Anda di halaman 1dari 6

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP 2020/2021

Nama : Muchammad Burhanuddin

Npm : 22001011068

Kelas : PAI B

Jawaban

1.a.) Ahlusunnah wal jama’ah adalah semua orang yang berjalan dan selalu menetapkan ajaran
Rasulullah SAW dan para sahabat sebagai pijakan hukum baik dalam masalah aqidah, syari’ah dan
tasawwuf.pendiri firqoh ahlusunnah waljama’ah /tokoh utam yang juga merupakan pendiri madzhab
ini adalah abu alhasan al-asy’ariyah dan abu mansyur al-maturidi.

b.) “ Abad terbaik adalah abadku (Nabi Muhammad SAW), yang telah saya bangkitkan, kemudian
mereka yang mewarnainya/membawanya (Khulafaur Rosyidin, Tabi’at Tabi’in), kemudian mereka
yang mengikutinya (alim ulama/para pengikut Nabi Muhammad SAW/ASWAJA) ”

2 .a.) Maka hendaklah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para khulafaurrasyidin nahdiyyin
(pemimpin yang lurus dan mendapat petunjuk).

b.) Karena pola pikir NU di dasarkan dengan nilai tawassuth yg berarti mengambil posisi
pertengahan , i’tidal yg berarti tegak lurus/tidak memihak , at tawazun yg berarti keseimbangan/tidak
melebihkan dan tidak menguranhi sesuatu , dan at tasamuh yg berarti toleransi , yg mana nilai”
tersebut sesuai dengan kultur indonesia.

c.) Aliran ahlus sunnah wal jamaah diyakini sebagian umat islam sebagai pemahaman yang benar yg
telah di ajarkan oleh nabi muhammad SAW kepada para sahabatnya , dan di dasarkan pada alquran ,
al hadist.

3. Abu Hasan al-Asy'ari dalam masalah keyakinan terhadap sifat Allah mengikuti pendapat Ibnu
Kullab, seorang tokoh ahlul kalam (filsafat) dari Bashrah di zamannya. Imam Al-Asy'ari kemudian
berpindah pemahaman tiga kali sepanjang hayatnya. Ulama Asy'ariyah selanjutnya seperti Imam al-
Haramian AlJuwaini dan selainnya melakukan takwil terhadap sifat Allah dan menggunakan prinsip
pokok (ushul) akidah Muktazilah ke dalam mazhabnya. Metode Takwil disebutkan oleh Ibnu Faurak
dalam kitab Takwil, Muhammad bin Umar ar-Razi dalam kitabnya Ta‘sisut Taqdis, juga ada pada
Abul Wafa Ibnu Aqil dan Abu Hamid al-Ghazali, takwil-takwil tersebut bersumber dari Bisyr al-
Marisi, seorang tokoh Mu‘tazilah.Asy'ariyah awalnya hanya menetapkan tujuh sifat Ma‘ani saja bagi
Allah yang ditetapkan menurut akal (aqliyah) yaitu hayah, ilmu, qudrah, iradah, sam‘u, bashir, dan
kalam. Kemudian ditambahkan oleh As-Sanusi menjadi dua puluh sifat, dan tidak menetapkan satu
pun sifat fi‘liyah (seperti istiwa, nuzul, cinta, ridha, marah, dst). Asy‘ariyah berkembang pesat mulai
abad ke-11 M. Bersama menyebarnya Tasawuf (sufi), pemahaman ini juga mendapat dukungan oleh
para penguasa di beberapa pemerintahan Islam. Asy‘ariyah dijadikan mazhab resmi oleh Dinasti
Gaznawi di India pada abad 11-12 M, yang menyebabkan pemahaman ini dapat menyebar dari India,
Pakistan, Afghanistan, hingga ke Indonesia. Dinasti Seljuk pada abad 11-14 M, Khalifah Aip Arsalan
beserta Perdana menterinya, Nizam alMulk sangat mendukung aliran Asy‘ariyah. Sehingga pada masa
itu, penyebaran paham Asy‘ariyah mengalami kemajuan yang sangat pesat utamanya melalui lembaga
pendidikan bernama Madrasah Nizamiyah yang didirikan oleh Nizam al-Mulk.
4. Aliran Mu’tazilah

