Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TEOLOGI ISLAM

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas “Teologi Islam


Dosen Pengampu Eka Zuliana, M.pem.I

Di Susun Oleh :
RIFQI MAHASA

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI)


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS AL-WASHLIYAH
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.Makalah ini saya beri judul “AHLU SUNNAH WAL-JAMA’AH”. Penulis
ucapkan terimakasih kepada Ibu Eka Zuliana, M.pem.I selaku dosen pembimbing
yang telah membimbing saya dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usahanya. Amin.

dan materi yang telah Ibu sampaikan kepada saya selaku penulis dan
penyusun makalah ini Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna,
oleh karena itukritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini

Medan, 03 desember 2021


Penyusun

Rifqi Mahasa

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................... 3


A. Sejarah kemunculan aliran ahlu sunnah wal jama’ah........................... 3
B. Tokoh-tokoh didalam Aliran Ahlu sunnah Wal jama’ah...................... 6
C. Doktrin-doktrin Aliran Ahlu sunnah Wal jama’ah............................... 12

BAB III PENUTUP............................................................................................ 16


A. Kesimpulan........................................................................................... 16
B. Saran..................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 17

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam berbagai forum keagamaan, istilah Ahlussunnah Wal Jamaah
atau yang disingkat Aswaja sering terdengar. Sejatinya, istilah ini telah
dikenal sejak zaman Rasulullah SAW dan para sahabatnya Ahlussunnah baru
bertransformasi sebagai “aliran” setelah menguatnya pengaruh Mu’tazilah
yang dianggap mengancam Aswaja. mengancam Aswaja. Rasulullah SAW
menjelaskan bahwa akan ada masa di mana umat Islam terbagi ke dalam
beberapa golongan. Di antara mereka, golongan yang selamat adalah
Ahlussunnah wal Jamaah. Hal ini didasarkan pada hadits berikut:
“Bahwasanya Bani Israil telah berfirqah-firqah sebanyak 72 millah
(firqah) dan akan berfirqah umatku sebanyak 73 firqah, semuanya masuk
neraka kecuali satu. Sahabat-sahabat yang mendengar ucapan ini bertanya:
‘Siapakah yang satu itu ya Rasulullah?’ Nabi menjawab: ‘Yang satu itu ialah
yang berpegang (beri’tiqad) sebagai peganganku (I’tiqadku) dan sahabat-
sahabatku." (HR. Tirmidzi).
Lantas bagaimana sejarah kemunculan Ahlu sunnah Wal jama’ah dan
siapa-siapa saja tokoh tokohnya dan doktrin-doktrin yang dipakainya di
dalam makalah ini akan dijelaskan tentang hal itu

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas masalah dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana Sejarah kemunculan aliran Ahlu sunnah Wal jama’ah
2. Siapa-siapa saja tokoh-tokoh aliran Ahlu sunnah wal jama’ah
3. Apa-apa saja doktrin yang dipakai oleh Aliran ahlu sunnah wal jama’ah

1
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan ditulisnya makalah ini adalah :
1. Menjelaskan bagaimana sejarah kemunculan aliran ahlu sunnah wal
jama’ah
2. Untuk mengetahui siapa-siapa saja tokoh-tokoh aliran ahlu sunnah Wal
jama’ah
3. Memaparkan apa-apa saja doktrin yang dipakai oleh aliran ahlu sunnah
wal jama’ah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah kemunculan aliran Ahlu sunnah wal jama’ah


