Anda di halaman 1dari 17

MU’TAZILAH

(Sejarah Kemunculannya, Metode dan Doktrin Teologi)

Disusun untuk Mememnuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam
Diampu Oleh Dosen :
Dr. H. Reza Ahmad Zahid, Lc, M.A

OLEH :
ALFA ROISYA
NIM. 12851221002

PROGRAM STUDI MAGISTER TADRIS MATEMATIKA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMTULLAH TULUNGAGUNG

OKTOBER 2021
KATA PENGANTAR

‫ميحرلا نمحرلا هللا‬ ‫بسم‬

Penulis mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah Swt, atas berkat dan limpahan
rahmatnya maka makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.

Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Mu‟tazilah”, guna
untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pemikiran Peradaban Islam, yang menurut penulis
dapat memberikan manfaat yang besar untuk mengetahui apa itu mu‟tazilah, sejarah mutazilah,
metode dan teologi mu‟tazilah.

Beberapa pihak telah membantu dan mendukung dalam menyusun makalah ini. Oleh
karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Rasa terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak berikut ini

1. Dr. H. Reza Ahmad Zahid, Lc, M.A dan Dr. Binti Mu‟alamah, M.Pd selaku dosen
pengampu mata kuliah Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam.
2. Teman-teman kelas I-A Magister Tadris Matematika yang sudah memberi dukungan
serta memberikan tunjangan materi sebagai bahan preferensi makalah.

Penulis sadar bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan masukan dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.

Penulis mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa syukur dan terima kasih
semoga makalah ini memberikan manfaat.

Kediri, 27 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Mu‟tazilah ............................................................................... 5


B. Metode Mu‟tazilah ............................................................................... 8
C. Doktrin Mu‟tazilah............................................................................... 9

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

iii
4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kaum Mu`tazilah merupakan sekelompok manusia yang pernah menggemparkan
dunia Islam selama lebih dari 300 tahun akibat fatwa-fatwa mereka yang menghebohkan,
selama waktu itu pula kelompok ini telah menumpahkan ribuan darah kaum muslimin
terutama para ulama Ahlus Sunnah yang bersikukuh dengan pedoman mereka.
Awal kemunculan paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid dan
Guru, dan akhirnya golongan mu‟tazilah pun dinisbahkan kepadanya. Sehingga
kelompok Mu‟tazilah semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya, kemudian
para petinggi mereka mendalami filsafat yang banyak tersebar di masa khalifah Al
Makmun. Untuk lebih mendalami tentang sejarah dan metode serta doktrin mu‟tazilah
maka penulis akan memaparkan pada makalah ini yaitu makalah tentang Mu‟tazilah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah mu‟tazilah?
2. Bagaimana metode mu‟tazilah?
3. Bagaimana doktrin teologi mu‟tazilah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah sejarah mu‟tazilah
2. Untuk mengetahui metode mu‟tazilah
3. Untuk memahami doktrin teologi mu‟tazilah.