Latar belakang lahirnya aliran mu’tazilah

Aliran Mu’tazilah lahir kurang lebih 120 H. Perkataan Mu’tazilah berasal dari kata i’tizal yang artinya
memisahkan diri, pada mulanya nama ini di berikan oleh orang dari luar Mu’tazilah karena
pendirinya, Washil bin Atha’, tidak sependapat dan memisahkan diri dari gurunya, Hasan Al Bashri.
Dalam perkembangan selanjutnya, nama ini kemudian di setujui oleh pengikut Mu’tazilah dan
digunakan sebagai nama dari bagi aliran teologi mereka.

Versi lain, sebagaimana dituturkan oleh al-Baghdadi bahwa Washil dan Amr bin Ubaid bin Bab diusir
oleh Hasan al-Bashri dari Majelisnya karena berselisih paham mengenai qadar dan kedudukan orang
mu’min yang berdosa besar. Keduanya menjauhkan diri dari Hasan Bashri. Maka keduanya disebut
muktazillah, karena memposisikan diri dari paham mayoritas umat Islam.

Ahmad Amin, memiliki teori yang berbedaa. Menurutnya, penggunaan kata Mu’tazilah sudah
digunakan 100 tahun sebelum terjadinya perdebatan antara Washil bin Atha dan Hasan Bashri. Yaitu
diberikan kepada orang-orang yang tidak ingin mengintervensi pertikaian politik yang terjadi pada
masa Utsman bin ‘Affan dan Ali bin Abi Thalib.

Doktrin ajaran aliran mu’tazilah

1) Al Tauhid (keesaan Allah) Meyakini sepenuhnya hanya Allah Swt. yang Maha Esa. Tidak ada
yang serupa denganNya. Mereka menganggap konsep tauhid ini yang paling murni sehingga mereka
senang disebut Ahlut Tauhid (pembela tauhid). Dalam mempertahankan paham keesaan Allah Swt.,
mereka meniadakan segala sifat Allah, yaitu bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat yang berdiri di luar
Dzat-Nya Kaum Mu’tazilah enggan mengakui adanya sifat Tuhan dalam pengertian sesuatu yang
melekat pada Dzat Tuhan. Jika Tuhan dikatakan Maha Mengetahui maka itu bukan sifat-Nya tapi
Dzat-Nya. Mu’tazilah juga meyakini bahwa Al Qur’an adalah makhluk.

Pemahaman inilah yang berakibat fatal menyebabkan terjadinya peristiwa mihnah. Peristiwa yang
menelan banyak korban dari kalangan ulama yang tidak sependapat dengan mu’tazillah, bahwa al-
Qur’an adalah makhluk. Di antara ulama yang pernah dihukum adalah Imam Ahmad bin Hanbal.

Peristiwa mihnah pula yang pada akhirnya menjatuhkan pamor dari mu’tazillah, sehingga banyak
masyarakat yang tadinya simpati menjadi tidak menyukai muktazillah. Bahkan seorang murid agung
muktazillah, yaitu Abu Hasan al-Asy’ari kemudian menyatakan diri keluar dari muktazillah.

2) Al ‘Adl (keadlilan tuhan) Paham keadilan yang dikehendaki Mu’tazilah adalah bahwa Allah
Swt. tidak menghendaki keburukan, tidak menciptakan perbuatan manusia dan manusia dapat
mengerjakan perintah-perintahNya dan meninggalkan larangan-laranganNya dengan qudrah
(kekuasaan) yang ditetapkan Allah Swt. pada diri manusia itu. Allah tidak memerintahkan sesuatu
kecuali menurut apa yang dikehendakiNya. Ia hanya menguasai kebaikan-kebaikan yang
diperintahkanNya dan tidak tahu menahu (bebas) dari keburukan-keburukan yang dilarangNya.

