Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH TENTANG MU’TAZILAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

ILMU KALAM

DARI DOSEN PENGAMPU : Drs. Samian Hadisaputra, M.I.Kom

Disusun oleh :

Ahmad Taqiyuddin Anwari (231330066)


Muhammad rain febrian (231330064)
Faris nurul hikman ( 231330056)
Ikhda Nisrina Nabila (231330067)
M Fajri Afriansyah (231330048)
Hanum Salsabilla (231330044)
Refi Luthfiah (231330051)
Abi Rabsanjani (231330073)

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


Kata Pengantar

Alhamdulillah, senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan, sehingga
penulis diberi untuk menyelesaikan makalah tentang "Muktajilah". Makalah ini
ditulis untuk memenuhi syarat nilai mata kuliah ilmu kalam. Tak lupa penulis juga
mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang
telah mendukung serta membantu penulis selama proses penyelesaian tugas akhir
ini hingga selesainya makalah ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada :

Dosen pengampu : Drs. Samian Hadisaputra, M.I.Kom dan teman-teman yang


turut membantu dalam membuat makalah ini.

Pada makalah ini membahas tentang mu’tazilah

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna
serta kesalahan yang penulis yakini di luar batas kemampuan penulis. Maka dari
itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca. Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Serang, 09 oktober 2023

kelompok 2
Daftar Isi

KATA PENGANTAR
BAB I....................................................................................................................i
PENDAHULUAN...............................................................................................ii
1.1 Latar Belakang.........................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................3
1.3 Tujuan......................................................................................................3
BAB II
PEMBAHASAN..................................................................................................4
2.1 Pengertian dan Pengertian Aliran Mutazilah...........................................4
2.2 Konsep Aliran Menurut Mutazilah..........................................................5
2.3 Tokoh Tokoh dan Pemikiran Dari Aliran Mutazilah...............................6
BAB III.................................................................................................................7
PENUTUP............................................................................................................8
3.1 Kesimpulan..............................................................................................9
3.2 Saran dan Masukan................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................11

BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

Perkataan Mu’tazilah berasal dari kata “i’tizal” yang artinya “memisahkan diri”.
Mu’tazilah adalah salah satu aliran pemikiran dalam Islam yang banyak
terpengauruh dengan filsafat barat sehingga berkecenderungan menggunakan rasio
sebagai dasar argumentasi. Latar belakang munculnya Aliran Mu’tazilah adalah
sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij dan
Murji’ah akibat adanya peristiwa tahkim. Golongan ini muncul karena mereka
berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan Murjiah tentang pemberian
status kafir kepada yang berbuat dosa besar. Pada asalnya nama ini diberikan oleh
orang dari luar mu’tazilah karena pendirinya, Washil bin Atha’, tidak sependapat
dan memisahkan diri dari gurunya, Hasan Al-Bashri. Dalam perkembangan
selanjutnya, nama ini kemudian di setujui oleh pengikut Mu’tazilah dan di gunakan
sebagai nama dari aliran teologi mereka. Tokoh aliran Mu’tazilah diantaranya
adalah Washil bin Atha’, Abu Huzail Al Allaf, Al Nazzam, Abu Hasyim Al
Jubba’i.

1.2Rumusan Masalah

1. Bagaimana Sejarah dan Pengertian Aliran Mu’tazilah ?

2. Bagaimana Konsep Iman Menurut Mu’tazilah ?

3. Siapa Tokoh-tokoh dari Aliran Mu’tazilah ?

1.3 Maksud dan Tujuan

1. Untuk memberitahukan apa itu aliran mu’tazilah dalam islam.


2. Agar mengetahui siapa pendiri dan tokoh-tokoh dari aliran mu’tazilah.
3. Supaya bisa sama-sama belajar untuk mengenal aliran-aliran yang ada di
dalam islam.
BAB II
Pembahasan

