Di susun oleh
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini dapat tersusun
hingga selesai. Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Saya yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman saya. Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................... 1
A. Pengertian .......................................................................... 2
A. Kesimpulan......................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Membaca perpecahan umat Islam tidak ada habis-habisnya, karena terus menerus terjadi
perpecahan mulai dari munculnya khawarij dan syiah kemudian munculah aliran Jabariyah
Qodariyah. Satu syiar yang menipu dan mengelabui orang-orang yang tidak mengerti bagaimana
Islam telah menempatkan akal pada porsi yang benar. sehingga banyak kaum muslimin yang
terpuruk dan terjerumus masuk pemikiran kelompok ini. Akhirnya terpecahlah dan berpalinglah
kaum muslimin dari agamanya yang telah diajarkan Rasulullah dan para shahabat-shahabatnya.
Akibat dari hal itu munculah bid’ah-bid’ah yang semakin banyak dikalangan kaum muslimin
sehingga melemahkan kekuatan dan kesatuan mereka serta memberikan gambaran yang tidak
benar terhadap ajaran Islam, bahkan dalam kelompok ini terdapat hal-hal yang sangat berbahaya
bagi Islam yaitu mereka lebih mendahulukan akal. Oleh karena itu pemakalah akan sedikit
membahas tentang Pemikiran Teologi Mu’tazilah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Mu’tazilah
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian Mu’tazilah
A. Pengertian
Perkataan Mu’tazilah berasal dari kata “I’tizal” yang artinya memisahkan diri.
Mu’tazilah adalah salah satu aliran pemikiran dalam islam yang banyak terpengaruh dengan filsafat
barat sehingga berkecenderungan menggunakan rasio sebagai dasar argumentasi.
Basroh ketika itu menjadi kota pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam. Selain itu,
aneka kebudayaan asing dan bermacam-macm agama bertemu di kota itu. Makin meluasnya dan
makin banyaknya orang yang memeluk agama islam menyebabkan adanya orang yang ingin
menghancurkan islam, terutama dari segi aqidah.
Orang-Orang yang ingin menghancurkan islam tidak hanya mereka yang bukan beragama
islam, akan tetapi juga datang dari orang-orang islam sendiri karena masalah politik. Dari pada itu,
golongan Khawarij yang pada mulanya muncul lontara masalah politik, namun kemudian mereka
mempersoalkan pula masalah teologi (tentang masalah iman dan kufur). Menurut mereka, orang
islam yang berdosa besar adalah kafir, sedangkan menurut Murji’ah tidak. Selanjutnya orang islam
yang demikian itu, menurut Wasil Bin Atha bukan mukmin dan bukan pula kafir, lalu ia dikenal
sebagai Mu’tazilah karena ia berbeda pendapat dengan gurunya dan memisahkan diri dari padanya.
Mengenai arti dan asal-usul kata Mu’tazilah terdapat beberap versi yang ditemukan oleh para ahli
ilmu kalam.Yaitu:
1. Versi Almas’udi, sebutan Mu’tazilah berasal dari pendapat mereka yang mengatakn bahwa orang
yang membuat dosa besar bukan mukmin,juga bukan kafir,tetapi mengambil posisi diantara
keduanya (Al-manzilah bainal manzilatain). Jadi menurut versi ini kemu’tazilahan itu mula-mula
menjadi sifat orang yang berbuat dosa besar kemudian menjadi sifat atau nama golongan yang
berpendapat tentang posisi orang yang berdosa besar. Golongan yang berpendapat itu di sebut
Mu’tazilah karena mereka membuat orang yang berbuat dosa besar jauh dari golongan mukmin dan
kafir.
2. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa suatu hari Qatadah Ibnu Da’amah masuk kemesjid basrah dan
duduk pada majlis Amr bin Ubaid yang disangkanya majlis hasan Basri. Setelah menyadari bahwa ia
salah masuk, ia bediri dan meninggalkan tempat itu sambil berkata,”ini kamu Mu’tazilah”.Sejak itu
mereka di sebut kaum Mu’tazilah.
3. Menurut Ahmad Amin, sebutan Mu’tazilah sudah ada kurang lebih 100 tahun sebelum terjadinya
perselisihan pendapat Wasil bin Atha dengan Hasan Basri di mesjid basrah. Golongan yang disebut
Mu’tazilah pada waktu itu adalah mereka yang tidak ikut melibatkan diri dalam pertikaian. Golongan
yang tidak ikut pertikaian itu mengatan,”Kebenaran tidak mesti berada pada salah satu pihak yang
bertikai, melainkan kedua-duanya bisa salah, sekurang-kurangnya tidak jelas siapa yang benar.
Sedangkan agama hanya memerintahkan memerangi orang-orang yang menyeleweng. kalau kedua
golongan menyeleweng, maka kami harus menjauhkan diri (I’tazalna).