Dengan pemahaman demikian, menurut mereka tidaklah adil bagi Allah Swt. seandainya Ia menyiksa
manusia karena perbuatan dosanya, sementara perbuatan dosanya itu dilakukan karena diperintah
Tuhan. Tuhan dikatakan adil jika menghukum orang yang berbuat buruk atas kemauannya sendiri.

3) Al Wa’d wa al wa’id (janji dan ancaman) Al Wa’du WalWa’id (janji dan ancaman), menurut
mereka wajib bagi Allah Swt. untuk memenuhi janji-Nya (al-wa’d) bagi pelaku kebaikan agar
dimasukkan ke dalam surga, dan melaksanakan ancaman-Nya (alwa’id) bagi pelaku dosa besar
(walaupun di bawah syirik) agar dimasukkan ke dalam neraka, kekal abadi di dalamnya, dan tidak
boleh bagi Allah Swt. untuk menyelisihinya. Karena inilah mereka disebut dengan Wa’idiyyah
Artinya Mu’tazilah beranggapan bahwa tidak pantas Allah Swt., ingkar akan janji yang sudah
dibuatnya di dalam al-Qur’an.

Ajaran ini pada satu sisi seperti membatasi Tuhan dengan janji-janjinya dan mewajibkanNya
melakukan janji-janjiNya, namun di sisi lain juga tidak memberi peluang bagi orang mukmin, yang
berdosa besar. Kecuali bagi mereka yang bertaubat dari dosa-dosanya.

4) Al Manzilah bain al Manzilatain (posisi di antara dua tempat) Adalah suatu tempat antara surga
dan neraka sebagai konsekwensi dari pemahaman yang mengatakan bahwa pelaku dosa besar adalah
fasiq, tidak dikatakan beriman dan tidak pula dikatakan kafir, dia tidak berhak dihukumkan mukmin
dan tidak pula dihukumkan Kafir.

5) Amar ma’ruf nahi mungkar Dalam pandangan Mu’tazilah, dalam keadaan normal pelaksanaan
al amru bil ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar itu cukup dengan seruan saja, tetapi dalam keadaan
tertentu perlu kekerasan.

Ada syarat yang harus dipenuhi oleh orang mukmin yang akan beramar ma’ruf nahi munkar, yaitu :

a) Ia mengetahui perbuatan yang disuruh itu ma’ruf dan yang dilarang itu munkar.

b) Ia mengetahui bahwa kemungkaran telah dilakukan orang

c) Ia mengetahui bahwa perbuatan amar ma’ruf nahi munkar tidak akan membawa madharat yang
lebih besar

d) Ia mengetahui atau paling tidak menduga bahwa tindakannya tidak akan membahayakan diri dan
hartanya.

Semua dalam Islam tentu sepakat dengan amar ma’ruf nahi munkar, dan menggunakan konsep
tersebut. Namun dalam pelaksanaannya, muktazillah memiliki perbedaan. Menurut mu’tazillah,
kekerasan bisa dilakukan jika memang dibutuhkan untuk menjalankan amar ma’ruf dan nahi munkar
tersebut.

5.