Para ahli sejarah menjelaskan kemunculan aliran ini secara substansial
sebenarnya sudah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW. Hanya saja ketika
itu namanya belum diformalkan.Rosulullah Saw. Dalam sebuah kesempatan
menyampaikan bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan,
hanya satu yang masuk surga dan lainnya masuk neraka. Satu golongan itu
disebut al-jama’ah1
Nabi Saw. Kemudian wafat. Tongkat kepemimpinan dilanjutkan oleh
khalifah Abu Bakar ash-Shidiq RA. Kemudian Umar bin Khatab RA.
Sampai di sini, dalam tubuh kaum muslimin tidak ada perpecahan.
Pelanjutnya adalah khalifah Utsman bin Affan RA. Beliau wafat karena
dibunuh pemberontak. Kemelut muncul dan terjadilah perang antara kubu
Ali bin Abi Thalib RA. Dan Muawiyah.
Secara militer, peperangan dimenangi oleh Ali.  Tetapi secara
diplomatis, Muawiyah yang unggul. Dalam peristiwa ini lahir istilah populer
yang dikenal dengan Tahkim, yaitu kelompok Muawiyah mengibarkan
bendera putih dengan Al-Qur’an berada di ujung tombak sebagai tawaran
damai. Berawal dari sini, muncul kelompok baru yang menolak adanya
Tahkim, yaitu khawarij.
Jadi, umat Islam terpecah menjadi tiga golongan, yaitu Syiah
(Pendukung Ali), Khawarij, dan pendukung Muawiyah.Guna menguatkan
kekuasaan dengan dalil agama, Muawiyah membuat aliranatau golongan
baru bernama Jabariyah. Salah satu ajarannya yaitu setiap tindakan manusia
adalah kehendak Allah SWT. Dalilnya adalah: “Tidaklah engkau memanah,
pada saat memanah, akan tetapi Allah-lah yang memanah.” Al-
Anfal[8]:17)

1
. Riwayat Ahmad, Abu Daud, dan ad-Darimi

3
Merebaknya ajaran Jabariyah membuat situasi menjadi rumit.
Banyak orang yang malas bekerja karena yakin bahwa apa yang dilakukan
adalah kehendak Allah SWT.
Melihat situasi yang tidak baik itu, cucu Ali yang bernama
Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib membuat aliran
baru yang dikenal dengan Qadariyah. Aliran ini mengajarkan bahwa
manusia memiliki kehendak dan bertanggung jawab atas setiap
perbuatannya. Allah SWT. Tidak ikut campur dalam setiap kehendak
manusia. Dalilnya yang populer adalah : “Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri.” (ar-Rad [13]: 11)
Estafet kepemimpinan kemudian beralih dari kekhalifahan Muawiyah
ke Dinasti Abbasiyah. Di masa ini, doktrin Qadariyah menjadi aliran yang
paling populer dan menjadi pondasi untuk melakukan pembangunan. Paham
ini dianggap paling berjasa dalam melakukan reformasi besar-besaran dan
menjadi negara maju dalam berbagai aspek, seperti ilmu pengetahuan.
Dalam perkembangannya, Qadariyah bermetamorfosa menjadi aliran
Mu’tazilah. Ajarannya adalah menggunakan logika dalam setiap Ijtihad.
Bahkan kemudian aliran ini menjadi aliran resmi Negara. Setiap warga
wajib menggunakan doktrin Mu’tazilah sebagai manhajul fikr (aliran
pemikiran). Akibatnya, terjadilah pemaksaan doktrin sampai pada
pembunuhan terhadap setiap warga yang tidak mengikuti aliran itu.
Ketika Kekhalifahan Abbasiyah dipegang oleh al-Ma’mun (827 M),
al-Ma’tashim, dan al-Wasiq (813-847 M), para ulama dipaksa untuk
mengikuti paham bahwa al-Qur’an adalah makhluk, bukan kalamullah.
Siapa saja yang tidak setuju maka akan disiksa atau dibunuh. Di antara
ulama yang menolak paham tersebut sehingga disiksa adalah Imam Ahmad.2
Pendiri mazhab Hanbali ini harus mendekam dalam sel dan mendapat
siksaan fisik yang sangat berat.
Adapun ulama yang dibunuh adalah Imam al-Buwaithi, murid Imam
asy-Syafei’i. Ia disiksa sampai meninggal karena meolak keyakinan

2
. ad-Dzahabi, Siyaru A’laamin Nubalaa’ juz XI:312

4
tersebut3. Saat itu ada seorang ulama besar yang mulanya pengikut
Mu’tazilah namun kemudian menyatakan keluar. Beliau adalah Abu Hasan
al-Asy’ari, yang menyatakan netral. Bukan menjadi bagian dari Jabariyah,
Qadariyah, atau Mu’tazilah.

Imam al-Asy’ari ingin membangun kembali semangat ajaran yang


dipesankan oleh Nabi Muhammad SAW untuk mengikuti sunnah dan para
sahabat. Mengikuti Imam al-Asy’ari berarti mengikuti jejak salaf dan
berpegang teguh terhadapnya, serta membangun argumentasi yang kokoh
terhadap jejak mereka. Muncullah Asy’ariyyah.4

Istilah itu populer untuk membedakan dengan kelompok lainnya.


