PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam sejarah Islam telah banyak dijelaskan tentang beberapa aliran atau
mengenai berbagai persoalan yang salah satunya yaitu terkait masalah teologi.
masalah sifat dan keesaan Allah, masalah qada dan qadar dan keadilan Allah,
masalah janji (al-wa’du) dan ancaman (wa’id) dan Asma Allah, masalah wahyu,
akal dan masalah kenabian serta persoalan lainnya yang dianggap perlu
memahami suatu aliran tertentu disebut sebagai sekte, dan ada kalanya juga
memandang lain bahwa aliran tersebut bukan merupakan sekte, hal ini tergantung
1
Proses timbulnya beberapa aliran sebenarnya tidak terlepas dari persoalan
politik pasca wafatnya Rasulullah saw., bahkan dapat dinyatakan pula bahwa
awalnya terjadi perdebatan antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar, namun hal
inidapat diselesaikan dengan baik. Akan tetapi setelah itu muncul lagi gejala
perpecahan antara Ali bin Abi Talib dengan Utsman bin Affan. Selanjutnya yang
menjadi titik klimaks konflik yaitu terbunuhnya Uthman bin Affan pada saat
dengan Madzhab dalam Ilmu Kalam. Pada tulisan ini tidak akan membahas secara
umat muslim, bahkan sebagian dari mereka ada yang mengadopsi pemikiran dan
amalan keagamaan.
2
B. Rumusan masalah
C. Tujuan
lingkupnya
3
BAB II
PEMBAHASAN
kemampuan dan memiliki kekuatan, sedangkan sebagai aliran dalam ilmu kalam.
Qadariyah adalah nama yang dipakai untuk salah satu aliran yang memberikan
berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada Qadar atau pada
Tuhan.1
Aliran ini juga berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala
aliran yang memberikan suatu penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia
terpaksa tunduk paada qodrat Tuhan. Kata qadar dipergunakan untuk menamakan
1 Eri Susanti “ Aliran Aliran dalam Pemikiran Islam “ Jurnal Ad- Dirasah, vol 01, No 01: FUAD IAIN
Pontianak. 2018 hal 33. Di akses 26 november 2020
4
orang yang mengakui qadar digunakan untuk kebaikan dan keburukan pada
Dalam konsep teologi Dilihat dari segi bahasa qadar berarti ketetapan,
atas kehendak dan pilihan sendiri. Dalam paham ini, perbuatan manusia
merupakan ciptaan dan pilihan manusia sendri, bukan ciptaan atau plihan Tuhan.
Hal ini didasarkan aats kemempuan manusia membedakan antara orang yang
khalifah, spesifik pada masa pemerintahan Utsman bin Affan yang merupakan
mungkin hal tersebut yang menjadi cikal bakal tumbuhnya paham Qadariyah. Hal
ini ditengarai sebagian umat Islam telah berani membuat analisis tentang
yang menggerakkan tangan si pembunuh itu apakah manusia sendiri atau dari
Tuhan.
2 Baso Hasyim “Aplikasi pemikiran Jabriyah dan Qadariyah dalam masyarakat Islam Masa Kini”. Jurnal Al
asas, Vol II, No 01: April 2019 hal 63. Di akses 26 november 2020
5
Paham Qadariyah muncul sekitar tahun 70 H/689 M. Tokoh utama paham
berguru pada Hasan al-Basri bersama Wasil ibn Ata, jadi beliau termasuk tabi’in
Qadariyah. 3
Kedua tokoh tersebut mati dibunuh, Ghailan dibunuh pada masa Hisham Ibn
Abdul Malik (724-743 M), dibunuh dengan diberikan hukuman mati oleh Hisyam
dibunuh karena dituduh terlibat dalam pemberontakan bersama dengan Abd al-
Kedua tokoh paham Qadariyah yaitu: Ma’bad al-Juhaini dan Ghailan al-
dan Iran. Ma’bad al juhaini menyebarkan pahamnya di Iraq dalam waktu yang
relatif singkat tetapi dengan hasil yang sangat gemilang.Banyak orang yang
3 Suhaimi. “ Integrasi Aliran Pemikiran Keislaman:Pemikiran Qadariyah dan Jabariyah yang bersandar
dibalik Legitemasi AlQu’an”. Jurnal El-furqania Vol 04, No 2: 109-110. Universitas Madura Pamekasan.
