Anda di halaman 1dari 14

POKOK-POKOK PEMIKIRAN TEOLOGI MU’TAZILAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam

Dosen Pengampu : Dr. Nurkholis, S.Ag., M.S.I.

Disusun oleh :

1. Ghefira Salma Desianti 234110402313

2. Lien Najah 234110402317

3. M. Rommy Ryantama J. P 234110402320

4. Rosy Indah Maharani 234110402331

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UIN PROFESOR KH. SAIFUDDIN ZUHRI PURWOKERTO

2023
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Pokok-Pokok Pemikiran
Teologi Mu'tazilah".Shalawat serta salam juga kami haturkan kepada Nabiyulloh
Muhammad SAW semoga kita mendapat syafa'atnya dihari kiamat.

Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu Kalam
yang telah mengarahkan kami dalam membuat makalah ini. Dan tidak lupa kepada
teman teman kelompok dan semua pihak yang antusias dan berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, serta dapat
menambah pengetahuan dan wawasan kita tentang teologi Mu'tazilah. Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun
akan sangat kami harapkan untuk memperbaiki penyusunan makalah kedepannya.

Purwokerto, 26 September 2023

Tertanda

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 1

A. Latar Belakang.............................................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah......................................................................................................... 1

C. Tujuan .......................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 3

A. Pengertian Mu’tazilah .................................................................................................. 3

B. Sejarah Munculnya Mu’tazilah ................................................................................... 3

C. Pokok-Pokok Pemikiran Teologi Mu’tazilah .............................................................. 6

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 9

A. Kesimpulan .................................................................................................................. 9

B. Saran............................................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama perdamaian yang mengajarkan umatnya untuk


mengupayakan perdamaian dan menghindari pertikaian. Namun setelah wafatnya
Rasulullah SAW, umat Islam mulai terpecah belah, perdamaian tak lagi
dihiraukan. Bahkan, sepeninggal Khulafaur Rasyidin perpecahan umat Islam
semakin meningkat. Pemberontakan sesama muslim terjadi dimana mana.

Penyebab pecahnya umat Islam adalah karena adanya pergolakan politik saat
itu, yang puncaknya terjadi saat peristiwa perang shiffin dan diakhiri dengan
tahkim. Setelah itu, muncul berbagai pandangan mengenai peristiwa tersebut
hingga menyangkut dengan masalah teologi (ketauhidan). Masing-masing
mengemukakannya dan mengembangkan pandangannya, hingga memiliki banyak
pengikut dan membentuk aliran.

Aliran Mu'tazilah adalah salah satu diantaranya, aliran yang menetang


(menyingkir) dari pemikiran 2 aliran besar bertentangan yang sangat hangat
diperbincangkan saat itu. Dalam pembahasannya, Aliran Mu'tazilah banyak
memakai akal sehingga mendapat gelar "kaum rasionalis Islam". Untuk lebih
jelasnya akan dipaparkan dalam makalah yang disusun ini.

B. Rumusan Masalaah

1. Apa itu Mu'tazilah?

2. Bagaimana sejarah munculnya Aliran Mu'tazilah?

3. Apa saja pokok-pokok pemikiran teologi Mu'tazilah?

1
C. Tujuan

1. Untuk lebih mengetahui tentang aliran Mu'tazilah

2. Mengembangkan pikiran agar tidak terjerumus kepada aliran yang rasional

3. Menambah pengetahuan menghadapi berbagai ajaran baru di era modern ini.

2
BAB ll

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mu'tazilah

Mu'tazilah berasal dari kata "i'tizal" yang artinya mengasingkan diri atau
memisahkan diri. Menurut suatu teori, nama itu diberikan atas dasar ucapan Hasan
Al-Bashri, setelah Washil memisahkan diri. Hasan Al-Bashri diriwayatkan
memberi komentar berikut : i'tazala anna (“ia mengasingkan diri dari kami”) .
'Mengasingkan diri' bisa berarti mengasingkan diri dari majelis kuliah Hasan Al-
Bashri, atau mengasingkan diri dari pendapat Mur'ji'ah dan pendapat Khawarij.1

Mu’tazilah adalah salah satu aliran pemikiran dalam islam yang banyak
terpengaruh dengan filsafat barat sehingga berkecenderungan menggunakan rasio
sebagai dasar argumentasi. Pemuka-pemuka Mu'tazilah dalam pemikiran
keagamaan banyak menggunakan rasio. Begitu tinggi kepercayaan mereka pada
kekuatan akal yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka. Bahkan dalam
penafsiran ayat-ayat, mereka banyak memakai pemikiran rasional. Sehingga
timbul anggapan dari sebagian umat Islam bahwa mereka lebih mengutamakan
rasio dari pada wahyu. Dari pemikiran mereka yang lebih mengutamakan
rasio(akal) inilah yang menjadikan mereka mendapat julukan kaum rasionalis
Islam.