2.1 Pengertian dan Sejarah Aliran Mu’tazilah

Sejarah telah mencatat bahwa perpecahan umat Islam sebagian besar


dipengaruhi oleh perbedaan pandangan pada suatu persoalan subtansi
agama. Ini telah dicontohkan adanya perpecahan pada umat Islam pasca
meninggalnya Nabi Muhammad SAW, zaman khulafaurrosidin, bani
Umayyah dan bani Abbasiyah. Umat Islam semakin mengeneralisasi pada
saat perbedaan pemikiran dan pandangan telah masuk dalam ranah teologi,
dan hukum.
Sejarah munculnya aliran Mu‟tazilah ini muncul di kota Bashrah
(Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah, tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa
pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin
Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid
Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha‟ Al-Makhzumi Al-
Ghozzal yang lahir di Madinah tahun 700 M, kemunculan ini adalah karena
Wasil bin Atha‟ berpendapat bahwa muslim berdosa besar bukan mukmin
dan bukan kafir yang berarti ia fasik. Imam Hasan alBashri berpendapat
mukmin berdosa besar masih berstatus mukmin.
Aliran Mu'tazilah adalah salah satu aliran teologi Islam yang lahir
pada abad ke-2 Hijriah. Aliran ini didirikan oleh Washil bin Atha', seorang
murid Imam Hasan al-Bashri. Kata "Mu'tazilah" berasal dari kata "i'tizal"
yang berarti "memisahkan diri". Hal ini dikarenakan Washil bin Atha'
pernah memisahkan diri dari Imam Hasan al-Bashri dalam suatu perdebatan
tentang sifat Allah. Aliran Mu'tazilah dikenal sebagai aliran rasionalis Islam
karena mereka menggunakan akal sebagai dasar dalam memahami ajaran
Islam. Menurut Harun Nasution, aliran Mu'tazilah adalah aliran teologi
Islam yang bersifat rasionalis. Aliran ini menggunakan akal sebagai dasar
dalam memahami ajaran Islam. Harun Nasution sendiri merupakan salah
satu pemikir Islam Indonesia yang menganut aliran Mu'tazilah.
Dalam bukunya yang berjudul Al-Mu'tazilah: Aliran Rasionalis Islam,
Harun Nasution menjelaskan bahwa aliran Mu'tazilah memiliki lima prinsip
utama, yaitu:

 Tauhid Uluhiyah: Allah adalah satu-satunya yang berhak disembah.


 Tauhid Rububiyah: Allah adalah satu-satunya yang menciptakan,
mengatur, dan memelihara alam semesta.
 Al-'Adl: Allah adalah adil dalam segala tindakan-Nya.
 Al-Manzilah baina al-Manzilatayn: Orang yang melakukan dosa besar
tidak kafir, tetapi juga tidak mukmin, melainkan berada di suatu
tempat antara surga dan neraka.
 Al-Qadar: Manusia memiliki kebebasan untuk memilih perbuatannya,
tetapi Allahlah yang menentukan takdirnya.

Harun Nasution memberikan penjelasan yang lebih rinci tentang masing-


masing prinsip tersebut.

 Untuk prinsip Tauhid Uluhiyah, Harun Nasution menjelaskan bahwa


Allah adalah satu-satunya yang berhak disembah. Hal ini berarti
bahwa manusia tidak boleh menyembah selain Allah, baik itu
malaikat, nabi, maupun manusia.

 Untuk prinsip Tauhid Rububiyah, Harun Nasution menjelaskan bahwa


Allah adalah satu-satunya yang menciptakan, mengatur, dan
memelihara alam semesta. Hal ini berarti bahwa Allah adalah pencipta
alam semesta, pengatur alam semesta, dan pemelihara alam semesta.
 Untuk prinsip Al-'Adl, Harun Nasution menjelaskan bahwa Allah
adalah adil dalam segala tindakan-Nya. Hal ini berarti bahwa Allah
tidak akan melakukan tindakan yang tidak adil.
 Untuk prinsip Al-Manzilah baina al-Manzilatayn, Harun Nasution
menjelaskan bahwa orang yang melakukan dosa besar tidak kafir,
tetapi juga tidak mukmin, melainkan berada di suatu tempat antara
surga dan neraka. Hal ini berarti bahwa orang yang melakukan dosa
besar tidak akan langsung masuk neraka, tetapi akan diadili terlebih
dahulu oleh Allah.
 Untuk prinsip Al-Qadar, Harun Nasution menjelaskan bahwa manusia
memiliki kebebasan untuk memilih perbuatannya, tetapi Allahlah
yang menentukan takdirnya. Hal ini berarti bahwa manusia memiliki
kebebasan untuk menentukan perbuatannya, tetapi Allahlah yang
menentukan hasil dari perbuatan tersebut.

Harun Nasution berpendapat bahwa aliran Mu'tazilah adalah aliran teologi


Islam yang paling sesuai dengan ajaran Islam. Aliran ini menggunakan akal
sebagai dasar dalam memahami ajaran Islam, tetapi tidak meninggalkan
wahyu. Aliran ini juga menekankan pentingnya keadilan Allah dalam segala
tindakan-Nya.

