PENDAHULUAN
Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik adalah salah satu barometer seberapa benar amanah
yang diberikan oleh rakyat kepada pers dijalankan. Oleh karena itu pemahaman dan
pentaatan terhadap Kode Etik Jurnalistik menjadi sesuatu yang mutlak bagi
wartawan.Pemahaman dan penataan terhadap Kode Etik Jurnalistik tidak dapat ditawear-
tawar. Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik oleh wartawan menjadi bagian tidak terpisahkan
dalam proses kerja kreatifg wartawan dalam menyajikan berita. Seharusnya Kode Etik
Jurnalistik sudah otomatis melekat dalam dalam setiap motif, tekhnikal, dari jiwa seorang
wartawan. Kode Etik Jurnalistik Sudah harus Intermelazed atau mendarah daging dalam diri
tugasnya. Misalnya melakukan kekeliruan dalam hal penulisan, menggunakan bahasa yang
tidak tepat digunakan sehingga mengandung makna yang berbeda, atau melakukan aktivitas
jurnalistik yang tidak sesuai etika profesinya, sehingga selain merugikan masyarakat, tentu
adalah ciri khas kesadaran manusia yang berfikir 1. Kebebasan kehendak yang dimiliki
manusia tidak lantas menjadikan manusia hidup dengan kondisi yang asal-asalan atau bebas
sebebas-bebasnya tanpa batasan atau aturan. Dalam Islam, tujuan penciptaan manusia adalah
untuk beribadah kepada Allah (QS. Adz-dzariyat: 56) selain itu juga terdapat perintah agar
1
(Kismiyati dan Uud, 2010: 20)
manusia berbuat kebajikan serta tidak melakukan perbuatan keji, kemungkaran dan
Sebagai pedoman, tuntunan, dan tuntutan profesi, Kode Etika Jurnalistik tidak hanya
sebagai nilai-nilai yang ideal saja, tetapi juga harus terkait langsung dengan praktek
jurnalistik. Di sinilah tokoh pers Indonesia, Muchtar lubis, mengingatkan, pers harus benar-
benar operasional dalam diri wartawan. Dengan kata lain, ketidakpahaman dan ketidaktaatan
terhadap Kode Etik Jurnalistik adalah bagaikan kapas yang kehilangan arah sehingga tidak
jelas arah tujuannya. Tentu saja kalau ini terjadi merupakan sebuah kesalahan besar dan
mendasar bagi wartawan. Kode Etik Jurnalistik menempati posisi yang sangat penting bagi
fisik sekalipun, di hati sanubari setiap wartawan seharusnya Kode Etik mempunyai
kedudukan yang sangat istimewa. Wartawan yang tidak memahami Kode Etik Jurnalistik
Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik juga merupakan perintah dari undang-undang. Pasal 7
ayat 2 Undang-undang No. 40 Tahun 1999 tentang pers berbunyi, “Wartawan memiliki dan
mentaati Kode Etik Jurnalistik”. Ini berarti, wartawan yang melanggar kode etik jurnalistik
Kode Etik Jurnalistik dibuat khusus dari, untuk dan oleh wartawan sendiri dengan tujuan
untuk menjaga martabat atau kehormatan profesi wartawan. Ini berarti, pelanggaran terhadap
Kode Etik Jurnalistik merupakan hasil pergumulan hati nurani wartawan. Untuk itu,
pelaksanaannya juga harus dilandasi dengan hati nurani.2 Sebagaimana yang tercantum dalam
bab I undang-undang tentang pers dalam mengenai ketentuan umum yang tertulis dalam pasal
1 butir 1, Pers adalah lembaga social dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan
2
Sukardi, 2007;26-28
kegiatan jurnalistik meliuputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta
data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media
fungsi bagi masyarakat dan anggota-anggotanya. Misalnya, berita-berita yang tidak disensor
mengenai tindak kejahatan, seperti pembunuhan, perkosaan, dan lain-lain. Terkadang media
Dalam pasal 4 terdapat larangan untuk menampilkan berita yang sadis dan cabul, tapi
masih ada saja media yang yang memuat pemberitaan yang sadis dan cabul. Misalnya,
memuat foto orang meninggal disurat kabar dalam keadaan kondisi yang mengenaskan tanpa