4
5

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Mu’tazilah
Secara harfiyah kata Mu„tazilah berasal dari I‟tazala yang berarti berpisah atau
memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri.1 Kaum Mu‟tazilah
berarti orang-orang yang menyisihkan diri. Berbeda-beda pendapat orang tentang sebab
musabab timbulnya firqoh Mu‟tazilah itu.2
Kaum Mu`tazilah merupakan sekelompok manusia yang pernah menggemparkan
dunia Islam selama lebih dari 300 tahun akibat fatwa-fatwa mereka yang menghebohkan,
selama waktu itu pula kelompok ini telah menumpahkan ribuan darah kaum muslimin
terutama para ulama Ahlus Sunnah yang bersikukuh dengan pedoman mereka. Sejarah
munculnya aliran Mu‟tazilah muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun
105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan
khalifah Hisyam Bin Abdul Malik.3
Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri
yang bernama Washil bin Atha‟ Al-Makhzumi Al-Ghozzal yang lahir di Madinah tahun
700 M, kemunculan ini adalah karena Wasil bin Atha‟ berpendapat bahwa muslim
berdosa besar bukan mukmin dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan al Bashri
berpendapat mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin. Inilah awal kemunculan
paham ini dikarenakan perselisihan tersebut antar murid dan Guru, dan akhirnya
golongan mu‟tazilah pun dinisbahkan kepadanya. Sehingga kelompok Mu‟tazilah
semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya, kemudian para petinggi mereka
mendalami buku-buku filsafat yang banyak tersebar di masa khalifah Al Makmun. Maka
sejak saat itulah manhaj mereka benar-benar diwarnai oleh manhaj ahli kalam yang
berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al Qur‟an dan As Sunnah.
Dalam literasi lain munculnya aliran Mu„tazilah sudah ada sejak zaman dinasti
kerajaan Umawiyyah, akan tetapi berkembangnya metode dan pola pikirnya yang rasional
dan liberal ketika di zaman kerajaan dinasti Abbassiyah, khususnya ketika khalifah Al-

1
Abdul Rozak. Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: PustakaSetia, 2006), h. 77.
2
Edi Maryanto,et.al,” Bunga Rampai Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam”, (Yogyakarta: K-Media,2018)hlm 59
3
Abrari Syauqi dkk, Sejarah Peradapan Islam, (Yogyakarta : Aswaja Pressindo, 2016) hlm 294

5
Makmun (813-833 M) yang mendukung penuh pola pikir mereka, dan menjadi mazhab
resmi pemerintahan ketika itu.4
Ada beberapa pendapat yang menerangkan lahirnya aliran ini dan sebab-sebab kaum
ini dinamai kaum Mu„tazilah, yaitu:
1. Ada beberapa pendapat bahwa munculnya aliran Mu„tazilah sebenarnya sudah
pernah muncul satu abad sebelum munculnya Mu„tazilah yang dipelopori oleh
Washil ibn Atha. Sebutan Mu„tazilah ketika itu merupakan julukan bagi
kelompok yang tidak mau terlibat dengan urusan politik, dan hanya menekuni
dakwah dan ibadah semata. 52 Secara khusus sebutan Mu„tazilah itu ditujukan
kepada mereka yang tidak mau ikut peperangan, baik perang Jamal antara
pasukan Saidina Ali ibn Abi Thalib dengan pasukan Siti Aisyah, maupun perang
Shiffin antara pasukan Saidina Ali ibn Abi Thalib melawan pasukan Mu„awiyah.
Kedua peperangan ini terjadi karena persoalan politik.
2. Persoalan teologis yang cukup hangat diperbincangkan oleh para ulama pada
penghujung abad ke-I hijriah ialah tentang status orang mukmin yang melakukan
dosa besar. sebagaimana diketahui kaum Khawarij memandang mereka kafir
sedang kaum Murji„ah memandang mereka mukmin. Masalah status mukmin
yang berdosa besar tersebut muncul di forum majelis taklim yang dipimpin oleh
Hasan al-Bashri di mesjid Basrah. Disaat Hasan al-Bashri masih berfikir untuk
menjawab, secara spontan salah seorang peserta pengajian yang bernama Washil
ibn Atha mengeluarkan pendapatnya sendiri dengan mengatakan: ― saya
berpendapat orang mukmin yang berbuat dosa besar maka statusnya tidak lagi
mukmin sempurna namun juga tidak kafir sempurna. Dia berada di antara dua
posisi; tidak mukmin tidak kafir. (almanzilah bayn al-manzilatain). Sesudah
mengemukakan pendapat tersebut, Washil ibn Atha langsung meninggalkan
forum pengajian Hasan al-Bashri dan diikuti oleh temannya yang bernama ‗Amr
ibn Ubaid. Mereka langsung menuju salah satu tempat lain di dalam masjid
tersebut dan membentuk halaqah sendiri Melihat tindakan Washil dan temannya
itu, Hasan al-Bashri pun berkomentar: I‟tazala anna Washil, (Washil telah
memisahkan diri dari kita). Semenjak itulah Washil dan kawannya dinamai

