Anda di halaman 1dari 15

FIRQOH MU’TAZILAH

DISUSUN OLEH :

Ayunika Syaharani Purba 0105181128

Mhd.Nur Fadly Nst 0105182185

Nadira Rizka Yolanda 0105183350


Winda Sari Sinaga 0105182186

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadiran Allah Swt yang maha kuasa
karna berkat rahmatnya dan kehadirannya kami dapat menyelesaiakn makalah
yang berjudul “Firqoh Mu’tazilah. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas
mata kuliah Theologi Islam. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan
denagn tepat waktu. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kami mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi pembaca dan bermanfaat


untuk membangun ilmu pengetahuan bagi semau pembaca khususnya kami.

Medan, April 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................i

DAFTAR ISI ..................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................1


B. Rumusan Masalah ...............................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................2

A. Sejarah Timbulnya..................................................................................2
B. Ajarannya................................................................................................4
C. Perkembangannya ..................................................................................7

BAB III PENUTUP .......................................................................................11

A. Kesimpulan ..........................................................................................11
B. Saran ...................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................12

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah Mu’tazilah berasal dari kata i’tazala, artinya menyisihkan diri. Berbeda-
beda pendapat orang tentang sebab-musabab timbulnya firqoh Mu’tazilah itu. Ada
seotrang yulama tabi’in yang tetrkenal betrnama Imam Hasan al-Basrti (w. 110 H)
yang menyelenggarakan majelis pengajarannya di masjid kota Basrah. Di antara
muridnya yang terbilang pandai ialah Washil bin Atho’ (w.131 H). Suatu hari
Imam Hasan al-Basrti ini menerangkan bahwa seorang islam yang telah beriman
kepada Allah Swt dan Rasulnya, kemudian ortang itu melakukan dosa besar, lalu
orang itu meninggal sebelum bertaubat, menurut Imam Hasan al-Basri orang itu
tetap muslim. Hanya saja Muslim yang durhaka (ma’shiya).
Washil bin Atho’setelah menyatakan berbeda pendirian dengan gurunya, lalu
ke luar dari majelis gurunya dan kemudian mengadakan majelis sendiri di suatu
sudut masjid Basrah itu. Karena itu majelisnya dinamakan kaum Mu’tazilah,
sebab memisahkan atau mengasingkan diri dari jamaah majelis gurunya, yaitu
imam Hasan al-Basrti. Washil diikuti oleh seorang temannya bernama Amr bin
‘Ubaid (w.144 H). Sewaktu timbulnya gerakan Mu’tazilah, kekuasaan dipegang
oleh Khalifah Hisyam bin Abdul Malik (101-125 H) dari Bani Umayah.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah timbulnya firqoh Mu’tazilah?
2. Apa saja ajaran yang terdapat pada firqoh Mu’tazilah?
3. Bagaimana perkembangan firqoh Mu’tazilah?

C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah timbulnya firqoh Mu’tazilah.
2. Mengetahui ajaran yang terdapat pada firqoh Mu’tazilah.
3. Mengetahui perkembangan firqoh Mu’tazilah.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Timbulnya Firqoh Mu’tazilah


Perkataan Mu’tazilah berasal dari kata i’tazala, artinya menyisihkan diri.
Berbeda-beda pendapat orang tentang sebab-mustaba timbulnya firqoh Mu’tazilah
itu. Ada seorang ulama tabi’in yang terkenal bernama Imam Hasan al-Basri (w.
110 H) yang menyelenggarakan majelis pengajarannya di masjid kota Basrah. Di
antara muridnya yang terbilang pandai ialah Washil bin Atho’ (w.131 H). Suatu
hari Imam Hasan al-Basrti ini menerangkan bahwa seorang islam yang telah
beriman kepada Allah Swt dan Rasulnya, kemudian ortang itu melakukan dosa
besar, lalu orang itu meninggal sebelum bertaubat, menurut Imam Hasan al-Basri
orang itu tetap muslim. Hanya saja Muslim yang durhaka (ma’shiytat). Di akhirat
kelak, dia dimasukkan ke dalam neraka untuk sementara waktu guna menerima
hukuman atas perbuatan dosanya itu. Sampai batas tertentu sesudah menjalani
hukuman itu dia dikeluarkan dari neraka, kemudian dimasukkan ke dalam surga.1
Washil bin Atho’setelah menyatakan berbeda pendirian dengan gurunya, lalu
ke luar dari majelis gurunya dan kemudian mengadakan majelis sendiri di suatu
sudut masjid Basrah itu. Karena itu majelisnya dinamakan kaum Mu’tazilah,
sebab memisahkan atau mengasingkan diri dari jamaah majelis gurunya, yaitu
imam Hasan al-Basrti. Washil diikuti oleh seorang temannya bernama Amr bin
‘Ubaid (w.144 H). Sewaktu timbulnya gerakan Mu’tazilah, kekuasaan dipegang
oleh Khalifah Hisyam bin Abdul Malik (101-125 H) dari Bani Umayah.2
Ajaran-ajaran Mu’tazilah mendapat dukungan dan penganut dari penguasa
dari Bani Umayah, seperti Khalifah jazid bin Walid (125-126 H). Mu’tazilah ini
terdapat banyak terpengaruh oleh unsur-unsur luar. Diantaranya dari kalangan-
kalangan orang-orang yahudi, sehingga mereka berpendapat bahwa Al-Quran itu
hadist atau Khalqul Qur’an.

