Anda di halaman 1dari 22

ALIRAN QODARIYAH

DAN JABARIYAH
DISUSUN OLEH :

1. DAHLIYATUN NAJJAH

2. KHILDA RIF’AH ALHASANAH

3. MITHA ICHWAHYUNI

4. RENNI IRKHAMMAH
PEMBAHASAN

A. Pengertian Aliran Qadariyah

Pengertian Qadariyah secara etimologi,berasal dari bahasa Arab ‫ ق""در‬yaitu

qadara yang bermakna kemampuan dan kekuatan (Rozak & Anwar 2012:87).Adapun

secara terminologi qadariyah diartikan sebagai suatu aliran yang percaya bahwa

segala tindakan makhluk tidak diintervensi oleh Allah.Menurut aliran ini,tiap-tiap

hamba Allah Swt adalah pencipta bagi segala perbuatannya,dia dapat berbuat segala

sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri.Golongan ini disebut

Qadariyah karena mereka meniadakan kadar Allah Swt dan menetapkannya pada

manusia serta menjadikan segala perbuatan manusia bergantung pada kehendak dan

kekuasaan manusia sendiri.Dalam bahasa Inggris qadariyah ini diartikan sebagai free

will and free act,bahwa manusialah yang mewujudkan perbuatan-perbuatan dengan

kemauan dan tenaganya.

Menurut Harun Nasution,kaum Qadariyah yaitu manusia mempunyai

kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya.Menurut paham

Qadariyah,manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan

perbuatan-perbuatannya.Manusia mempunyai qudrah (kekuatan) untuk

melaksanakan kehendaknya,dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia

terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.

Menurut Ahmad Amin (1924: hlm 284) dalam Rosihon anwar, sebutan Qadariyah ini

diberikan kepada para pengikut faham qadar oleh lawan mereka dengan merujuk

hadits yang menimbulkan kesan negatif bagi nama Qadariyah.

Hadits tersebut berbunyi :

‫ مجوس هذه االءمة القدرية‬artinya “Kaum Qadariyah adalah majusinya umat ini” (H.R. Abu

Daud)
B. Sejarah Aliran Qadariyah

Paham Qadariyah ini disebarkan oleh Ma’bad al-Juhani dan Ghailan al-

Dimasqi sekitar tahun 70 H/689 m pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik

bin Marwan (685-705M).

Latar belakang timbulnya Qadariyah ini sebagai isyarat menentang kebijaksanaan

politik Bani Umayyah yang dianggapnya kejam.Apabila aliran Jabariyah berpendapat

bahwa khalifah Bani Umayyah membunuh orang,hal itu karena sudah ditakdirkan

Allah dan hal ini berarti merupakan topeng kekejaman Bani Umayyah,maka aliran

Qadariyah mau membatasi qadar tersebut.Mereka mengatakan bahwa kalau Allah itu

adil,maka Allah akan menghukum orang yang bersalah dan memberi pahala kepada

orang yang berbuat kebaikan.Manusia harus bebas dalam menentukan nasibnya

sendiri dengan memilih perbuatan yang baik maupun yang buruk.Jika Allah itu telah

menentukan lebih dahulu nasib manusia,maka Allah itu zalim.Karena itu manusia

harus merdeka memilih atau ikhtiar atas perbuatannya.Manusia harus memiliki

kebebasan berkehendak.

Orang-orang yang berpendapat bahwa amal perbuatan dan nasib manusia itu

hanyalah bergantung pada qadar Allah saja,selamat atau celakanya seseorang itu

telah ditentukan oleh Allah sebelumnya,pendapat tersebut adalah sesat.

Sebab pendapat tersebut berarti menentang keutamaan Allah dan berarti

menganggap-Nya pula yang menjadi sebab terjadinya kejahatan-kejahatan.Mustahil

Allah melakukan kejahatan.

Ajaran-ajaran paham Qadariyah segera mendapat pengikut yang

cukup,sehingga khalifah segera mengambil tindakan dengan alasan demi ketertiban

umum.Ma’bad al-Juhni dan beberapa pengikutnya ditangkap dan dia sendiri dihukum

bunuh di Damaskus (80/690M).Setelah peristiwa ini,maka pengaruh paham

Qadariyah semakin surut.Akan tetapi dengan munculnya paham


Mu’tazilah,sebetulnya dapat diartikan sebagai penjelmaan kembali dari paham-

paham Qadariyah.Sebab antara keduanya terdapat persamaan demikian filsafatnya

yang selanjutnya disebut sebagai kaum Qadariyah Mu’tazilah.

Ma’bad al-Juhni adalah seorang tabi’i yang baik,pernah belajar kepada

Washil bin Atho’,pendiri Mu’tazilah.Kemudian ia melibatkan diri dalam lapangan

politik dan memihak kepada Abdurrahman ibn al-Asy’ash,gubernur Sijistan dalam

menentang kekuasaan Bani Umayyah.Dia dihukum mati oleh Al-Hajaj,gubernur

Basrah karena ajaran-ajaranya pada tahun 80 H.