4
Edi Maryanto,et.al,” Bunga Rampai Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam”, (Yogyakarta: K-Media,2018)hlm 59

6
dengan sebutan Mu„tazilah. Peristiwa yang diceritakan di atas dinilai oleh banyak
ahli sejarah sebagai faktor utama penyebab lahirnya aliran Mu„tazilah. 5
Jika Mu„tazilah pertama muncul berkaiatan dengan masalah politik di masa
pemerintahan Saidina Ali bin Abi Thalib, maka Mu„tazilah yang kedua, yang muncul
satu abad kemudian, lebih disebabkan karena persoalan agama semata. Mu„tazilah inilah
yang kemudian menjadi salah satu aliran Kalam dalam pemikiran Islam. 6
Adapun firqoh Mu‟tazilah ini mempunyai dua pusat peradaban, yaitu:7
a. Di Basrah; pada permulaan abad II H, dipimpin oleh Washil bin Atho‟ dan Amr
bin „Ubaid, diperkuat oleh muridmuridnya Utsman at-Thawil, Hafsh bin Salim,
Hasan bin Zakwan, Khalik bin Sofwan, dan Ibrahim bin Yahya alMadani. Pada
permulaan abad III H, Mu‟tazilah yang berpusat di Basrah dipimpin oleh Abu
Hudzail al-„Allaf (w. 235 H), Ibrahim bin Sayar an-Nazham (w. 221 H), Abu
Basyar al-Marisi (w. 218 H), Utsman al-Jahiz (w. 255 H), Ibnu al-Mu‟ammar (w.
210 H), dan Abu Ali al-Juba‟i (w. 303 H).
b. Di Baghdad; dipimpin oleh Basyar bin al-Mu‟tamar, dibantu oleh Abu Musa al-
Murdan, Ahmad bin Abi Dawud (w. 240 H), Ja‟far bin Mubasysyar (w. 234 H),
dan Ja‟far bin Harib al-Hamdani (w. 235 H).
Kaum Mu„tazilah sendiri sebenarnya menamakan golongan mereka dengan sebutan
“Ahlu al-adli wa al-tauhid”, yakni golongan yang mempertahankan keadilan dan keesaan
Tuhan. Sebutan ini lebih mereka sukai karena bersumber dari dua ajaran pokok yaitu al-
Adlu dan al-Tauhid. Bahkan dari ucapan-ucapan pemuka Mu'tazilah dapat ditarik
kesimpulan bahwa mereka sendirilah yang menimbulkan nama itu. Menurut Harun
Nasution, walaupun lebih senang disebut Ahlu al-adli wa al-tauhid, namun mereka tidak
menolak disebut Mu„tazilah itu. Menurut Al-Qadhi Abdul Jabbar, seorang pemuka
Mu'tazilah yang buku-bukunya banyak ditemui kembali pada abad kedua puluh Masehi
ini, di dalam teologi terdapat kata I‟tazala yang mengandung arti mengasingkan diri dari
yang salah dan tidak benar. Dengan demikian kata Mu'tazilah mengandung arti pujian.8

5
Edi Maryanto,et.al,” Bunga Rampai Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam”, (Yogyakarta: K-Media,2018)hlm 60
6
Ibid, hlm 60
7
Abrari Syauqi dkk, Sejarah Peradapan Islam, (Yogyakarta : Aswaja Pressindo, 2016) hlm 299
8
Ibid, hlm 61