1
Usman, Abdurahman. Akidah Akhlak ( Jakarta: Direktorat Pendidikan
Madrasah, 2015). hlm 35
2
K.H.Sahilun A.Nasir,M.Pd.I. Pemikiran kalam (teologi Islam) sejarah,
Ajaran, dan Perkembangannya. (Jakarta:Rajawali Pers,2016. Hlm 163.

5
Firqoh Mu’tazilah ini mempunyai dua pusat pergerakan, yaitu:
a. Di Basrah; pada permulaan abad 11 H, dipimpin oleh Washil bin Atho’ dan
Amr bin ‘Ubaid, diperkuat oleh murid-muridnya Utsman at-Thawil, Hafsh
bin Salim, Hasan bin Zakwan, Khalik bin Sofwan, dan Ibrahim bin Yahya
al-madani.
Pada permulaan abad III H, Mu’tazilah yang berpusat di Basrah dipimpin
oleh Abu Hudzail al-Allaf (w. 235 H), Ibrahim bin Sayar an-Nazham (w.
221 H), Abu Basyar al- Marisi (w.218 H), Utsman al-jahiz (w. 255 H),
Ibnu al-Mu’ammar (w.210 H), dan Abu Ali al-Juba’i (w.303 H).
b. Di Baghdad; dipimpin oleh Basyar bin al-Mu’tamar, dibantu oleh Abu
Musa al-Murdan, Ahmad bin Abi Dawud (w.240 H), ja’far bin
Mubasysyar (w.234 H), dan ja’far bin Harib al-Hamdani (w 235 H).
Ajaran-ajaran Mu’tazilah mendapat dukungan dan penganut dari penguasa
dari Bani Umayah, seperti Khalifah jazid bin Walid (125-126 H).
Sedangkan dari Bani Abbasiyah khalifah-khalifah yang mendukungnya, yaitu:
a. Khalifah Makmum bin Harun al-Rasyid (198-218 H).
b. Khalifah al- Mu’tashim bin Harun al-Rasyid (218-227 H).
c. Al- Watsiq bin al-Mu’tashim ( 227-232 H).
Dari dukungan dan simpati dari keempat khalifah tersebut, maka paham-
paham Mu’tazilah menjadi tersebar luas. Ulama-ulamanya yang terkenal yaitu:
a. Utsman al-Jahiz (w. 255 H), mengarang kitab al-Hiwan.
b. Syarif Radhi (w. 406 H), mengarang kitab majaz Al-Qur’an.
c. abdul Jabbar bin Ahmad, lebih dikenal dengan Qadhil Qudhot, mengarang
kitab Syarah Ushul al-Khamsah.
d. Zamakhsyari ( w. 528 H), mengarang kitab tafsir al-Kasysyaf.
e. Ibnu Abil Haddad (w.665t H), mengarang kitab Syarah Nahjul Balaghah.3
Sejak Islam tersebar luas, banyaklah bangsa-bangsa yang memeluk Islam.
Tetapi tidak semua pemeluk yang baru masuk Islam itu dengan ikhlas. Mereka itu
sebenarnya musuh Islam dalam selimut. Di antara musuh-musuh itu ialah
golongan Syi’ah etkstrem (Ashabul Qulat) yang banyak mempunyai unsur-unsur