B. Sejarah lahirnya Mu'tazilah

Aliran Mu'tazilah muncul di kota Bashrah (Iraq) pada abad ke 2 Hijriyah,


tahun 105-110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin
Marwan dan khalifah Hisyam bin Abdul Malik (masa kekhalifahan Bani
1
Prof. Dr. Harun Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, 1995) hlm. 128
3
Umayyah). Aliran ini dipeloperi oleh salah seorang mantan murid Hasan Al-
Bashri, Washil bin 'Atho Al-Makhzumi Al-Ghazzal yang lahir di Madinah tahun
700 M.

Dalam sejarah, munculnya aliran Mu'tazilah berawal dari peristiwa


terbununhnya 'Ustman bin Affan pada 656 M di Madinah, dalam pertentangan
yang terjadi dengan tentara yang datang dari Mesir. Peristiwa ini, selain membawa
masalah politik juga menimbulkan masalah teologi dalam Islam. Dalam bidang
teologi, peristiwa 'Usman bin Affan menimbulkan masalah iman dan kufur.
Peperangan yang terjadi antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu'awiyah bin Abi
Sufyan, yang menganggap Ali bertanggung jawab atas pembunuhan Ustman
diselesaikan dengan jalan damai yaitu jalan hakam (arbritase) yang biasa dipakai
pada zaman jahiliyah. Jalan damai ini oleh sekelompok golongan Ali tidak
disetujui dan akhirnya mereka meninggalkan barisan Ali lalu membentuk kekuatan
sendiri yang kemudian disebut kaum Khawarij.

Dalam teologi, ayat 44 surah Al Maidah mengatakan: Siapa yang tidak


menentukan hukum dengan apa yang telah ditentukan Allah adalah kafir. Kaum
Khawarij berpendapat bahwa Ali dan Mu'awiyah telah menjadi kafir (bukan
mukmin) karena Ali dan Mu'awiyah menyelesaikan persengketaan mereka tidak
dengan teologi,tetapi dengan mengikuti kembali tradisi zaman jahiliyah. Menurut
Khawarij, tidak menentukan hukum berdasarkan Al-Qur'an adalah dosa besar dan
mereka menarik kesimpulan, bahwa pembuat dosa besar adalah kafir. Dalam arti
keluar dari Islam yaitu murtad dan orang murtad harus dibunuh. Sehingga mereka
menganggap orang orang Islam yang bukan Khawarij adalah kafir dan wajib
dibunuh. Dalam reaksi Khawarij yang sempit inilah muncul kaum Murji'ah yang
menentang pendapat kaum Khawarij. Kaum Murji'ah berpendapat bahwa pelaku
dosa besar tetap mukmin dan tidak menjadi kafir. Dalam keimanan dan kekufuran

4
yang terpenting ialah pengakuan dalam hati dan bukan perbuatan anggota tubuh
sebagaimana yang diyakini kaum Khawarij.

Masalah dosa besar dan pembuat dosa besar pada abad pertama Hijriah
sangat hangat diperbincangkan. Kepada alim ulama, banyak diajukan pertanyaan
mengenai masalah itu. Termasuk kepada beliau, Hasan Al-Bashri seorang ulama
besar golongan tabi'in di Irak. Asy-Syihristani mengatakan, pada suatu hari
datanglah seorang laki-laki kepada Hasan Al-Bashri seraya berkata: “Wahai imam,
dalam agama telah muncul di zaman kita ini kelompok yang mengkafirkan pelaku
dosa besar. Dan dosa tersebut diyakini sebagai suatu kekafiran yang dapat
mengeluarkan pelakunya dari agamaagama, mereka adalah kaum Khawarij.
Sedangkan kelompok yang lainnya sangat toleran terhadap pelaku dosa besar, dan
dosa tersebut tidak berpengaruh terhadap keimanan. Karena dalam madzhab
mereka, suatu amalan bukanlah rukun dari keimanan dan kemaksiatan tidak
berpengaruh terhadap keimanan sebagaimana ketaatan tidak berpengaruh terhadap
kekafiran, mereka adalah Murji'ah umat ini. Bagaimanakah pendapatmu dalam
permasalahan ini agar kami bisa menjadikannya sebagai prinsip dalam beragama".
Hasan Al-Bashri pun berpikir sejenak mengenai permasalah itu. Belum sempat
menjawab, dengan lancangnya seorang murid lain bernama Washil bin 'Atha
bersoloroh: "Pembuat dosa besar bukan seorang mukmin, namun ia juga tidak
kafir bahkan ia berada pada suatu keadaan diantara dua keadaan. Tidak mukmin
juga tidak kafir". Lalu di berdiri dan duduk menyendiri di salah satu tiang masjid
sambil tetap menyatakan pendapatnya tersebut kepada murid-murid Hasan Al-
Bashri lainnya. Maka Hasan Al-Bashri berkata:" ‫"اعتزل عنا الواصل‬, "Washil telah
memisahkan diri dari kita”. Maka disebutlah dia dan para pengikutnya dengan
sebutan Mu‟tazilah. Pertanyaan itu pun akhirnya dijawab oleh Hasan Al-Bashri
dengan jawaban Ahlussunnah Wal Jamaah: “Sesungguhnya pelaku dosa besar
adalah seorang mukmin yang tidak sempurna imannya. Karena keimanannya, ia