7
Dari uraian-urain di atas dapat diketahui bahwa orang yang pertama membina aliran
Mu„tazilah adalah Washil ibn Atha. Sebagaimana dikatakan al-Mas„udi, ia adalah,
Syaikh al-Mu‟tazilah wa Qadimuha, yaitu pimpinan sekaligus orang tertua dalam
Mu„tazilah. 56 Ia lahir tahun 81 H di Madinah dan meninggal tahun 131 H. Di sana ia
belajar pada Abu Hasyim Abdullah ibn Muhammad ibn al-Hanafiah, kemudian pindak ke
Bashrah dan belajar pada Hasan al-Bashri.
B. Metode Pemikiran Teologi Mu’tazilah
Menurut Abu Zahrah, dalam menetapkan akidah, Mu„tazilah berpegang pada premis-
premis logika, kecuali dalam masalah-masalah yang tidak dapat dijangkau akal. Mereka
mempercayai kemampuan dan kekuatan akal. Setiap masalah yang timbul mereka
hadapkan kepada akal. Yang dapat diterima akal, mereka terima,dan yang tidak dapat
diterimaakal mereka tolak. 9Mu„tazilah banyak dipengaruhi oleh pemikiran filsafat
Yunani danlogika dalam menemukan landasan-landasan paham mereka. Penyebabnya
ada dua yaitu :
1. Mereka menemukan di dalam filsafat Yunani keserasian dengankecenderungan
pikiran mereka. Kemudian mereka jadikan sebagai metode berpikir yang membuat
mereka lebih lancar dan kuat dalam berargumentasi.
2. Ketika para filosof dan pihak lain berusaha meruntuhkan dasar-dasar ajaran Islam
dengan argumentasi-argumentasi logis, Mu„tazilah dengan gigih menolak mereka
dengan menggunakanmetode diskusi dan debat mereka. Kaum Mu„tazilah memang
banyak mempelajari filsafat untuk dijadikan senjata mengalahkan serangan para
filosof dan pihak lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kaum Mu„tazilah
adalah filosof-filosof Islam.10
Kaum Mu„tazilah memang banyak mempelajari filsafat untuk dijadikan senjata
mengalahkan serangan para filosof dan pihak lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa kaum Mu„tazilah adalah filosof-filosof Islam.
Di dalam sejarah pemikiran Islam, kaum Mu„tazilah merupakan golongan yang
membawa persoalan-persoalan teologi yang lebih mendalam dan bersifat filosofis
dibanding aliran-aliran teologi lainnya. Hal ini sebagaimana dikatakan di atas karena