Sesudah Ma’bad meninggal,paham Qadariyah terus disebarkan oleh Gailan

ad Damasqi adalah penduduk kota damaskus.Ayahnya seorang yang pernah bekerja

pada khalifah Usman bin Affan.Ketika penyebaran dilakukan di Damaskus,ia segera

mendapat tantangan dari khalifah Umara ibn Abdul Aziz.tapi sesudah khalifah ini

wafat,Ghailan kembali melanjutkan penyebaran paham Qadariyah ini,sehingga ia

ditangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh Hisyam ibn Abdul Malik (720-

743M).Sebelum dieksekusi,terlebih dahulu diadakan perdebatan antara Ghailan

dengan al-Auza’i yang dihadiri Hisyam sendiri(Mawardy Hatta, 2016, 83).

Sebagian orang-orang Qadariyah mengatakan bahwa semua perbuatan

manusia yang baik itu berasal dari Allah,sedangkan perbuatan manusia yang jelek itu

manusia sendiri yang menciptakannya,tidak ada sangkut-pautnya dengan Allah.

Para penganut ajaran Qadariyah dikatakan Majusi,Karena mereka

mengatakan adanya dua pencipta yaitu pencipta kebaikan dan pencipta

keburukan.Hal ini sama persis dengan ajaran Majusi atau Zaroaster yang mengatakan

adanya dewa terang,kebaikan dan siang,disebut Ahura Mazda dan dewa

keburukan,gelap dan malam,disebut Ahriman atau Angra Manyu.

Ada pendapat lain mengatakan bahwa sebenarnya yang mengembangkan

ajaran-ajaran Qadariyah itu bukan Ma’bad al-Juhni melainkan ada seorang penduduk

irak,yang mulanya beragama Kristen kemudian masuk islam,namun akhirnya


kembali ke Kristen lagi.Dari orang inilah,Ma’bad al-Juhni dan Gailan ad-damasqi

mengambil pemikirannya (Sahilun A Nasir, 1991, 131).Mereka sulit diketahui aliran-

aliran.Karena mereka dalam segi tertentu mempunyai kesamaan ajaran dengan ajaran

Mu’tazilah dan dalam segi lain mempunyai kesamaan dengan ajaran

Murji’ah,sehingga disebut Murji’atul Qadariyah.

C. Tokoh-tokoh Aliran Qadariyah

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,bahwa tokoh yang pertama kali

memunculkan faham Qadariyah dalam islam adalah Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan

Al-Dimasyqi.

1. Ma’bad Al-Jauhani

Menurut Al-Zahabi dalam kitabnya Mizan al-I’tidal, yang dikutip Ahmad

Amin dalam Sirajuddin Zar,menerangkan bahwa ia adalah tabi’in yang dapat

dipercaya,tetapi ia memberikan contoh yang tidak baik dan mengatakan tentang

qadar.lalu ia dibunuh oleh al-Hajjaj karena ia memberontak bersama ibnu al-

Asy’as.Tampaknya disini ia dibunuh karena soal politik,meskipun kebanyakan

mengatakan bahwa terbunuhnya karena soal zindik.Ma’bad Al-Jauhani pernah

belajar kepada Hasan Al-Bashri dan banyak penduduk Basrah yang mengikuti

alirannya.

2. Ghailan Ibnu Muslim Al-Damasyqi

Sepeninggal Ma’bad,Ghailan Ibnu Muslim al-Dimasyqi yang dikenal juga

dengan Abu Marwan.Menurut Khairuddin al-Zarkali dalam Sirajjudin zar

menjelaskan bahwa Ghailan adalah seorang penulis yang pada masa mudanya pernah

menjadi pengikut Al-Haris Ibnu Sa’id yang dikenal sebagai pendusta.Ia pernah taubat

terhadap pengertian faham Qadariyahnya dihadapan Umar Abdul Aziz,namun

setelah Umar wafat ia kembali lagi dengan madzabnya.Ia akhirnya mati dihukum

bunuh oleh Hisyam ‘Abd al-Malik (724-743).Sebelum dijatuhi hukuman bunuh


diadakan perdebatan antara Ghailan dan al-Awza’i yang dihadiri oleh Hisyam

sendiri.

D. Doktrin-doktrin pokok Aliran Qadariyah

Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran

Qadariyah,bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya.Manusia sendirilah

yang melakukan perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia

sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas kemauan

dan dayanya sendiri.

Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal,pembahasan masalah Qadariyah disatukan

dengan pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah,sehingga perbedaan antara

kedua aliran ini kurang begitu jelas.Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin

qadar lebih luas di kupas oleh kalangan Mu’tazilah sebab faham ini juga menjadikan

salah satu doktrin Mu’tazilah menjadi doktrin mereka,akibatnya seringkali orang

menamakan Qadariyah dengan nama Mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama

percaya bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa

campur tangan tuhan.Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia

dilakukan atas kehendaknya sendiri.Manusia mempunyai kewenangan untuk

melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri,baik berbuat baik maupun

berbuat jahat.Oleh karena itu,ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang

dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang

diperbuatnya.Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan balasan surga kelak di

akhirat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat,itu didasarkan atas

pilihan pribadinya sendiri,bukan oleh takdir tuhan.