Agustus 2018 hal 110. Di akses 26 november 2020
6
Ghailan al-Dimashqi melanjutkan penyebaran paham Qadariyah di Sham
pesat.Namun sebelumnya masih mendapat tantangan dari Khalifah Umar Ibn Abd
al-‘Azis. Banyak sekali pengikut dari paham ini sampai kedua tokoh tersebut
pada qadar atau kadar Tuhan. Dalam bahasa Inggrisnya paham ini dikenal dengan
nama free will dan free act. Secara bahasa berasal dari Qadar yang artinya kuasa
maupun berbuatan buruk, dan tidak ada intervensi Allah. Dengan kata lain bahwa
paham Qadariyah tidak mempercayai adanya takdir (ketentuan) Allah yang telah
ditetapkan pada zaman azali, karena seluruh perbuatan, tingkah laku baik atau
buruk secara totalitas dinisbatkan pada manusia itu sendiri. Senada juga dengan
statemen yang dilontarkan oleh Ibnu Hajar sebagaimana yang dinukil oleh Abu
Lubabah Husein dalam Hadis al-Sari bahwa kaum Qadariyah adalah orang yang
7
Penganut Qadariyah menganut paham kebebasan berkehendak dengan
Orang yang pertama kali mengeluarkan pendapat tentang takdir dalam dunia
Islam adalah seorang Nasrani dari Iraq yang masuk Islam, namun kemudian
sejarah ketiga orang tersebut dinyatakan sebagai tiga serangkai yang menjadi
perbuatannya atas kehendaknya sendiri baik itu perbuatan baik maupun berupa
yang dilakukannya dan juga berhak memperoleh hukuman atas kejahatan yang
hukuman atau balasan atas pelaku kejahatan adalah neraka.Hal ini merupakan
manifestasi dari pilihan manusia itu sendiri tidak ada hubungannya dengan takdir
Allah Swt.
diciptakan-Nya untuk alam semesta beserta seluruh isinya, dan segala sesuatu
8
yang terjadi merupakan wujud dari hukum alam yang lumrah disebut dengan
pandangan bangsa Arab saat itu bahwa segala sesuatu yang terjadi pada manusia
tergantung pada kedaan alam, berpasrah pada keadaan yang walaupun penuh
dengan padang pasir, tetapi mereka menerima dengan apa adanya (fatalistik)
dalam hal ini sudah terdapat pengaruh Jabariyah oleh karenanya bangsa Arab
terhadap ajaran Islam. Hal ini dapat lihat dengan munculnya hadis mengenai
Islam, dengan kata lain merupakan paham sesat. Dengan perbedaan pandangan
berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat menyandarkan segala perbuatan
manusia kepada perbuatan Tuhan. Pendapat ini diperkuat dengan dalil-dalil Shar’i
yang terdapat dalam alQur’an yang selama ini dijadikan pijakan secara legal
formal oleh aliran Qadariyah, yaitu dalam surat al-Kahfiayat 29 yang berbunyi:
ق ِمن َّربِّ ُكمۡ ۖ فَ َمن شَٓا َء فَ ۡليُ ۡؤ ِمن َو َمن شَٓا َء فَ ۡليَ ۡكفُ ۡر
ُّ َوقُ ِل ۡٱل َح
Terjemahannya
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah
."ia kafir
9
:Dalam surat al-Ra’ad ayat 11 juga disebutkan yaitu
ۗ ۡس ِهم
ِ ُإِنَّ ٱهَّلل َ اَل يُ َغيِّ ُر َما بِقَ ۡو ٍم َحتَّ ٰى يُ َغيِّ ُرو ْا َما بِأَنف
Terjemahannya:
tersebut akan memunculkan konsekuensi logis sebagai akibat dari tindakan yang
telah dipilih atau dilakukan sendiri. Jika manusia memilih perbuatan yang baik
memilih jalan keburukan maka nantinya akan memperoleh keburukan pula. Inilah
inti ajaran dari golongan Qadariyah. Berkaitan dengan hal di atas menurut aliran
Qadariyah Allah membekali manusia sejak lahirnya dengan qudrat dan iradat;
10
ajaran agama sebagai pedoman dalam melakukan perbuatan-perbuatan tersebut.
