Anda di halaman 1dari 4

AL-MU’TAZILAH

A. Sejarah Munculnya Mu’tazilah

Sejarah Munculnya Al-Mu’tazilah Aliran Mu’tazilah muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2
Hijriyah, tahun 105 –110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan
khalifah Hisyam Bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-
Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal yang lahir di Madinah
tahun 700 M, kemunculan ini adalah karena Wasil bin Atha’ berpendapat bahwa muslim berdosa
besar bukan mukmin dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al-Bashri berpendapat
mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin (Fajri, 2022).Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari
I’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri,
Mu’tazilah, secara etimologis bermakna: orang-orang yang memisahkan diri. Sebutan ini mempunyai
suatu kronologi yang tidak bisa dipisahkan dengan sosok Al-Hasan Al-Bashri, salah seorang imam di
kalangan tabi’in. Asy Syihristani berkata: Suatu hari datanglah seorang laki-laki kepada Al-Hasan Al-
Bashri seraya berkata: “Wahai imam

9884Journal on Education, Volume 05, No. 03, Maret-April 2023, hal. 9880-9394

dalam agama, telah muncul di zaman kita ini kelompok yang mengkafirkan pelaku dosa besar.
Dan dosa tersebut diyakini sebagai suatu kekafiran yang dapat mengeluarkan pelakunya dari
agama, mereka adalah kaum Khawarij. Sedangkan kelompok yang lainnya sangat toleran terhadap
pelaku dosa besar, dan dosa tersebut tidak berpengaruh terhadap keimanan. Karena dalam madzhab
mereka, suatu amalan bukanlah rukun dari keimanan dan kemaksiatan tidak berpengaruh terhadap
keimanan sebagaimana ketaatan tidak berpengaruh terhadap kekafiran, mereka adalah Murji’ah.
Bagaimanakah pendapatmu dalam permasalahan ini agar kami bisa menjadikannya sebagai prinsip
dalam beragama.

Tokoh-Tokoh Aliran Al-Mu’tazilah Beberapa Tokoh Mu’tazilah diantaranya:

1.Washil bin Atha (80 –131 H)Washil bin Atha Al-Ghazal terkenal sebagai Pendiri aliran Mu’tazilah,
sekaligus sebagai pemimpinnya yang pertama. Ia pula yang terkenal sebagai orang yang meletakkan
prinsip pemikiran Mu’tazilah yang rasional.

2.Abu Huzail Al-Allaf (135 -235 H)Penyebutan Al-Allaf karena ia tinggal di sebuah kampung penjual
makanan binatang. Beliau pemimpin kedua setelah Washil dan banyak mempelajari Filsafal Yunani.
Pengetahuannya tentang filsafat memudahkanbaginya untuk menyusun dasar-dasar ajaran
Mu’tazilah secara teratur. Pengetahuannya tentang logika, membuat ia menjadi ahli debat. Lawan-
lawannya dari golongan zindiq (orang yang pura-pura masuk Islam) dari kalangan majusi, zoroaster,
dan ateis tak mampu membantah argumentasinya. Menurut riwayat, 3000 orang masuk Islam di
tangannya. Puncak kebesarannya dicapai pada masa khalifah Al-Ma’mun, karena khalifah ini pernah
menjadi muridnya.

3.Al-Jubba’i (302 H)Nama lengkapnya Abu Ali Muhammad ibn Abdul Wahhab Al-Juba’i, sebutan Al-
Juba’i diambil dari tempat kelahirannya yaitu Jubba di provinsi Chuzestan Iran. Al-Juba’i adalah guru
Imam Al-Asy’ari tokoh utama dalam aliran Asy’ariyah. Ketika Al-Asy’ari keluar daribarisan Mu’tazilah dan
menyerang pendapatnya ia membalas serangan Asy’ari tersebut, pikiran-pikirannya tentang tafsir
Alquran banyak diambil oleh Az-Zamakhsyari. Al-Juba’i dan anaknya Abu Hasyim Al-Juba’i menjadi
gambaran akhir dai kejayaan aliran Mu’tazilah

