Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENGENALAN PAHAM AHLISSUNNAH WASLJAMA’AH

Mata Kuliah Aswaja

Dosen Pengampu :

Zakiyah BZ, M.pd.

Disusun Oleh :

Gina Rizky Romdaniah (2111000006)

Putri Alfina Damayanti (2111000010)

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PENDIDIKAAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

UNIVERSITAS NURUL JADID

PAITON PROBOLINGGO

2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ‘alamin puji syukur kehadirat Allah SWT yang


memberi karunia dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ Hak Asasi Manusia."
Sholawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, karena berkat syafaat beliau, kita
semua terangkat dari alam jahiliyah menuju alam yang terang benderang
seperti sekarang ini. Berkat pertolongan-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini sesuai dengan pengetahuan yang kami miliki, menjadikan tugas ini
terasa jauh dari sempurna.
Rasa terima kasih yang tak terhingga, terutama yang terhormat kepada:
1. Ibu Zakiyah BZ, M.pd. Selaku pengampu mata kuliyah Aswaja.
2. Teman satu kelompok yang sangat kompak bahu membahu
menyelesaikan makalah ini.
3. Teman-teman PGMI semester 1 yang telah mendukung hingga
tugas ini dapat terselesaikan.
Akhirnya, kami berharap semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah
SWT. Untuk itu, kritik dan saran yang diberikan dari pembaca selalu kami
harapkan. Segala kekeliruan dan kesalahan makalah ini,sepenuhnya menjadi
tanggung jawab kami.

Paiton, 20 Februari 20

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………..2

DAFTAR ISI……………………………………………………….3

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG...................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.............................................4
C. TUJUAN……………………………………………....4

BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN AHLUS SUNNAH WAL


JAMA’AH……………………………………………....5
B. LATAR BELAKANG MUNCULNYA AHLUS SUNN-
AH WAL JAMA’AH ………………………………….6
C. RUANG LINGKUP AHLUS SUNNAH WAL JAMA’
AH ……………………………………………………...8
D. SUMBER AJARAN DAN KARAKTERISTIK AHLUS
SUNNAH WAL JAMA’AH …………………………..9
E. MENGAPA HARUS BERMAHZAB AHLUS SUNNAH
WAL JAMA’AH………………………………………14

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN………………………………………….17

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………..18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Aswaja merupakan aliran yang dalam kajiannya merujuk pada alQur‟an


dan as-Sunnah. Dalam tahap pemahaman Aswaja menggunakan cara logis dan
rasional umat islam dalam kehidupan sehari-hari bukan dengan dogmatis dan
doktrin tertentu.

Pengenalan aliran Aswaja juga bertujuan untuk mendorong penganitnya


supaya mendalami dan mengamalkan ajaran Islam Ahlusunnah wal Jama’ah,
yang diharapkan nantinaya akan lahir generasi-generasi kiyai yang unggul serta
mampu menjadi pilar-pilar kokoh dalam mensyi’arkan Islam ditengah- tengah
masyarakat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai tawasut, tawazun, tasamuhdan
I’tidal.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian ahlus sunnah wal jama’ah ?


2. Apa latar belakang munculnya ahlus sunnah wal jama’ah ?
3. Apa saja ruang lingkup ahlus sunnah wal jama’ah ?
4. Apa saja sumber ajaran dan karakteristik ahlus sunnah wal jama’ah ?
5. Mengapa harus ber-ahlus sunnah wal jama’ah ?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian ahlus sunnah wal jama’ah


2. Untuk mengetahui latar belakang munculnya ahlus sunnah wal jama’ah
3. Untuk mengetahui ruang lingkup ahlus sunnah wal jama’ah
4. Untuk mengetahuisumber ajaran dan karteristik ahlus sunnah wal jama’ah
5. Untuk mengetahui mengapa harus mengikuti aliran ahlus sunnah wal
jama’ah

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ASWAJA
Jika dilihat dari segi etimologis nama Ahlussunnah wal jamaa’ah terdiri
dari tiga kata, yakni :
1. ‫“ اهل‬ahlun” yang berarti keluarga, golongan, atau orang yang
mempuyai atau menguasai.
2. ‫”السنة‬as-sunnah” yang berarti apasaja yang dating dari Rasulullah
saw, yang meliputi perkataan (sabda), perbuatan (af’al), dan
ketetapan (takrir).
3. ‫”الجماعة‬al-jamaa’ah” yang berarti kumpulan, atau kelompok. Yang
dimaksud jamaah disini adalah para sahabat terutama
khulafaurrosyidin.