Sehingga dengan demikian manusia memperoleh balasan dari apa yang telah
diperbuat.
sehingga segala sesuatu yang terjadi pada diri manusia adalah sesuai dengan
kehendak manusia itu sendiri, maka akibatnya akan kembali pada manusia yang
legitimasi. Oleh karena itu apapun pemikiran yang dihembuskan oleh aliran
Qadariyah tidak bisa dipersalahkan secara serta merta, karena argumentasi yang
diberikan sungguh berlandaskan pada wahyu ilahi, terlepas dari pendapatnya yang
sepihak.
keinginan, kehendak itu mempunyai tujuan tertentu dan karena itu menghendaki
11
2. Keinginan merupakan suatu tindak lanjut dari pengetahuan, dengan demikian
kehendak itu disebut juga keinginan rasional. Hal ini menentukan adanya
3. Oleh karena kehendak itu bersifat rasional maka biasanya selalu mengarah
kepada nilai kebaikan umum termasuk keinginan yang bersifat parsial. Akibatnya,
seseorang tidak pernah menghendaki sesuatu kecuali jika mengandung nilai baik
dan tujuan parsial (dalam perbuatan manusia), sebaliknya manusia yakin bahwa
terdapat ruang perbedaan antara kebaikan transenden dan kebaikan terestial (alam)
kebaikan terestial dapat saja bersifat bebas sebagai anugerah dari Yang Maha
Baik.
adalah dirinya sendiri. Dengan demikian, ruang lingkup kosmologi tentang objek
yang bergerak dan diam, wujud pasif dan aktif adalah mencakup pengertian
perbuatannya sendiri.5
mempunyai kebebasan untuk memilih, dalam hal memilih perbuatan yang baik
dan buruk, sebab Allah telah menciptakan keduanya. Jika manusia berbuat baik
5 M Yunus Samad “ Pendidikan Islam dalam perspektif Aliran Kalam” Jurnal Lentera Pendidikan Vol 16,
No 01: 73-82. STAI DDI Pinrang. 2013 HAL 76. Di akses 26 november 2020
12
Adapun ciri-ciri corak pemikiran paham Qadariyah adalah:
4. Kebebasan berpikir hanya diikat oleh ajaran-ajaran dasar dalam Alquran dan
hadist
berbuat. Kebebasan berpikir sangat dijunjung tinggi, tetapi tetap berdasar pada
dalam perbuatannya. Manusia sebagai pelaku dalam perbuatan baik dan buruk,
iman, kufur, dan taat atau maksiat. Mereka juga berpendapat kebaikan atau
perbuatan yang baik datang dari Allah, sedangkan perbuatan jahat datang dari
Pendapat Ghaylan yang berkenaan dengan iman tidak jauh berbeda dengan
aliran Murji’ah, yang menyatakan iman itu tidak bisa bertambah dan tidak bisa
berkurang. Oleh karena itu, manusia sebaiknya tidak boleh mengaku paling utama
dalam beriman. Dalam masalah sifat Allah sama dengan aliran Mu’tazilah yang
13
sifat-sifat itu adalah zat itu sendiri. Pada masalah Alquran, aliran ini berpendapat
bahwa Alquran itu makhluq, maka tidak bersifat qadim. Sementara itu dalam
masalah imamah, tidaklah hanya orang Quraisy yang berhak menjadi pemimpin
selama berpegang pada Alquran dan Sunnah serta mendapat dukungan umat.[3]
Menurut Dr. Ahmad Amin dalam kitabnya Fajrul Islam halaman 297/298,
a. Orang yang berdosa besar itu bukan kafir dan bukan mukmin, tapi fasik
dan orang fasik itu masuk neraka secara kekal. Pendapat mereka itu seperti timbul
sesudah terjadi pembunuhan Khalifah Utsman, perang unta antara Khalifah Ali
dan Siti ‘Aisyah janda Nabi saw. dan perang Shiffa antara Khalifah Ali dan
Mu’wiyah yang menyebabkan banyak orang bertanya : Siapa yang benar dan
siapa yang salah, dalam semua peristiwa itu. Sesudah itu mereka bertanya apakah
yang bersalah dalam pembunuhan Utsman dan kedua peristiwa peperangan itu
Pertanyaan itu oleh Kaum Khawarij dijawab bahwa orang yang melakukan
dosa besar itu menjadi kafir. Sebaliknya kaum Murjiah mengatakan, bahwa orang
yang melakukan dosa besar itu tetap mukmin. Sedangkan Washil bin ‘Atha,
seorang tokoh Qadariyah menyatakan bahwa yang melakukan dosa besar itu fasik
dan kedudukannya antara kafir dan mukmin, tapi kata ‘Atha, orang yang
sendirilah kata mereka yang menciptakan segala amal perbuatannya dan karena
itulah manusia akan menerima balasan baik (surga) atas segala amalnya yang
14
baik, dan menerima balasan buruk (siksa neraka) atas segala amal perbuatannya
yang salah dan dosa. Karena itu pula Allah swt berhak disebut adil.