Namun sesungguhnya, istilah itu sudah dipakai oleh sebagian sahabat. Ibnu
Abbas ketika menafsirkan surat ali Imran {3} : 106, yang dimaksud “muka
yang putih berseri” yaitu Ahlus-Sunnah wal Jama’ah. Adapun orang-orang
yang hitam muram mukanya adalah ahli bid’ah.5 Kalangan Tabi’in juga
menggunakan istilah itu untuk mengetahui orang yang benar-benar
termasuk Ahlus-Sunnah dan bukan. Ibnu Sirrin menjelaskan bahwa syarat
diterimanya syarat seorang perawi Hadist yaitu harus dari kalangan Ahlus-
Sunnah. (Muqaddimah Muslim)

Tokoh lain yang mendorong agar umat kembali kepada Ahlus-Sunnah


adalah Abu Mansur al-Maturidi. Aliran ini semakin kuat di tengah derasnya
arus Jabariyah, Qadariyah, dan Mu’tazilah yang membingungkan
umat.Yang membedakan mereka dengan ulama Salaf yaitu mereka
menggunakan kalam saat menghadapi tokoh-tokoh Jabariyah dan lainnya.
Tentunya, kalam yang dipakai berpatokan pada hujjah-hujjag salaf.

Para salaf ketika menghadapi kelompok-kelompok tersebut tidak


menggunakan ilmu kalam sebagaimana yang dilakukan Imam Ahmad dan
ulama sebelumnya. Orang yang mengikuti sikap mereka disebut Atsyari
dengan tokohnya Imam Ahmad.  Meski kelompok ini tidak menggunakan

3
. Ibnu Katsir, al-bidayah wan Nihayah, 10/369)
4
. Tajuddin as-Subki, Thabaqat as-Syafi’iyyah al-Kubra, III/365
5
. Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an Adhim, 2/92

5
kalam, namun mereka tidak mencela ulama yang menggunakan kalam
selama masih berpatokan pada al-Qur’an dan Sunnah.

Berdasar sejarah di atas, Syaikh Abul Aun as-Safarini al-Hanbali


(wafat 1188H) kemudian menggolongkan Ahlus-Sunnah wal Jama’ah
menjadi tiga kelompok. Yaitu al-Atsariyah dengan imamnya Ahmad bin
Hambal, al-Asy’arriyyah (Abul Hasan al-Asy’ari) dan al-Maturidiyyah
(Abu Mansur al-Maturidi).6

B. Tokoh-tokoh dalam Aliran Ahli Sunnah Wal Jama’ah


1. Bidang Akidah
A. Abu Hasan Al-Asyari
Nama lengkap Al-Asyari adalah Abu Hasan Ali bin Ismail bin
Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi
Burdah bin Abi Musa Al-Asyari. Menurut beberapa riwayat, Al-
Asyari lahir di Bashrah pada tahun 260H/875M. Beliau wafat di
Baghdad pada tahun 324H/935M.7 Al-Asyari merupakan salah satu
murid dari tokoh Mutazilah Abu Ali Al-Jubbai. Namun hanya
sampai usia 40 tahun Al-Asy;ari menganut paham Mutazilah.
Menurut Ibn Asakit latar belakang ia keluar dari paham
Mutazilah adalah ia bermimpi bertemu dengan Rasuulullah SAW
sebanyak 3 kali. Dan ia diperingatkan oleh Rasulullah agar segera
meninggalkan paham tersebut dan segera mengikuti paham/ajaran
yang telah diriwayatkan Rasulullah dan sahabatnya. Alasan lainnya
karena pada saat perdebatan Al-Jubbai diam dan tidak dapat
menjawab pertanyaan dari Al-Asyari (muridnya) mengenai
kedudukan mukmin, kafir, dan anak kecil di akhirat nanti. Hal
tersebutlah yang membuat Al-Asyari merasa ragu dan tidak puas
lagi dengan ajaran Mutazilah lalu memutuskan untuk keluar dan
menyusun teologi baru sesuai dengan ajaran Rasulullah dan
sahabat, yang dikenal dengan Al-Maturidiyah.
Berikut adalah pemikiran-pemikiran penting Al-Asyari:

6
. Lawami’ al-anwar, al-Bahiyyah, 1/73
7
. Dikutip Dari jurnal aqidah ilmu kalam Dr. H. Achmad Mihibbin Zuhri, 2013

6
1) Tuhan dan sifat-sifatnya
Al-Asyari berpendapat bahwa Allah mempunyai sifat-
sifat (bertentangan dengan Mutazilah) dan sifat-sifat itu tidak
boleh diartikan secara harfiah tetapi secara simbolis.
2) Kebebasan dalam berkehendak
Allah adalah pencipta (khaliq) perbuatan manusia,
sedangkan manusia adalah yang mengupayakannya
(muktasib).
3) Qadimnya Al-Quran
Al-Quran terdiri atas kata-kata, huruf dan bunyi, tetapi
hal itu tidak melekat pada esensi Allah dan tidak qadim.
4) Akal dan wahyu dan kriteria baik dan buruk
Dalam menghadapi persialan yang memperoleh
penjelasan kontradiktif, serta dalam menentukan baik dan
buruk, Al-Asyari lebih mengutamakan wahyu daripada akal.
5) Melihat Allah
Allah dapat dilihat di akhirat kelak, tetapi tidak dapat
digambarkan. Dan kalau dikatakan Allah dapat dilihat, itu
tidak mengandung pengertian seperti bahwa apa yang bisa
dilihat harus bersifat diciptakan.
6) Kedudukan orang yang berdosa
Orang mukmin yang berdosa besar adalah mukmin yang
fasik sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain
kufur. Dalam kenyataan, iman adalah lawan dari kufur,
predikat seseorang harus berada satu diantaranya. Jika tidak
mukmin, maka ia kafir.
7) Keadilan
Allah memiliki kekuasaan mutlak, taka da satupun yang
wajib bagi-Nya dan Allah berbuat sekehendaknya.

B. Abu Manshur al-Maturidi

7
Bernama lengkap Abu Manshur Muhammad Ibn Muhammad
Ibn Mahmud al- Maturidi, lahir di Maturid, daerah Samarkand
(Uzbekistan). Lahir sekitar pertengahan abad ke-3H. wafat pada
tahun 333H/ 944M. Murid dari Nasyr bin Yahya al-Balakhi
seorang guru dalam bilang fiqh dan teologi, Abu Manshur juga
merupakan pengikut Abu Hanifah yang banyak memakai rasio
dalam pandangan keagamaannya, memakai rasio dalam
pandangan keagamaannya, sehingga banyak persamaan dalam
sistem teologi yang ditimbulkannya namun termasuk dalam
golongan teori Ahli Sunnah yang kemudian dikenal dengan nama
al-Maturidiyah. Literatur dari ajaran Abu Manshur tidak sebanyak
Al-Asyari. Banyak karangan Al- Maturidi yang belum dicetak
dan kemungkinan masih dalam bentuk manuskrip antara lain
kitab al-Tauhid dan kitab Tawil Al-Quran. Selain itu, ada pula
karangan-karangan yang dikatakan dan diduga ditulis oleh Al-
Maturidi, antara lain Risalah fi Al- Aqaid dan Syarh Fiqh Al-
Akbar. Berikut adalah pemikiran Al-Maturidi:
1) Akal dan wahyu
Dalam pemikiran teologi, Al-Maturidi mendasar pada
Al-Quran dan akal, namun porsi yang diberikan pada akal
lebih besar daripada yang diberikan pada Al-Asyari.
2) Perbuatan manusia
Perbuatan manusia adalah ciptaan Allah karena segala
sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya, beliau
mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia
dengan qudrat Allah sebagai pencipta manusia dengan qudrat
Allah sebagai pencipta perbuatan manusia.
3) Melihat Allah
Manusia dapat melihat Allah. Namun mellihat Allah,
kelak di akhirat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena
keadaan di akhirat tidak sama dengan keadaan di dunia.
4) Kalam Tuhan