Karena itu sangat pantas,orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya

sesuai dengan tindakannya.

Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan konsep

yang umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan
bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu.Dalam perbuatannya, manusia

hanya bertindak menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhadap

dirinya.Dengan demikian takdir adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi

alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam istilah al-

Quran adalah sunnatullah.Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki

takdir yang tidak dapat diubah.

Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain,kecuali mengikuti

hukum alam.Misalnya manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip seperti

ikan yang mampu berenang di lautan lepas.Demikian juga manusia tidak mempunyai

kekuatan seperti gajah yang mampu membawa barang dua ratus kilogram.Dengan

pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk menyandarkan perbuatan kepada

Allah.

Di antara dalil yang mereka gunakan adalah banyak ayat-ayat al-Quran yang

berbicara dan mendukung paham itu, seperti berikut:

‫اْع َم ُلوا َم ا ِش ْئُتْم ِإَّنُه ِبَم ا َتْع َم ُلوَن َبِص يٌر‬

Artinya :“Kerjakanlah apa yang kamu kehendaki sesungguhnya Ia melihat apa yang

kamu perbuat”. (QS. Fush-Shilat : 40).

‫َو ُقِل اْلَح ُّق ِم ْن َر ِّبُك ْم َفَم ْن َش اَء َفْلُيْؤ ِم ْن َو َم ْن َش اَء َفْلَيْكُفْر‬

Artinya : “Katakanlah kebenaran dari Tuhanmu, barang siapa yang mau beriman

maka berimanlah dan barang siapa yang mau kafir maka kafirlah”. (QS.

Al-Kahfi : 29).

‫َأَو َلَّم ا َأَص اَبْتُك ْم ُمِص يَبٌة َقْد َأَص ْبُتْم ِم ْثَلْيَها ُقْلُتْم َأَّنى َهَذ ا ُقْل ُهَو ِم ْن ِع ْنِد َأْنُفِس ُك ْم ِإَّن َهَّللا َع َلى ُك ِّل َش ْي ٍء َقِد يٌر‬

Artinya : “dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud),

Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-

musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya


(kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri".

Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS.Ali

Imran :165)

‫ِإَّن َهَّللا ال ُيَغِّيُر َم ا ِبَقْو ٍم َح َّتى ُيَغِّيُروا َم ا ِبَأْنُفِس ِهْم‬

Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga

mereka merobah keadaan[Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka,

selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.] yang

ada pada diri mereka sendiri”. (QS.Ar-Ra’d :11)

Secara terperinci asas-asas ajaran Qadariyah adalah sebagai berikut :

1. Mengingkari takdir Allah Taala dengan maksud ilmu-Nya.

2. Berlebihan/melampaui di dalam menetapkan kemampuan manusia dengan

menganggap mereka bebas berkehendak (iradah).Di dalam perbuatan

manusia, Allah tidak mempunyai pengetahuan (ilmu) mengenainya dan ia

terlepas dari takdir (qadar).Mereka menganggap bahwa Allah tidak

mempunyai pengetahuan mengenai sesuatu kecuali selepas ia terjadi.

3. Mereka berpendapat bahwa al-Quran itu adalah makhluk.Ini disebabkan

pengingkaran mereka terhadap sifat Allah.

4. .Mengenal Allah wajib menurut akal,dan iman itu ialah mengenal Allah.

Jadi menurut faham Qadariyah, Iman adalah pengetahuan dan

pemahaman,sedang amal perbuatan tidak mempengaruhi iman.Artinya,

orang berbuat dosa besar tidak mempengaruhi keimanannya.

5. Mereka mengemukakan pendapat tentang surga dan neraka akan musnah

(fana'),selepas ahli surga mengecap nikmat dan ahli neraka menerima azab

siksa.Akar Qadariyah bersumber dari ketidakmampuan akal mereka dalam


memahami qadar Allah, perintah dan larangannya, janji dan ancamannya,

serta mereka mengira hal-hal seperti itu dilarang untuk difikirkan.

6. Mereka berpendapat bahwa Allah tidak bersifat dengan suatu sifat yang ada

pada makhluknya.Karena ini akan membawa kepada penyerupaan

(tasybih).Oleh itu mereka menafikan sifat-sifat Ma’ani dari allah Taala.

7. Mereka mengikari melihat Allah (rukyah),karena ini akan membawa kepada

penyerupaan (tasybih).

Menurut aliran Qadariyah, Allah swt tidak mengetahui segala apapun yang

diperbuat oleh manusia dan tidak pula yang diperbuat oleh manusia itu dengan

qudrah dan iradah Allah swt. Bahkan menurut paham ini manusialah yang

mengetahui serta mewujudkan segala yang diamalkannya itu dan semuanya dengan

qudrah dan iradah manusia sendiri. Allah swt sama sekali tidak ikut campur didalam

membuktikan perbuatan-perbuatan itu.