3
Ibid., hlm 164-165

6
kepercayaan yang menyimpang jauh dari ajaran Islam, terutama pengaruh
berbagai kepercayaan kuno persia. Dalam keadaan situasi yang demikian itu
muncullah firqoh Mu’tazilah yang segera berkembang pesat dan mempunyai
sistem berpikir yang lebih menonjolkan akal pikiran. Karena itulah mereka
dinamakan Rasionalisme Islam.
Mu’tazilah ini ternyata banyak terpengaruh oleh unsur-unsur luar. Antara lain
dari kalangan orang-orang yahudi, sehingga mereka berpendapat bahwa Al-Quran
itu hadist atau khalqul Qur’an. Orang-orang Mu’tazilah mempelajari filsafat
yunani untk mempertahankan pendapat-pendapatnya, terutama filsafat Plato dan
Aristoteles. Ilmu Logika sangat menarik perhatiannya, karena menjunjung tinggi
berpikir logis. Memang Mu’tazilah lebih mengutamakan akal pikiran, dan sesudah
itu baru Al-Quran dan hadist.
Ajaran-ajaran agama yang tampak bertentangan dengan akal pikiran,
Mu’tazilah membuangnya jauh-jauh, sekalipun ada petunjuk dari nash.
Pembangun aliran Mu’tazilah iniadalah Wasil bin Atha’. Ia lahir tahun 81 H di
Madinah dan wafat tahun 131 H. Selama di madinah, ia belajar pada Abu Hasyim
Abdullah bin Muhammad bin Hanifah. Kemudia pindah ke Basrah dan belajar
kepada Abu Hasan al-Basri.
Pembicaraan mengenai Mu’tazilah dalam teologi islam menjadi sesuatu yang
menarik dan tidak ada habis-habisnya dibicarakan oleh para ulama. Hal ini terjadi
mungkin karena aliran baru ini membawa persoalan teologi dalam pembahasan
yang bersifat rasional dan filosofis. Aliran Mu’tazilah pernah menjadi paham
teologi yang dominan dikalangan umat islam bahkan menjadi mashab theologi
yang diakui secara resmi oleh negara dibawah kepemimpinan klahifah Al-
Makmun.4

B. Ajarannya
Sekalipun firqoh Mu’tazilah terpecah-belah menjadi 22 aliran, namun aliran-
aliran tersebut masih mempunyai lima prinsip ajaran yang mereka sepakati, yaitu:

4
Hadis Purba, Theologi Islam Ilmu Tauhid (Medan : Perdana Publishing,2016). Hlm 117-
118

7
“Adapun prinsip-prinsip umum ajaran Mu’tazilah yang hampir-hampir
disepakati oleh ahli-ahli sejarah itu ada lima pokok ajaran. Yaitu (1) tauhid, (2)
keadilan, (3) dan ancaman, (4) tempat di antara dua tempat, dan (5) amar makruf
nahi munkar.”
Al- Khayyah, tokoh Mu’tazilah pada abad III H menegaskan:
“Seorang tidak berhak dinamakan Mu’tazilah, sehingga bersatu padanya
lima pokok ajaran. Yaitu tauhid, keadilan, janji dan ancaman, tempat diantara
dua tempat dan amar makruf nahi munkar. Apabila padanya telah sempurna ke
lima ajaran ini, dinamakan Mu’tazilah.”
Penjelasan kelima prinsip ajaran Mu’tazilah sebagai berikut .
1) Tauhid
Tauhid adalah dasar ajaran Islam yang pertama dan utama. Sebenarnya ajaran
tauhid ini bukan monopoli Mu’tazilah saja, tetapi ia menjadi milik setiap orang
Islam. Hanya saja Mu’tazilah mempunyai tafsir khusus sedemikian rupa dan
mereka mempertahankannya, sehingga mereka menamakan dirinya sebagai Ahlul
‘Adli Wat Tauhid.
Kaum Mu’tazilah memakai Istilah “Tauhid” tersebut kepada apa yang telah
dibayangkan diatas tadi: yaitu bahwa kaum Mu’tazilah meniadakan sifat-sifat
Tuhan. Mereka menganut pendapat yang meniadakan sifat-siftat yang Qadim itu
sama sekali. Sebab, kalau seandainya memang ada sifat-sifat yang Qadim,
tentulah akan ada beberapa yang Qadim. Dan ini adalah kepercayaan syirik.
Mereka berpendapat bahwa Allah Swt, adalah ‘Alim (mengetahui) dengan
dzat-Nya, Qadir (kuasa) dengan dzat-Nya, Haiyun (Hidup) dengan dzat- Nya,
Mutakallim (Berbicara) dengan dzat-Nya. Berdasarkan atas pendapat tersebut
maka mereka berkata, bahwa Al-Qur’an adalah makhluk, karena tak ada yang
Qadim kecuali Allah Swt.
Karena adanya prinsip-prinsip ini, maka musuh-musuh Mu’tazilah menggelari
mereka dengan Mu’atthillah, sebab mereka telah meniadakan sifat-sifat Tuhan
dan menghapuskannya.

