PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membaca perpecahan umat Islam tidak ada habis-habisnya, karena terus menerus terjadi
perpecahan mulai dari munculnya khawarij dan syiah kemudian munculah aliran Jabariyah
Qodariyah. Satu syiar yang menipu dan mengelabui orang-orang yang tidak mengerti
bagaimana Islam telah menempatkan akal pada porsi yang benar. sehingga banyak kaum
muslimin yang terpuruk dan terjerumus masuk pemikiran kelompok ini. Akhirnya terpecahlah
dan berpalinglah kaum muslimin dari agamanya yang telah diajarkan Rasulullah dan para
shahabat-shahabatnya.
Akibat dari hal itu munculah bid’ah-bid’ah yang semakin banyak dikalangan kaum
muslimin sehingga melemahkan kekuatan dan kesatuan mereka serta memberikan gambaran
yang tidak benar terhadap ajaran Islam, bahkan dalam kelompok ini terdapat hal-hal yang
sangat berbahaya bagi Islam yaitu mereka lebih mendahulukan akal. Oleh karena itu
pemakalah akan sedikit membahas tentang Pemikiran Teologi Mu’tazilah.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
1
BAB II
PEMBAHASAN
Perkataan Mu’tazilah berasal dari kata “I’tizal” yang artinya memisahkan diri.Mu’tazilah
adalah salah satu aliran pemikiran dalam islam yang banyak terpengaruh dengan filsafat barat
sehingga berkecenderungan menggunakan rasio sebagai dasar argumentasi.
Aliran Mu’tazilah muncul kira-kira pada permulaan abad pertama Hijriyah, di kota
Basrah ( Irak).Basrah ketika itu menjadi kota pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam.
Selain itu, aneka kebudayaan asing dan bermacam-macm agama bertemu di kota itu. Makin
meluasnya dan makin banyaknya orang yang memeluk agama islam menyebabkan adanya
orang yang ingin menghancurkan islam, terutama dari segi aqidah.
Orang-Orang yang ingin menghancurkan islam tidak hanya mereka yang bukan
beragama islam, akan tetapi juga datang dari orang-orang islam sendiri karena masalah politik.
Dari pada itu, golongan Khawarij yang pada mulanya muncul lontara masalah politik, namun
kemudian mereka mempersoalkan pula masalah teologi (tentang masalah iman dan kufur).
Menurut mereka, orang islam yang berdosa besar adalah kafir, sedangkan menurut Murji’ah
tidak. Selanjutnya orang islam yang demikian itu, menurut Wasil Bin Atha bukan mukmin dan
bukan pula kafir, lalu ia dikenal sebagai Mu’tazilah karena ia berbeda pendapat dengan
gurunya dan memisahkan diri dari padanya.
Mengenai arti dan asal-usul kata Mu’tazilah terdapat beberapa versi yang ditemukan
oleh para ahli ilmu kalam.Yaitu:
1. Versi Almas’udi, sebutan Mu’tazilah berasal dari pendapat mereka yang mengatakan
bahwa orang yang membuat dosa besar bukan mukmin,juga bukan kafir,tetapi mengambil
posisi diantara keduanya (Al-manzilah bainal manzilatain). Jadi menurut versi ini
kemu’tazilahan itu mula-mula menjadi sifat orang yang berbuat dosa besar kemudian menjadi
sifat atau nama golongan yang berpendapat tentang posisi orang yang berdosa besar.
2
Golongan yang berpendapat itu di sebut Mu’tazilah karena mereka membuat orang yang
berbuat dosa besar jauh dari golongan mukmin dan kafir.
2. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa suatu hari Qatadah Ibnu Da’amah masuk kemasjid
basrah dan duduk pada majlis Amr bin Ubaid yang disangkanya majlis hasan Basri. Setelah
menyadari bahwa ia salah masuk, ia bediri dan meninggalkan tempat itu sambil berkata,”ini
kamu Mu’tazilah”.Sejak itu mereka di sebut kaum Mu’tazilah.