Kaum muslimin (ahlus sunnah wal jamaah) sendiri sudah sepakat seluruhnya

menghukumi aliran Qadariyah ini termasuk golongan kafir. Karena banyak pokok-

pokok pikiran aliran ini yang sangat tidak sesuai dan bertentangan dengan aqidah

ahlus sunnah wal jama'ah yang mengikuti tuntunan Allah swt dan rasul-Nya.

E. Pengertian Jabariyah

Kata Jabariyah diambil dari bahasa Arab yaitu Islam Masdar kata Jabara –

Yajburu”jabron” yang berarti "terpaksa". secara bahasa Jabariyah berasal dari kata

jabara yang mengandung pengertian memaksa, dari segi pendekatan kebahasaan,

Jabariyah juga bisa berarti ‘keterpaksaan’ , artinya suatu paham bahwa manusia tidak

dapat berikhtiar.Dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah fatalism atau

predestination (segalanya ditentukan

oleh Tuhan).

Sedangkan secara istilah Jabariyah adalah penolakan terhadap adanya

perbuatan atau kekuatan untuk berbuat dari manusia dan menyandarkan semua
perbuatan kepada Allah.Dengan kata lain segala yang dilakukan atau diperbuat oleh

manusia adalah perbuatan yang terpaksa (majbur).Dalam aliran ini paham

keterpaksaan melaksanakan sesuatu bagi manusia sangat dominan,karena segala

perbuatan manusia telah ditentukan semula oleh Tuhan.

Harun Nasution dalam bukunya”Teologi Islam” berpendapat bahwa Jabariyah

adalah paham yang menyebutkan bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan

dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan

yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia,tapi diciptakan oleh

Tuhan dan dengan kehendak-Nya,di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam

berbuat, karena tidak memiliki kemampuan.Ada yang mengistilahkan bahwa

Jabariyah adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.

Dari pengertian diatas dapat difahami bahwa aliran ini disebut Jabariyah

karena menganut paham bahwa manusia melakukan tindakan perbuatannya dalam

keadaan terpaksa, karena segenap tindakan dan perbuatannya itu pada dasarnya telah

ditentukan sedemikian rupa oleh Allah SWT sejak zaman azali.

F. Sejarah Aliran Jabariyah

Paham Jabariyah pertama kali diperkenalkan oleh Al-Ja’ad bin Dirham

kemudian disebarkan oleh Jahm bin Safwan dari Khurasan.Dalam sejarah teologi

Islam,Jahm tercatat sebagai tokoh yang mendirikan aliran Jahmiyah dikalangan

Murji’ah.Dia adalah sekretaris Suraih bin Al-Haris dan selalu menemaninya dalam

gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah.Perkembangan selanjutnya,paham

jabariyah juga dikembangkan oleh tokoh lainnya di antarannya Al-Husain bin

Muhammad,An-Najjar,dan Ja’ad bin Dirrar.

Masyarakat Arab sebelum ada agama Islam,tampaknya dipengaruhi oleh

paham Jabariyah ini.Kehidupan bangsa Arab yang gurun pasir Sahara telah memberi

pengaruh besar dalam cara hidup mereka.Di tengah bumi yang disinari terik matahari

dengan air yang sangat sedikit dan udara yang panas ternyata tidak dapat memberi
kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman.Di sana-sini yang

tumbuh hanya rumput keras dan beberapa pohon yang cukup kuat untuk menghadapi

panasnya musim serta keringnya udara.

Di dunia yang demikian,mereka tidak banyak melihat jalan untuk mengubah keadaan

sekeliling mereka sesuai dengan keinginan mereka sendiri.Mereka merasa dirinya

lemah dan tak kuasa untuk menghadapi kesukaran-kesukaran hidup yang ditimbulkan

suasana padang pasir.

Dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak bergantung pada kehendak

natur.Hal ini membawa mereka pada sikap fatalistis.

Namun menurut Abu Zahra (ahli usul fikih,fikih,dan kalam),paham jabariyah secara

historis muncul sejak zaman para sahabat dan masa Bani Umayyah.Ketika itu para

ulama mulai membicarakan masalah kadar serta masalah kekuasaan manusia ketika

berhadapan dengan kemahakuasaan dan kehendak mutlak Tuhan.

Adapun peristiwa sejarah yang lebih menyakinkan bahwasannya benih-benih

paham jabariyah telah muncul jauh sebelum Al-ja’ad bin Dirham dan Jahm bin

Safwan memperkenalkan dan menyebarkannya,sebagai berikut:

1. Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam

masalah takdir tuhan,Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan

persoalan tersebut,agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat

Tuhan mengenai takdir.