disensor, menulis kata-kata yang kasar, tidak senonoh, juga foto-foto yang mengandung nilai
Seorang jurnalis dilarang menyebutkan identitas kejahatan susila dan tidak menyebutkan
identitas anak dibawah umur yang menjadi pelaku kejahatan. Yang kedua, peringatan-
peringatan yang tidak ditafsirkan tentang bahaya dalam lingkungan menimbulkan kepanikan
pada khalayak massa. Pada kenyataannya, berita criminal yang disajikan melalui media
massa dari tahun ketahun perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, baik ahli hokum
maupun masyarakat luas. Bentuk penyajian berita criminal pada media cetak merupakan
media yang menarik untuk dibaca dan perhatian khalayak. Penyajian berita kejahatan melalui
media cetak bias dalam berbagai bentuk seperti berita, artikel, opimni, dan lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu :
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
etika, dan jurnalistik. Pemahaman mengenai hal ini menjadi penting karena terdapat
banyak pengertian atas keduanya. Oleh karena itu, kami perlu memberikan batasan
pengertian agar tidak terjadi kesalahpahaman dan sesuai dengan tujuan penelitian. Berikut
1. Pengertian Etika
Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani ethosyang artinya adat kebiasaan.
Dalam istilah filsafat, etika berarti ilmu tentang adat kebiasaan atau sesuatu yang biasa
dilakukan. Adapun secara terminologi, etika memiliki tiga makna yaitu: pertama,analisis
mengenai konsep tugas, aturan-aturan moral, benar/ salah, kewajiban, dan lain-lain,
manusia yang berhubungan dengan tujuan hidup, sehingga etika sering disebut sebagai
filsafat moral. Etika berhubungan langsung dengan perilaku dan sistem nilai etis yang
dimiliki oleh individu atau masyarakat yang mengandung unsur-unsur pokok yaitu
Menurut Austin Fagothey, etika adalah ilmu pengetahuan normatif mengenai perilaku
manusia yang dapat dimengerti oleh akal nurani. Dalam penjelasannya, etika
berhubungan dengan seluruh ilmu pengetahuan tentang manusia dan masyarakat sebagai
antropologi, psikologi, sosiologi, ekonomi, politik, dan hukum. Perbedaan terletak pada
menjalani suatu profesi tertentu yang disebut dengan etika profesi. Etika profesi
merupakan nilai-nilai dan asas moral yang melekat pada pelaksanaan profesional tertentu
dan wajib dilaksanakan oleh pemegang profesi (Masduki, 2003). Sedangkan kode etik
memiliki pengertian yang sama dengan istilah kode kehormatan, prinsip-prinsip, dan
standar nilai. Selain sebagai pedoman, kode etik juga berfungsi mencegah praktik-praktik
yang merugikan profesi, masyarakat, bahkan praktik pelanggaran pidana (Barus, 2010:
235)
Pada pembahasan kode etik jurnalistik, istilah “kode” memiliki arti sistem pengaturan
atau tanda yang telah disepakati dengan tujuan tertentu. Sementara itu, etika tidak hanya
dibutuhkan dalam menjalani suatu profesi tertentu yang kemudian disebut “etika
jurnalistik”, merupakan kumpulan norma atau asas kewartawanan. Sehingga kode etik
jurnalistik diartikan sebagai sistem pengaturan yang bersifat normatif tanpa menentukan
Secara sederhana, kode etik jurnalistik diartikan sebagai kumpulan aturan mengenai
perilaku dan pertimbangan moral yang harus dianut dan ditaati oleh media pers dalam
siaran. Kode etik jurnalistik juga diartikan sebagai ikrar yang bersumber dari hati nurani
Menurut Rosihan Anwar dalam buku Bahasa Jurnalistik, kode etik jurnalistik
merupakan alat kontrol bagi setiap wartawan dalam melaksanakan tugasjurnalistik. Kode
etik jurnalistik disusun atas prinsip bahwa pertanggungjawaban atas pentaatannya terletak
3
Kamus Besar Bahasa Indonesia
pada hati nurani wartawan Indonesia. Melalui kode etik jurnalistik, wartawan dapat
mengetahui dengan jelas aturan main dalam bidang kewartawanan (Anwar, 1995: 63).