8
2) Keadilan
Keadilan berarti meletakkan tanggung jawab manusia atas perbuatan-
perbuatannya. Tuhan tidak menghendaki keburukan, tidak menciptakan perbuatan
manusia, manusia bisa mengerjakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan
larangan-larangan-Nya, karena kekuasaan yang dijadikan Tuhan pada diri
manusia. Tuhan tidak memerintahkan kecuali apa yang dilarang-Nya. Tuhan
hanya menguasai kebaikan-kebaikan yang diperintahkannya dan berlepas diri dari
keburukan-keburukan yang dilarang-Nya.5
Kaum Mu’tazilah menggunakan istilah keadlian tersebut kepada apa yang
telah disebutkan di atas tadi, yaitu manusia lah yang menciptakan perbuatan-
perbuatannya sendiri, yang baik ataupun yang jelek.
Berdasarkan kepada prinsip tersebut, maka kaum Mu’tazilah ini juga disebut
“Al ‘Adhiyah”, yaitu orang-orang yang menganut pendapat tentang keadilan. Da
karenanya juga mereka disebut kaum “Qadariyah” yaitu orang-orang yang
menentang adanya Qadha’ dan Qadar.
Kaum Mu’tazialh sendiri tidak pernah menyebut-nyebut kedua istilah itu.
Mereka bahkan benci kan gelar-gelar tersebut. Dan mereka tidak senang kalau
kedua sebutan itu dipakai sebagai nama mereka.
3) Janji dan Ancaman
Tuhan berjanji akan memberi pahala dan mengancam akan memberikan
siksaan, pasti dilaksanakan, karena Tuhan sudah menjanjikan demikian. Siapa
yang berbuat baik maka akan dibalas dengan kebaikan dan sebaliknya mereka
yang berbuat jahat akan dibalas dengan kejahatan pula.
Kaum Mu’tazilah sepakat mengatakan bahwa seorang Mukmin apabila
meninggal dalam keadaan taat dan tobat, dia berhak untuk mendapatkan pahala.
Juga berhak untuk mendapatkan tafaddhul (karunia Tuhan), yaitu suatu pengertian
lain dibalik pahala. Dan apabila seorang Mukmin meninggal tanpa bertobat lebih
dahulu dari sesuatu dosa besar yang telah diperbuatnya, maka dia ditempatkan

5
Ibid., hlm. 168- 169

9
dalam neraka selama-lamanya, akan tetapi siksa yang diterimanya lebih ringan
dari siksa orang yang kafir. Inilah yang mereka sebut janji dan ancaman.6
4) Amar Makruf Nahi Munkar
Prinsip ini lebih banyak berhubungan dengan taklift dan lapangan fiqih
daripada lapangan tauhid. Di dalam Al-Qur’an banyak ayat yang menerangkan
tentang masalah amar makruf dan nahi munkar ini, antara lain pada surat Ali
Imran ayat 104 dan surat luqman ayat 17. Prinsip ini harus dijalankan oleh setiap
orang Islam untuk menyiarkan agama dan mengambil bagian dari tugas ini.
Sejarah menunjukkan betapa gigihnya orang-orang Mu’tazilah itu
mempertahankan Islam, memberantas kesesatan yang tersebar luas pada
permulaan Khilafah Bani Abbasiyah, yang hendak menghancurkan kebenaran
Islam, bahkan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dalam melaksanakan
prinsip tersebut, meskipun terhadap sesama golongan Islam, sebagaimana yang
pernah dialami golongan Ahli Hadis dalam masalah Khalqul Qurt’an
Adapun ciri-ciri Mu’tazilah ialah suka berdebat, terutama di hadapan umum.
Mereka yakin akan kekuatan akal, pikiran, karena itulah suka berdebat dengan
siapa saja yang berbeda pendapat dengannya.