Dalam bukunya “ Almunayat wal amal” Ahmad Bin Al-murtadha menulis, bahwa aliran
M’tazilah itu sendiri yang memberikan nama tersebut untuk dirinya, dan mereka tidak menyalahi
ijma, bahwa memakai apa yang telah di ijmakan pada masa pertama islam. Kalau mereka menjauhi
sesuatu, maka pendapat-pendapat yang baru dan Bid’ah-bid’ah itulah yang mereka jauhi. Kemudian
sebutan Mu’tazilah itu disandarkan pada ayat Al-Qur’an Antara lain :
“dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang
baik.”
Sebutan yang lebih disenangi oleh kaum Mu’tazilah sebenarnya dalah Ahlul Adli wat
tauhid (golongan keadilan dan tauhid). Golongan Ahlu Sunnah menyebutkan Aliran Mu’tazilah
dengan sebutan Al-Mu’attilah. Mula-mula sebutan itu diberikan kepada aliran Jahamiah, karena
aliran ini mengosongkan tuhan dari sifat-sifatnya. Karena sifat-sifat Tuhan dipersoalkan
keberadaannya oleh aliran Mu’tazilah, maka mereka juga disebut Mu’attilah.
Nama lengkapnya adalah abdul Huzzail Muhammad bin Al-Huzzail Al-Allaf. Ia sebagai pemimpin
Mu’tazilah kedua di Basrah. Ia banyak mempelajari Filsafat Yunani. Pengetahuannya tentang Filsafat
memudahkan baginya untuk menyusun dasar-dasar ajaran Mu’tazilah secara teratur.
Pengetahuannya tentang logika, membuat dia menjadi ahli debat. Lawan-lawannya dari golongan
Zindiq (orang yang pura-pura masuk Islam), dari kalangan majusyi, Zoroaster, dan ateis tak mampu
membantah argumentasinya. Menurut riwayat 3000 orang masuk isalam di tangannya. Puncak
kebesarannya dicapai pada masa Khalifah Al-Ma’mun karena Khalifah ini pernah menjadi muridnnya.
Ia adalah pemimpin aliran Mu’tazilah di Baghdad.Ia adalah seorang tokoh aliran ini yang
membahas konsep “tawallud” yaitu batas-batas pertanggung jawaban manusia atas perbuatannya.
Bisyir mempunyai murid-murid yang besar pengaruhnya dalam penyebaran paham Mu’tazilah,
khususnya di Baghdad.
Nama sebenarnya adalah Ibrahim bin Sayyar bin Hani An-Nazzham.Ia adalah murid Abdul Huzail
Al-Allaf. Ia juga banyak bergaul dengan para Filosof. Pendapatnya banyak berbeda dengan aliran
Mu’tazilah lainnya.An-Nazzham memiliki ketajaman berpikir yang luar biasa, antara lain tentang
metode keraguan dan metode empiraka (percobaan-percobaan) yang merupakan cikal bakal
pembaharuan di Eropa.
Nama lengkapnya adalah Abu Ali Muhammad bin Ali Al-Jubbai. Sebutan Al-Jubbai dari nama
tempat kelahirannya, yaitu satu temapt bernama Jubba, di Iran. Al-Jubbai adalah guru Imam Al-
Asy’ari,tokoh utama aliran Ahlusunnah. Ketika Al-Asy’ari keluar dari barisan Mu’tazilah dan
menyerang pendapatnya, ia membalas Tafsiran Al-Qur’an banyak di ambil oleh Az-Zamahsyari. Al-
Jubba’I dan anaknya yaitu Abu Hasyim Al-Jubba’I mencerminkan akhir masa kejayaan aliran
Mu’tazilah.
Ia diangkat menjadi kepala hakim oleh Ibnu Abad. Diantara karyanya yang besar adalah
ulasan tentang pokok-pokok ajaran Mu’tazilah.Al-Qadhi Abdul Jabar termasuk tokoh yang hidup
pada masa kemunduran aliran Mu’tazilah, namun ia mampu berprestasi baik dalam bidang ilmu
maupun dalam jabatan kenegaraan.
Nama lengkapnya adalah Jarullah Abdul Qasim Muhmmad bin Umar.Ia dilahirkan di Desa
Zamaksyar ,Iran. Ia terkenal sebagai tokoh dalam ilmu tafsir, nahwu dan paramasastra. Dalam
Karangannya ia dengan terang-terangan menonjolkan paham Mu’tazilah, misalanya dalam kitab
Tafsiran” Al-Kassyaf “ Ia berusaha menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an bedasarkan ajaran-ajaran
Mu’tazilah, terutama lima prisip ajarannya.
Ajaran yang paling penting dari kaum Mu’tazilah adalah At-Tauhid atau ke-Maha Esaan
Allah.Bagi mereka, Allah baru dapat dikatakan Maha Esa jika ia merupakan zat yang usik, tidak ada
sesuatu pun yang serupa dengan Dia.
Menurut paham ini tidak berarti bahwa Tuhan tidak diberi sifat-sifat.
Tuhan bagi kaum Mu’tazilah tetap Maha Tahu, Maha Kuasa, Maha Hidup, Maha Mendengar,
Maha Melihat, dan sebagainya, tetapi itu tak dapat dipisahkan dari Dzat Tuhan dengan kata lain,
sifat-sifat itu merupakan esensi Dzat Tuhan.Bagi Mu’tazilah pahm ini mereka muculkan karena
keinginan untuk memelihara kemurnian ke-Maha esaan Tuhan.