4.An-Nazzam (184-221 H)Nama sebenarnya adalah Ibrahim bin Sayyar bin Hani An-Nazham. Beliau
adalah murd Abul Huzail Al-Allaf dan banyak bergaul dengan para filosof. Pendapatnya banyak berbeda
dengan aliran Mu’tazilah lainnya. An-Nazham memiliki ketajaman berfikir yang luar biasa, antara
lain tentang metode keraguan (method of doubt) dan metode empirika yang merupakan cikal
bakal renaissance (pembaharuan) di Eropa.

5.Al-Qadhi Abdul Jabbar (wafat 1024 H)

Ajaran Pokok, Sekte-Sekte dan Ajaran Masing-Masing (Al-Murji’ah, Al-Mu’tazilah, Al-Khawarij, Al-
Farabi, Al-Qadariyah dan Al-Jabariyah),Harsono, M. Fatahurahman, Khairul Amri, Samsul Fajri,
Juwairiani9885Ia diangkat sebagai kepala hakim oleh Ibnu Abad. Diantara karyanya yang besar
adalah ulasan tentang pokok-pokok ajaran Mu’tazilah yang dinamakan kitab Al-Mughni yang terdiri dari
15 jilid. Al-Qadhi Abdul Jabbar termasuk tokoh yang hidup pada masa kemunduran aliran Mu’tazilah
namun ia mampu berprestasi baik dalam bidang ilmu maupun dalam jabatan kenegaraan.

6.Al-Khayyat (wafat 300 H)Abu Al-Husein Al-Kayyat termasuk tokoh Mu’tazilah Baghdad, bukunya yang
berjudul Al-Intishar berisi pembelaan aliran Mu’tazilah dari serangan ibnu Ar-Rawandi. Ia hidup
pada masa kemunduran aliran Mu’tazilah.

7.Bisyir Al-Mu’tamar (wafat 226 H)Ia adalah pemimpin aliran mu’tazilah di Baghdad. Pandangannya
yang luas tentang kesastraan menimbulkan dugaan bahwa ia adalah orang yang pertama
menyusun ilmu balaghah, beliau juga orang yang membahas konsep Tawallud (reproduction) yaitu
batas-batas pertanggung jawaban manusia atas perbuatannya. Bisyir mempunyai murid-murid yang
besar pengaruhnya dalam penyebaran aliran Mu’tazilah, khususnya di Baghdad.

8.Az-Zamakhsyari (467-538 H)Nama lengkapnya adalah Jarullah Abul Qasim Muhammad bin Umar,
dilahirkan di desa Zamakhsyar, Khawarizm Iran. Sebutan Jarullah artinya tetangga Allah swt, karena
beliau lam tinggal di Makkah, dekat Ka’bah. Ia terkenal sebagai tokoh dalam ilmu tafsir dan
Nahwu. Dalam karangannya beliau terang-terangan menonjolkan paham Mu’tazilah misalnya dalam
kitab tafsir Al-Kasysyaf, beliau berusaha menafsirkan ayat-ayat Alquran berdasarkan ajaran-ajaran
Mu’tazilah terutama lima prinsip ajarannya selain itu kitab Al-Kasysyaf juga diuraikan dalam ilmu
balaghah yang tinggi, sehingga para mufassirin banyak yang menggunakannya hingga saat ini.

