Anda di halaman 1dari 5

ALIRAN QADARIYAH

Pengertian QadariyahQadariyah berakar pada qadara yang dapat berarti memutuskan dan memiliki
kekuatan atau kemampuan. Sedangkan sebagai aliran dalam ilmu Kalam. qadariyah adalah nama
yang dipakai untuk suatu aliran yang memberikan penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan
manusia dalam menghasilkan perbuatan perbuatannya. 1Dalam paham ini Qadariyah manusia di
pandang mempunyai qudrat atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal
dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk kepada qadar atau qada Tuhan. Tentang kapan
munculnya paham qadariyah dalam Islam secara pasti tidak dapat diketahui. Namun ada sementara
para ahli yang menghubungkan paham qadariyah ini dengan kaum Khawarij. Pemahaman mereka
tentang konsep iman, pengakuan hati dan amal dapat menimbulkan kesadaran bahwa manusia
mampu sepenuhnya memilih dan menentukan tindakannya sendiri, baik atau buruk. 2Sejarah
Munculnya Aliran QadariyahMenurut Ahmad Amin, dalam buku yang dikarang oleh Dra Safni Rida
yang berjudul Ilmu Kalam, ada para ahli teologi yang mengatakan bahwa Qadariah pertama
dimunculkan oleh Ma'bad Al-Jauhani (w. 80 H) dan Ghailan Ad-Dimasqy. Ma'bad adalah seorang
taba'i yang dapat dipercaya dan pernah berguru kepada Hasan Al Basri. Sementara, Ghailan adalah
seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Utsman bin Affan. lbnu Nabatah
dalam kitabnya Syarh Al-Uyun, seperti dikutip Ahmad Amin (1886-1954 M), memberi informasi lain
bahwa yang pertama kali memunculkan paham Qadariah adalah orang Irak yang semula beragama
Kristen kemudian masuk Islam dan kembali ke agama Kristen. dari orang inilah, Ma'bad dan Ghailan
mengambil paham ini. Orang Irak yang dimaksud, sebagaimana dikatakan Muhammad lbnu Syua'ib
yang memperoleh informasi dari Al-Auzai adalah Susan. Sementara itu, W. Montgomery Watt
menemukan dokumen lain melalui tulisan Hellmut Ritter dalam bahasa Jerman yang dipublikasikan
melalui majalah Der Islam pada tahun 1933. Artikel ini menjelaskan paham Qadariah yang terdapat
dalam kitab Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan Al-Basri sekitar tahun 700 M.
Hasan Al-Basri (642-728) adalah anak seorang yang berstatus tahanan di Irak, lahir di Madinah,
tetapi pada tahun 657 pergi ke Basrah dan tinggal di sana sampai akhir hayatnya. Apakah Hasan Al-
Basri orang Qadariah atau bukan, hal ini memang terjadi perdebatan. Akan tetapi, yang jelas,
berdasarkan catatannya yang terdapat dalam Kitab Risalah ini percaya bahwa manusia dapat
memilih secara bebas antara baik dan buruk. Hasan yakin bahwa manusia bebas memilih antara
berbuat baik atau berbuat buruk Ma'bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad Dimasyqi, menurut Watt adalah
penganut Qadariah yang hidup setelah Hasan Al-Basri. Apabila dihubungkan dengan keterangan Adz-
Dzahabi dalam Mizan AI-l'tidal, seperti dikutip Ahmad Amin yang menyatakan bahwa Ma’bad Al-
Jauhani pernah belajar kepada Hasan Al-Bashri. Jadi, sangat mungkin paham Qadariah ini mula-mula
dikembangkan Hasan AlBashri. 3Dengan demikian, keterangan yang ditulis oleh lbn Nabatah dalam
Syarh AIUyun yang mengatakan bahwa paham Qadariah berasal dari orang lrak Kristen yang masuk
Islam kemudian kembali ke Kristen, ada kemungkinan direkayasa oleh orang yang tidak sependapat
dengan paham ini, agar orangorang tidak tertarik dengan pikiran Qadariah. Menurut Kremer, seperti
dikutip Ignaz Goldziher, di kalangan Gereja Timur ketika itu perdebatan tentang butir doktrin
“Qadariah" mencekam pikiran para teolognya. Berkaitan dengan persoalan pertama kali Qadariah
muncul, penting untuk melirik kembali pendapat Ahmad Amin yang menyatakan kesulitan untuk
menentukannya. Para peneliti sebelumnya pun belum sepakat mengenai ini karena ketika itu
penganut Qadariah sangat banyak Sebagian terdapat di Irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi
pada pengajian Hasan Al-Basri. Pendapat ini dikuatkan oleh pendapat Ibn Nabatah bahwa yang
mencetuskan pendapat pertama tentang masalah ini adalah seorang Kristen dari Irak yang telah
masuk Islam dan dari orang ini diambil oleh Ma 'bad dan Ghailan.