9
Abu Zahrah, Tarikh Mazahib al-Islamiyah, Cairo Mesir. Dar al-Fikr alAraby,t. th. h. 144
10
Ibid, hlm 145

8
mereka banyak dipengaruhi filsafat dan logika. Dalam membahas dan memecahkan
masalah-masalah teologi mereka lebih banyak menggunkan kemampuan akal. Karenanya
maka teologi yang mereka kembangkan lebih bercorak rasional dan liberal. Mereka pun
dinamakan juga dengan sebutan kaum rasionalis Islam.
C. Doktrin Teologi Mu’tazilah
Ilmu, menurut Mu'tazilah hanya dapat diperoleh dengan akal dan tak bisa dengan
jalan lain. Pengetahuan tentang adanya Tuhan dapat dicapaidengan akal dan kecuali
Tuhan segala sesuatu dapat berubah dan binasa. Akaldan keadilan adalah prinsip yang
memimpin manusia dalamtindaktanduknya, kegunaan atau manfaat dari usaha
membahagiakan manusiapada umumnya ukuran benar dan salah. Oleh sebab itu
Mu'tazilah disebut pula Rationalist dan Utilitarist, dimana mereka mendasarkan hukum
moral atas persesuaian wahyu dengan akal. Ada lima doktrin pokok ajaran Mu„tazilah
yang populer dengan sebutan al-Ushul al-Khamsah. Kelima doktrin itu adalah alTauhid
(keesaan Tuhan), al-Adl (keadilan), al-Wa‟ad wa al-Wa‟id (janji dan ancaman), al-
Manzilah bayn al-Manzilatain (tempat di antara dua tempat), dan al-Amr bi al-Ma‟ruf wa
al-Nahy „an alMunkar (mengajak kepada kebaikan dan melarang kejahatan).
1. At-Tauhid, yaitu mengesakan Tuhan. Dalam mengesakan Tuhan, kaum
Mu„tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat-sifat yang berdiri
sendiri di luar zat, karena akan berakibat banyaknya yang qadim
(terdahulu/kekal). Mereka juga menolak sifat-sifat jasmaniyah (antropomorfisme)
bagi Tuhan karena akan membawa tajsim dan tasybih. mereka lebih
mengedepankan rasio akal yang tinggi dan menganggap Al-Quran itu makhluk.
2. Al-Adl, yaitu keadilan Tuhan. Keadilan Tuhan menurut Mu„tazilah mengandung
arti bahwa Tuhan wajib berbuat baik dan terbaik bagi hamba-Nya (al-shalah wal
ashlah), Tuhan wajib menepati janji Tuhan wajib berbuat sesuai norma dan aturan
yang ditetapkan Nya, dan Tuhan tidak akan member beban dluar kemampuan
hamba. . Jika Tuhan berlaku jahat kepada seseorang dan berbuat baik kepada
orang lain berarti ia tidak adil. Dengan sendirinya, Tuhan juga tidak Maha
sempurna. Bahkan, menurut An-Nazzam, salah satu tokoh Mu‟tazilah, Tuhan
tidak dapat berbuat jahat. Konsep ini berkaitan dengan kebijaksanaan, kemurahan,
dan kepengasihan Tuhan, yaitu sifat-sifat yang layak bagi-Nya. Artinya, apabila

9
Tuhan tidak bertindak seperti itu, berarti ia tidak bijaksana, pelit, dan
kasar/kejam.11 Ajaran tentang keadilan ini berkaitan erat dengan beberapa hal,
antara lain sebagai berikut:12
a. Perbuatan Manusia
Manusia menurut Mu‟tazilah, melakukan dan menciptakan perbuatannya
sendiri terlepas dari kehendak dan kekuasaan Tuhan, baik secara langsung
maupun tidak. Manusia benar-benar bebas untuk menentukan pilihan
perbuatannya; baik atau buruk. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa Tuhan
hanya menyuruh dan menghendaki yang baik, bukan yang buruk. Adapun
yang disuruh Tuhan pastilah baik dan yang dilarang-Nya tentulah buruk.
Tuhan berlepas diri dari perbuatan yang buruk. Konsep ini memilki
konsekuensi logis dengan keadilan Tuhan, yaitu apapun nanti yang akan
diterima manusia di akhirat merupakan balasan perbuatannya di dunia, yaitu
kebaikan akan dibalas kebaikan dan kejahatan akan dibalas keburukan. Itulah
keadilan karena ia berbuat atas kemauan dan kemampuannya sendiri dan tidak
dipaksa.
b. Berbuat Baik dan Terbaik
Dalam istilah Arab, berbuat baik dan terbaik disebut ashshalah wa al-ashlah.
Maksudnya adalah kewajiban Tuhan untuk berbuat baik, bahkan terbaik bagi
manusia. Tuhan tidak mungkin jahat dan aniaya karena akan menimbulkan
kesan bahwa Tuhan penjahat dan penganiaya, sesuatu yang tidak layak bagi
Tuhan. Jika Tuhan berlaku jahat kepada seseorang dan berbuat baik kepada
orang lain berarti ia tidak adil.
c. Mengutus Rasul
Mengutus Rasul kepada manusia merupakan kewajiban Tuhan karena alasan-
alasan berikut ini : 1) Tuhan wajib berlaku baik kepada manusia dan hal itu
tidak dapat terwujud, kecuali dengan mengutus Rasul kepada mereka. 2) Al-
Qur‟an secara tegas menyatakan kewajiban Tuhan untuk memberikan belas
kasih kepada manusia (Q.S. Asy-Syu‟ara (26):29). Cara yang terbaik untuk