Sedangankan menurut istilah, nama Ahlussunah wal jamaa’ah berarti


kaum atau golongan yang menganut serta mengamalkan ajaran islam yang
murni sesuai dengan yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw dan
para sahabatnya1. Menurut Imam Asy‟ari, Ahlus sunnah Wal Jama‟ah adalah
golongan yang berpegang teguh kepada al-Qur‟an, hadis, dan apa yang
diriwayatkan sahabat, tabi‟in, imam-imam hadis, dan apa yang disampaikan
oleh Abu Abdillah Ahmad ibn Muhammad ibn Hanbal2.

Menurut KH. M. Hasyim Asy‟ari, Ahlusssunnah Wal Jama’ah adalah


golongan yang berpegang teguh kepada sunnah Nabi, para sahabat, dan
mengikuti warisan para wali dan ulama. Secara spesifik, Ahlus sunnah Wal
Jama‟ah yang berkembang di Jawa adalah mereka yang dalam fikih
mengikuti Imam Syafi‟i, dalam akidah mengikuti Imam Abu al-Hasan al-

1
Nur Cholid, M.ag, M.pd, Pendidikan ke NU an. (Semarang: CV Presisi Cipta). Hlm: 1-2
2
Abi al-Hasan Ali ibn Ismail al-Asy‟ari, Al-Ibanah An Ushul Al-Diyanah (Beirut: Dar alKutub al-
Ilmiyyah, t.t), hlm. 14

5
Asy‟ari, dan dalam tasawuf mengikuti Imam al-Ghazali dan Imam Abu al-
Hasan al-Syadzili3.

Muhammad bin Muhammad Az-zabidi dalam kitabya ithafusadah Al-


muttaqin mengatakan: “Apabila disebut Ahlussunnah Waljama’ah maka yang
dimaksud adalah orang-orang yang mengikuti paham Al-as’ari dan Al-
maturidi”.

Al-qur’an memang tidak pernah mengupas dengan rinci tentang golongan


Ahlussunnah Waljamaa’ah, namun Rasulullah saw telah menyebutkan dalam
sabdanya yang artinya: “Demi Tuhan yang menguasai jiwa Muhammad,
sungguh ummatku akan pecah menjadi 73 dan yang 72 akan masuk neraka,
seorang sahabat bertanya “siapakah mereka yang masuk surga itu ya
Rasulullah?” Nabi menjawab “mereka itu adalah Ahlussunnah Waljama’ah”
(HR. Imam Tabrany)4.

Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa Ahlussunnah Waljama’ah


adalah segolongan orang yang konsisten mengamalkan ajaran islam yang
murni dan sesuai dengan ajaran Rasulullah saw beserta para sahabatnya, para
wali dan ulama.

B. LATAR BELAKANG ASWAJA

Sepeninggal Rasulullah saw, agama islama tesebar luas hingga ke luar


jazirah Arab. Banyak bangsa yang memiliki keyakinan tertentu memeluk
agama islam, namun sebagian dari mereka ada yang menginginkan
memasukkan keyakian mereka ke dalam ajaran islam.
Awalnya, hanya muncul perbedaan politik pada akhir masa kekhalifahan
Ustman bin Affan. Kemudian pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Tholib
tercadi perselisihan antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah bin Abi
Shufyan yang menyebabkan terpecahnya ummat islam menjadi dua golongan,
yakni golongan Syi’ah dan golongan Khawarij.
Golongan Syi’ah mengagungkan Ali bin Abi Thalib sedangkan golongan
Khawarij membencinya. Kemudian muncul lagi golongan Murji’ah yang
3
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy‟ari, Moderasi Keumatan Dan Kebangsaan (Jakarta:
Kompas, 2010, cet. 1), hlm. 107.
4
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Silsilah Hadis Shahih…, 452.