3. Menurut Ahmad Amin, sebutan Mu’tazilah sudah ada kurang lebih 100 tahun sebelum
terjadinya perselisihan pendapat Wasil bin Atha dengan Hasan Basri di mesjid basrah.
Golongan yang disebut Mu’tazilah pada waktu itu adalah mereka yang tidak ikut melibatkan
diri dalam pertikaian. Golongan yang tidak ikut pertikaian itu mengatan,”Kebenaran tidak
mesti berada pada salah satu pihak yang bertikai, melainkan kedua-duanya bisa salah,
sekurang-kurangnya tidak jelas siapa yang benar. Sedangkan agama hanya memerintahkan
memerangi orang-orang yang menyeleweng. kalau kedua golongan menyeleweng, maka kami
harus menjauhkan diri (I’tazalna).
Dalam bukunya “ Al munayat wal amal” Ahmad Bin Al-murtadha menulis, bahwa aliran
Mu’tazilah itu sendiri yang memberikan nama tersebut untuk dirinya, dan mereka tidak
menyalahi ijma’, bahwa memakai apa yang telah di ijmakan pada masa pertama islam. Kalau
mereka menjauhi sesuatu, maka pendapat-pendapat yang baru dan Bid’ah-bid’ah itulah yang
mereka jauhi. Kemudian sebutan Mu’tazilah itu disandarkan pada ayat Al-Qur’an Antara lain :
“dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang
baik.”
3
Sebutan yang lebih disenangi oleh kaum Mu’tazilah sebenarnya adalah Ahlul Adli wat
tauhid (golongan keadilan dan tauhid). Golongan Ahlu Sunnah menyebutkan Aliran
Mu’tazilah dengan sebutan Al-Mu’attilah. Mula-mula sebutan itu diberikan kepada aliran
Jahmiyyah, karena aliran ini mengosongkan tuhan dari sifat-sifatnya. Karena sifat-sifat Tuhan
dipersoalkan keberadaannya oleh aliran Mu’tazilah, maka mereka juga disebut Mu’attilah.
Wasil bin Atha Al-Ghazal adalah pendiri Aliran Mu’tazilah, sekaligus sebagai
pemimpinnya yang pertama.ia pula yang terkenal sebagai orang yang meletakan prinsip
pemikiran Mu’tazilah yang rasional.
Nama lengkapnya adalah abdul Huzzail Muhammad bin Al-Huzzail Al-Allaf. Ia sebagai
pemimpin Mu’tazilah kedua di Basrah. Ia banyak mempelajari Filsafat Yunani.
Pengetahuannya tentang Filsafat memudahkan baginya untuk menyusun dasar-dasar ajaran
Mu’tazilah secara teratur. Pengetahuannya tentang logika, membuat dia menjadi ahli debat.
Lawan-lawannya dari golongan Zindiq (orang yang pura-pura masuk Islam), dari kalangan
majusyi, Zoroaster, dan ateis tak mampu membantah argumentasinya. Menurut riwayat 3000
orang masuk islam di tangannya. Puncak kebesarannya dicapai pada masa Khalifah Al-
Ma’mun karena Khalifah ini pernah menjadi muridnnya.
Ia adalah pemimpin aliran Mu’tazilah di Baghdad.Ia adalah seorang tokoh aliran ini yang
membahas konsep “tawallud” yaitu batas-batas pertanggung jawaban manusia atas
perbuatannya. Bisyir mempunyai murid-murid yang besar pengaruhnya dalam penyebaran
paham Mu’tazilah, khususnya di Baghdad.
4
4. An-Nazzham (185 - 221 H)
Nama sebenarnya adalah Ibrahim bin Sayyar bin Hani An-Nazzham.Ia adalah murid
Abdul Huzail Al-Allaf. Ia juga banyak bergaul dengan para Filosof. Pendapatnya banyak
berbeda dengan aliran Mu’tazilah lainnya.An-Nazzham memiliki ketajaman berpikir yang luar
biasa, antara lain tentang metode keraguan dan metode empiraka (percobaan-percobaan) yang
merupakan cikal bakal pembaharuan di eropa.