Dalam menjalankan kebebasan pers, wartawan atau insan pers dikontrol oleh rambu-
rambu, yaitu kode etik jurnalistik. Hal ini bertujuan agar wartawan tidak lalai atau bahkan
dengan sengaja melakukan pelanggaran hingga merugikan orang lain. Oleh karena itu,
kode etik dirumuskan untuk melindungi organisasi dan anggota dari tekanan dan atau
gangguan yang datang dari luar serta menjamin masyarakat dalam memperoleh informasi
yang layak (Barus, 2010: 235). Dalam hal ini, kode etik jurnalistik tidak menetapkan
sanksi yang tegas seperti undang-undang KUHP, namun pengawasan pentaatan kode etik
dipatuhi oleh setiap wartawan. Jika tidak, martabat profesi seorang wartawan akan
terpuruk. Dengan demikian, tegaknya kode etik jurnalistik sangat mengandalkan hati
Berdasarkan pemaparan diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa kode etik
jurnalistik merupakan aturan tingkah laku yang berupa norma tertulis dan berkaitan
dengan profesi wartawan serta mengatur sikap, tingkah laku, dan tata krama penerbitan.
Adapun kewajiban setiap wartawan adalah berpegang teguh pada aturan main yang
berlaku dalam kode etik jurnalistik. Menaati kode etik jurnalistik berarti menghargai dan
loyal terhadap profesi sebagai wartawan. Sementara itu, poin-poin yang perlu
diperhatikan jurnalis terkait kode etik meliputi faktor pemakaian bahasa, penegakan etika,
moral, tanggung jawab, sikap, serta tindakan yangsecara langsung maupun tidak langsung
Menurut Richard L. Johannsen, fungsi kode etik ada tiga, yaitu (Masduki, 2003: 48-49):
a) Fungsi KemanfaatanKode etik menjadi bahan belajar atau panduanbagi orang
profesional yang ingin dibentuk dan jadi harapan publik. Secara tidak langsung,
kode etik jurnalistik memuat upaya perlindungan konsumen media. Kode etik
menjalankan profesi kewartawanan. Dalam hal ini, tujuan utama kode etik
di media massa dan memayungi kinerja wartawan dari segala risiko kekerasan
Kode etik biasanya digunakan sebagai pedoman operasional suatu profesi. Karena
wartawan merupakan sebuah profesi, maka dibuatlah kode etik jurnalistik sebagai
pedoman operasional. Kode etik jurnalistik berfungsi sebagai landasan moral dan
etika agar seorang wartawan senantiasa melakukan tindakan tanggung jawab sosial.
jurnalistik berisi apa-apa yang menjadi pertimbangan, perhatian, atau penalaran moral
profesi wartawan. Selain itu, isi etikanya juga mengatur hak dan kewajiban dari kerja
kewartawanan. Landasan kode etik jurnalistik mengacu pada kepentingan publik. Seb
ab kebebasan pers yang ideal adalah kebebasan yang tidak mencederai kepentingan pub
lik dan tidak melanggar hak asasi warga negara4
Dijelaskan isi-isi dari kode etik jurnalistik,yaitu:
4
Septiawan Santana, Jurnalisme Kontemporer 2017
a. Pasal 1, wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat,
berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan
d. Pasal 4, wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku
kejahatan.
f. Pasal 6, wartawan Indonesia tidak menyalagunakan profesi dan tidak menerima suap.
g. Pasal 7, wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang
embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna
kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang
j. Pasal 10, wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang
keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar,
atau pemirsa.
k. Pasal 11, wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara
proporsional.
Media massa saat ini menjadi kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari
aktivitas kita. Ketika bangun tidur kita menyempatkan diri membuka laman situs di
internet, menyalakan televisi untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di luar sana.
Kurang puas, kita bahkan bersedia menyisihkan uang saku untuk membeli surat kabar
atau majalah. Hal tersebut semata-mata kita lakukan untuk memenuhi kebutuhan kita
akan informasi. Selain berfungsi sebagai sarana informasi, media massa juga
berfungsi sebagai sarana pendidik, kontrol sosial dan juga pemberi suguhan hiburan.