aliran Latar belakang ajaran pendiri Dalil


khawarij Aliran ini muncul Setiap umat muslim Abdullah bin ‫َو َمن لَّ ْم يَحْ ُكم بِ َمٓا َأنزَ َل‬
ٓ
karena ketidak yang berbuat dosa wahhab ‫ٱهَّلل ُ فَُأ ۟و ٰلَِئكَ هُ ُمٱ‬
setujuan dan wujud besar ialah kafir arrasyidi,Urwah bin َ‫ْل ٰ َكفِرُون‬
protes kepada ali hudair, Mustarid bin
yang telah menerima sa’ad, Hausarah al-
tahkim yang pada asadi,quraib bin
akhirnya aliran ini maruah,nafi’ bin al
keluar dari kelompok azraq,abdullah bin
ali basyir, najdah bin
amir al Hanafi.
syiah Muncul ketika Membela dan Abu dzar al-ghifari, ‫التشيع في عرف‬
berlangsungnya merasulkan Miqad bin al-aswad, ‫المتقدمين هو اعتقاد‬
peperangan antara ali sayyidina ali Ammar bin yasir. ‫تفضيل علي على‬
dan mu’awiyyah ‫ وأن عليا كان‬، ‫عثمان‬
yang dikenal dengan ، ‫مصيبا في حروبه‬
perang sifin ، ‫وأن مخالفه مخطئ‬
‫مع تقديم الشيخين‬
‫وتفضيلهما‬
murjiah Muncul karena Bersumber dari Abu hasan ash- ‫َوآ َخرُونَ ا ْعتَ َرفُوا‬
persoalan politik gagasan atau doktrin shalihi,yunus bin an- ‫بِ ُذنُوبِ ِه ْم َخلَطُوا َع َمال‬
yaitu persoalan yang mereka percaya namiri,ubaid al- ‫صالِحًا َوآخَ َر َسيًِّئا‬ َ
khalifah yang dimana yaitu irja’ atau arja’a muktab,ghailan ad- ‫وب‬َ ُ‫َع َسى هَّللا ُ َأ ْن َيت‬
membawa dimasyq,bisyar-al ‫َعلَ ْي ِه ْم ِإ َّن هَّللا َ َغفُو ٌر‬
perpecahan dan marisi,muhammad ‫َر ِحي ٌم‬
kekacauan bin karam
dikalangan umat
islam
jabariah Muncul sejak zaman Setiap manusia Jahm bin shafwan, ‫َوٱهَّلل ُ َخلَقَ ُك ْم َو َما‬
sahabat dan masa terpaksa oleh takdir Al-ja’ad bin dirham, َ‫تَ ْع َملُون‬
bani umayyah.ketika tanpa memiliki Husain bin
itu para ulama pilihan dan usaha Muhammad al
membicarakan dalam perbuatannya najjar, Diraribn amr.
tentang masalah
qodar dan kekuasaan
manusia ketika
berhadapan dengan
kekuasaan mutlak
tuhan
qodariyah Timbulnya sebagai Mempersoalkan Ma’bad al juhani, ْ‫َو َمن يَ ْع َملْ سُوءاً َأو‬
isyrat menentang tentang qodar GHailan al dimasyqi ْ َ‫ي‬
‫ظلِ ْم نَ ْف َسهُ ثُ َّم يَ ْستَ ْغفِ ِر‬
kebijakan politik bani ً‫هّللا َ يَ ِج ِد هّللا َ َغفُورا‬
umayyah yang di ‫َّر ِحيم‬
anggapnya kejam
Mutazilah Munculnya 1)at-tauhid,2)al- Washil bin atha, ‫َوهللاُ الَ ي ُِحبُّ ْالفَ َسا َد‬
mu’tazilah berasal adl,3)al-wa’du wal Abu huzail al allaf,
dari kata i’tazaala wa’id,4)al manzilah Al nazzam, Abu
dengn makna bainal hasyim al jubba’i
naha’an yang berarti manzilatain,5)amal
menjauhkan atau ma’ruf nahi munkar
memisahkan diri dari
sesuatu
aswaja Sebagaimana yang Berpedoman kepada Abu hasan al-asyari, ً‫ك َج َع ْلنَا ُك ْم ُأ َّمة‬
َ ِ‫َو َك َذل‬
telah diprediksi oleh keteladanan Abu ishaq asy ‫َو َسطًا لِتَ ُكونُوا ُشهَدَا َء‬
nabi muhammad rasulullah saw dan syirazi, Al-qadhi َ‫اس َويَ ُكون‬ ِ َّ‫َعلَى الن‬
saw,bahwa umatnya para sahabat dalam abu bakar al ‫ال َّرسُو ُل َعلَ ْي ُك ْم َش ِهيدًا‬
akan terpecah aspek baqilani, Abu ishaq
menjadi 73 golongan keyakinan,amal- al-isfirayini, Al-
dan hanya 1 amal lahiriah ghazali, Al-imam
golongan saja yang maupun akhlak hati fakhurrazi.
kelak akan
selamat,sedangkan
yang lainnya akan
binasa
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi lahirnya Ilmu Kalam
a.) Faktor politik
Faktor politik dapat memunculkan madzhab-madzhab pemikiran di lingkungan Umat Islam,
khususnya pada awal perkembangannya. Maka persoalan imamah (khilafah), menjadi persolan
tersendiri dan khas yang menyebabkan perbedaan pendapat, bahkan perpecahan di lingkungan umat
Islam. Permasalahan ini dimulai ketika ketika Rasulullah meninggal dunia serta peristiwa
terbunuhnya usman dimana antara golongan yang satu dengan yang lain saling mengkafirkan dan
menganggap golongannya yang paling benar.