8
Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun
dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsi (sabda yang
sebenarnya atau kalam abstrak). Kalam nafsi adalah sifat
Qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf
dan suara adalah baharu (hadist). Kalam nafsi tidak dapat kita
ketahui hakikatnya bagaimana Allah bersifat dengan (bila
kaifa) tidak di ketahui, kecuali dengan suatu perantara.
5) Pelaku dosa besar
Orang dengan dosa besar tidak kafir dan tidak kekal
dalam neraka walaupun ia meninggal sebelum bertaubat. Hal
ini karena Allah telah menjanjikan dan akan memberikan
balasan kepada manusia sesuai dengan amal perbuatannya.
Perbuatan dosa besar selain syirik tidak menjadikan seorang
kafir atau murtad.
6) Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
Qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang (absolut), tetapi
perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan
hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkanNya sendiri.
Sesungguhnya ajaran-ajaran akidah Islam Imam Abu al-
Hasan Al-Asyari dan Imam Abu Mansur berada pada jalan
yang sama. Namun, terdapat beberapa perbedaan antara
Asyariyah dan Maturidiyah yaitu pada masalah-masalah
cabang akidah (Furu alAqidah). Hal ini tidak menjadikan
kedua kelompok ini berdebat.
C. Imam Abu Hasan al-Basri
Beliau bernama asli Hasan Al-Basriadalah Abu Said Al
Hasan bin Yasar. Beliau merupakan anak dari Khoiroh dan Yasaar,
budak Zaid bin Tsabit tepatnya pada tahun 21 H di kota Madinah
setahun setelah perang shiffin, sumber lain menyatakan beliau lahir
dua tahun sebelum berakhirnya masa pemerintahan Khalifah Umar
bin Al- Khattab.

9
2. Bidang Akhlak/Tasawuf
A. Imam al-Ghazali
Beliau bernama lengkap Abu Hamid Muhammad Beliau
bernama lengkap Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Ibn
Muhammad al-Ghazali. Beliau merupakan orang Persia asli.
Lahir di Thus sebuah kota kecil di Khurasan (sekarang Iran) pada
tahun 450H/1058M dan wafat pada tahun 505H/1111M. Karya-
karya Imam al-Ghazali, antara lain:
1) Al-Iqtisad fi Al-Itiqad (480H), karya kelam terbesar Al-
Ghazali untuk mempertahankan akidah Aswaja secara
rasional.
2) Al-Risalat Al-Qudsiyyah, karya Al-Ghazali yang disajikan
secara ringan untuk mempertahankan akidah Aswaja.
3) Qowaid Al-Aqoid, karya teologi yang mendeskripsikan
materi akidah yang benar menurut paham Aswaja.
4) Ihya Ulumuddin, karya Al-Ghazali yang terbesar yang
memuat ide-ide sentral Al-Ghazali untuk menghidupkan
kembali ilmu-ilmu agama Islam termasuk teologi.
B. Imam Junaid al-Baghdadi
Bernama lengkap Abu Al-Qasim Al-Junayd bin Muhammad
Al-Junayd Al- Khazzaz Al-Qawariri, lahir sekitar tahun 210 H di
Baghdad, Iraq dan wafat pada tahun 297H/910M. Berasal dari
keluarga Nihawand, tahun 297H/910M. Berasal dari keluarga
Nihawand, keluarga pedagang di Persia, yang kemudian pindah ke
Iraq. Al-Junaid merupakan seorang sufi terkemuka di samping
seorang ahli fiqih.
Menurut Al-Baghdadi, tasawuf adalah hubungan antara kita
dengan-Nya tiada perantara. Ajarannya dengan melakukan semua
akhlak yang baik menurut sunnah Rasul dan meninggalkan semua
akhlak yang butuk dan melepaskan hawa nafsu menurut kehendak
Allah serta merasa tiada memiliki apapun, juga tidak di miliki oleh
sesiapa pun kecuali Allah . Tasawuf Al-Junaid al-Baghdadi