11
Abrari Syauqi dkk, Sejarah Peradapan Islam, (Yogyakarta : Aswaja Pressindo, 2016) hlm 303
12
Ibid, 302-303

10
maksud tersebut adalah dengan pengutusan Rasul. Tujuan diciptakannya
manusia untuk beribadah kepadaNya. Agar tujuan tersebut berhasil, tidak ada
jalan lain selain mengutus Rasul (Hadariansyah AB, 2010: 95-105).
3. Al-Wa‟ad wa al-Wa‟id, yaitu janji dan ancaman. Kaum Mu„tazilah meyakini
bahwa janji dan ancaman Tuhan untuk membalas perbuatan hamba-Nya pasti
akan terlaksana. Ini bagian dari keadilan Tuhan. Ajaran tentang al-Wa‟ad wa al-
Wa‟id (janji dan ancaman) ini adalah kelanjutan dari ajaran tentang keadilan
Tuhan.
Menurut kaum Mu‟tazilah, Tuhan tidak adil kalau sekiranya ia tidak
memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan tidak menghukum orang
yang berbuat jahat. Oleh karena itu, Tuhan pasti akan memberi pahala kepada
orang yang berbuat baik, dan pasti akan menyiksa orang yang berbuat jahat. Janji
dan ancaman ini terdapat di dalam Al-Qur‟an. Disamping itu, di dalam Al-Qur‟an
Tuhan telah menjanjikan akan memasukkan orang yang beriman dan berbuat
kebaikan (beramal shaleh) ke dalam surga, dan mengancam akan memasukkan
orang yang kafir dan berbuat kejahatan ke dalam neraka. Kalau sekiranya janji ini
tidak ia tepati dan ancaman ini tidak ia laksanakan, berarti ia tidak adil atau
berbuat zalim dan berdusta. Sedangkan Tuhan mahasuci dari berbuat demikian.
Karena itu, menurut ajaran Mu‟tazilah, Tuhan mesti akan menepati janji-Nya dan
mesti akan melaksanaakan ancamanNya (Hadariansyah AB, 2010: 102).13
Kaum Mu‟tazilah berkeyakinan bahwa siapa yang durhaka akan
dihukumNya dan siapa yang mengerjakan pekerjaan baik akan diberiNya pahala.
Oleh karena itu sekalian orang yang berbuat dosa tidak akan diampuni-Nya lagi
kalau ia meninggal sebelum taubat, dan akan terus masuk neraka tak keluar lagi.
Ini sesuai dengan janjinya Kaum Mu‟tazilah menolak adanya syafaat di hari
kiamat sebab syafaat (pertolongan atau pengampunan di hari akhirat)
bertentangan dengan janji Tuhan (Asmuni, 1996 : 116).14
4. Al-Manzilah bayn al-Manzilatain, yaitu tempat di antara dua tempat. Kaum
Mu„tazilah berpendapat bahwa orang mukmin yang berdosa besar, statusnya tidak