Hingga saat ini, keempat fungsi tersebut yang paling dikenal oleh masyarakat dalam
media massa saat ini membuat mereka sulit menjalankan fungsi tersebut dengan baik.
diatas fungsi yang lainnya. Menurut Mursito (2006), fungsi informasi pada media
cetak, khususnya surat kabar harian masih lebih menonjoldi bandingkan pada media
televisi yang lebihmenonjolkan fungsi hiburan. Akan tetapi di saat kebebasan pers dan
kepentingan ekonomi menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan, baik media
dilihat dari pengemasan berita yang melanggar kode etik jurnalistik. Masih
hangatdalam ingatan kita ketika Yulianis, saksi mahkota atas kasus korupsi yang
Yulianis mungkin bukan satu-satunya orang yang memandang sinis kepada media.
Adalah Poppy Darsono, perancang busana sekaligus mantan isteri Alm. Moerdiono
memilih untuk mengangkat kasus pelanggaran kode etik yang dilakukan lembaga
media kehadapan Dewan Pers.Dalam rilis berita yang disampaikan Dewan Pers
Femmeberjudul, “Anak-Anak Alm. Pak Moer Belum Terima Warisan dari Ayahnya”
yang terbit sebanyak tiga belas edisi. Pada kalimat akhir rilis berita disebutkan, „Ada
Femmeuntuk memuat Hak Jawab Poppy di halaman yang sama dengan berita yang
diadukan. Kedua belah pihak sepakat menyelesaikan kasus ini melalui mediasi di
kantor Dewan Pers.Selain tabloid Femme, sebuah surat kabar lokal di Jawa Tengah
juga pernah melakukan pelanggaran serupa. Fakta tersebut dapat dilihat pada berita
Harian JOGLOSEMAR berjudul “Trah Kiai Slamet Duel, Simbol Kisruh Dua Raja
Solo” yang terbit awal Januari 2012lalu. Berita ini dimuat pada halaman headline
disertai foto dua kerbau bule keturunan Kiai Slamet yang sedang bertarung. Seperti
gambaran dua raja keraton yang selama ini seolah tidak akur dan hidup terpisah.
Sayangnya, berita ini lebih banyak memasukkan komentar dari sang pawang, Utomo
Sedangkan konfirmasi dari dua raja yang dimaksud ataupun pendapat ahli,
seperti budayawan tidak ditampilkan. Sehingga berita yang disajikan menjadi tidak
menjadi bumbu racik berita belakangan ini. Data yang diterbitkan oleh Dewan Pers
melalui situs dewanpers.or.id menyebutkan, selama periode tahun 2000 hingga 2011,
telah diterimas ebanyak 3.225 pengaduan oleh masyarakat terkait kasus pelanggaran
Kondisi ini secara tidak langsung memberikan perasaan resah pada masyarakat terkait
obyektifitas berita yang disampaikan oleh awak media. Dewan Pers merupakan
organisasi independen yang menaruh perhatian pada aktivitas lembaga pers. Sesuai
kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers
yang independen”.
bagi kinerja wartawan di lapangan yang disebut Kode Etik Jurnalistik (KEJ).Menurut
Sukardi (2012), seorang peneliti yang juga merupakan anggota Dewan Pers, untuk
skala nasional Kode Etik Jurnalistik yang berlaku adalah yang sesuai dengan
penjelasan pasal 7 ayat 2 Undang Undang No.40 tahun 1999 tentang Pers yang
berbunyi, “yang dimaksud dengan „Kode Etik Jurnalistik‟ adalah kode etik yang
disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.” Oleh karenanya
semua wartawan Indonesia wajib mengikuti pedoman yang tertuang dalam KEJ.