2. Khalifah Umar bin Khattab pernah menangkap seseorang yang pernah

ketahuan mencuri.Ketika diinterogasi,pencuri itu berkata “Tuhan telah

menentukan aku mencuri”.Mendengar ucapan itu,Umar marah sekali dan

menganggap orang itu berdusta kepada Tuhan.Kemudian,Umar memberikan

dua jenis hukuman kepada pencuri itu.Pertama,hukuman potong tangan

karena mencuri.Kedua,hukuman dera karena menggunakan dalil takdir

Tuhan.
3. Khalifah Ali bin Abi Talib seusai Perang Shiffin ditanya oleh seorang tua

tentang kadar(ketentuan) Tuhan dalam kaitannya dengan pahala dan

siksa.Orang itu bertanya,”Bila perjalanan (menuju Perang Shiffin) itu terjadi

dengan qada dan qadar Tuhan,tak ada pahala sebagai balasannya.”Ali

menjelaskan bahwa qada dan qadar bukanlah paksaan Tuhan,ada pahala dan

siksa sebagai balasan amal perbuatan manusia.Sekiranya qada dan qadar itu

merupakan paksaan,batallah pahala dan siksa,gugur pula makna janji dan

ancaman Tuhan,serta tidak ada celaan Allah atas pelaku dosa dan pujian-Nya

bagi orang-orang yang baik.

4. Pada pemerintahan Daulah Bani Umayyah,pandangan tentang Al-Jabar

semakin mencuat ke permukaan.Abdullah bin Abbas,melalui

suratnya,memberikan reaksi keras kepada penduduk Syiria yang diduga

berpaham Jabariyah.

Dengan demikian,bibit paham jabariyah telah muncul sejak awal periode

islam.Namun,Jabariyah sebagai suatu pola pikir atau aliran yang dianut,dipelajari,dan

dikembangkan,baru terjadi pada masa pemerintah Daulah Bani Umayyah,yakni oleh

kedua tokoh di atas yaitu Ja’ad bin Dirham dan Jahm bin Safwan.Pendapat lain

sekitar kemunculan aliran jabariyah,ada yang mengatakan bahwa kemunculannya

diakibatkan oleh pengaruh pemikiran asing,yakni pemikiran agama Yahudi

bermadzhab Qurra dan agam Kristen bermadzhab Yakobit.Namun,tanpa pengaruh

asing itu paham Al-jabar akan muncul juga di kalangan umat islam.

Di dalam Al-Qur’an sendiri terdapat ayat-ayat yang dapat menimbulkan paham

Jabariyah,diantarannya sebagai berikut:

 QS. Ash-Shafaat ayat 96 :

‫َو ُهَّللا َخ َلَقُك ْم َو َم ا َتْع َم ُلوَن‬

Artinya: Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".
 QS. Al-Anfal ayat 17 :

‫َو َم ا َر َم ْيَت ِإْذ َر َم ْيَت َو َلـِكَّن َهّللا َر َم ى‬

Artinya: ......dan bukan kamu melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang

melempar.

 QS. al-Hadid ayat 22:

‫َم ا َأَص اَب ِم ن ُّمِص يَبٍة ِفي اَأْلْر ِض َو اَل ِفي َأنُفِس ُك ْم ِإاَّل ِفي ِكَتاٍب ِّم ن َقْبِل َأن َّنْبَر َأَها ِإَّن َذ ِلَك َع َلى ِهَّللا َيِس يٌر‬

Artinya: Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada

dirimu sendiri melainkan Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami

menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.

 QS. Al-Insan 30 :

‫َو َم ا َتَشاُؤ وَن ِإاَّل َأن َيَش اَء ُهَّللا ِإَّن َهَّللا َك اَن َع ِليمًا َحِكيمًا‬

Artinya: Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki

Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Selain didukung oleh keadaan alam yang membuat manusia merasa lemah

dan tidak dapat menjalankan kehidupan mereka sesuai keinginan mereka masing-

masing,juga ada beberapa ayat Al-Qur’an yang sangat mendukung paham Jabariyah

ini sebagaimana di atas.Oleh karena itu,paham Jabariyah ini cukup mempunyai

landasan yang kuat.Mungkin inilah yang menyebabkan pola pikir Jabariyah masih

tetap ada di kalangan umat Islam hingga kini walaupun anjurannya telah tiada.Dalam

sejarah teologi Islam,paham jabariyah,sungguh pun tidak identik dengan paham yang

dibawa jahm bin Safwan atau dengan paham yang dibawa An-Najjar dan

Dirar,terdapat dalam aliran Asy’ariyah yang selanjutnya menjadi aliran Ahlus

Sunnah wal jama’ah yang dianut oleh mayoritas umat Islam hingga sekarang.

G. Tokoh – Tokoh Jabariyah dan Doktrinnya

Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, ekstrim dan moderat di

antara doktrim jabariyah ekstrem ialah pendapat yang menyatakan bahwa segala

perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri

tetapi perbuatan yang di paksakan atas dirinya. Contohnya:seseorang mencuri, maka


perbuatannya itu bukanlah tewrjadi atas kehendaknnya sendiri, tetapi timbul karena

kada dan kadar tuhan yang menghendaki demikian. Dengan kata lain,ia mencuri

bukanlah atas kehendaknya,tetapi tuhanlah yang memaksanya mencuri. Manusia

dalam pemahaman ini ibarat wayang yang di gerakkan dayang. Demikian pula

manusia bergerak dan berbuat karena di gerakkan Tuhan. Tanpa itu manusia tidak

bias berbuat apa-apa. Para pemuka jabariyah ektrem diantaranya sebagai berikut.