10
terkesan berusaha menciptakan keseimbangan antara syariat dan
hakikat.
3. Bidang Fiqh
A. Imam Hanafi
Bernama lengkap An-Numan bin Tsabit bin Zauta bin Maha
At-Taymiy. Abu Hanafi lahir di Kufahm Iraq pada tahun
80H/699M. Abu Hanifah membangun mazhabnya di atas Al-
Kitab, Al-Sunnah, ijma, qiyas dan istihsan. Aliran mazhab Imam
Abu Hanifah dikenal dengan nama Mazhab Hanafi. Mazhab
Hanafi ialah mazhab rasmi Dawlah Usmaniyyah dan masih
berpengaruh di negara-negara bekas jajahan Dawlah Usmaniyyah
seperti Mesir, Syria, Lubnan, Bosnia, dan Turki. Karya dari Abu
Hanifah antara lain Kitab Al-Fiqh Al-Akbar, Kitab Al-Fiqh Al-
antara lain Kitab Al-Fiqh Al-Akbar, Kitab Al-Fiqh Al-Absat,
Kitab Al-Risalah, Kitab Al-Alim wa Al-Mutaallim dan Kitab Al-
Washiyyah.
B. Imam Maliki
Memiliki nama lengkap Abu Abdullah Malik bin Malik bin
Abi Amir bin Amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin
Haris al Asbahi. Lahir di Madinah pada tahun 712M dan wafat
pada tahun 796M. Imam Maliki meninggalkan mazhab fikih
dikalangan Islam Sunni, yang biasa disebut dengan Mazhab
Maliki.
C. Imam Syafii
Bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Idris al-
Shafii atau Muhammad bin Idris asy-Syafii. lahir di Ashkelon,
Gaza, Palestina pada tahun 150H/767M bertepatan dengan tahun
wafatnya seorang ulama besar Sunni, Imam Abu Hanifah). Beliau
wafat pada bulan Syaban tahun 204H diumur 54 tahun. D. Imam
Hanbali Bernama lengkap Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin
Hilal Asy Syaibani. Lahir pada bulan Rabiul Awwal tahun
164H/780M dan wafat pada 12 Rabiul Awwal 241H/855H

11
12
C. Doktrin-doktrin aliran Ahlu sunnah Waljama’ah
1. Doktrin Keimanan
Iman adalah pembenaran atas Allah, rasul, dan segala ajaran yang
dibawakannya. Doktrin keimanan Ahlussunnah waljamaah ini
termanifestasikan dalam formula yang diajarkan Al’asyari dan Maturidi.
Kedua tokoh tersebut hampir sepakat dalam masalah akidah islamiyah,
meliputi sifat-sifat wajib, mustahil dan ja'iz bagi Allah, para rasul dan
malaikat-Nya, kendati keduanya berbeda dalam cara dan proses
penalaran. Kedua tokoh ini hanya berbeda dalam tiga masalah yang tidak
berakibat fatal, yaitu dalam masalah istitsna, takwin, dan iman dengan
taqlid8.
Tingkatan tauhid dalam Ahlussunnah waljamaah terbagi menjadi 4
tingkatan, yakni iman bittaqlid, iman biddalil, iman bil iyyan dan iman
bil haqq.
Pertama, iman bittaqlid adalah keimanan melalui ungkapan orang
lain tanpa mengetahui dalilnya secara langsung. Keimanan seperti ini
keabsahannya masih diperselisihkan.
Kedua, iman biddalil (ilmul yaqin) ialah keyakinan terhadap aqa'id
lima puluh dengan dalil dan alasan filosofinya. Dua strata keimanan ini
masih terhalang (‫( بوجحم‬dalam mengetahui Allah.
Ketiga, iman bil iyyan (ainul yaqin) ialah keimanan Ketiga, iman
bil iyyan (ainul yaqin) ialah keimanan yang senantiasa hatinya
muraqabah kepada Allah. Artinya, dalam kondisi apapun, Allah tidak
hilang dari kesadaran hatinya.
Keempat, iman bil haqq (haqqul yaqin) yaitu keimanan yang telah
terlepas dari segala yang hadîts dan tenggelam dalam fana' billah.
Mempelajari ilmu tauhid, fiqh dan tasawuf, hanya akan menghasilkan
iman biddalil (ilmul yaqin), dan jika keimanan ini senantiasa disertai

8
. Istitsna adalah mengatakan keimanan dengan Insya Allah. Maturidi tidak memperbolehkan
karena hal tersebut adalah bentuk keraguan dalam beriman, akan tetapi Asyari membolehkan
karena maksud istitsna tersebut bukan keimanan yang ragu, melainkan ragu pada akhir hayat
berada dala keadaan beriman atau tidak. Takwin (mewujudkan) sifat yang tidak berbeda dengan
sifat Qudroh, sedangkan menurut Maturidi berbeda. Iman dengan taqlid (ikut-ikutan tanfa
mengetahui dalil) menurut Maturidi dianggap sah dan masuk surge, sedangkan Asyari mengatakan
tidak cukup keimanan hanya dengan taqlid. NurSayyid S. Kristeva, ibid, hal. 148