C. Perkembangannya
Sekitar dua abad lamanya ajaran-ajaran Mu’tazilah ini berpengaruh, karena
diikuti dan didukung oleh penguasa waktu itu. Masalah-masalah yang
diperdebatkan antara lain:
a. Sifat-sifat Allah itu ada atau tidak.
b. Baik dan buruk itu ditetapkan berdasarkan syara’ atau akal pikiran.
c. Orang yang berdosa besar akan kekal di neraka atau tidak.
d. Al-Qur’an itu makhluk atau bukan.
e. Perbuatan manusia itu dijadikannya sendiri atau dijadikan oleh Allah Swt.
f. Allah Swt, itu bisa dilihat di akhirat nanti atau tidak.
g. Aklam itu qadim atau hadis.

6
Ibid., hlm 171-173

10
h. Allah Swt, wajib membuat yang baik (shilah) dan yang lebih baik
(ashlah).
Kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa Allah Swt. Itu tidak mempunyai sifat.
Sebab Apabila dzat Allah Swt, itu qadim dan sifat Allah Swt, juga qadim, maka
akan menimbulkan beberapa yang qadim (ta’addud al-qudama). Hal ini mustahil
bagi-Nya. Yang ada bagi Allah Swt adalah dzat dan ta’alluq-Nya sehingga
terciptalah alam semesta ini. Menurtit Mu’tazilah, hal ini lebih men-tanzih-kan
Allah.
Mu’tazilah berpendapat bahwa pengertian baikdan buruk itu adalah
didasarkan atas dasar akal pikirannya sendiri. Karena sesuatunitu adalah baik,
maka Allah Swt memrintahkannya, dank arena sesuatu itu adalah buruk, maka
Allah melarang mengerjakannya untuk mengetahui perbedaan baik dan buruk,
bagi manusia diberi akal pikiran.
Tentang Rukyatullah, kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa Allah Swt tidak
bisa dilihat, sekalipun di surga nanti. Sebab sesuatu yang dilihat itu akan bearada
pada tempat dan arah tertentu. Hadis- hadis tentang rukyat mereka tolak, karena
hadis-hadis tersebut adalah hadis ahad.
Mereka mendasarkan pada ayat:
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihta
segala penglihatan itu dan Dialah yang Maha halus lagi maha mengetahui.”
(QS.Al-An’am [6]: 103)
Pendirian Mu’tazilah bahwa Al-Qur’an itu makhluk adalah berkaitan dengan
pendiriannya bahwa Allah Swt itu tidak bersifat, hal ini berbeda dengan pendirian
golongan Ahlus Sunnah bahwa Al-Qur’an itu qadim, tidak bermulaan adanya.
Kalam Allah itu qadim diperdengarkan kepada Malaikat Jibril as.
Dalam pandangan Mu’tazilah bahwa manusia itu berwenang melakukan
segala perbuatannya atas kehendaknya sendiri. Sebab itu manusia berhak
mendapatkan pahala atas kebaikannya dan sebalinya dia berhak pula menerima
siksaan atas kejahatannya. Untuk menguatkan pandangan itu, Mu’tazilah
mendasarkan pada beberapa ayat Al-Qur’an sebagai berikut.