b.) Faktor Intern dan Ekstern

Faktor dari dalam (intern)

1) Dorongan dan pemahaman Al-Qur’an Al Qur’an dalam konteks ayat-ayat yang menjelaskan bahwa
orang orang-orang yang beriman kepada Allah adalah orang-orang yang berakal yang selalu
merenungi ayat-ayat Nya. Beberapa contoh dari rincian ayat-ayat yang menganjurkan manusia untuk
menggunakan akalnya, sebagaimana berikut ini.

a) Nadzara, melihat secara abstrak dalam arti berpikir dan merenungkan.Misalnya QS. Qaf: 6.

b) Tadabbara, dalam arti merenungkan sebagaimana terdapat dalam beberapa ayat, antara lain QS.
Shad: 29

2) Perbedaan pemahaman terhadap dalil Al Qur’an dan hadits Perbedaan ini terdapat dalam hal
pemahaman ayat Al Qur’an, sehingga berbeda dalam menafsirkan pula. Mufasir satu menemukan
penafsiranya berdasarkan hadits yang shahih, sementara mufasir yang lain penafsiranya belum
menemukan hadits yang shahih. Bahkan ada yang mengeluarkan pendapatnya sendiri atau hanya
mengandalkan rasional belaka tanpa merujuk kepada hadits.

3) Persoalan Politik Faktor politik dapat memunculkan madzhab-madzhab pemikiran di lingkungan


Umat Islam, khususnya pada awal perkembangannya. Maka persoalan imamah (khilafah), menjadi
persolan tersendiri dan khas yang menyebabkan perbedaan pendapat, bahkan perpecahan di
lingkungan umat Islam. Permasalahan ini dimulai ketika ketika Rasulullah meninggal dunia serta
peristiwa terbunuhnya usman dimana antara golongan yang satu dengan yang lain saling
mengkafirkan dan menganggap golongannya yang paling benar.

4) Peristiwa Majlis Tahkim Setelah peristiwa majelis tahkim muncul aliran-aliran pemikiran dalam
Islam yakni Khawarij, syi’ah dan Murjiah yang memiliki doktrin-doktrin yang berbeda-beda.

Faktor dari luar (ekstern)

1) Pengaruh pemikiran agama selain Islam. Banyak diantara pemeluk-pemeluk Islam yang mula-mula
beragama Yahudi, Kristen dan lain-lain, setelah fikiran mereka tenang dan sudah memegang teguh
Islam, mereka mulai mengingat-ingat agama mereka yang dulu dan dimasukkannya dalam ajaran-
ajaran Islam.

2) Penggunaan filsafat dalam membela akidah Islam. Golongan Islam terutama golongan Mu’tazilah
memusatkan perhatiannya untuk penyiaran agama Islam dan membantah alasan-alasan mereka yang
memusuhi Islam. mereka tidak akan bisa menghadapi lawan-lawanya kalau mereka sendiri tidak
mengetahui pendapatpendapat lawan-lawannya beserta dalil-dalilnya. Sehingga kaum muslimin
memakai filsafat untuk menghadapi musuh-musuhnya.
3) Keinginan Mutakallimin mengimbangi pemikiran filsafat Para Mutakalimin hendak mengimbangi
lawan-lawannya yang menggunakan filsafat, maka mereka terpaksa mempelajari logika dan filsafat,
terutama segi ketuhanan.

Anda mungkin juga menyukai