1. Jahm bin safwan

Nama lengkapnya adalah Abu Makhrus Jaham Bin Safwan. Ia berasal dari

kurasan, bertempat tinggal di kuffah. Jahm bin safwan merupakan seorang

da’I yg fasih dan lincah (korator), juga menjabat sebagai sekretaris Haris bin

surais, seorang mawali yg menentang pemerintahan bani umaiyyah di

khurasan. Ia di tawan kemudian di bunuh secara politis tanpa ada kaitannya

dengan agama. Jahn bin safwan berjasa menyebarkan faham jabariyah

keberbagai tempat, seperti Tirmiz dan Balk. Berikut ini beberapa pendapat

Jahm yang berkaitan dengan persoalan teolog.

a. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai

kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan. Pendapat Jahm tentang

keterpaksaan ini lebih dikenal dengan pendapatnya tentang surga dan

neraka, konsep iman, kalam tuhan, meniadakan sifat tuhan (nahyu as-

sifat), dan melihat Tuhan di akhirat.

b. Surga dan Neraka tidak kekal, tidak ada yang kekal selain Tuhan.

c. Iman adalah makrifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini,

pendapatnya sama dengan kaum Murji’ah tentang konsep.

d. Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah Mahasuci dari segala sifat dan

keserupaan dengan manusia seperti berbicara, mendengar, dan melihat.

Begitu pula Tuhan tidak dapat dilihat dengan indra mata di akhirat kelak.

Dengan demikian dalam beberapa hal, pendapat Jahm sama dengan

Murji’ah, Mktazilah, dan Asy’ariyah. Itulah sebabnya, pengkritik dan


sejarawan menyebutnya dengan Al-Mu’razili, Al- Murji’I, dan Al-

Asy’ari’i.

2. Ja’d bin Dirham

Al-Ja’d adalah seorang Maulana Bani Hakim, tinggal di Damaskus. Ia

dibesarkan di lingkungan orang Kristen yang membicarakan teologi. Semula

ia diberika kepercayaan mengajar di lingkungan Bani Umayyah, tetapi setelah

tampak pikiran-pikiran yang kontroversial Bani Umayyah pun menolaknya.

Kemudian Al-Ja’d lari ke Kufah, di sana ian bertemu dengan Jahm, serta

mentransfer pemikirannya kepada Jahm untuk dikembangkan dan

disebarluaskan.

Dokrin pokok Al-Ja’d secara umum sama dengan pikiran Jahm. Al-Guraby

menjelaskan sebagai berikut.

a. Al-Qur’an adalah Makhluk. Oleh karena itu, dia baru. Sesuatu yang baru

itu tidak dapat disifatkan kepada Allah.

b. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk seperti

berbicara, melihat, dan mendengar.

c. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya.

Lain halnya dengan Jabariyah ekstrem, Jabariyah moderat mengatakan bahwa

Tuhan memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun

perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang

diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya.


73)
Inilah yang dimaksud dengan kasab ( acquistion ). Menurutpaham yang dibawa

An- Najjar dan Dirar, manusia tidaklah majbur (dipaksa oleh Tuhan), tidak seperti

wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan,

tetapi manusia memperoleh perbuatan yang diciptakan Tuhan. Menurut paham ini,

Tuhan dan Manusia berkerja sama dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.

Jabariyah moderat mengakui bahwa manusia memiliki kekuatan untuk berbuat, tetapi
berpendirian bahwa ini merupakan suatu kekuatan yang tidak efektif(tanpa kekuatan

dari Allah.)

Yang termasuk tokoh jabariyah moderat adalah sebagai berikut.

1. An-Najjar

Nama lengkap adalah Husain bin Muhammad An-Najjar (wafat 230

H). para pengikutnya disebut An-Najjariyah atau AL-Husainiyah. Diantara

pendapatnya sebagai berikut.

a. Tuhan meciptakan segala perbuatan manusia, tetapu mengambil

sebagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah

yang disebut kasab dalam teori Al-Asy’ary. Dengan demikian, manusia

dalam pandangan An-Najjar tidak lagi layaknya wayang yang

gerakannya bergantung pda dalang, sebab tenaga yang diciptkan tuhan

dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan

tersebut

b. Tuhan tidak dapat dilihat diakhirat. Akan tetapi, An-Najjar menyatakan

bahwa tuhan dapat saja memindakan potensi hati (makrifat0 pada mata

hati sehingga manusia dapat melihat tuhan.

2. Ad-Dirar

Nama lengapnya Dirar bin ‘Amr. Pendatanya tentang perbuatan

manusia sama dengan Husain An-Najjar, bahwa manusia tidak hanya

merupakan wayang yang digerakan dalang. Manusia mempunyai bagian

dalam mewujudkan perbuatannya itu dan tidak semata-mata dipaksa dalam

melakukannya. Secara tegas, Dirar mengatakan bahwa satu perbuatan apat

ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan, artinya perbuatan manusia

tidak hanya ditimbulkan Tuhan, tetapi juga manusia itu sendiri. Manusia turut

berperan dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya.