Boleh jadi pendapat mereka itu dipengaruhi oleh pendapat Jaham bin
Shafwan yang ekstrim yang menyatakan sebaliknya yaitu bahwa tidak ada
bedanya dengan batu yang menerima apa saja yang berlaku atas dirinya. Menurut
keterangan Washil bin ‘Atha telah mengutus beberapa anak muridnya datang ke
Khurusan untuk bertukar pikiran atu berdebat dengan Jaham bin Shafwan.
c. Kaum Qadariyah mengatakan bahwa Allah itu Esa atau satu dalam arti
bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat azaly, seperti ilmu, kudrat, hayat,
mendengar dan melihat yang bukan dengan zat-Nya sendiri. Menurut mereka
Allah swt itu mengetahui, berkuasa, hidup, mendengar dan melihat dengan zat-
Nya sendiri. Tidak ada sifat-sifat yang menambah atas zat Allah. Pendapat yang
mengatakan bahwa Allah memiliki sifat-sifat yang qadim itu, menurut Qadariyah
sama dengan mengatakan bahwa Allah itu lebih dari satu, padahal Allah itu satu
dan tidak bersekutu dalam segala hal dan dalam segala keadaan. Mungkin sekali
yang menyebabkan mereka berpendapat demikian itu adalah karena pada zaman
mereka banyak orang yang menganggap bahwa zat Allah swt itu jasmani dan
tidak memiliki sifat-sifat yang sama dengan sifat-siafat makhluk, antara lain ialah
mana yang baik dan mana yang tidak baik, walaupun Allah tidak menurunkan
agama. Sebab, katanya segala sesuatu memiliki sifat yang menyebabkannya baik
atau buruk. Misalnya, benar itu memiliki sifat-sifat sendiri yang menyebabkannya
15
baik, dan sebaliknya ialah bohong itu juga memiliki sifat sendiri yang
menyebabkannya buruk. Oleh karena itulah maka semua orang yang berakal
perbuatan kufur (tidak berterima kasih) atas kebaikan yang diterima dan
bantuan, walaupun hal itu semua tidak diajarkan oleh agama. Bahkan orang yang
sesuatu menjadi buruk karena larangannya. Agama pun tidak bisa membuat
sesuatu menjadi terbalik, seperti yang baik menjadi buruk karena dilarangnya atau
yang buruk menjadi baik karena diperintahnya. Bahkan perintah atau larangan
agama itu justru mengikuti keadaan segala sesuatu. Artinya, kalau sesuatu itu
buruk tentu agama melarangnya, dan kalau sesuatu itu baik tentu saja agama akan
luas di seluruh Irak atas prakasa Washli bin ‘Atha dan ‘Amr bin Ubaid pada tahun
kehendaknya sendiri tanpa adanya campur tangan Tuhan. Sejalan dengan hal
tersebut mengenai pendidikan Islam, seorang tokoh filosof muslim bernama Ibnu
16
alamiah, akan tetapi mengandalkan kemampuan tersebut tidak cukup untuk
mendidik seseorang, harus ada faktor-faktor lain yang turut mempengaruhinya. Ini
yang sangat besar kepada manusia dalam memilih, berpikir, menentukan atau
agama menjadi suatu kebiasaan yang tentunya dalam hal ini faktor lingkungan
sosial dapat memberikan pengaruh pada kebebasan diri atau pikiran manusia
kegiatan proses pembelajaran secara aman, tertib, dan berkelanjutan. Salah satu
makhluk yang diciptakan Allah swt. yang keberadaan hidupnya tidak dapat
tidak hanya yang menyangkut bidang material melainkan juga bidang spiritual,
dimaksud adalah masyarakat yang terbuka dan dapat menerima yang baik dari
6 M Yunus Samad “ Pendidikan Islam dalam perspektif Aliran Kalam” Jurnal Lentera Pendidikan Vol 16,
No 01: 73-82. STAI DDI Pinrang. 2013 hal 77. Di akses 26 november 2020
17
manapun datangnya, tanpa terlepas dari ruh Ilahiyah. Masyarakat muslim juga
pemahamannya terhadap wahyu (ruh ilahiyah), karena dua hal tersebut selalu
MASA KINI
sehingga teologi harus bersaing dengan ilmu-ilmu lain dalam pengkajian, untuk
umat Islam dewasa ini yang jauh ketinggalan dibandingkan dengan Barat dalam
berbagai aspek.