Berikut adalah beberapa kelebihan aliran Mu'tazilah menurut Harun


Nasution:

 Aliran Mu'tazilah menggunakan akal sebagai dasar dalam memahami


ajaran Islam. Hal ini berarti bahwa aliran ini tidak bersifat dogmatis
dan selalu terbuka untuk perubahan.
 Aliran Mu'tazilah menekankan pentingnya keadilan Allah dalam
segala tindakan-Nya. Hal ini berarti bahwa aliran ini tidak
membenarkan tindakan Allah yang tidak adil.
 Aliran Mu'tazilah memiliki prinsip-prinsip yang jelas dan rasional.
Hal ini berarti bahwa aliran ini mudah dipahami dan diterima oleh
akal.

Harun Nasution berharap bahwa aliran Mu'tazilah dapat menjadi dasar bagi
pembaruan pemikiran Islam. Aliran ini dapat membantu umat Islam untuk
memahami ajaran Islam dengan lebih baik dan lebih rasional.

2.2 Konsep Aliran Menurut Mu’tazilah.


Kaum Mu’tazilah adalah golongan Islam yang membahas persoalan
teologi secara lebih mendalam dan filosofis, berbeda dengan kaum
Khawarij dan Murji’ah. Sehingga mereka disebut golongan rasionalis Islam.
Karena mereka memisahkan diri dari majlis yang diasuh oleh Hasan al-Basri
karena perselisihan dengan gurunya itu dalam memberi hukum tentang
persoalan muslim yang berbuat dosa besar, yang menurut Hasan al-Basri,
pembuat dosa besar tersebut menjadi munafik, sedangkan menurut
Mu’tazilah yang dipimpin oleh Wasil bin Atho’ : orang-orang Islam yang
mengerjakan dosa besar, sehingga matinya belum bertaubat, dihukumkan
tidak kafir lengkap dan tidak pula mukmin lengkap, tetapi antara
keduanya. Ia berhak masuk neraka karena kefasikannya, dan kekal lah di
neraka selama-lamanya. Sebagai kelanjutan pendapatnya bahwa orang
yang mengerjakan dosa besar tidak mukmin lengkap, juga tidak kafir
lengkap, melainkan berada dalam suatu tempat di antara dua tempat
(tingkatan) tersebut. Menurut Mu’tazilah adalah merupakan tempat
tersendiri antara kufur dan iman, tingkatan orang tersebut berada di bawah
orang mukmin dan di atas orang kafir. Sesuai dengan prinsipnya yang
memberi kebebasan kepada manusia untuk berbuat, maka manusia
sendirilah yang sebenarnya mewujudkan perbuatan baik dan perbuatan
jahat, iman dan kafir, kepatuhan dan tidak kepatuhannya kepada Tuhan.
Atas perbuatan-perbuatannya ini, manusia memperoleh balasan. Kaum
Mu’tazilah dalam memberikan pandangan terhadap orang Islam yang
berbuat dosa besar adalah dikaitkan dengan prinsip ajaran pokoknya
tentang keadilan Tuhan. Oleh karena itu mereka menyatakan tidak sampai
kafir kepada muslim yang berbuat dosa besar, dengan alasan karena ia
masih percaya kepada Tuhan dan kerasulan Nabi Muhammad. Tetapi ia
tidak tetap mukmin, dengan alasan karena imannya tidak sempurna lagi,
karena tidak termasuk mukmin. maka ia tidak dapat masuk surga, dan
karena bukan pula kafir maka ia sebenarnya tidak mesti masuk neraka.
Adilnya ia ditempatkan di luar surga dan di luar neraka. Tetapi karena di
akhirat tidak ada tempat selain surga dan neraka, maka pembuat dosa
besar tersebut harus dimasukan ke dalam salah satu tempat itu, erat