Mengenai Ru’yat Tuhan di akhirat, Dirar mengatakan bahwa Tuhan dilihat di

Akhirat melalui indra keenam. Ia juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima
setelah Nabi adalah ijtihad. Hadis ashad tidak dapat dijadikan sumber dalam

menetapkan hukum.

H. Refleksi Faham Qadariyah dan Jabariyah: Sebuah Perbandingan tentang

Musibah

Dalam paham Jabariyah, berkaitan dengan perbuatannya, manusia

digambarkan bagai kapas yang melayang di udara yang tidak memiliki sedikit pun

daya untuk menentukan gerakannya yang ditentukan dan digerakkan oleh arus angin.

Sedang yang berpaham Qadariyah akan menjawab, bahwa perbuatan manusia

ditentukan dan dikerjakan oleh manusia, bukan Allah. Dalam paham Qadariyah,

berkaitan dengan perbuatannya, manusia digambarkan sebagai berkuasa penuh untuk

menentukan dan mengerjakan perbuatannya.

Pada perkembangan selanjutnya, paham Jabariyah disebut juga sebagai paham

tradisional dan konservatif dalam Islam dan paham Qadariyah disebut juga sebagai

paham rasional dan liberal dalam Islam. Kedua paham teologi Islam tersebut

melandaskan diri di atas dalil-dalil naqli (agama) - sesuai pemahaman masing-

masing atas nash-nash agama (Alquran dan hadits-hadits Nabi Muhammad) - dan

aqli (argumen pikiran). Di negeri-negeri kaum Muslimin, seperti di Indonesia, yang

dominan adalah paham Jabariyah. Orang Muslim yang berpaham Qadariyah

merupakan kalangan yang terbatas atau hanya sedikit dari mereka.

Kedua paham itu dapat dicermati pada suatu peristiwa yang menimpa dan berkaitan

dengan perbuatan manusia, misalnya, kecelakaan pesawat terbang. Bagi yang

berpaham Jabariyah biasanya dengan enteng mengatakan bahwa kecelakaan itu

sudah kehendak dan perbuatan Allah. Sedang, yang berpaham Qadariyah condong

mencari tahu dimana letak peranan manusia pada kecelakaan itu.

Kedua paham teologi Islam tersebut membawa efek masing-masing. Pada

paham Jabariyah semangat melakukan investigasi sangat kecil, karena semua

peristiwa dipandang sudah kehendak dan dilakukan oleh Allah. Sedang, pada paham

Qadariyah, semangat investigasi amat besar, karena semua peristiwa yang berkaitan
dengan peranan (perbuatan) manusia harus dipertanggungjawabkan oleh manusia

melalui suatu investigasi.

Dengan demikian, dalam paham Qadariyah, selain manusia dinyatakan sebagai

makhluk yang merdeka, juga adalah makhluk yang harus bertanggung jawab atas

perbuatannya. Posisi manusia demikian tidak terdapat di dalam paham Jabariyah.

Akibat dari perbedaan sikap dan posisi itu, ilmu pengetahuan lebih pasti berkembang

di dalam paham Qadariyah ketimbang Jabariyah.

Dalam hal musibah gempa dan tsunami baru-baru ini, karena menyikapinya

sebagai kehendak dan perbuatan Allah, bagi yang berpaham Jabariyah, sudah cukup

bila tindakan membantu korban dan memetik "hikmat" sudah dilakukan.

Sedang hikmat yang dimaksud hanya berupa pengakuan dosa-dosa dan hidup

selanjutnya tanpa mengulangi dosa-dosa. Sedang bagi yang berpaham Qadariyah,

meski gempa dan tsunami tidak secara langsung menunjuk perbuatan manusia,

namun mengajukan pertanyaan yang harus dijawab: adakah andil manusia di dalam

"mengganggu" ekosistem kehidupan yang menyebabkan alam "marah" dalam bentuk

gempa dan tsunami? Untuk itu, paham Qadariyah membenarkan suatu investigasi

(pencaritahuan), misalnya, dengan memotret lewat satelit kawasan yang dilanda

musibah.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Intinya paham Qadariyah menyatakan bahwa manusia memiliki kebebasan

berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan.Manusia mampu

melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri,baik perbuatan baik maupun

perbuatan yang buruk tanpa campur tangan dari Allah SWT.


Kaum Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kemerdekaan dan

kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya.Dalam teologi modern faham

Qadariyah ini dikenal dengan nama free will,freedom of wilingness atau fredom of

action yaitu kebebasan untuk berkehendak atau kebebasan untuk berbuat.

Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan ada

yang mengatakan bahwa ada seorang penduduk irak,yang mulanya beragama

Kristen kemudian masuk islam,namun akhirnya kembali ke Kristen lagi.Akan tetapi

menurut Ahmad Amin ada sebagian pakar teologi yang mengatakan bahwa

Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan ad-

Dimasyqi sekitar tahun 70h/689M.