Nama lengkapnya adalah Abu Ali Muhammad bin Ali Al-Jubbai. Sebutan Al-Jubbai dari
nama tempat kelahirannya, yaitu satu temapt bernama Jubba, di Iran. Al-Jubbai adalah guru
Imam Al-Asy’ari,tokoh utama aliran Ahlusunnah. Ketika Al-Asy’ari keluar dari barisan
Mu’tazilah dan menyerang pendapatnya, ia membalas Tafsiran Al-Qur’an banyak di ambil
oleh Az-Zamahsyari. Al-Jubba’I dan anaknya yaitu Abu Hasyim Al-Jubba’I mencerminkan
akhir masa kejayaan aliran Mu’tazilah.
Abu Husain Al-Khayyat termasuk tokoh Mu’tazilah Baghdad. Bukunya yang berjudul
“Al-Intisar” berisi tentang pembeelaan aliran Mu’tazilah dari serangan Ibnu Ar-Rawandi. Ia
hidup pada masa kemunduran aliran Mu’tazilah.
Ia diangkat menjadi kepala hakim oleh Ibnu Abad. Diantara karyanya yang besar adalah
ulasan tentang pokok-pokok ajaran Mu’tazilah.Al-Qadhi Abdul Jabar termasuk tokoh yang
hidup pada masa kemunduran aliran Mu’tazilah, namun ia mampu berprestasi baik dalam
bidang ilmu maupun dalam jabatan kenegaraan.
Nama lengkapnya adalah Jarullah Abdul Qasim Muhmmad bin Umar.Ia dilahirkan di
Desa Zamaksyar ,Iran. Ia terkenal sebagai tokoh dalam ilmu tafsir, nahwu dan paramasastra.
Dalam Karangannya ia dengan terang-terangan menonjolkan paham Mu’tazilah, misalanya
5
dalam kitab Tafsiran” Al-Kassyaf “ Ia berusaha menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an bedasarkan
ajaran-ajaran Mu’tazilah, terutama lima prisip ajarannya.
Ada lima ajaran pokok yang menjadi prinsip utama aliran Mu’tazilah. Kelima ajaran
pokok tersebut adalah :
Ajaran yang paling penting dari kaum Mu’tazilah adalah At-Tauhid atau ke-Maha Esaan
Allah.Bagi mereka, Allah baru dapat dikatakan Maha Esa jika ia merupakan zat yang usik,
tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia.
Menurut paham ini tidak berarti bahwa Tuhan tidak diberi sifat-sifat. Tuhan bagi kaum
Mu’tazilah tetap Maha Tahu, Maha Kuasa, Maha Hidup, Maha Mendengar, Maha Melihat,
dan sebagainya, tetapi itu tak dapat dipisahkan dari Dzat Tuhan dengan kata lain, sifat-sifat itu
merupakan esensi Dzat Tuhan.Bagi Mu’tazilah pahm ini mereka muculkan karena keinginan
untuk memelihara kemurnian ke-Maha esaan Tuhan.
2. Al-Adl (Keadilan)
Bagi Mu’tazilah paham ini mereka munculkan karena ingin mensucika perbuatan Tuhan
dari persamaannya dengan perbuatan makhluk. Hanya tuhan yang berbuat adil seadil-
adilnya.Tuhan tidak mungkin berbuat zalim.
6
dijadikan oleh Tuhan pada diri mereka. Ia hannya memerintahkan apa yang dikehendaki-nya.
Ia menghendaki kebaikan-kebaikan yang Ia perintahkan dan tidak campur tangan dalam
keburukan-keburukan yang dilarang”.
Kaum Mu’tazilah yakin bahwa tuhan pasti akan memberikan pahala dan akan
menjatuhkan siksa kepada manusia di Akhirat kelak. Bagi mereka Tuhan tidak dikatakan adil
jika Ia tidak member pahala kepada orang yang berbuat baik dan tidak menghukum orang
jahat. Keadilan meghendaki supaya orang bersalah diberi hukuman berupa neraka dan orang
yang berbuat baik diberi hadiah berupa surga sebagaimana dijanjikan Tuhan.