saat ini bisa dicapai dengan kekuatan optimistik akan kemampuan rasio (akal)
karena kekuatan akal yang dimiliki manusia dapat digunakan untuk: 1) memahami
7 Baso Hasyim “Aplikasi pemikiran Jabriyah dan Qadariyah dalam masyarakat Islam Masa
Kini”. Jurnal Al asas, Vol II, No 01: April 2019 hal 69. Di akses 26 november 2020
18
Sejalan dengan hal tersebut Harun Nasution mengemukakan bahwa Umat
Islam di abad pertengahan berada pada posisi kemajuan yang luar biasa karena
wahyu, dan 6) dinamika dalam sikap dan cara berpikir. Umat Islam kemudian
percaya kepada sunnatullah, 5) terikat pada makna tekstual, dan 6) statis dalam
sikap dan cara berpikir. Teologi sunnatullah melambangkan Qadariah dan teologi
Jadi, paham Qadariah dapat memenuhi tuntutan masyarakat yang kreatif dan
kejayaan Islam, smentara paham Jabariah akan melahirkan sikap statis yang
Tuhan dan menganggap manusia lemah tidak punya kemampuan. Hanya saja
implikasi kedua paham ini sulit dihilangkan dalam masyarakat dan akan menjadi
Sehubungan dengan hal di atas, Iqbal mencoba memberi solusi yang dikutip
19
Tuhan dalam menciptakan alam pasti mempunyai tujuan tertentu. Tuhan
tidak mungkin digambarkan sebagai kekuatan buta. Tetapi ia juga tidak setuju
yang telah ditentukan secara mutlak pasti. Ia menggambarkan masa depan sebagai
akhirnya akan muncul sebagai juara. Dengan kata lain peristiwa- peristiwa
mekanik, tetapi diarahkan kepada masa depan secara kreatif. Kreatifitas Tuhan
mementingkan akal saja dan kebebasan yang mutlak tidak akan mungkin
membawa kebenaran. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak mengalami nasib yang
Di negeri Barat, dimana krisis dari peradaban modern sangat terasa karena
ini tidak mungkin terlaksana apabila tidak ada kekuatan spiritual yang
8 Baso Hasyim “Aplikasi pemikiran Jabriyah dan Qadariyah dalam masyarakat Islam Masa
Kini”. Jurnal Al asas, Vol II, No 01: April 2019 hal 70. Di akses 26 november 2020
20
Dengan demikian, sangat bijaksana jika keduanya (Qadariah dan Jabariah)
tetapi berusaha memadukan dengan memperhatikan asbab al-nuzul dari ayat yang
Misalnya asbab al-nuzul surah Ali Imran ayat 165 yang dijadikan landasan
oleh Qadariah terkait dengan kekalahan umat Islam dalam perang Uhud akibat
kelalaian mereka, sehingga turunlah ayat tersebut. Begitu juga dengan ayat 17
surah al-Anfal turun terkait dengan peperangan Badar saat Rasulullah melempar
bahwa yang pertama perlu dimiliki adalah kesungguhan dan kemampuan terhadap
sesuatu yang dilakukan dan kedua adalah tidak sombong dan takabur jika berhasil.
sekarang adalah paham Qadariah sebagai suatu dorongan untuk kreatif dan
ini, termasuk kehidupan umat Islam, sementara paham Jabariah dijadikan dasar
untuk tidak lupa akan adanya kekuatan yang lebih tinggi, sehingga tidak takabur
BAB III
KESIMPULAN
adalah mahluk yang lemah yang diciptakan oleh Allah SWT dan dalam
21
kelemahannya manusia banyak bergantung kepada kehendak dan kekuasaan
Tuhan.
perbuatannya. Manusia sebagai pelaku dalam perbuatan baik dan buruk, iman,
kufur, dan taat atau maksiat. Mereka juga berpendapat kebaikan atau perbutan
yang baik datang dari Allah SWT, sedangkan perbuatan jahat datang dari manusia
itu sendiri.
besar dalam berpikir sehingga manusia diberi kebebasan dalam berkinginan dan
berbuat. Kebebasan berpikir sangat dijunjung tinggi, tetapi tetap berdasar pada Al-
Qu’an dan sunnah Rasullah SAW, sehingga kebebasan berpikir manusia tidak
mutlak sebab kebebasan dan kekuasaan dibatasi oleh hal-hal yang tidak dikuasai
DAFTAR PUSTAKA
22
Hasyim Baso “Aplikasi pemikiran Jabriyah dan Qadariyah dalam masyarakat
Islam Masa Kini”. Jurnal Al asas, Vol II, No 01: April 2019
Susanti Eri “ Aliran Aliran dalam Pemikiran Islam “ Jurnal Ad- Dirasah, vol 01,
No 01: FUAD IAIN Pontianak. 2018
23