B. Ajaran Pokok Al-Mu’tazilahAdapun Pokok Pemikiran atau Ajaran Pokok dari Mu’tazilah adalah:

1.At-Tauhid (Ke-Mahaesaan Allah)Ajaran dasar yang terpenting bagi kaum Mu'tazilah adalah At-
Tauhid atau Ke-Mahaesaan Allah. Bagi mereka, Allah baru dapat dikatakan Maha Esa jika Ia merupakan
Zat yang unik, tiada ada sesuatupun yang serupa dengan Dia. Oleh karena itu kaum Mu'tazilah
menolak paham Anthropomerphisme, yaitu paham yang menggambarkan Tuhan menyerupai
makhluk-Nya. Mereka juga menolak paham Beautific Vision, yaitu pandangan bahwa Tuhan dapat
dilihat oleh manusia. Satu-satunya sifat Tuhan yang betul-betul tidak mungkin ada pada makhluk-Nya
adalah sifat qadim. Paham ini mendorong kaum Mu'tazilah untuk meniadakan sifat-sifat Tuhan yang
mempunyai wujud sendiri di luar Dzat Tuhan. Bagi kaum Mu'tazilah paham ini mereka munculkan
karena keinginan untuk memelihara kemurnian Ke-Mahaesaan Tuhan.
2.Al-‘Adl (Keadilan)

9886Journal on Education, Volume 05, No. 03, Maret-April 2023, hal. 9880-9394Ajaran Al-‘Adl ini
mereka ingin mensucikan perbuatan Tuhan dari persamaannya dengan perbuatan makhluk. Hanya
Tuhan yang berbuat adil seadil-adilnya. Tuhan tidak mungkin berbuat zalim. Semua perbuatan Tuhan
bersifat baik. Tuhan dalam paham kaum Mu'tazilah tidak mau berbuat buruk, bahkan menurut salah
satu golongan, Tuhan tidak bisa (la yaqdir) berbuat buruk (zhulm) karena perbuatan yang
demikian hanya dilakukan oleh orang yang bersifat tidak sempurna, sedang Tuhan bersifat Maha
Sempurna.

3.Al-Wa’ad wa Al-Wa’id (Janji dan Ancaman)Kaum Mu'tazilah yakin bahwa Tuhan pasti akan
memberikan pahala dan akan menjatuhkan siksa kepada manusia di akhirat kelak. Bagi mereka,
Tuhan tidak dikatakan adil jika Ia tidak memberikan pahala kepada orang yang berbuat baik dan tidak
menghukum orang yang berbuat jahat. Keadilan menghendaki supaya orang yang bersalah diberi
hukuman berupa neraka, dan yang berbuat baik diberi hadiah berupa surga sebagaimana dijanjikan
Tuhan. Pendirian ini bertentangan dengan kaum Murji’ah, yang berpendapat bahwa kemaksiatan tidak
mempengaruhi iman dan tak mempunyai kaitan dengan pembalasan. Kalau pendapat ini dibenarkan,
maka ancaman Tuhan tidak akan ada artinya. Hal yang demikian mustahil bagi Tuhan. Karena itu
kaum Mu'tazilah mengingkari adanya syafa’at (pengampunan) pada hari kiamat, karena syafa’at
menurut mereka berlawanan dengan prinsip janji dan ancaman.

4.Al-Manzilah baina Al-Manzilatain (posisi di antara dua posisi)Prinsip keempat ini juga erat kaitannya
dengan prinsip keadilan Tuhan. Pembuat dosa bukanlah kafir, karena mereka masih percaya kepada
Allah dan Rasul-Nya, tetapi mereka bukan pula mukmin, karena iman mereka tidak lagi sempurna.
Karena bukan mukmin, para pembuat dosa besar tidak dapat masuk surga dan tidak masuk neraka,
karena mereka bukan kafir. Yang adil mereka ditempatkan di antara surga dan neraka. Akan tetapi,
karena di akhirat tidak ada tempat selain surga dan neraka, maka mereka harus dimasukkan ke
dalam salah satu tempat ini. Penempatan ini bagi kaum Mu'tazilah berkaitan dengan paham
Mu'tazilah tentang iman. Berdasarkan sumber-sumber keislaman dan filsafat Yunani, kaum
Mu'tazilah lebih memperdalam pemikirannya mengenai jalan tengah tersebut, sehingga menjadi
prinsip dalam berfikir.