13
Ibid, hlm 304
14
Ibid, hlm 304

11
lagi mukmin dan juga tidak kafir, ia berada di antara keduanya. Perbuatan dosa
atau maksiyat menurut Mu'tazilah ada dua macam,yaitu maksiat yang kecil dan
yang besar. Maksiat yang besar merekabagi dua :
a. Yang merusak dasar agama, yaitu syirik dan yang melakukannya menjadi
kafir.
b. Yang tidak sampai merusak dasar agama dan orang yangmelakukannya
tidak lagi disebut mu„min, sebab ia sudah melanggar ajaran agama. Tetapi
bukan juga kafir, sebab masih jugamengucapkan syahadat.
Mu'tazilah menamakan orang semacam ini adalah fasik. Jadi orang fasik
ialah yang berada di antara tidak kafir dan bukan mu„min, ia akandimasukkan di
dalam neraka tetapi tidak sederajat dengan orang kafir,siksanya lebih ringan
daripada orang kafir. Yang demikian ini sesuaidengan prinsip keadilan. Doktrin
inilah yang kemudian melahirkan aliran Mu„tazilah yang digagas oleh Washil bin
Atha.
Konsep tentang status orang Islam yang berdosa besar berada pada posisi
di antara dua posisi ini erat kaitannya dengan paham keadilan yang dianut kaum
Mu‟tazilah. Menurut mereka, orang Islam yang berdosa besar statusnya tidak bisa
disamakan dengan orang kafir. Sebab, ia masih percaya kepada Allah dan Nabi
Muhammad. Sedang orang kafir tidak percaya kepada Allah dan Nabi
Muhammad. Tetapi tidak dapat pula statusnya disamakan dengan orang mukmin.
Sebab menurut mereka, iman dengan amal (perbuatan) tidak terpisah. Amal
(perbuatan) adalah manifestasi dari iman. Kalau orang Islam memperbuat dosa
besar, itu menunjukkan bahwa imannya telah rusak atau sudah tidak sempurna
lagi. Kalau statusnya disamakan dengan orang kafir adalah tidak adil, dan kalau
disamakan dengan orang mukmin adalah juga tidak adil. Yang adil adalah
statusnya bukan mukmin juga bukan kafir. Karena statusnya demikian, maka
orang seperti itu tidak tepat dikatakan mukmin dan tidak tepat pula dikatakan
kafir. Oleh karena itu, orang Islam yang berdosa besar, oleh kaum Mu‟tazilah
dinamakan fasik.15

15
Ibid, hlm 305-306

12
5. Al-Amr bi al-Ma‟ruf wa al-Nahy an al-Munkar, yaitu perintah melaksanakan
perbuatan baik dan larangan perbuatan munkar. Prinsip ini erat hubungannya
dengan masalah amaliyah, sebagai manifestasi daripada iman yang ada di dalam
hati. Dari prinsip ini menunjukkan bahwa Mu'tazilah memandang sama
pentingnya antara aqidah dan amaliyah, antara iman dan amal. Oleh sebab itu
perlu orang diseru untuk mengerjakan kebaikan dan manjauhkan perbuatan jahat.
Pelaksanaan prinsip ini bila perlu dengan kekerasan, sebab Mu'tazilah
berkeyakinan bahwa orang-orang yang tidak sepaham dipandang sesat dan perlu
diluruskan. Ini merupakan kewajiban dakwah bagi setiap orang Mu„tazilah.
Menurut salah seorang pemuka Mu„tazilah, Abu alHusain al-Khayyat, seseorang
belum bisa diakui sebagai anggota Mu„tazilah kecuali jika sudah menganut
kelima doktrin tersebut.
Tentang bagaimana cara melaksanakannya, apakah dilaksanakan cukup
dengan seruan saja atau kah harus dilaksanakan dengan paksaan atau dengan
kekerasan, terdapat perbedaan dikalangan kaum muslimin. Adapun kaum
Mu‟tazilah menganggap caranya cukup dengan seruan. Tetapi kalau perlu bisa
juga dengan cara paksaan dan kekerasan. Dalam sejarah diketahui bahwa kaum
Mu‟tazilah ternyata pernah dalam menyiarkan ajaran dan paham mereka dengan
cara paksaan dan kekerasan. Salah satu contohnya ialah kaum Mu‟tazilah pernah
memaksakan ajaran atau paham tentang Al-Qur‟an sebagai makhluk kepada para
qadhi (hakim agama) dan kepada tokoh-tokoh ulama yang berpengaruh dengan
cara paksaan dan kekerasan. Hal ini terjadi pada waktu aliran Mu‟tazilah menjadi
mazhab resmi dinasti Abbasiyah ((Hadariansyah AB, 2010: 103-105). Menurut
kaum Mu‟tazilah “Orang yang menyalahi pendirian mereka dianggap sesat dan
harus dibenarkan serta diluruskan”, kewajiban ini harus dilaksanakan oleh setiap
muslim untuk menegakkan agama serta memberi petunjuk kepada orang yang
sesat. Dalam melaksanakan Amar Ma‟ruf Nahi Munkar mereka berpegang pada
Al-Hadis yang berbunyi, “Siapa di antaranya yang melihat kemunkaran maka
ubahlah dengan tanganmu”.16

