Disusun Oleh:
Sani Jamilah 1211030194
Serli Lestari 1211030200
Syahira Siti Nurazizah 1211030210
Taupik Rahman 1211030217
Wildan Bagas Hamid 1211030221
Zahra Izzatun Nisa 1211030229
Pasca perbincangan mengenai iman dan kafir pada awal masa awal
munculnya aliran-aliran tersebut oleh kaum khawarij dan murji’ah, tema
perbincangan teologi islam beralih ke perbuatan manusia dan kehendak Tuhan. Di
kalangan teologis-liberalis dan teologis-tradisionalis mempunyai pandangan yang
sangat bertolak belakang.
1
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (1986, Jakarta, UI
Press) hlm. x
2
Ibid
3
Ibid., hlm. 9
1
Sunnah Ahmad ibn Hanbal yang memiliki kecenderungan tekstaul dalam
penginterpretasian Al-Qur’an dan kaum Mu’tazilah yang sangat mengedepankan
Akal Rasional.4 Sehingga melahirkan sebuah sintesis dari peredebatan tersebut
yang digagas oleh Abu al-Hasan al-Asy’ari yang memadukan dua pendekatan
tersebut.5
PEMBAHASAN
4
Ibid., hlm. 10
5
Ibid., hlm. 11
2
A. Kehendak Manusia
1. Qadariyah
Menurut bahasa kata Qadariyah berasal dari kata qadara, yaqduru,
qadirun artinya memutuskan, menentukan. Atau dari kata qadara,
yaqdiru, qudratan, maqdaratan, maqduratan, maqdiratan artinya
memiliki kekuatan dan kekuasaan. Jadi asal kata Qadariyah mempunyai
dua pengertian yaitu pertama berarti menentukan, dari kata inilah diambil
kata "taqdir", sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah. Sedangkan yang
kedua berarti kekuatan dan kekuasaan. Yang kedua inilah yang identik
dengan paham Qadariyah yang menyatakan bahwa manusia itu memiliki
kekuatan dan kekuasaan untuk menentukan nasibnya sendiri.6
3
sudut agama, kemewahan istana, sementara rakyat kelaparan, penindasan
terhadap rakyat dan sebagainya. Bila diingatkan mengapa melakukan hal
itu, dan harus mempertanggung jawabkan di hadapan ummat, dan di
akhirat kelak, mereka menolak dan mengatakan kami tidak dimintai
pertanggungjawaban atas tindakan kami, sebab bisa Tuhanlah yang
menghendaki semua itu. Berdasarkan kasus tersebut, muncullah paham
Qadariyah sebagai reaksi keras dengan mengatakan manusialah yang
mewujudkan perbuatan-perbuatannya dengan kemauan dan tenaganya
sendiri.8
8
Jamaluddin dan shabri Shaleh Anwar, ILMU KALAM, Khasanah Intelektual dalam Islam (
Indragiri hilir: PT. Indaragiri Dot Com, 2020 ) hlm. 83
9
Ibid
10
Ibid
4
Diantara ciri-ciri faham Qadariyah adalah: 11
2. Jabariyah
Nama Jabariyah Berasal dari kata Bahasa arab Jabara yang
mengandung arti memaksa. Sedangkan menurut al-Syahrastani bahwa
Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari hamba secara hakikat dan
menyandarkan perbuatan tersebut kepada Allah SWT. Dalam istilah
Inggris paham Jabariyah disebut fatalism atau predestination, yaitu paham
yang menyatakan bahwa perbuatan manusia ditentukan sejak semula oleh
qada dan qadar Tuhan. Dengan demikian posisi manusia dalam paham ini
tidak memiliki kebebasan dan inisiatif sendiri, tetapi terikat pada kehendak
mutlak Tuhan. Oleh karena itu aliran Jabariyah ini menganut paham
bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan
kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam paham ini betul melakukan
perbuatan, tetapi perbuatannya itu dalam keadaan terpaksa. Paham
Jabariyah ini diduga telah ada sejak sebelum agama Islam datang
kemasyarakat Arab.12
11
M. Yunus, PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF ALIRAN KALAM : Qadariyah,
Jabariyah,dan Asy’ Ariyah, STAI DDI Pinrang, 2020, hlm. 77
12
Nurhasanah Bakhtiar dan Marwan, Metodologi Studi Islam,( Pekanbaru: Pustaka CAHAYA
FIRDAUS, 2016), hlm. 144
5
mengakui adanya perbuatan dari manusia namun perbuatannya tidak
membatasi atau kehendak tuhan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa
Jabariyah menempatkan akal pada porsi yang rendah karena semua
tindakan dan ketentuan alam di bawah kekuasaan atau kehendak Tuhan.