6
menganbil jalan tengah dan tidak melibatkan diri dalam perselisihan. Dan
ummat islam mulai terpecah belah5.
Pada perkembangan selanjutnya, munculah beberapa aliran lagi seperti;
Jabariyah, Qodariyah, dan Muktazilah. Dari ketiga golongan tersebut aliran
Muktazilah adalah aliran yang paling berpengaruh pada masa dinasti
Abbasiyah karena mendapat dukungan penuh dari Khalifah Al-Makmun.
Dalam menyebarkan paha muktazilah Khalifah Al-Makmun melakukan
pemaksaan terhadap seluruh jajaran pemerintah dan seluruh masyarakat
islam. Ulama yang tidak mengikuti paham Muktazilah menjadi korban aniaya
dan di penjarakan seperti: Imam Hambali, Muhaimin bin Nuh dan yang
lainnya.
Para ulama bersama masyarakat islam yang menentang paham muktazilah
bersatu dan dan bersikap tegas mempertahankan aqidah Ahlussunnah
Waljama’ah. Dukungan tersebut semakin kuat setelah peristiwa Mihnatul
Qur’an yaitu fitnah yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.
Akhirnya dari penentangan tersebut muncul ulama Syeikh Abu Hasan Al-
Asy’ari(935M) dengan membawa ajaran-ajaran sederhana yang mampu
diterima oleh masyarakat islam dan sejalan dengan sunnah nabi. Awalnya
beliau adalah penganut paham Muktazilah namun setelah mengetahui lewat
mimpi bahwa ajaran-ajaran Muktazilah disebut oleh nabi sebagai paham yang
salah/sesat.
Di Samarkand, timbul pula usaha untuk menentang aliran Muktazilah yang
didirikan oleh iman Abu Mansur Al-Maturidi. Beliau adalah ulama yang
sepaham dengan imam Asy’ari, dan ajaran beliau dikenal sebagai paham
Maturidiyah6.

C. RUANG LINGKUP ASWAJA

Ruang lingkup Ahlussunnah waljama’ah tak lain adalah ruang lingkup


islam itu sendiri yakni meliputi bidang akidah, syari’ah, akhlak, dan tasawuf.

5
LBM Lirboyo, Pedoman ke NU-an.(Jawa tengah: Penerbit Lirboyo). Hlm. 2
6
Nur Cholid, M.ag, M.pd, Pendidikan ke NU an. (Semarang: CV Presisi Cipta). Hlm: 5-6

7
Namun dalam bidang-bidang tersebut Ahlussunnah Waljama’ah memiliki ciri
khas dan keautentikannya sendiri sebagaimana berikut:

1) Bidang aqidah
Aqidah sangat erat kaitannya dengan keimanan dan menempati
posisi yang sangat krusial dan meliputi topik tentang iman, islam,
berita yang ghaib, kenabian, berita dan takdir.
Dalam bidang akidah Ahlussunnah Waljama’ah memiliki ciri
khas tersendiri yakni, iman harus diucapkan dengan lisan, diyakini
dalam hati dan diimplementasikan dalam perbuatan. Dalam bidang
aqidah Ahlussunnah Waljama’ah berpedoman pada imam Abu
Hasan Asy’ari dan imam Abu Manshur Al-maturidi dan memiliki
beberapa ajaran pokok:
a. Aswaja meyakini bahwa Allah memliki 20 sifat wajib dan 20
sifat muhal serta 1 sifat jaiz.
b. Allah memiki takdir atas manusia, tetapi manusia juga
memiliki hak untuk berusaha (ikhtiar).
c. Aswaja tidak mudah mengkafirkan orang, manusia yang
berdosa tetap dianggap mukmin bukan kafir dan berhak
masuk surga setelah mendapat siksa di neraka. Dari ‘Abdullah
bin ‘Umar, Nabi SAW bersabda: “Bila seseorang
mengkafirkan saudaranya (yang Muslim), maka pasti
seseorang dari keduanya mendapatkan kekafiran itu. (HR
Imam al-Bukhari No. 6104, Imam Muslim No. 60 (110) dan
Imam at-Tirmidzi No. 2637).
d. Aswaja berpendapat bahwa Al-qur’an adalah firman Allah dan
bukan makhluk. Sebab Allah berfirman dalam Al-Qur’an yang
artinya:“Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu
meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia
supaya ia sempat mendengar firman Allah (Al-Qur’an),
kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya.