5
masih disebut mukmin dan karena dosa besarnya ia disebut fasiq yakni
keimanannya menjadi tidak sempurna".2

Inilah sejarah kemunculan aliran ini, perbedaan pendapat antara murid


(Washil bin 'Atha) dan gurunya (Hasan Al-Bashri). Sang murid (Washil bin 'Atha)
yang teguh pada pendapatnya, mengembangkan pendapatnya dan kemudian
membentuk aliran (majelis) sendiri hingga banyak yang mengikuti alirannya.
Untuk memperkuat pandangan mereka, pemuka-pemuka mereka mendalami buku-
buku filsafat yang banyak tersebar pada masa pemerintahan Al-Makmun. Maka
sejak itulah pendapat mereka benar-benar didukung oleh pendapat ahli kalam yang
berorientasi pada akal sehingga mengesampingkan Al-Qur'an dan As-Sunnah.

C. Pokok-Pokok Pemikiran Teologi Mu'tazilah

Teologi Mu'tazilah memiliki 5 pokok pemikiran yang wajib diyakini setiap


penganutnya, diantaranya yaitu:

1. At-Tauhid (Ke-Esaan)

Tauhid adalah prinsip dan dasar pertama yang paling utama dalam akidah
Islam. Dengan demikian prinsip ini tidak hanya ada dalam Teologi Mu'tazilah,
melainkan menjadi prinsip semua aliran (teologi) dalam Islam. Tetapi Mu'tazilah
lebih mengkhususkan lagi ke dalam 3 pendapat, yaitu :

a. Menafikan sifat-sifat Allah. Dalam hal ini, Mu'tazilah tidak mengakui


adanya sifat bagi Allah. Bagi mereka apa yang dianggap orang sebagai sifat
Allah tidak lain adalah zat Allah sendiri. Tuhan mengetahui dengan
pengetahuan-Nya dan pengetahuan-Nya itu adalah zat-Nya.Tuhan
mendengar dengan pendengaran-Nya dan pendengaran-Nya itu adalah zat-
Nya, begitu seterusnya.

2
Rohidin, Mu’tazilah, Sejarah, dan Perkembangannya, El Afkar, 2018, hlm 3
6
b. Al-Qur'an adalah makhluk Allah. Dikatakan makhluk karena bagi mereka
Al-Qur'an adalah firman dan tidak qadim. Dan perlu diyakini bahwa semua
sesuatu selain Allah adalah makhluk.

c. Di akhirat Allah tidak dapat dilihat dengan indera manusia. Karena Allah zat
yang ghaib dan tidak dapat dilihat dengan mata tapi harus meyakini-Nya
dengan keyakinan yang pasti.

2. Al-'Adalah (Keadilan Tuhan)

Merekapercaya bahwa Allah adalah Dzat yang adil dan tindakan-Nya harus
selalu adil. Konsep ini membentuk dasar pemahaman mereka tentang hubungan
antara manusia dan Tuhan. Tuhan tidak menghendaki keburukan dan tidak
menciptakan perbuatan manusia. Manusia memiliki kebebasan, kemampuan
dan kekuasaan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan. Karena
itu manusialah yang menciptakan perbuatannya dan harus bertanggungjawab
atas perbuatan yang dilakukannya. Apabila berbuat baik maka mendapatkan
pahala dan apabila berbuat buruk akan mendapatkan dosa dan siksa.