Adapun pokok-pokok ajarannya adalah:

1. Mengingkari Takdir Allah

2. Berlebihan dalam menetapkan kemampuan manusia dan menganggapnya

mereka bebas berkehendak

3. Menganggap Al-Qur’an adalah makhluk(qadim)

4. Mengenal Allah Wajib menurut akal dan iman itu ialah mengenal Allah

5. Mengungkap surga dan neraka akan musnah(Fana’)

6. Mereka berpendapat bahwa Allah tidak bersifat dengan suatu sifat yang ada

pada makhluknya.

7. Mereka mengingkari melihat Allah(rukyah)

Secara istilah Jabariyah adalah penolakan terhadap adanya perbuatan atau

kekuatan untuk berbuat dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada

Allah.Dengan kata lain segala yang dilakukan atau diperbuat oleh manusia adalah

perbuatan yang terpaksa (majbur).Dalam aliran ini paham keterpaksaan

melaksanakan sesuatu bagi manusia sangat dominan,karena segala perbuatan

manusia telah ditentukan semula oleh Tuhan. Paham Jabariyah pertama kali

diperkenalkan oleh Al-Ja’ad bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Safwan

dari Khurasan.Dalam sejarah teologi Islam,Jahm tercatat sebagai tokoh yang


mendirikan aliran Jahmiyah dikalangan Murji’ah.Dia adalah sekretaris Suraih bin Al-

Haris dan selalu menemaninya dalam gerakan melawan kekuasaan Bani

Umayyah.Perkembangan selanjutnya,paham jabariyah juga dikembangkan oleh

tokoh lainnya di antarannya Al-Husain bin Muhammad,An-Najjar,dan Ja’ad bin

Dirrar.

Doktrin-doktrin paham Jabariyah :

1. Qudrat dan Iradat Manusia

Aliran Jabariyah berpendapat bahwa Kemampuan/daya berbuat atau

berkehendak yang dimiliki oleh manusia adalah Mutlak milik Allah semata,

dalam artian manusia tidaklah mempunyai daya dan kemampuan dalam

berbuat.Manusia hanyalah sebagai fasilitator saja, sedangkan Allah lah yang

menggerakkan perbuatan manusia, manusia hanyalah menjadi objek dari

kemampuan dan keinginan Allah, ibarat manusia adalah laksana wayang yang

digerkakan oleh dalang, yang dalam hal ini Allah lah dalangnya.

2. Sifat Allah

Pendapat mereka tentang sifat Allah adalah; tidaklah benar mensifati

Allah SWT dengan sifat-sifat yang terdapat pada makhluk-Nya. Ayat al-

Qur'an yang menyebutkan Allah Maha mendengar, berbicara, melihat dan

lain-lain, tidak difahami secara tekstual tetapi secara kontekstual.Mereka

juga peniadaan sifat Allah semisal hayyun (maha hidup), ‘alim (maha

mengetahui) dan juga sifat-sifat lainnya yang menurutnya dapat

menimbulkan tashbih (penyerupaan) Allah dengan makhluk-Nya.

3. Surga dan Neraka

Surga dan Neraka serta aktifitasnya menurut mereka tidak kekal,

meskipun banyak ayat yang menyatakan kekekalanya, surga dan neraka

adalah ciptaan Allah maka mereka mengganggap semua ciptaan Allah tidak
ada yang kekal, karena jika surga dan neraka kekal maka Allah tidak lagi

Absolut kekekalannya.

4. Iman dan Kufur

Iman dan Kufur yang menyertai manusia, adalah sebagai sarana Allah

menunjukkan kekuasaan-Nya. Manusia tidak akan menjadi kafir meskipun ia

ingkar terhadap Allah, dan sebaliknya.

Kedua aliran baik Qadariyah ataupun Jabariyah nampaknya memperlihatkan

paham yang saling bertentangan sekalipun mereka sama-sama berpegang pada

Alquran. Hal ini menunjukkan betapa terbukanya kemungkinan perbedaan pendapat

dalam Islam

DAFTAR PUSTAKA

1. Nasir,Sahilun.Pengantar Ilmu Kalam.Jakarta Utara: CV Rajawali.1991.

2. Hatta,Mawardy.Aliran-Aliran Kalam/Teologi.Banjarmasin: IAIN Antasari

Press.2016.

3. Anwar,Rosihon,Dkk.2006.Ilmu Kalam.Bandung: Pustaka Setia.

4. Nasution,Harun.Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa

Perbandingan.Jakarta: Universitas Indonesia.2002.


5. Amin Ahmad,Al-Islam Fajr.Maktabah An-Nahdah Al-Misriyah.Kairo.1924.

6. Rozak,Abdur dan Rosihan Anwar.Ilmu Kalam.Bandung: CV.Pustaka

Setia.2007.

7. Nasution,Harun.Teologi Islam: Aliran-aliran sejarah Analisa

Perbandingan.Jakarta: UI-Press.1986.

8. Islam Ensiklopedia,Redaksi Dewan.Ensiklopedi Islam 2.Jakarta.1994.

9. Syarastani Karim,Abdul bin Muhammad.Al-Milal wa An-Nihal.Beirut:Darul

Fikr.1945.

Anda mungkin juga menyukai