11
“Tiap-tiap jiwa terikat dengan apa yang telah diperbuatnya”. (QS. Al-
Muddattsir: 38)
“Maka siapa yang hendak beriman, dan siapa yang hendak kafir, kafirlah!”
(QS.Al-Kahfi [18] : 39)7
”Sesungguhnya Kami telah menunjukkan kepadanya jalan, (yang lurus),
adakalanya dia bersyukur dan adakalanya dia bersyukur dan adakalanya
mengingkari.” (QS. Ad-Dahr : 3)
Beberapa kesimpulan terhadap kaum mu’tazillah sebagai berikut:
Pertama: kaum mu’tazillah terlalu berlebih – lebihan dalam menghormati dan
mengagungkan akal, sedang akal itu sendiri sering keliru dan salah.
Kedua: islam adalah agama yang mudah dan gampang. Akan tetapi kaum
mu’tazillah telah menyebabkan akidah islam yang mudah itu menjadi ruwet dan
berbelit – belit, yaitu dengan memasukkan filsafat ketuhanan ( lahut) dan alam.
Ketiga: kaum mu’tazillah menyelami lautan filsafat untuk mempertahankan
agama islam, akan tetapi banyak diantara mereka itu memakai senjata tersebut
untuk menikam diri sendiri.
Keempat: ketika kaum mu’tazilah membahas masalah kekacauan yang terjadi
pada permulaan islam, maka kebanyakan mereka membolehkan untuk mencela
para sahabat nabi.
Semua faktor tersebut diatas disamping dukungan mereka untuk
menggunakan kekerasan terhadap orang orang yang tidak menerima pendapat
tentang “Khalkul Qur’an”, telah menyebabkan orang-orang lari dari lingkungan
Mu’tazilah, dan menyebabkan kelemahan dan keruntuhan mereka sendiri.
Tokoh – tokoh aliran mu’tazillah
1. Wasil bin atha, sebagai pendiri pertama aliran mu,tazillah ( riwayatnya
secara ringkas telah dikemukakan terdahulu).
2. Amru bin ubaid, teman seperjuangan wasil bin atha yang meninggalkan
guruya hasan al basri ialah amru bin ubait.
3. Abu huzail al alaf, tokoh ini lahir tahun 135 H ( 75I M ) dan wafat tahun
235 H ( 849 M). ia merupakan generasi kedua mu’tazillah, yaitu pada

7
Ibid., hlm. 175- 177

12
masa mulainya berkembang ilmu dan filsafat di dunia islam, terutama di
Baghdad.
4. Al nazzam,, nama lengkapnya adalah Ibrahim bin sayyar bin hani al
nazzam ia lahir di basrah tahun 185 H dan wafat dalam usia muda tahun
221 H. ia adalah murid huzail yang cerdas, sehingga dengan
kecemerlangannya, dia banyak berjasa membela akidah islam dari
serangan – serangan pihak luar.
5. Al – jubba’i, nama lebgkapnya adalah abu ali Muhammad bin abdul
wahab al jubba’i. Ia lahir pada tahun 235H dan wafat tahun 303H dia
belajar pada gurunya yang bernama Al-Syahnan salah seorang murid Al-
Huza’il, Al-Jubba’ilha tokoh Mu’tajilah yang berdebat dengan Abu Al-
Hasan Al-Asy’ari tentang nasib anak kecil, kafir dan orang mukmin di
akhirat. Dan dialog ini akhirnya mendorong Al-Asy’ari membentuk aliran
Asy-Ariyah. 8

8
Fazrul rahman, islam sejarah pemikiran dan peradaban. ( Bandung: PT Mizan pustaka,
2017) hlm. 124

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mu’tazilah berasal dari kata kerja yakni ‘azalah artinya berpisah. Maka
mu’tazilah itu berarti memisahkan diri. Aliran mu’tazilah lahir pada masa
pemerintahan Bani Umayyah, yakni pada masa pemerintahan Abdul Malik bin
Marwan dan anaknya Hisyam. Mereka adalah pengikut dari Abdul Husail Washil
bin Atha yang memisahkan diri dari gurunya yang bernama Hasan Basri.
Washil memisahkan diri dari gurunya yakni Hasan Basri karena berbeda
pendapat mengenai orang beriman yang melakukan dosa besar.
Menurut Washil orang tersebut tidak mukmin dan juga tidak kafir, melainkan
fasik. Mereka akan ditempatkan diantara surga dan neraka.

B. Saran
Menyadari bahwa kami masih jauh dari kata sempurna, insyaallah kami akan
lebih fokus dalam menjelaskan suatu makalah yang akan dibebankan kepada kami
jawabkan. Maka dari itu kami mohon saran dan kritikan yang membangun dari
Bapak dosen, dan teman-teman bagi siapa saja yang membaca makalah ini supaya
kami dapat menyajikan makalah berikutnya dengan lebih baik dari yang sekarang.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdurahman.,Usma. 2015, Akidah Akhlak Jakarta: Direktorat Pendidikan


Madrasah,
Nasir A, Sahilun . 2016, Pemikiran kalam(theologi islam). Jakarta:
Rajawali Pers
Purba Hadis. 2016, Theologi Islam Ilmu Tauhid Medan : Perdana
Publishing
Rahman,Fazrul. 2017, Islam sejarah pemikiran dan peradaban. Bandung:
PT Mizan pustaka

15

Anda mungkin juga menyukai