Selain itu, dapat dikatakan loyalitas wartawan kepada KEJ dapatmenjadi tolak ukur
peneliti merasa penting untuk membahas penerapan kode etik jurnalistik (KEJ) dalam
kebutuhan informasi di daerah Jogja, Solo dan Semarang. Lahir di bawah naungan PT
saat ini Harian JOGLOSEMAR terus berusaha menyesuaikan diri dengan dinamika
Jurnalistik dalam bahasa Arab memang populer dengan shifaah, Namunini bukan
berarti istilah jurnalistik dalam al-Qur’an hanya berpatokan pada kata shifaah. Ada
banyak kata dalam al-Qur’an yang menunjuk pada istilah jurnalistik, salah satunya
khabara(mengabarkan).
Terkait dengan pewartaan, ada satu surat dalam al-Qur’an yang dinamai dengan
al-Naba’(berita) Ada tiga penafsiran mengenai kata al-naba’dalam ayat ini; salah
turunnya al-Qur’an sebagian dari mereka ada yang membenarkan dan sebagian yang
Dengan demikian, al-Qur’an adalah sebuah berita, lebih spesifik lagi yaitu ‘nama dari
sebuah berita’. Terkait dengan jurnalistik, maka dapat dikatakan bahwa al-Qur’an
sejak awal diwahyukannya sudah mencerminkan jurnalisme –meski ini bukan awal
Kegiatan jurnalistik dimulai bersamaan dengan adanya manusia, karena pada saat
itu sudah terjadi komunikasi antara mereka-. Tidak hanya itu, penafsiran ini kemudian
dilakukan oleh al-Qur’an terkait dengan masalah jurnalisme adalah cara mengabarkan
sebuah informasi. Sayyid Qutubjuga mengatakan bahwa al-Qur’an itu sangat indah
dalam berkisah, salah satu yang menjadi sorotannya adalah cara al-Qur’an
menyampaikan ajaran agama, seperti keesaan Tuhan dan yang lainnya dengan
memutar kembali kisah-kisah para Nabi dan umat-umat terdahulu. Model berceritanya
3. Adanya kroscek terhadap sebuah berita. Jika tiga hal sebelumnya itu berkaitan dengan
penyampain berita, maka kali ini hubungannya dengan penerima berita. Konsumen
berita harus cerdas dalam menangapi berita, apapun itu. hal ini jadi suggestiondalam
al-Qur’an surat al-Hujurat [49]: 6
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan
suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan
kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
Ayat ini tidak hanya tertuju pada kasus yang menjadi sabab nuzulnya, al-
Walid bin ‘Uqbah yang membawa berita bohong kepada Nabi mengenai al-Harits, al-
Walid mengabarkan bahwa al-Harits tidak mau membayar zakat dan mengancam
akan membunuhnya. Lebih dari itu ayat ini menekankan umat Islam untuk bersikap
kritis terhadap pemberitaan yang disampaikan oleh orang fasik, apapun berita yang
disampaikan.
A. Kesimpulan
tapi lebih kepada seni atau keterampilan menyampaikan berita. Keterampilan ini
sangat diperhatikan mengingat peran dan fungsi jurnalistik yang tidak remehdi
jurnalistik. Tentu ini merupakan kabar kembira bagi dunia jurnalistik, karena al-
Qur’an itu sangat tepat untuk dijadikan pedoman dalam urusan jurnalisme. Al-
3. Salah satu unsur jurnalistik yang ditekankan oleh al-Qur’an adalah mengenai etika
jurnalistik, sopan santun penyiaran, bahkan tidak hanya etika untuk informan saja
yang dalam hal ini adalah para jurnalis, akan tetapi juga tertuju pada penerima
informasi. Jurnalistik Qur’ani ini berorientasi pada satu hal, yaitu tersebarnya
kebaikan dan taqwa. Lebih rinci mengenai etika jurnalistik yang disinggung al-
Qur’an antara lain; kejujuran, informasi yang dibawa harus valid, bukan dugaan
apalagi fitnah, tidak bertujuan untuk menyebarkan keburukan serta aib seseorang
tanpa suatu manfaat atau kepentingan yang jelas dan hendaknya ada kroscek dan
Maret2013, 11.
1989), 370.
AM]
Masduki. 2003. Kebebasan Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Yogyakarta: UII Press
Lihat lebih lanjut Sayyid Qutb (w. 1385 H), Indahnya al-Qur’an Berkisah, terj.