13
kesadaran hati dan penghayatan amaliah, maka naik ke strata iman bil
iyyan (ainul yaqin) hingga puncaknya mencapai pada iman bil haqq
(haqqul yaqin). Dalam menanggapi perbuatan manusia, Ahlussunnah
waljamaah berada di antara jabariyah dan qodariyah.
Ahlussunnah waljamaah meyakini bahwa makhluk memiliki
kebebasan kehendak (ikhtiyar) namun tidak memiliki kuasa (qudrah)
perbuatan selain sebatas kasb (upaya). Dalam keyakinan Ahlussunnah
waljamaah, secara dhahir manusia adalah 'kuasa' (memiliki qudrah),
namun secara batin, manusia adalah ajbûr (tidak memiliki qudrah
apapun). Adapun mengenai perbuatan dosa, Ahlussunnah waljamaah
sangat hati-hati dalam memvonis seseorang yang berdosa, tidak terjebak
oleh ekstrimisme khawarij atau pun Murji’ah. Jika seseorang melakukan
maksiat sementara hatiya masih memegang teguh syahadatain, ia hanya
berdosa dan sesat, tidak sampai divonis kafir. Kekafiran hanya terjadi
jika seseorang menafikan wujud Allah, hanya terjadi jika seseorang
menafikan wujud Allah, Muhammad sebagai rasul Allah, dan
menyangkal ketetapan syariat yang telah ditetapkan secara umum.
2. Doktrin Ke-Islaman
Doktrin keislaman yang termanifestasikan ke dalam hukum fiqih
yang meliputi hukum legal formal dengan syariat secara umum memiliki
perbedaan. Menurut Sahal Mahfudh, fiqih diartikan sebagai usaha
manusiawi, yang melibatkan proses penalaran, baik pada tataran teoritis
maupun praktis, dalam memahami, menjabarkan, dan mengelaborasi
hukum-hukum agama. Adapun syariat dipahami secara longgar untuk
merujuk agama Islam atau hukum Tuhan sebagaimana dikandung dalam
korpus-korpus wahyu tanfa melibatkan tangan-tangan manusia9.
Pernyataan tersebut memiliki kesamaan makna dengan pernyataan Jaih
Mubarok yang menyatakan bahwa syariat merupakan peraturan yang
diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad untuk manusia yang
mencakup ketauhidan, perbuatan, dan akhlak10

9
. Ulasan A. Baso terhadap fiqih sebagaimana dikutip dari KH Sahal mahfudh. NU Studies, hal. 39
10
. Jaih Mubarok, Sejarah dan perkembangan Hukum Islam, hal.3

14
Fiqih sebagai hasil istinbatul hukm (penggalian hukum), maka
diperlukan perangkat tertentu yang mengatur pencapaian produk-produk
fiqih, yakni ushul fiqih (legal theory) dan qawaidul fiqhiyah (legal
maxims). Ushul fiqih sebagai metodologi dan prinsip dalam memahami
kandungan nash sehingga membentuk aturan-aturan hukum praktis.
Adapun kaidah-kaidah fiqih dipahami sebagai pedoman dalam
pengambilan hukum secara praktis. Baik ushul fiqih maupun kaidah fiqih,
keduanya turut menentukan akhir keputusan hukum dengan
menginvestigasi latar akhir keputusan hukum dengan menginvestigasi latar
belakang hukum tersebut.
Kaitannya dengan ijtihad manusia dalam memahami wahyu Tuhan
yang termanifesasikan ke dalam fiqih, Ahlussunnah waljamaaah menganut
kepada salah satu dari madzhab hanafi, maliki, syafi’i, dan hambali. Pada
dasarnya, eksistensi madzab-madzhab fiqih tidak secara otomatis
mengikuti polarisasi umat Islam di bidang akidah. Dalam hal ini, maka
tidak tepat jika disebutkan bahwa para pengikut madzhab empat tersebut
adalah sunni, atau sebaliknya kaum sunni adalah pengikut madzhab empat
adalah sunni. Pada kenyatannya, para teolog baik dari kalangan
Muktazilah, Asy’ariyah, Maturidiyah maupun Salafiyun tersebar dalam
berbagai madzhab fiqih. Dalam hal ini, hanya Syi’ah selaku madzhab
teologi mempunyai madzhab fiqih tersendiri yang berasal dari imam
mereka, yakni Ja’far Asyadiq. Dengan demikian, dalam madzhab fiqih
sebenarnya hanya terjadi dua kutub, yakni Syi’ah dan non Syi’ah11
Alasan mendasar Ahlussunnah waljamaah melakukan pemilihan
kepada empat madzhab di atas yang dijadikan rujukan dalam berfiqih. Di
samping otenstisitas konsep-konsep yang tersusun secara rapi dan
sistematis, metodologi dan epistimologi madzhab ini relatif tawazun
(berimbang) dalam mensinergikan dalil aql (rasio-logis) dan dalil naql
(teks-teks keagamaan). Keempat madzab tersebut dinilai paling tawasuth
(moderat) dibanding madzab Dahiri yang cenderung tektualis dan
Muktazilah yang cenderung rasionalis12.
11
. Ahmad Muhibin Zuhri, op.cit, hal 53
12
. Nur sayyid, op.cit, hal.149