Sehingga membuat pemikiran dalam segala aspek kehidupan tidak
berkembang bahkan terhenti.13
13
M. Yunus ‘’ PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF ALIRAN KALAM : Qadariyah,
Jabariyah,dan Asy’ Ariyah,STAI DDI Pinrang, 2020, hlm. 77
14
Muhammad Arifin, Teologi Rasional Perspektif Pemikiran Harun Nasution, (Banda Aceh:
Lembaga Kajian Konstitusi Indonesia, 2021), hlm. 28
15
Abu Hasan al-Asy’ari, Al-Ibanah, (Hyderabad tp, t.t), hlm. 68
6
telah dilarang atau melarang manusia atas sesuatu yang sebelumnya telah
diperintahkan-Nya.16
Pendirian seperti ini berbeda dengan apa yang diyakini oleh kaum
Mu’tazilah. Golongan ini menganggap Tuhan telah membatasi diri-Nya setelah
memberikan kebebasan kepada manusia dalam menentukan perbuatan dan
kemauannya sendiri. Menurut kaum Mu’tazilah, kekuasaan mutlak Tuhan telah
dibatasi dengan sifat-Nya yang adil. Selain itu menurut paham Mu’tazilah,
kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan dibatasi juga oleh kewajiban-kewajiban
Tuhan terhadap manusia dan hukum alam (sunnatullah,) yang tidak mengalami
perubahan.17
C. Keadilan Tuhan
Pembicaraan tentang keadilan Tuhan erat kaitannya dengan persoalan
kehendak mutlak Tuhan. Bagi golongan yang menganggap Tuhan memiliki
kekuasaan mutlak tanpa batas (absolut) maka keadilan dipandang sebagai sifat
Tuhan yang abadi yang tidak dapat dinilai oleh manusia meskipun bertentangan
dengan rasio dan kepentingan manusia. Sementara bagi golongan yang
menganggap Tuhan memiliki keterbatasan dalam kekuasaan-Nya maka keadilan
Tuhan bermakna bahwa Tuhan melaksanakan sesuatu sesuai dengan sunnah-Nya
16
Muhammad Arifin, op.cit., hlm. 29
17
Ibid., hlm. 31
18
Ibid., hlm. 32
7
dan tidak mengingkari sunnah yang telah ditetapkan-Nya. Kaum Mu’tazilah
membahas masalah keadilan Tuhan didasari pada kepentingan manusia. Tuhan
memiliki tujuan dalam menciptakan segala sesuatunya. Karena ia maha suci dan
kepentingan-kepentingan pribadi maka mestilah maujud yang diciptakan-Nya
untuk kepentingan sesuatu yang lain selain-Nya. Secara spesifik Mu’tazilah
meninjau segala sesuatunya berdasarkan kepentingan manusia itu sendiri.19
19
Ibid., hlm. 32-33
20
Ibid., hlm. 33
8
tersebut, karena Tuhan bebas menentukan sikapnya dan tidak ada yang
membatasi-Nya.21
21
Ibid., hlm. 34
22
Harun Nasution, op.cit., hlm. 125
23
Muhammad Arifin, op.cit., hlm. 35-36
9
PENUTUP
Nama Jabariyah Berasal dari kata bahasa Arab Jabara yang mengandung
arti memaksa. Sedangkan menurut al-Syahrastani bahwa Jabariyah berarti
menghilangkan perbuatan dari hamba secara hakikat dan menyandarkan perbuatan
tersebut kepada Allah SWT. Oleh karena itu aliran Jabariyah ini menganut paham
bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan
perbuatannya. Manusia dalam paham ini betul melakukan perbuatan, tetapi
perbuatannya itu dalam keadaan terpaksa. Jabariyah murni menolak adanya
perbuatan yang berasal dari manusia dan memandang menusia tidak mempunyai
kemampuan untuk berbuat. Adapun Jabariyah moderat mengakui adanya
perbuatan dari manusia namun perbuatannya tidak membatasi atau kehendak
tuhan
10
dan tidak ada yang dapat menentukan apa yang boleh dibuat dan apa yang tidak
boleh dilakukan oleh Tuhan. Relasi yang bisa diambil dari penjelasan tentang
Sunnatullah dengan kehendak mutlak Tuhan adalah bahwa Tuhan telah
menjadikan sunnah untuk mengatur kehidupan alam dan manusia.
11
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Raji Sufyan. (2003 ). Mengenal Aliran–Aliran dalam Islam dan ciri-
cirnya. Jakarta: Pustaka AL RIYADI.
Al-Asy’ari Abu Hasan, Al-Ibanah, Hyderabat: t.p, t.t. Ahmad Hanafi.(1982)
Theology Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
12