3. Al-Wa'ad wa Al-Wa'id (Janji dan Ancaman)

Mereka percaya bahwa Allah tidak akan mengingkari janji-Nya,


memberi pahala pada muslim yang berbuat baik dan memberikan siksa pada
yang berbuat dosa. Manusia mampu berpikir untuk bertindak baik atau buruk.
Apabila berbuat baik akan dimasukkan surga dan apabila berbuat buruk akan
disiksa di neraka. Dalam prinsip ini, Mu'tazilah menolak adanya pemberian
syafa'at. Karena pemberian syafa'at bertentangan dengan janji Allah.

7
4. Al-Manzilah Bainal Manzilatain (Tempat Diantara Dua Tempat)

Inilah pendapat yang menjadi tonggak munculnya Teologi Mu'tazilah.


Menurut mereka, pelaku dosa besar tidak mukmin dan tidak pula kafir.
Dikatakan tidak mukmin karena telah melakukan dosa besar, tidak kafir karena
masih percaya akan ke-Esaan Allah dan masih berpegang pada dua kalimat
syahadat. Dengan demikian pelaku dosa besar disebut fasiq yaitu diantara
mukmin dan kafir.

5. Amar Ma'ruf Nahi Munkar (Menganjurkan Yang Baik dan Melarang Yang
Buruk)

Mutazilah menganggap, sudah menjadi tanggung jawab umat Muslim


untuk menganjurkan kebaikan dan melarang kejahatan dalam masyarakat.
Kaum Mu'tazilah sangat gigih dalam menjalankan prinsip ini. Bahkan pernah
melakukan kekerasan demi amar ma'ruf nahi munkar. Karena menurut mereka
jika dibutuhkan, kekerasan dapat ditempuh demi mewujudkan prinsip ini.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mu'tazilah berasal dari kata "i'tizal" yang artinya mengasingkan diri atau
memisahkan diri. Mu'tazilah adalah salah satu aliran dalam Islam yang banyak
terpengaruh oleh filsafat Barat sehingga berkecenderungan menggunakan rasio
sebagai dasar argumentasi. Sehingga mereka dijuluki kaum rasionalis Islam.

Aliran Mu'tazilah muncul di kota Bashrah (Iraq) pada tahun 105-110 H.


Aliran ini dipelopori oleh salah seorang mantan murid Hasan Al-Bashri, Washil
bin 'Atho Al-Makhzumi Al-Ghazzal, yang lahir di Madinah tahun 700 M. Dengan
pendapatnya yang berbeda dari pendapat dua kelompok besar yang sangat hangat
diperbincangkan pada masa itu. Dia terus mengembangkannya dan membentuk
aliran sendiri hingga banyak orang menjadi pengikutnya.

Pokok-pokok pemikiran teologi Mu'tazilah terdiri dari lima pokok yang


harus diyakini oleh para penganut teologi ini, yaitu At-Tauhid (Ke-Esaan Allah),
Al-'Adalah (Keadilan Tuhan), Al-Wa'ad Wa Al-Wa'id (Janji dan Ancaman), Al-
Manzilah Bainal Manzilatain (Tempat diantara Dua Tempat), dan Amar Ma'ruf
Nahi Munkar (Menganjurkan Yang Baik dan Mencegah Yang Buruk).

B. Saran

Perbedaan diantara manusia adalah rahmat dari Allah SWT. Sebagai umat
Islam yang hidup di zaman yang modern dengan semakin banyaknya kaum
intelektual yang berpikir rasional, harus bisa memperkuat keyakinan keagaaman
tentang Ahlussunah wal Jamaah. Hati-hatilah dalam segala hal, apalagi jika
9
mengenal aliran baru dengan pemikiran yang tidak seperti pemikiran Ahlussunnah
wal Jamaah. Jika mereka muncul, hormati mereka bukan untuk mengikuti mereka.
Jangan melawan mereka selagi mereka tidak melawan kita. Karena dengan inilah,
Islam menjadi agama damai dengan berbagai perbedaan yang ada.

10
DAFTAR PUSTAKA

Nasution, H. (1995). Islam Rasional. Bandung: Mizan.

Rohidin. (2018). Mu'tazilah, Sejarah Dan Perkembangannya. El-Afkar Vol 7 Nomor


II, 2-3.

Lampung, U. A.-N. (2022, November Rabu). Pokok Ajaran Mu'tazilah. Retrieved


from Hak Cipta Web site: https://an-nur.ac.id/pokok-ajaran-mutazilah/

Syahrastani, M. I. (2004). Al Milal Wa Al Nihal Aliran Aliran Teologi Dalam Islam.


Bandung: Mizan.

Zaid, N. H. (2003). Menalar Firman Tuhan Wacana Majas dalam Al Qur'an Manurut
Firman Tuhan. Bandung: Mizan.

11

Anda mungkin juga menyukai