Prinsip keempat ini juga erat kaitannya dengan prinsip keadilan Tuhan.Pembuatan dosa
besar bukanlah kafir, karena mereka masih percaya kepada Allah dan Rosul-Nya, tetapi
mereka bukan pula Mukmin, karena iman meeka tidak lagi sempurna.
Penempatan ini bagi kaum Mu’tazilah berkaitan dengan pahaPrinsip keempat ini juga
erat kaitannya dengan prinsip keadilan Tuhan.Pembuatan dosa besar bukanlah kafir, karena
mereka masih percaya kepada Allah dan Rosul-Nya, tetapi mereka bukan pula Mukmin,
karena iman meeka tidak lagi sempurna.
Penempatan ini bagi kaum Mu’tazilah berkaitan dengan paham Mu’tazilah tentang iman.
Iman bagi mereka bukan hanya pengakuan dan ucapan tetapi juga perbuatan. Dengan
demikian pembuat dosa besar tidak beriman,tidak juga kafir seperti disebut terdahulu.
5 Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat buruk)
Mengenai hal ini kaum Mu’tazilah berpendapat sama dengan pendapat golongan-
golongan umat Is;am lainnya. Kalaupun ada perbedaan hanya dari segi pelaksanaannya,
apakah seruan untuk berbuat baik dan larangan berbuat buruk itu dilakukan dengan lunak atau
dengan kekerasan.
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mu’tazilah berasal dari kata “I’tizal” yang artinya memisahkan diri. Mu’tazilah adalah
salah satu aliran pemikiran dalam islam yang banyak terpengaruh dengan filsafat barat sehingga
berkecenderungan menggunakan rasio sebagai dasar argumentasi. Aliran Mu’tazilah mucul kira-
kira pada permulaan abad pertama Hijriyah, di kota Basrah ( Irak). Menurut Almas’udi,sebutan
Mu’tazilah berasal dari pendapat mereka yang mengatakan bahwa orang yang berbuat dosa besar
bukan mukmin,juga bukan kafir,tetapi mengambil posisi diantara keduanya (Almanzilah bainal
manzilatain).
Sedangkan Menurut Ahmad Amin,sebutan Mu’tazilah sudah ada kurang lebih 100 tahun
sebelum terjadinya perselisihan pendapat antara Wasil bin Atha dengan Hasan Basri di mesjid
Basrah. . Golongan yang disebut Mu’tazilah pada waktu itu adalah mereka yang tidak ikut
melibatkan diri dalam pertikaian. Golongan yang tidak ikut pertikaian itu mengatan,”Kebenaran
tidak mesti berada pada salah satu pihak yang bertikai, melainkan kedua-duanya bisa salah,
sekurang-kurangnya tidak jelas siapa yang benar.Sedangkan agama hanya memerintahkan
memerangi orang-orang yang menyeleweng. kalau kedua golongan menyeleweng, maka kami
harus menjauhkan diri (I’tazalna).
Ajaran-Ajaran pokok Aliran Mu’tazilah adalah: At-Tauhid (Kemaha Esaan Allah), Al-
Adl (Keadilan), Al-Wa’d wal al-Wa’id (Posisi diantara dua posisi), Al-Manzilah bainal
Manzilatain (Posisi diantara dua posisi), Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Menyuruh berbuat baik dan
melarang berbuat buruk)
Menyadari bahwa penulisan jauh dari kata sempurna, kedepannya penulisan akan lebih
Fokus dan delail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber- sumber yang lebih
bnyakyang tentu dapat di pertanggung jawabkan. Untuk saran bisa berupa kritik atau saran yang
membangun, juga bisa untuk menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah
8
dijelaskan. Untuk bagian terakhirdari makahal adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain akan
saya jelaskan tentang daftar pustaka makalah.
9
DAFTAR PUSTAKA
Nasution H. 1986. TEOLOGI ISLAM. Aliran-alira, sejarah Analisa Prbandingan. Vol Xv+155
hal. Hal 56.
Rozak Abdul dan Anwar Rosihon. 2012. Ilmu Kalam. Bandung. Pustaka Setia.
10