shalat berjamaah dengan seorang imam
yang diragukan keadilannya adalah sah. Doktrin ini diakui oleh kalangan islam sunni
namun tidak untuk kalangan syiah.
Doktrin-doktrin Aliran Murji’ah
 Orang Islam yang percaya pada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran secara
lisan tidaklah menjadi kafir, karena kufur dan iman letaknya di hatiku
 Menurut murjiah ekstrem ini, iman adalah mengetahui Tuhan dan Kufur tidak tahu
pada Tuhan. Sejalan dengan itu shalat bukan merupakan ibadat bagi mereka, karena
yang disebut ibadat adalah iman kepadanya, dalam arti mengetahui Tuhan.
REFERENSI
Abdullah, M. Amin., Studi Agama: Normativitas atau Historisitas (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1996).
Yunan Yusuf, Alam pikiran islam pemikiran: dari khawarij ke Buya Hamka Hingga Hasan
Hanafi (Jakarta: Kencana, 2004)
Achmad Surya, Pemikiran Jabariyah dan Qadariyah (Achmadsurya.id1945.com)

Anda mungkin juga menyukai