Disusun oleh :
2023
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul "Pokok-Pokok Pemikiran
Teologi Mu'tazilah".Shalawat serta salam juga kami haturkan kepada Nabiyulloh
Muhammad SAW semoga kita mendapat syafa'atnya dihari kiamat.
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu Kalam
yang telah mengarahkan kami dalam membuat makalah ini. Dan tidak lupa kepada
teman teman kelompok dan semua pihak yang antusias dan berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini, sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada
waktunya.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, serta dapat
menambah pengetahuan dan wawasan kita tentang teologi Mu'tazilah. Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun
akan sangat kami harapkan untuk memperbaiki penyusunan makalah kedepannya.
Tertanda
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang.............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................... 1
C. Tujuan .......................................................................................................................... 2
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 9
B. Saran............................................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyebab pecahnya umat Islam adalah karena adanya pergolakan politik saat
itu, yang puncaknya terjadi saat peristiwa perang shiffin dan diakhiri dengan
tahkim. Setelah itu, muncul berbagai pandangan mengenai peristiwa tersebut
hingga menyangkut dengan masalah teologi (ketauhidan). Masing-masing
mengemukakannya dan mengembangkan pandangannya, hingga memiliki banyak
pengikut dan membentuk aliran.
B. Rumusan Masalaah
1
C. Tujuan
2
BAB ll
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mu'tazilah
Mu'tazilah berasal dari kata "i'tizal" yang artinya mengasingkan diri atau
memisahkan diri. Menurut suatu teori, nama itu diberikan atas dasar ucapan Hasan
Al-Bashri, setelah Washil memisahkan diri. Hasan Al-Bashri diriwayatkan
memberi komentar berikut : i'tazala anna (“ia mengasingkan diri dari kami”) .
'Mengasingkan diri' bisa berarti mengasingkan diri dari majelis kuliah Hasan Al-
Bashri, atau mengasingkan diri dari pendapat Mur'ji'ah dan pendapat Khawarij.1
Mu’tazilah adalah salah satu aliran pemikiran dalam islam yang banyak
terpengaruh dengan filsafat barat sehingga berkecenderungan menggunakan rasio
sebagai dasar argumentasi. Pemuka-pemuka Mu'tazilah dalam pemikiran
keagamaan banyak menggunakan rasio. Begitu tinggi kepercayaan mereka pada
kekuatan akal yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka. Bahkan dalam
penafsiran ayat-ayat, mereka banyak memakai pemikiran rasional. Sehingga
timbul anggapan dari sebagian umat Islam bahwa mereka lebih mengutamakan
rasio dari pada wahyu. Dari pemikiran mereka yang lebih mengutamakan
rasio(akal) inilah yang menjadikan mereka mendapat julukan kaum rasionalis
Islam.
4
yang terpenting ialah pengakuan dalam hati dan bukan perbuatan anggota tubuh
sebagaimana yang diyakini kaum Khawarij.
Masalah dosa besar dan pembuat dosa besar pada abad pertama Hijriah
sangat hangat diperbincangkan. Kepada alim ulama, banyak diajukan pertanyaan
mengenai masalah itu. Termasuk kepada beliau, Hasan Al-Bashri seorang ulama
besar golongan tabi'in di Irak. Asy-Syihristani mengatakan, pada suatu hari
datanglah seorang laki-laki kepada Hasan Al-Bashri seraya berkata: “Wahai imam,
dalam agama telah muncul di zaman kita ini kelompok yang mengkafirkan pelaku
dosa besar. Dan dosa tersebut diyakini sebagai suatu kekafiran yang dapat
mengeluarkan pelakunya dari agamaagama, mereka adalah kaum Khawarij.
Sedangkan kelompok yang lainnya sangat toleran terhadap pelaku dosa besar, dan
dosa tersebut tidak berpengaruh terhadap keimanan. Karena dalam madzhab
mereka, suatu amalan bukanlah rukun dari keimanan dan kemaksiatan tidak
berpengaruh terhadap keimanan sebagaimana ketaatan tidak berpengaruh terhadap
kekafiran, mereka adalah Murji'ah umat ini. Bagaimanakah pendapatmu dalam
permasalahan ini agar kami bisa menjadikannya sebagai prinsip dalam beragama".