2. Al-Adl (Keadilan)
Bagi Mu’tazilah paham ini mereka munculkan karena ingin mensucika perbuatan Tuhan dari
persamaannya dengan perbuatan makhluk. Hanya tuhan yang berbuat adil seadil-adilnya.Tuhan
tidak mungkin berbuat zalim.
Dalam menafsirkan keadilan mereka mengatakan bahwa “Tuhan tidak menghendaki keburukan
dan tidak menciptakan perbuatan manusia.Manusia bisa mengerjakan sendiri segala perintah-Nya
dan meninggalkan segala larangan-Nya dengan kekuasaan (kodrat) yang dijadikan oleh Tuhan pada
diri mereka. Ia hannya memerintahkan apa yang dikehendaki-nya. Ia menghendaki kebaikan-
kebaikan yang Ia perintahkan dan tidak campur tangan dalam keburukan-keburukan yang dilarang”.
Kaum Mu’tazilah yakin bahwa tuhan pasti akan memberikan pahala dan akan menjatuhkan siksa
kepada manusia di Akhirat kelak. Bagi mereka Tuhan tidak dikatakan adil jika Ia tidak member pahala
kepada orang yang berbuat baik dan tidak menghukum orang jahat. Keadilan meghendaki supaya
orang bersalah diberi hukuman berupa neraka dan orang yang berbuat baik diberi hadiah berupa
surga sebagaimana dijanjikan Tuhan.
Prinsip keempat ini juga erat kaitannya dengan prinsip keadilan Tuhan.Pembuatan dosa besar
bukanlah kafir, karena mereka masih percaya kepada Allah dan Rosul-Nya, tetapi mereka bukan pula
Mukmin, karena iman meeka tidak lagi sempurna.
Penempatan ini bagi kaum Mu’tazilah berkaitan dengan pahaPrinsip keempat ini juga erat kaitannya
dengan prinsip keadilan Tuhan.Pembuatan dosa besar bukanlah kafir, karena mereka masih percaya
kepada Allah dan Rosul-Nya, tetapi mereka bukan pula Mukmin, karena iman meeka tidak lagi
sempurna.
Penempatan ini bagi kaum Mu’tazilah berkaitan dengan paham Mu’tazilah tentang iman. Iman
bagi mereka bukan hanya pengakuan dan ucapan tetapi juga perbuatan. Dengan demikian pembuat
dosa besar tidak beriman,tidak juga kafir seperti disebut terdahulu.
5 Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat buruk)
Mengenai hal ini kaum Mu’tazilah berpendapat sama dengan pendapat golongan-golongan
umat Is;am lainnya. Kalaupun ada perbedaan hanya dari segi pelaksanaannya, apakah seruan untuk
berbuat baik dan larangan berbuat buruk itu dilakukan dengan lunak atau dengan kekerasan.
BAB III
A. Kesimpulan
Mu’tazilah berasal dari kata “I’tizal” yang artinya memisahkan diri. Mu’tazilah adalah salah satu
aliran pemikiran dalam islam yang banyak terpengaruh dengan filsafat barat sehingga
berkecenderungan menggunakan rasio sebagai dasar argumentasi. Aliran Mu’tazilah mucul kira-kira
pada permulaan abad pertama Hijriyah, di kota Basrah ( Irak). Menurut Almas’udi,sebutan
Mu’tazilah berasal dari pendapat mereka yang mengatakan bahwa orang yang berbuat dosa besar
bukan mukmin,juga bukan kafir,tetapi mengambil posisi diantara keduanya (Almanzilah
bainal manzilatain).
Sedangkan Menurut Ahmad Amin,sebutan Mu’tazilah sudah ada kurang lebih 100 tahun
sebelum terjadinya perselisihan pendapat antara Wasil bin Atha dengan Hasan Basri di mesjid
Basrah. . Golongan yang disebut Mu’tazilah pada waktu itu adalah mereka yang tidak ikut
melibatkan diri dalam pertikaian. Golongan yang tidak ikut pertikaian itu mengatan,”Kebenaran tidak
mesti berada pada salah satu pihak yang bertikai, melainkan kedua-duanya bisa salah, sekurang-
kurangnya tidak jelas siapa yang benar.Sedangkan agama hanya memerintahkan memerangi orang-
orang yang menyeleweng. kalau kedua golongan menyeleweng, maka kami harus menjauhkan diri
(I’tazalna).
Ajaran-Ajaran pokok Aliran Mu’tazilah adalah: At-Tauhid (Kemaha Esaan Allah), Al-
Adl (Keadilan), Al-Wa’d wal al-Wa’id (Posisi diantara dua posisi), Al-Manzilah bainal
Manzilatain (Posisi diantara dua posisi), Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Menyuruh berbuat baik dan
melarang berbuat buruk)
Nasution H. 1986. TEOLOGI ISLAM. Aliran-alira, sejarah Analisa Prbandingan. Vol Xv+155 hal. Hal 56.
Tanya jawab
Jawab