5.Amar Ma’ruf Nahi Munkar (menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat buruk)Mengenai hal ini
kaum Mu'tazilah berpendapat sama dengan pendapat golongan-golongan umat Islam. Kaum
Mu'tazilah berpendapat bahwa seruan berbuat baik dan larangan berbuat buruk sebaiknya
dilakukan dengan lemah lembut. Akantetapi sewaktu-waktu, jika perlu dengan kekerasan. Bagi kaum
Mu'tazilah, orang-orang yang menyalahi pendirian mereka dianggap sesat dan harus
diluruskan.Sekte-Sekte Ajaran Al-Mu’tazilahPemikiran Mu’tazilah apabila dilihat dari segi metode
berpikir terbagi menjadi tiga fase, di antaranya fase pertumbuhan, yakni yang secara representatif
ditokohi oleh Washil bin Atha’, fase ini

Ajaran Pokok, Sekte-Sekte dan Ajaran Masing-Masing (Al-Murji’ah, Al-Mu’tazilah, Al-Khawarij, Al-
Farabi, Al-Qadariyah dan Al-Jabariyah),Harsono, M. Fatahurahman, Khairul Amri, Samsul Fajri,
Juwairiani9887terjadi di penghujung pemerintahan Bani Umayyah. Berikutnya fase perkembangan,
yang secara representatif diinisiasi oleh Abu Huzail dan An-Nazzham. Fase ini sezaman
dengan awal pemerintahan Abbasiyah hingga kejayaannya. Kemudian fase penghujung, yang
secara representatif ditokohi oleh Ali al-Juba’i dan putranya Abu Hisyam, pada fase ini sezaman dengan
pemerintahan Al-Mutawakkil dan khalifah berikutnya dari dinasti Abbasiyah.Sekte-sekte dalam aliran
Mu’tazilah yang masing-masing sekte itu mempunyai tokoh dan pendapat yang berbeda, seperti
sekte Washiliyah (pengikut Washil bin Atha), Huzailiyah (pengikut Abu Huzail Al-Allaf),
Nazzhamiyah (pengikut An-Nazzham), Juba’iyah (pengikut ibn Abd. Al-Wahhab al-Juba’i) dan masih
banyak lagi sekte lainnya.Pertama, Huzailiyah merupakan mereka para pengikut Abu Huzail Hamdan
bin Huzail Al-Allaf (135-235 H), pendapatnya di antaranya Iradah Allah tidak ada tempatnya, Allah
hanya menghendakinya, ada sebagian Kalam Allah yang tidak mempunyai tempat seperti amar, nahi,
berita dan sebagainya. Kedua, Nazzhamiyah adalah para pengikut Ibrahim bin Yasar bin Hani An-
Nazzham. Pendapatnya di antaranya ketentuan(qadar) baik dan buruk berasal dari manusia.
Menurutnya Allah swt tidak kuasa untuk menciptakan keburukan dan kemaksiatan karena hal itu
tidak termasuk dalam kehendak (qudrah) Allah. Menurut Nazzhamiyah pada dasarnya Allah tidak
mempunyai sifat iradat. Apabila dalam al-Qur’an dicantumkan bahwa Allah mempunyai sifat
Iradat, namun yang dimaksudkan bahwa Allah adalah pencipta dan pengatur sesuai dengan Ilmu
Allah.Ketiga, Juba’iyah, pendiri aliran ini adalah Abu Ali Muhammad bin Abdul Wahab al-Juba’i (295 H)
dan Abu Hasyim Abdul Salam (321 H). Kedua tokoh ini termasuk kelompok Mu’tazilah Basrah

Referensi :

Fajri, Samsul. (2022). Al-Mu’tazilah Dan Al-Asy’ariyah. Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.

https://www.jonedu.org/index.php/joe/article/view/1807/1483 ( ini di edit dulu )

Anda mungkin juga menyukai