hubungannya dengan faham Mu’tazilah tentang pengertian iman.
Iman bagi Mu’tazilah digambarkan, bukan halnya oleh pengakuan
dan ucapan lisan, tetapi juga oleh perbuatan-perbuatan. Dengan demikian
pembuat dosa besar tidak beriman. Oleh karena itu tidak dapat masuk
surga. Tempat satu-satunya ialah neraka. Tetapi tidak adil kalau ia dalam
neraka mendapat siksaan yang sama berat dengan orang kafir. Oleh karena
itu, pembuat dosa besar, betul mereka masuk neraka tetapi mendapat
siksaan yang lebih ringan. Inilah menurut Mu’tazilah, posisi menengah
antara mukmin dan kafir, dan itulah pula keadilan. Menurut Wasil bin Atha,
iman dapat diibaratkan bagian dari kebaikan, jika berhimpun dalam diri
seseorang maka ia dapat dikatakan mukmin, yang layak untuk
mendapatkan pujian, dan ia tidak dapat pula dikatakan sebagai orang kafir
karena dalam dirinya masih terdapat syahadat dan perbuatan baik yang
dilakukannya. Jika ia meninggal dunia dengan membawa dosa besar yang
tidak pernah ditobati, dia akan dimasukkan ke neraka. Tetapi siksaaan yang
diterimanya diringankan (lebih ringan daripada yang diterima oleh orang
kafir, musyrik dan munafik). Selanjutnya Wasil mengatkan bahwa,
kecuali kalau muslim yang berbuat dosa besar itu bersedia taubat secara
sungguh-sungguh sebelum ia meninggal, maka ia dapat masuk surga karena
dengan alasan bertaubat itu jika dapat diterima oleh Tuhan akan dapat
menghapuskan dosanya, tetapi kalau ia tidak mau bertaubat, ia akan masuk
neraka selama-lamanya. Menurut Mu’tazilah keimanan itu bukan hanya
kenyakinan dalam hati yang harus dilahirkan/dinyatakan dengan lisannya,
tetapi juga harus dianyatakan/dibuktikan dengna amal perbuatanan. Orang
yang mengakui wujud dan keesaan Tuhan dan mengakui Nabi Muhammad
saw sebagai utusan-Nya, jika ia tidak melaksanakan kewajiban dan tidak
menjauhi larangan-Nya maka ia tidak dapat disebut sebagai orang mukmin.
Waktu Mu’tazilah mencapai waktu jayanya di masa al-Makmun,
kaum Mu’tazilah memanfaatkan kekhalifahan al-Makmun, al-Muktasim dan
al-Wasiq sebagai saluran bertindak untuk melaksanakan pahamnya, bahwa
al-Qur’an adalah makhluk, baru, dan tidak qodim. Barang siapa yang
menyakini atau mengakui keqodiman al-Qur’an, berarti yang qodim selain
Allah, yang bisa menimbulkan berbilangnya yang qodim, menurut
Mu’tazilah berarti akan menjadi musyrik. Padahal dosa syirik adalah dosa
yang terbesar dan lebih besar daripada dosa kafir. Orang musyrik tidak
boleh menempati posisi dalam sistem pemerintahan. Dari keterangan
tersebut di atas dapat diambil pengertian bahwa mukmin ialah menyakini
bahwa Allah itu wujud dan Maha Esa. Nabi Muhammad adalah sebagai
utusan-Nya. Kepercayaan atau keyakinan itu diakui dalam hati, dinyatakan
dengan lisannya dan dibuktikan dengan amal perbuatan anggota badannya
dengan melaksanakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi
laranganlarangan-Nya. Sedangkan orang yang disebut kafir adalah orang
yang dalam keadaan sebaliknya.