Hasan Al-Bashri pun berpikir sejenak mengenai permasalah itu. Belum sempat
menjawab, dengan lancangnya seorang murid lain bernama Washil bin 'Atha
bersoloroh: "Pembuat dosa besar bukan seorang mukmin, namun ia juga tidak
kafir bahkan ia berada pada suatu keadaan diantara dua keadaan. Tidak mukmin
juga tidak kafir". Lalu di berdiri dan duduk menyendiri di salah satu tiang masjid
sambil tetap menyatakan pendapatnya tersebut kepada murid-murid Hasan Al-
Bashri lainnya. Maka Hasan Al-Bashri berkata:" "اعتزل عنا الواصل, "Washil telah
memisahkan diri dari kita”. Maka disebutlah dia dan para pengikutnya dengan
sebutan Mu‟tazilah. Pertanyaan itu pun akhirnya dijawab oleh Hasan Al-Bashri
dengan jawaban Ahlussunnah Wal Jamaah: “Sesungguhnya pelaku dosa besar
adalah seorang mukmin yang tidak sempurna imannya. Karena keimanannya, ia
5
masih disebut mukmin dan karena dosa besarnya ia disebut fasiq yakni
keimanannya menjadi tidak sempurna".2
1. At-Tauhid (Ke-Esaan)
Tauhid adalah prinsip dan dasar pertama yang paling utama dalam akidah
Islam. Dengan demikian prinsip ini tidak hanya ada dalam Teologi Mu'tazilah,
melainkan menjadi prinsip semua aliran (teologi) dalam Islam. Tetapi Mu'tazilah
lebih mengkhususkan lagi ke dalam 3 pendapat, yaitu :
2
Rohidin, Mu’tazilah, Sejarah, dan Perkembangannya, El Afkar, 2018, hlm 3
6
b. Al-Qur'an adalah makhluk Allah. Dikatakan makhluk karena bagi mereka
Al-Qur'an adalah firman dan tidak qadim. Dan perlu diyakini bahwa semua
sesuatu selain Allah adalah makhluk.
c. Di akhirat Allah tidak dapat dilihat dengan indera manusia. Karena Allah zat
yang ghaib dan tidak dapat dilihat dengan mata tapi harus meyakini-Nya
dengan keyakinan yang pasti.
Merekapercaya bahwa Allah adalah Dzat yang adil dan tindakan-Nya harus
selalu adil. Konsep ini membentuk dasar pemahaman mereka tentang hubungan
antara manusia dan Tuhan. Tuhan tidak menghendaki keburukan dan tidak
menciptakan perbuatan manusia. Manusia memiliki kebebasan, kemampuan
dan kekuasaan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan. Karena
itu manusialah yang menciptakan perbuatannya dan harus bertanggungjawab
atas perbuatan yang dilakukannya. Apabila berbuat baik maka mendapatkan
pahala dan apabila berbuat buruk akan mendapatkan dosa dan siksa.
7
4. Al-Manzilah Bainal Manzilatain (Tempat Diantara Dua Tempat)
5. Amar Ma'ruf Nahi Munkar (Menganjurkan Yang Baik dan Melarang Yang
Buruk)
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mu'tazilah berasal dari kata "i'tizal" yang artinya mengasingkan diri atau
memisahkan diri. Mu'tazilah adalah salah satu aliran dalam Islam yang banyak
terpengaruh oleh filsafat Barat sehingga berkecenderungan menggunakan rasio
sebagai dasar argumentasi. Sehingga mereka dijuluki kaum rasionalis Islam.
B. Saran
Perbedaan diantara manusia adalah rahmat dari Allah SWT. Sebagai umat
Islam yang hidup di zaman yang modern dengan semakin banyaknya kaum
intelektual yang berpikir rasional, harus bisa memperkuat keyakinan keagaaman
tentang Ahlussunah wal Jamaah. Hati-hatilah dalam segala hal, apalagi jika
9
mengenal aliran baru dengan pemikiran yang tidak seperti pemikiran Ahlussunnah
wal Jamaah. Jika mereka muncul, hormati mereka bukan untuk mengikuti mereka.
Jangan melawan mereka selagi mereka tidak melawan kita. Karena dengan inilah,
Islam menjadi agama damai dengan berbagai perbedaan yang ada.
10
DAFTAR PUSTAKA
Zaid, N. H. (2003). Menalar Firman Tuhan Wacana Majas dalam Al Qur'an Manurut
Firman Tuhan. Bandung: Mizan.
11