Sebagian yang lain berpendapat bahwa paham mi muncul di Damaskus disebabkan oleh pengaruh
orang-orang Kristen yang banyak diperkerjakan di istana-istana khalifah. 4Paham Qadariah
mendapat tantangan keras dari umat islam ketika itu. Ada beberapa hal yang mengakibatkan
terjadinya reaksi keras terhadap paham Qadariah. 5a. Pendapat Harun Nasution, karena masyarakat
Arab sebelum islam kelihatannya dipengaruhi oleh paham fatalis. Kehidupan bangsa Arab ketika itu
serba sederhana dan jauh dari pengetahuan. Mereka merasa lebih dan tidak mampu menghadapi
kesukaran hidup yang ditimbulkan oleh alam sekelilingnya. Faham itu dikembangkan mereka tidak
dapat menerimanya, faham qadariyah itu dianggap bertentangan dengan doktrin Islam. b.
Tantangan dari pemerintah. Tantangan ini sangat mungkin terjadi karena para pejabat menganut
paham Jabariah. Ada kemungkinan juga pejabat pemerintah menganggap gerakan paham Qadariah
sebagai suatu usaha menyebarkan paham dinamis dan daya kritis rakyat. Tokoh-Tokoh Aliran
QadariyahbTokoh utama Qadariyah adalah Ma’bad Al-Juhani dan Ghailan Al-Dimasyqi. Kedua tokoh
inilah yang pertama kali mempersoalkan tentang Qadar. Semasa hidupnya, Ma’bad Al-Juhani
berguru dengan Hasan Al-Basri, sebagaimana Washil bin Atha’, tokoh pendiri mu’tazilah. Jadi,
Ma’bad termasuk tabiin atau generasi kedua sesudah Nabi. Sedangkan Ghailan semula tinggal di
Damaskus. Ia seorang ahli pidato sehingga banyak orang tertarik dengan kata-kata dan pendapatnya.
Kedua tokoh Qadariyah ini mati terbunuh. Ma’bad Al-Juhani terbunuh dalam pertempuran melawan
Al-Hajjaj pada tahun 80 H. Ia terlibat dalam dunia politik dengan mendukung gubernur Sajistan,
Abdurrahman Al-Asy’ats menentang kekuasaan bani Umayyah. Sedangkan ghailan Al-Dimasyqi
dihukum bunuh pada masa pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/ 724-743 M), khalifah
dinasti Ummayyah yang kesepuluh. Hukuman bunuh atas ghailan dilakukan karena ia terus
menyebarluaskan faham qadariyah yang dinilai membahayakan pemerintah. Ghailan gigih
menyiarkan faham qadariyah di Damaskus sehingga mendapat tekanan dari khalifah Umar bin Abdul
Aziz (717-720 M). Meskipun terus mendapat tekanan, Ghailan tetap melakukan aktivitasnya hingga
Umar wafat dan diganti oleh Yazid II (720-724 M). Baru pada masa pemerintahan Hisyam bin Abdul
Malik (724-743 M) kegiatan ghailan berhenti dengan eksekusi hukuman mati yang dijatuhkan
kepadanya Doktrin-Doktrin Aliran Qadariyah Pada Prinsipnya dasar pikiran ajaran aliran Qadariyah
tentang perbuatan manusia adalah manusia sendiri yang menentukan perbuatannya dengan
kemauannya, manusia dapat berbuat yang baik dan meninggalkan yang buruk dan tidak ada campur
tangan dengan Tuhan. Boleh dikata manusia yang menciptakan perbuatan dengan qudrat yang telah
diberikan Tuhan kepadanya sejak lahir. Tuhan tidak ada hubungan dengan manusia sekarang ini,
bahkan Tuhan baru tahu akan perbuatan manusia setelah dikerjakan. Kalau manusia berbuat baik
akan diberi pahala dan sebaliknya kalau berbuat dosa akan disiksa-Nya, karena memakai qadrat
tidak pada tempatnya.