2.3 Tokoh-tokoh dan Pemikiran dari Aliran Mu’tazilah.

1. Wasil bin Atha


Wasil bin Atha adalah orang pertama yang meletakkan kerangka dasar
ajaran Muktazilah. Adatiga ajaran pokok yang dicetuskannya, yaitu
paham almanzilah bain al-manzilatain, paham Kadariyah (yang
diambilnya dari Ma‟bad dan Gailan, dua tokoh aliran Kadariah), dan
paham peniadaan sifat-sifat Tuhan. Dua dari tiga ajaran itu kemudian
menjadi doktrin ajaran Muktazilah, yaitu almanzilah bain al-manzilatain
dan peniadaan sifat-sifat Tuhan.
2. Abu Huzail al-Allaf
Abu Huzail al-„Allaf (w. 235 H), seorang pengikut aliran Wasil bin Atha,
mendirikan sekolah Mu‟tazilah pertama di kotaBashrah. Lewat sekolah
ini, pemikiran Mu‟tazilah dikaji dan dikembangkan. Sekolah ini
menekankan pengajaran tentang rasionalisme dalam aspek pemikiran dan
hukum Islam. Aliran teologis ini pernah berjaya pada masa Khalifah Al-
Makmun (Dinasti Abbasiyah). Mu‟tazilah sempat menjadi madzhab
resmi negara. Dukungan politik dari pihak rezim makin mengokohkan
dominasi mazhab teologi ini. Tetapi sayang, tragedi mihnah telah
mencoreng madzhab rasionalisme dalam Islam ini. Abu Huzail al-Allaf
adalah seorang filosof Islam. Ia mengetahui banyak falsafah yunani dan
itu memudahkannya untuk menyusun ajaran-ajaran Muktazilah yang
bercorak filsafat. Ia antara lain membuat uraian mengenai pengertian
nafy as-sifat. Ia menjelaskan bahwa Tuhan Maha Mengetahui dengan
pengetahuan-Nya dan pengetahuan-Nya ini adalah Zat-Nya, bukan Sifat-
Nya; Tuhan Maha Kuasa dengan KekuasaanNya dan Kekuasaan-Nya
adalah Zat-Nya dan seterusnya. Penjelasan dimaksudkan oleh Abu-
Huzail untuk menghindari adanya yang kadim selain Tuhan karena kalau
dikatakan ada sifat dalam arti sesuatu yang melekat di luar zat Tuhan,
berarti sifat-Nya itu kadim. Ini akan membawa kepada kemusyrikan.
Ajarannya yang lain adalah bahwa Tuhan menganugerahkan akal kepada
manusia agar digunakan untuk membedakan yang baik dan yang buruk,
manusia wajib mengerjakan perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan
yang buruk. Dengan akal itu pula menusia dapat sampai pada
pengetahuan tentang adanya Tuhan dan tentang kewajibannya berbuat
baik kepada Tuhan. Selain itu ia melahirkan dasar-dasar dari ajaran as-
salãh wa alaslah.
3. Al-Jubba’i
Al-Jubba‟I adalah guru Abu Hasan al-Asy‟ari, pendiri aliran Asy‟ariah.
Pendapatnya yang masyhur adalah mengenai kalam Allah SWT, sifat
Allah SWT, kewajiban manusia, dan daya akal. Mengenai sifat Allah
SWT, ia menerangkan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat; kalau
dikatakan Tuhan berkuasa, berkehendak, dan mengetahui, berarti Ia
berkuasa, berkehendak, dan mengetahui melalui esensi-Nya, bukan
dengan sifat-Nya. Lalu tentang kewajiban manusia, ia membaginya ke
dalam dua kelompok, yakni kewajiban-kewajiban yang diketahui
manusia melalui akalnya (wãjibah „aqliah) dan kewajibankewajiban yang
diketahui melalui ajaranajaran yang dibawa para rasul dan nabi (wãjibah
syar‟iah).
4. An-Nazzam
An-Nazzam : pendapatnya yang terpenting adalah mengenai keadilan
Tuhan. Karena Tuhan itu Maha Adil, Ia tidak berkuasa untuk berlaku
zalim. Dalam hal ini berpendapat lebih jauh dari gurunya, al-Allaf. Kalau
Al-Allaf mangatakan bahwa Tuhan mustahil berbuat zalim kepada
hamba-Nya, maka an-Nazzam menegaskan bahwa hal itu bukanlah hal
yang mustahil, bahkan Tuhan tidak mempunyai kemampuan untuk
berbuat zalim. Ia berpendapat bahwa pebuatan zalim hanya dikerjakan
oleh orang yang bodoh dan tidak sempurna, sedangkan Tuhan jauh dari
keadaan yang demikian. Ia juga mengeluarkan pendapat mengenai
mukjizat al-Quran. Menurutnya, mukjizat al-quran terletak pada
kandungannya, bukan pada uslūb atau gaya bahasa dan balāgah
(retorika)-Nya. Ia juga memberi penjelasan tentang kalam Allah SWT.
Kalam adalah segalanya sesuatu yang tersusun dari huruf-huruf dan dapat
didengar. Karena itu, kalam adalah sesuatu yang bersifat baru dan tidak
kadim.
5. Al- jahiz
Al- jahiz : dalam tulisan-tulisan aljahiz Abu Usman bin Bahar dijumpai