16
Ibid, 308-309

13
Selain pokok ajaran atau doktrin teologi mu‟tazilah, tokoh-tokoh aliran mu‟tazilah
diantara lain sebagai berikut :
1. Washil ibn Atha (80-131 H). Ia dilahirkan di Madinah dankemudian menetap di
Bashrah. Ia merupakan tokoh pertamayang melahirkan aliran Mu„tazilah. Karenanya,
ia diberi gelarkehormatan dengan sebutan Syaikh al-Mu‟tazilah wa Qadimuha,yang
berarti pimpinan sekaligus orang tertua dalam Mu„tazilah.
2. Abu Huzail Muhammad ibn Huzail ibn Ubaidillah ibn Makhulal-Allaf. Ia lahir di
Bashrah tahun 135 dan wafat tahun 235 H. Ia lebih populer dengan panggilan al-
Allaf karena rumanya dekat dengan tempat penjualan makanan ternak. Gurunya
bernama Usman al-Tawil salah seorang murid Washil ibn Atha.
3. Ibrahim ibn Sayyar ibn Hani al-Nazham. Tahun kelahirannyatidak diketahui, dan
wafat tahun 231 H . Ia lebih populardengan sebutan Al-Nazhzham. 4. Abu Ali
Muhammad ibn Ali al-Jubba„i. Dilahirkan di Jubba sebuah kota kecil di propinsi
Chuzestan Iran tahun 135 H dan wafat tahun 267 H. Panggilan akrabnya ialah
AlJubba‟idinisbahkan kepada daerah kelahirannya di Jubba. Ia adalah ayah tiri dan
juga guru dari pemuka Ahlussunnah Waljamaah Imam Abu Hasan al-Asy„ari

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Mu„tazilah berasal dari I‟tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang
berarti juga menjauh atau menjauhkan diri. Ada lima doktrin pokok ajaran Mu„tazilah
yang populer dengan sebutan al-Ushul al-Khamsah. Kelima doktrin itu adalah alTauhid
(keesaan Tuhan), al-Adl (keadilan), al-Wa‟ad wa al-Wa‟id (janji dan ancaman), al-
Manzilah bayn al-Manzilatain (tempat di antara dua tempat), dan al-Amr bi al-Ma‟ruf wa
al-Nahy an al-Munkar (mengajak kepada kebaikan dan melarang kejahatan).
Konsep tentang status orang Islam yang berdosa besar berada pada posisi di antara
dua posisi ini erat kaitannya dengan paham keadilan yang dianut kaum Mu‟tazilah.
Menurut mereka, orang Islam yang berdosa besar statusnya tidak bisa disamakan dengan
orang kafir. Sebab, ia masih percaya kepada Allah dan Nabi Muhammad. Sedang orang
kafir tidak percaya kepada Allah dan Nabi Muhammad. Yang adil adalah statusnya bukan
mukmin juga bukan kafir. Karena statusnya demikian, maka orang seperti itu tidak tepat
dikatakan mukmin dan tidak tepat pula dikatakan kafir. Maka orang Islam yang
melakukan perbuatan berdosa besar, oleh kaum Mu‟tazilah dinamakan orang fasik.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rozak. Rosihon Anwar. 2006., Ilmu Kalam, Bandung: PustakaSetia

Abrari Syauqi dkk. 2016. Sejarah Peradapan Islam, Yogyakarta : Aswaja Pressindo

Abu Zahrah, Tarikh Mazahib al-Islamiyah, Cairo Mesir. Dar al-Fikr alAraby,t

Edi Maryanto,et.al, 2018.” Bunga Rampai Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam”,

Yogyakarta: K-Media

Anda mungkin juga menyukai