15
Dengan prinsip tersebut, Ahlussunnah mengakui bahwa empat
madhab yang memadukan dalil antara Al Quran, sunnah, ijma, dan qiyas
diakui mengandung kemungkinan lebih besar berada di jalur kebenaran
dan keselamatan. Artinya, kebenaran yang diikuti dan diyakini oleh
Ahlussunnah waljamaah hanya bersifat kemungkinan dan bukan
kemutlakan.
3. Doktrin Ihsan
Ihsan, sebagaimana yang Nabi Muhammad sampaikan ialah Ihsan
adalah seseorang menyembah Allah seolah ia melihatNya, dan jika ia tidak
melihatNya, sesungguhnya Dia melihat orang tersebut. Konsep ihsan ini
termanifestasikan dalam tasawuf, yakni jalan spiritual yang dilakukan
bukan melalui teori-teori ilmiah melainkan pengintegrasian antara ilmu
dan amal, dengan jalan melepaskan (takhalli) kenistaan (akhlaq
mazdmunah), mengenakan (tahalli) akhlak yang mulia, sehingga Allah
terasa hadir (tajalli) dalam setiap gerak-gerik manusia13.
Ahlussunnah waljamaah merujuk doktrin keihsanan ini kepada
tasawuf akhlaki dan amali, juga berada mengambil jalan tengan antara
tasawuf batiniyah dan tasawuf falsafi. Tasawuf batiniyah memberikan
perhatian berlebihan kepada aspek batiniah sehingga menegasikan tuntutan
kemanusiaan yang berporos pada penalaran rasio. Adapun tasawuf falsafi
adalah tasawuf yang telah memasuki wilayah ontologi yang sangat
dipengaruhi masalah rasio sehingga aspek yang dibicarakan adalah
emanasi, inkarnasi, ittihad, dan wihdatul wujud14

13
. Ibid, hal 150
14
. Ahmad M Zuhri, op.cit, hal 57

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberap pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pada
dasarnya Ahlussunnah Wal Jamaah adalah golongan pengikut setia ajaran
Islam yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah bersama para
sahabatnya. dan Ahlussunnah Wal Jamaah adalah golongan pengikut setia
ajaran Islam yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah bersama para
sahabatnya. Mereka mengikuti dengan konsisten semua jejak langkah yang
berasal dari Nabi Muhammad SAW dan membelanya. Mereka mempunyai
pendapat tentang masalah agama baik yang fundamental (ushul) maupun
divisional (furu').

B. Saran
Sebagai penyusun saya merasa masih ada kekurangan dalam pembuatan
makalah ini. Oleh karena itu, saya mohon kritik dan saran dari pembaca

17
DAFTAR PUSTAKA

ad-Dzahabi, Siyaru A’laamin Nubalaa’


Ibnu Katsir, al-bidayah wan Nihayah
aqidah ilmu kalam Dr. H. Achmad Mihibbin Zuhri, 2013
KH Sahal mahfudh. NU Studies
Jaih Mubarok, Sejarah dan perkembangan Hukum Islam
Lawami’ al-anwar, al-Bahiyyah
https://retizen.republika.co.id/posts/15615/tokoh-tokoh-ahlusunnah-wal-jamaah

18

Anda mungkin juga menyukai