8
Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak
mengetahui” (At-Taubah: 6).
e. Aswaja mentakwilkan tangan Allah, wajah Allah dan wajah
Allah sebagai keuasaan Allah, serta penglihatan Allah dan zat
Allah.
2) Bidang syari’ah

Secara etimologis syari’ah berarti jalan, sedangkan meurut


istilah syari’ah memiliki arti hukum yang ditetapkan oleh Allah
untuk hamba-hambaNya dengan perantara Nabi dan RosulNya.
Dalam bidang syari’ah Ahlussunnah Waljama’ah berpegang pada
kebenaran empat madzhab, yakni madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’I,
dan Hambali. Ahlussunnah Waljam’ah dalam menetapkan hukum
agama melalui cara ijtihad dan menggali hukum-hukum syari’at
melalui empat sumber, yakni Al-qur’an, Hadist, Ijma’, dan Qiyas.

3) Bidang akhlaq dan tasawwuf


Kaum Ahlussunnah Waljama’ah dalam bidang akhlaq tasawwuf
mengikuti pemikiran dua imam tasawwuf, yakni iman Al-Ghazali,
imam Abu Hasan As-Syadzili dan imam Abu Al-Qasim Al-Junaidi
yang dikenal dengan ajaran;
a. Takhalli : yaitu mengosongkan diri dari sifat-sifat yang
tercela baik lahir maupun batin. Seperti hasut, tamak,
takabbur, bakhil, khianat, dusta, riya’, dan pemarah.
b. Tahalli : yaitu mengisi dan membiasakan diri dengan sifat-
sifat terpuji seperti takwa, ikhlas, tawakkal, sabar, syukur,
khusyu’, taubat, Amanah,dan lain sebagainya.
c. Tajalli: yaitu mengamalkan sesuatu yang dapat
mendekatkan diri kepada Allah swt, seperti sholat sunnah,
zikir, puasa sunnah dan yang lainnya7.

7
Nur Cholid, M.ag, M.pd, Pendidikan ke NU an. (Semarang: CV Presisi Cipta). Hlm: 8.

9
D. SUMBER AJARAN ASWAJA DAN KARAKTERISTIK ASWAJA

1. SUMBER AJARAN

Islam sebagai agama yang memuat ajaran-ajaran untuk menjadi


pegangan hidup manusia bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadis atau
Sunnah Nabi. Kedua sumber ajaran tersebut tidak bisa dipahami dengan
baik dan benar tanpa melalui pemahaman yang baik pula. Di sini yang
memiliki otoritas dan mampu menjelaskan al-Qur’an secara tepat adalah
Nabi itu sendiri. Oleh sebab itu pada saat Nabi masih hidup segala
persoalan yang berkaitan dengan agama dapat dijelaskan oleh beliau,
sebab apa yang diucapkan oleh Nabi adalah wahyu juga (QS. al-Najm:3).
Hadis atau sunnah sendiri berfungsi sebagai penjelas dan segala petunjuk
yang belum termaktub dalam al-Qur’an. Tetapi begitu Nabi wafat, maka
persoalan agama menjadi tugas umat Islam untuk dapat memahami sendiri
melalui ijtihadnya masing-masing.

Al-Quran dan Hadits sebagai sumber utama hukum Islam memiliki


jumlah yang terbatas, namun hal-hal yang muncul dalam kehidupan ini
kompleks dan tidak terbatas. Untuk menghadapi masalah yang lebih rumit
dan penuh kebaruan, kadang-kadang tidak ada hukum khusus dalam Al-
Quran dan Hadits, sehingga ijtihad diperlukan untuk situasi ini. Dalam
mengahadapi perkembangan yang membawa banyak perubahan yang tak
dapat dielakkan demikian mengharuskan agama islam untuk menjawab
berbagai persoalan tersebut Sehingga diperlukan pendekatan ‘baru’ guna
membuktikan slogan ‫ اإلسالم صالح لكل زمان ومكان‬. maka ada 4 sumber ajaran
dalam aswaja, yaitu Al-Qur'an , hadist, ijma' dan qiyas/akal.

Al-Qur’an , Al-Qur’an merupakan sumber utama dan pertama


dalam pengambilan hukum. Karena Al-Qur’an adalah perkataan Allah
yang merupakan petunjuk kepada ummat manusia dan diwajibkan untuk
berpegangan kepada Al-Qur’an. Allah berfirman dalam surat al-Baqarah
ayat 2; Al-Maidah Ayat 44-45, 47 :

10
َ‫ْب فِ ْي ِه هُدًى لِ ْل ُمتَّقِ ْين‬ َ ‫ك ْال ِكت‬
َ ‫َب الَ َري‬ َ ِ‫>< ذل‬

“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi


mereka yang bertaqwa”.(Al-Baqarah; 2)

Al-Hadits/Sunnah ,Sumber kedua dalam menentukan hukum ialah


sunnah Rasulullah ٍSAW. Karena Rasulullah yang berhak menjelaskan dan
menafsirkan Al-Qur’an, maka As-Sunnah menduduki tempat kedua setelah
Al-Qur’an. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat an-Nahl ayat 44 dan al-
Hasyr ayat 7, sebagai berikut;

َ‫اس َمانُ ِز َل اِلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّهُ ْم يَتَفَ َّكرُوْ ن‬ َ ‫َواَ ْن َز ْلنَا اِلَ ْي‬
ِ َّ‫ك ال ِذ ْك َر لِتُبَيِنَ لِلن‬

“Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan


kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya
mereka memikirkan”. (An-Nahl : 44)

ِ ‫ اِ َّن هللاَ َش ِد ْيد ُْا ِلعقَا‬,َ‫“ َو َما َءاتَ ُك ُم ال َّرسُوْ ُل فَ ُخ ُذوْ هُ َو َمانَه ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهَوْ ا َواتَّقُوْ اهللا‬
‫ب‬

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka ambillah dia, dan apa
yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah dan bertaqwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah sangat keras sikapnya”. (Al-Hasyr: 7)

Kedua ayat tersebut di atas jelas bahwa Hadits atau Sunnah


menduduki tempat kedua setelah Al-Qur’an dalam menentukan hukum.

Al-Ijma’ Yang disebut Ijma’ ialah kesepakatan para Ulama’ atas


suatu hukum setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Karena pada masa
hidupnya Nabi Muhammad SAW seluruh persoalan hukum kembali
kepada Beliau. Setelah wafatnya Nabi maka hukum dikembalikan kepada
para sahabatnya dan para Mujtahid. Kemudian ijma’ ada 2 macam :

1. Ijma’ Bayani (‫ ) االجم‘‘اع البي‘‘اني‬ialah apabila semua Mujtahid


mengeluarkan pendapatnya baik berbentuk perkataan maupun tulisan yang
menunjukan kesepakatannya.

2. Ijma’ Sukuti (‫ )االجم‘‘اع الس‘‘كوتي‬ialah apabila sebagian Mujtahid


mengeluarkan pendapatnya dan sebagian yang lain diam, sedang diamnya

11
menunjukan setuju, bukan karena takut atau malu. Dalam ijma’ sukuti ini
Ulama’ masih berselisih faham untuk diikuti, karena setuju dengan sikap
diam tidak dapat dipastikan. Adapun ijma’ bayani telah disepakati suatu
hukum, wajib bagi ummat Islam untuk mengikuti dan menta’ati. Karena
para Ulama’ Mujtahid itu termasuk orang-orang yang lebih mengerti
dalam maksud yang dikandung oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits, dan mereka
itulah yang disebut Ulil Amri Minkum (‫ ) اولى‘‘االمر منكم‬Allah berfirman
dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat : 59

‫ياَأيُّهَاالَّ ِذ ْينَ َأ َمنُوْ اَأ ِط ْيعُوْ اهللاَ َوَأ ِط ْيعُوْ اال َّرسُوْ َل َوُأوْ لِى اَْأل ْم ِر ِم ْن ُك ْم‬

“Hai orang yang beriman ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya


dan Ulil Amri di antara kamu”.

Dan para Sahabat pernah melaksanakan ijma’ apabila terjadi suatu


masalah yang tidak ada dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah S.A.W.
Pada zaman sahabat Abu Bakar dan sahabat Umar r.a jika mereka sudah
sepakat maka wajib diikuti oleh seluruh ummat Islam.

Al-Qiyas, Qiyas menurut bahasanya berarti mengukur, secara


etimologi kata itu berasal dari kata Qasa (‫) قا س‬. Yang disebut Qiyas ialah
menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hukum karena
adanya sebab yang antara keduanya. Rukun Qiyas ada 4 macam: al-ashlu,
al-far’u, al-hukmu dan as-sabab. Dalam Al-Qur’an Allah S.WT. berfirman:

‫ار‬ َ ‫فَا ْعتَبِرُوْ ا يُأوْ لِى اَْألي‬


ِ ‫ْص‬

“Ambilah ibarat (pelajaran dari kejadian itu) hai orang-orang yang


mempunyai pandangan”. (Al-Hasyr : 2) ‫ لَ َما بَ َعثَهُ النَّبِ ُّى صلى هللا عليه‬: ‫ع َْن ُم َعا ٍذ قَا َل‬
‫لى‬
َ ِ‫وسلم ا‬

Kemudian Al-Imam Syafi’i memperkuat pula tentang qiyas dengan firman


Allah S.W.T dalam Al-Qur’an : ُ‫ص ْي َد َواَ ْنتُ ْم ُح ُر ٌم َو َم ْن قَتَلَ‘ه‬ َّ ‫ياَأيُّهَااَّل ِذ ْينَ َء ا َمنُوْ ا الَتَ ْقتُلُوْ اا ل‬
‫“ ِم ْن ُك ْم ُمتَ َع ِمدًا فَ َج َزا ٌء ِم ْث‘ ُل َم‘ا قَتَ‘ َل ِمنَ النَّ َع ِم يَحْ ُك ُم بِ‘ ِه َذ َواعَ‘ ْد ٍل ِم ْن ُك ْم‬Hai orang-orang yang
beriman janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang
ihram, barang siapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka
dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak yang seimbang dengan

12
buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara
kamu”. (Al-Maidah: 95). Sebagaimana madzhab Ahlussunnah wal
Jama’ah lebih mendahulukan dalil Al-Qur’an dan Al-Hadits dari pada
akal. Maka dari itu madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah mempergunakan
Ijma’ dan Qiyas kalau tidak mendapatkan dalil nash yang shareh (jelas)
dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

2. KARAKTERISTIK ASWAJA

ada tiga karakteristik utama dalam ajaran ahlus sunah wal jama'ah,
diantaranya yaitu :

pertama, at-tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang,


ataupun ekstrim kanan. Salah satu ciri paling dasar dari Aswaja adalah
moderat. Sikap ini tidak saja mampu menjaga para pengikut Aswaja dari
keterperosokan dalam perilaku keagamaan yang yang ekstrem, tapi juga
mampu melihat dan menilai fenomena kehidupan secara proposional dan
seimbang terutamanya dalam mengahadapi tradisi dan budaya yang sudah
merekat dalam masyarakat . Maka dari itu dalam mengahadapinya aswaja
mengacu kepada salah satu kaidah fiqh “Almuhafazhah alal qadimis
shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah (menjaga perihal lama yang baik dan
mengadopsi gagasan baru yang lebih baik)

Dengan menggunakan kaidah ini, pengikut Aswaja memiliki pegangan


dalam menyikapi tradisi. Yang dilihat bukan tradisi atau budayanya, tapi
nilai yang dikandungnya. Jika sebuah produk budaya tidak bertentangan
dengan ajaran pokok Islam, dalam arti mengandung kebaikan,maka bisa
diterima. Bahkan bisa dipertahankan dan layak untuk diikuti. Akan tetapi
jika tradisi atau budaya tersebut bertentangan dengan ajaran islam
diselaraskan dengan ajaran Islam secara pelan-pelan dengan penuh
kearfian sebagaimana yang diteladankan para Walisongo dalam
menyebarkan Islam di Nusantara.

Ini disarikan dari firman Allah SWT:

ً‫اس َويَ ُكونَ ال َّرسُو ُل َعلَ ْي ُك ْم َش ِهيدا‬ ْ ُ‫ك َج َع ْلنَا ُك ْم ُأ َّمةً َو َسطا ً لِّتَ ُكون‬
ِ َّ‫وا ُشهَدَاء َعلَى الن‬ َ ِ‫َو َك َذل‬

13
Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat
pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian)
atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT
menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian.
(QS al-Baqarah: 143).

Kedua, at-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk


dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran
rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits). Firman
Allah SWT:

ِ ‫َاب َو ْال ِمي َزانَ لِيَقُو َم النَّاسُ بِ ْالقِس‬


‫ْط‬ َ ‫ت َوَأنزَ ْلنَا َم َعهُ ُم ْال ِكت‬
ِ ‫لَقَ ْد َأرْ َس ْلنَا ُر ُسلَنَا بِ ْالبَيِّنَا‬

Sunguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti


kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab
dan neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan
keadilan. (QS al-Hadid: 25)

Sikap tawazun atau seimbang ini diperlukan demi terciptanya


keserasian hubungan antar sesama umat manusia dan antara manusia
dengan Allah swt.

Ketiga, al-i'tidal atau tegak lurus adalah sikap tegak lurus dan adil,suatu
tindakan yang dihasilkan dari suatu pertimbangan.. Dalam Al-Qur'an Allah
SWT berfirman:

ْ ُ‫وا ا ْع ِدل‬
‫وا ه َُو‬ ْ ُ‫وا قَوَّا ِمينَ هّلِل ِ ُشهَدَاء بِ ْالقِ ْس ِط َوالَ يَجْ ِر َمنَّ ُك ْم َشنَآنُ قَوْ ٍم َعلَى َأالَّ تَ ْع ِدل‬
ْ ُ‫وا ُكون‬
ْ ُ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمن‬
َ‫وا هّللا َ ِإ َّن هّللا َ خَ بِي ٌر بِ َما تَ ْع َملُون‬
ْ ُ‫َأ ْق َربُ لِلتَّ ْق َوى َواتَّق‬

Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi


orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi
(pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada
suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena
keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada
Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
(QS al-Maidah: 8)

14
Selain ketiga prinsip ini, golongan Ahlussunnah wal Jama'ah juga
mengamalkan sikap tasamuh atau toleransi serta . Yakni menghargai
perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang
tidak sama. Namun bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan
yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini. Firman Allah
SWT:

‫فَقُواَل لَهُ قَوْ الً لَّيِّنا ً لَّ َعلَّهُ يَتَ َذ َّك ُر َأوْ يَ ْخ َشى‬

Maka berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS)
kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut dan mudah-
mudahan ia ingat dan takut. (QS. Thaha: 44)

Ayat ini berbicara tentang perintah Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan
Nabi Harun AS agar berkata dan bersikap baik kepada Fir'aun. Al-Hafizh
Ibnu Katsir (701-774 H/1302-1373 M) ketika menjabarkan ayat ini
mengatakan, "Sesungguhnya dakwah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS
kepada Fir'aun adalah menggunakan perkataan yang penuh belas kasih,
lembut, mudah dan ramah. Hal itu dilakukan supaya lebih menyentuh hati,
lebih dapat diterima dan lebih berfaedah". (Tafsir al-Qur'anil 'Azhim, juz
III hal 206).

E. MENGAPA HARUS BER-AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Ada beberapa alasan mengapa harus mengikuti Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Diataranya adalah :

Pertama, Ahlus Sunnah Wal Jama’ah bukanlah sekte yang timbul dalam
sejarah umati islama, melainkan aswaja adalah kemurnian dan keutuhan islam itu
sendiri yakni dengan ajaran islam yang murni, utuh dan sempurna, sesuai dengan
ajaran yang diajarkan dan diamalkan oelh Nabi Muhammad SAW dan para
sahabatnya, dimana pemahaman tersebut menjadi pemahaman mayoritas umat
islam (as Sawadul –A’zam)

Kedua, Aswaja adalah golongan terbanyak di lingkungan umat Islam.


Rasulullah saw. memerintahkan agar umatnya selalu bersama golongan mayoritas.
Rasulullah saw. bersabda :

15
“Allah tidak mengumpulkan umatku dalam kesesatan, jika kalian melihat
perbedaan,maka wajib bagi kamu bersama golongan terbanyak.” (HR. at-Tirmidzi
dan Ibnu Majah ).

ketiga, keselamatan bersama dengan kelompok al-jama’ah atau golongan


terbanyak, menetapkan kebenaran bedasarkan kuantitas(mayoritas) mengacu
pada banyaknya dalil hadis yang secara akumulasi bernilai mutawatir ma’nawi
yah inti dari hadis-hadis ini adalah memerintahkan agar umat islam senantiasa
menetapi jamaah atau as Sawadul –A’zam dan tidak menyimpang dari ajaran
tersebut. Rasulullah saw. Bersabda, diantaranya sebagai berikut :

“Berpeganglah pada kelompok terbesar, dan jauhilah perpecahan, karena


setan bersama satu orang yang menyendiri, dari dua orang dia lebih jauh,
barangsiapa ingin masuk surga, hendaknya selalu bersama kelompok al-
jama’ah.” (HR. at-Tirmidzi) Syekh at-Thayyibi (w. 743 H.) dalam kitab al-
Kasyif ‘an Haqaiqis Sunan Syarhu Misykatil Mashabih mengatakan,
“Yang dimaksud dengan al-Jam’ah adalah as-sawadul a’zham yang berarti
kelompok mayoritas dari umat Islam”.

“Sungguh, umat ini akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga (73)
golongan. Tujuh puluh dua (72) golongan dalam neraka. Dan satu (1)
golongan dalam surga. Mereka (yang dalam surga) adalah al jama’ah.”
(HR. Abu Daud). Syekh al-Mulla Ali al-Qari (w. 1014 H.) berkata dalam
kitab Mirqatul Mafatih Syarah Misykatul Mashabih, “Maksudnya (al-
jama’ah) adalah para ahlul ilmi dan ahli fiqh yang senantiasa mengikuti
atsar-atsar Rasulullah saw. Mereka tidak akan pernah melakukan bid’ah
dengan cara mengubah dan menggantinya.”

Pemahaman ini muncul karena dalam hadis lain Rasulullah saw.


mengatakan :“Umatku akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga (73)
golongan. Semua akan masuk neraka kecuali satu”. Parasahabat bertanya,
“Siapa mereka wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Orang orang
yang berpegang pada apa yang aku dan sahabatku pegang” (HR at-
Tirmidzi).

16
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Ahlussunnah Waljama’ah adalah segolongan orang yang konsisten


mengamalkan ajaran islam yang murni dan sesuai dengan ajaran Rasulullah
saw beserta para sahabatnya, para wali dan ulama. Ruang lingkup
Ahlussunnah waljama’ah tak lain adalah ruang lingkup islam itu sendiri yakni
meliputi bidang akidah, syari’ah, akhlak, dan tasawuf yang dimana dalam
bidang-bidang tersebut Ahlussunnah Waljama’ah memiliki ciri khas dan
keautentikannya sendiri baik dalam bidang syariat, akhlaq dan tasawuf,
sumber ajaran serta karakteristiknya dalam mengahadapi budaya dalam
bermasyarakat. ahlus sunnah wal jama’ah, menjadi karakter dan penanda bagi
kelompok yang benar, selain memiliki justifikasi yang kuat dan sumber-
sumber ajaran islam. Oleh sebabnya kelompok yang benar dan selamat yang
mempresentasikan kemurnian dan kesempurnaan ajaran islam itu diberi nama
“Ahlus Sunnah Wal Jama’ah”.

17
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy‟ari, Moderasi Keumatan Dan


Kebangsaan (Jakarta: Kompas, 2010, cet. 1), hlm. 107.

Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Silsilah Hadis Shahih…, 452.


Nur Cholid, M.ag, M.pd, Pendidikan ke NU an. (Semarang: CV Presisi Cipta).
Hlm: 8.

Marzuqi, H. Ahmad dkk.2016.”Pendidikan Ahlussunnah wal Jama’ah dan Ke-


NUan”.Surabaya:Tim LP Maarif NU.

Muchtar, Masyhudi.2007.” Aswaja An-Nahdliyah, Ajaran Ahlussunnah Wal


Jamaah yang Berlaku di Lingkungan Nahdlatul Ulama”. Surabaya: Khalista
Surabaya.

Nurliadin, Rochmat, S., Zubaedah, dan Purnama, S. 2017. “Ke-NU-an,


Ahlussunnah Wal Jama`ah”. Yogyakarta: Lembaga Pendidikan Ma`arif Nahdlatul
Ulama

Ramli, Muhammad Idrus. 2011. Pengantar Sejarah Ahlussunnah Wal-Jama’ah.


Surabaya: Khalista. Hlm 53

Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Silsilah Hadis Shahih…, 452.

LBM Lirboyo, Pedoman ke NU-an.(Jawa tengah: Penerbit Lirboyo). Hlm. 2

Moh. Achyat Ahmad.1442 H. Aswaja Untuk Pemula. Pasuruan: Sidogiri Penerbit

18

Anda mungkin juga menyukai