paham naturalism atau kepercayaan akan hukum alam yang oleh kaum
muktazilah disebut Sunnah Allah. Ia antara lain menjelaskan bahwa
perbuatan-perbuatan manusia tidaklah sepenuhnya diwujudkan oleh
manusia itu sendiri, malainkan ada pengaruh hukum alam.
6. Mu’ammar bin Abbad
Mu’ammar bin Abbad : Mu‟ammar bin Abbad adalah pendiri muktazilah
aliran Baghdad. pendapatnya tentang kepercayaan pada hukum alam.
Pendapatnya ini sama dengan pendapat al-jahiz. Ia mengatakan bahwa
Tuhan hanya menciptakan benda-benda materi. Adapun al-„arad atau
accidents (sesuatu yang datang pada benda-benda) itu adalah hasil dari
hukum alam. Misalnya, jika sebuah batu dilemparkan ke dalam air, maka
gelombang yang dihasilkan oleh lemparan batu itu adalah hasil atau
kreasi dari batu itu, bukan hasil ciptaan Tuhan.
7. Bisyr al-Mu’tamir
Bisyr al-Mu‟tamir : Ajarannya yang penting menyangkut
pertanggungjawaban perbuatan manusia. Anak kecil baginya tidak
dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya di akhirat kelak karena
ia belum *mukalaf. Seorang yang berdosa besar kemudian bertobat, lalu
mengulangi lagi berbuat dosa besar, akan mendapat siksa ganda,
meskipun ia telah bertobat atas dosa besarnya yang terdahulu.
8. Abu Musa al-Mudrar
Abu Musa al-Mudrar : al-Mudrar dianggap sebagai pemimpin muktazilah
yang sangat ekstrim, karena pendapatnya yang mudah mengafirkan orang
lain.Menurut Syahristani,ia menuduh kafir semua orang yang
mempercayai kekadiman Al-Quran. Ia juga menolak pendapat bahwa di
akhirat Allah SWT dapat dilihat dengan mata kepala.
9. Hisyam bin Amr al-Fuwati
Hisyam bin Amr al-Fuwati : AlFuwati berpendapat bahwa apa yang
dinamakan surga dan neraka hanyalah ilusi, belum ada wujudnya
sekarang. Alasan yang dikemukakan adalah tidak ada gunanya
menciptakan surga dan neraka sekarang karena belum waktunya orang
memasuki surga dan neraka
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kaum Mu`tazilah merupakan sekelompok manusia yang pernah
menggemparkan dunia Islam selama lebih dari 300 tahun akibat fatwa-fatwa
mereka yang menghebohkan, selama waktu itu pula kelompok ini telah
menumpahkan ribuan darah kaum muslimin terutama para ulama Ahlus Sunnah
yang bersikukuh dengan pedoman mereka. Aliran mu’tazilah merupakan aliran
teologi Islam yang terbesar dan tertua. Kaum mu’tazilah secara teknis terdiri dari
dua golongan dan masing-masing golongan mempunyai pandangan yang
berbeda. Golongan tersebut ialah golongan pertama, (disebut Mu’tazilah I)
muncul sebagai respon politik murni dan golongan kedua, (disebut Mu’tazilah II)
muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangan Khawarij
dan Murji’ah akibat adanya peristiwa tahkim. Banyak sebutan mengenai kaum
mu’tazilah salah satunya Ahlul ‘Adl Wattauhid (golongan yang mempertahankan
keadilan dan keesaan Allah). Sedangkan ajaran pokok mu’tazilah yakni tentang :
Keesaan (at-Tauhid), Keadilan Tuhan (Al-Adlu), Janji dan ancaman (al-Wa’du wal
Wa’idu), Tempat di antara dua tempat (Al manzilatu bainal manzilatain),
Menyuruh kebaikan dan melarang keburukan (amar ma’ruf nahi munkar). Dan
yang paling penting yakni kegiatan orang-orang mu’tazilah baru hilang sama sekali
setelah terjadi serangan orang-orang mongolia atas dunia islam.

3.2. Saran dan Masukan

1. Perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah dalam kehidupan. Karna


perbedaan tersebutlah yang membuat kita saling menghargai satu sama
lain, perbedaan pendapat bukan menjadi masalah untuk menentukan
jawaban jadi hargai dan terima jika itu baik untuk kemaslahatan.
2. Menerapkan pemikiran rasional dan logika dalam memahami ajaran
agama.
3. Dapat diterapkan dalam kehidupan hal-hal yang baik untuk
kemaslahatan, yang ada di aliran-aliran lain.
DAFTAR PUSTAKA
https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/elafkar/article/download/
1595/1370
https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/elafkar/article/download/
1595/1370
https://nu.or.id/ilmu-tauhid/aliran-mu-tazilah-pemikiran-dan-
sanggahannya-4biQc

Anda mungkin juga menyukai