Menurut paham ini manusialah yang memiliki dan melakukan segala kehendaknya tanpa terikat oleh
yang lain. penganut paham Qadariyah menetapkan adanya ikhtiar dan kodrat bagi manusia, Jadi
jelas bahwa dasar pandangnya itu adalah pendapat nalar mereka dan kemudian diusahakan
penguatnya dengan penafsiran-penafsiran ayat suci yang sesuai dengan pendapat mereka dan
berusaha mentakwilkanya apabila ayat itu tidak sesuai dengan logika mereka. Oleh karena itu, ketika
paham Qadariyah dibawa ke dalam kalangan orang-orang Islam yang bukan berasal dari Arab
padang pasir menimbulan kegoncangan dalam pemikiran mereka. Paham Qadariyah itu mereka
anggap bertentangan dengan ajaran islam. Adanya kegoncangan dan sikap menentang paham
Qadariyah ini. Dengan pemahaman seperti ini kaum qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan
yang tepat untuk menyadarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan. 7Pernyataan
bahwa manusia mempunyai qudrat lebih lanjut dijelaskan oleh Ali Musthofa al-Ghurabi bahwa
sesungguhnya Allah telah menciptakan manusia, dan dijadikan baginya kekuatan agar dapat
melaksanakan apa yang dibebankan oleh Tuhan kepadanya. Karena jika Allah memberikan beban
kepada manusia, namun Ia tidak memberikan kekuatan kepada manusia, maka beban itu adalah sia-
sia, sedangkan kesia-siaan bagi Allah adalah suatu hal yang tidak boleh terjadi. Kemudian disini akan
tampak ada dua pemahaman terhadap sifat al Qudrat, yaitu Pertama, sifat al Qudrat yang dimiliki
oleh Allah yang lebih ditujukan kepada upaya ma'rifat kepada-Nya. Kedua sifat al-Qudrat dalam
paham Qodariyah lebih ditujukan kepada qudrat yang dimiliki manusia. Perbedaannya Qudrat Tuhan
adalah bersifat kekal, berada pada zat Allah, tunggal, tidak berbilang dan berhubungan dengan
segala yang dijadikan obyek kekuatan (al-maqdurat) serta tidak berakhir dalam hubungannya
dengan zat.“ Sedangkan qudrat manusia adalah sementara, berproses, bertambah dan berkurang
bahkan dapat hilang. ]adi uraian tersebut di atas dapat dipahami bahwa faham aliran Qadariah,
meletakkan manusia pada posisi merdeka dalam menentukan tingkah laku dan kehendaknya. Jika
manusia berbuat baik maka hal itu adalah kehendak dan kemauannya sendiri serta berdasarkan
kemerdekaan dan kebebasan memilih yang ia miliki. Sehingga bisa seseorang diberi pahala yang baik
berupa surga di akhirat, atau diberi siksaan di neraka maka semuanya itu adalah atas pilihannya
sendiri Pemahaman tentang Qadariyah ini jangan dikacaukan dengan pemahaman tentang sifat al-
Qudrat yang dimiliki oleh Allah, karena pemahaman terhadap sifat al-Qudrat ini lebih ditujukan
kepada upaya ma'rifat kepada Allah. sedangkan paham Qadariyah lebih ditujukan kepada qudrat
yang dimiliki manusia. Namun terdapat perbedaan antara qudrat yang dimiliki manusia dengan
qudrat yang dimiliki Tuhan. Qudrat Tuhan adalah bersifat abadi, kekal, berada pada zat Allah,
tunggal, tidak berbilang dan berhubungan dengan segala yang dijadikan objek kekuatan (al-
maqdurat). serta tidak berakhir dalam hubungannya dengan zat. Sedangkan qudrat manusia adalah
sementara, berproses. bertambah dan berkurang, dapat hilang. 8Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal,
yang dikutip dari buku Dra safni Rida yang berjudul Ilmu Kalam, masalah Qadariah disatukan
pembahasannya dengan pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu'tazilah, sehingga perbedaan
antara kedua aliran ini kurang jelas. Ahmad Amin menjelaskan bahwa doktrin qadar kiranya lebih
luas dikupas oleh kalangan Mu'tazilah. Sebab. paham ini dijadikan sebagai salah satu di antara
doktrin Mu'tazilah. sehingga orang sering menamakan Qadariah dengan Mu'tazilah karena mereka
samasama percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa
campur tangan Tuhan Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang doktrin Qadariah
bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya; manusia yang melakukan. baik atas
kehendak maupun kekuasaannya, dan manusia pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-
perbuatan jahat atau kemauan dan dayanya.“ Salah seorang pemuka Qadariah yang lain, AnNazzam.
mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai daya. Selagi hidup manusia mempunyai daya, ia
berkuasa atas segala perbuatannya.9Dari beberapa penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa
doktrin Qadariah pada dasarnya menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas
kehendaknya sendiri. Manusia dalam hal ini mempunyai kewenangan untuk melakukan segala
perbuatannya atas kehendaknya sendiri. baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia
berhak mendapatkan pahala atas kebaikan-kebaikan yang dilakukannya dan berhak pula
memperoleh hukuman atas kejahatan-kejahatan yang diperbuatnya. Dalam kaitan ini, apabila
seseorang diberi ganjaran, baik dengan balasan surga maupun diberi ganjaran siksa dengan balasan
neraka kelak di akhirat berdasarkan pilihan pribadinya, bukan oleh takdir Tuhan. Sungguh tidak
pantas manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang dilakukan keinginan dan
kemampuannya. 10Paham takdir dalam pandangan Qadariah bukan dalam pengertian takdir yang
umum dipakai oleh bangsa Arab ketika itu. yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia
telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya, manusia hanya bertindak
menurut nasib yang telah ditentukan semenjak ajal terhadap dirinya. Dalam paham Qadariah. takdir
adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya berlaku untuk alam semesta beserta seluruh isinya
semenjak ajal, yaitu hukum yang dalam istilah AlQuran adalah sunatullah. Secara alamiah,
sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah. Manusia dalam dimensi
fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti hukum alam. Misalnya, manusia ditakdirkan oleh
Tuhan tidak mempunyai sirip, seperti dimiliki ikan sehingga dapat berenang di lautan lepas.
Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan seperti gajah yang mampu membawa barang
beratus kilogram, tetapi manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang kreatif. Demikian juga
anggota tubuh lainnya dapat berlatih sehingga dapat tampil membuat sesuatu. Dengan daya pikir
yang kreatif dan anggota tubuh yang dapat dilatih terampil, manusia dapat meniru yang dimiliki ikan
sehingga dapat berenang di laut lepas. Demikian juga, manusia dapat membuat benda lain yang
dapat membantunya membawa barang seberat yang dibawa gajah, bahkan lebih dari itu. Dengan
pemahaman seperti ini, kaum Qadariah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat
menyandarkan segala perbuatan manusia pada perbuatan Tuhan. Doktrin-doktrin ini mempunyai
tempat pijakan dalam doktrin islam. Banyak ayat AI-Quran yang dapat mendukung pendapat ini,
misalnya :Q.S Al-Kahfi Ayat 29 “Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka
barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia
kafir". Sesungguhnya kami Telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya
mengepung mereka. dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan
air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan
tempat istirahat yang paling jelek.11Dalam Q.S Ar-Ra’d ayat 11 “Bagi manusia ada malaikat-malaikat
yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah
Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka
selain Dia. 12Dalam Q.S Nisaa’ ayat 111 “Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya
ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana.
Kesimpulan

Kata Qadariyah berasal dari bahasa Arab qadara yang berarti kemampuan dan kekuatan. Adapun
secara termenologi istilah, adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak
diintervensi oleh Allah. Aliran-aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi
segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya
sendiri.Pokok ajaran Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatanperebutannya. Manusia
sendirilah yang melakukan perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri
pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.
Tokoh an-Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan dengan daya itu ia
dapat berkuasa atas segala perbuatannya. Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia
dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala
perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia
berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh
hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan balasan
surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akherat, itu didasarkan atas
pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai