Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KELOMPOK 2

ILMU KALAM

(Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam)

Dosen : Shobahussurur

Disusun Oleh :

Adindakita Fithriani Dzakiya 0602519003

Khaerunnisa Alfitri 0602519028

Sita Nur Sa’adah 0602519070

FAKULTAS PSIKOLOGI & PENDIDIKAN

UNIVERSITAS AL-AZHAR INDONESIA

JAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah Swt yang senantiasa memberikan
rahmat dan hidayah-Nya. Karena ridho-Nyalah kami dapat menyelesaikan sesuai dengan
waktu yang telah ditetapkan. Yang berjudul “Sejarah Ilmu Kalam dan Hukum
Mempelajari Ilmu Kalam“.

Kami ucapkan terimakah Kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga dan para
sahabatnya serta seluruh muslimin dan muslimah. Karena beliaulah yang telah membawa kita
dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang.

Dan kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Shobahussurur selaku dosen pengampu
mata kuliah Ilmu Kalam yang telah memberikan kami tugas kelompok dengan materi ini,
sehingga kami mendapatkan pengetahuan dan ilmu baru yang sangat bermanfaat.

Kami masih menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ini. Kami mengharapkan agar makalah ini bermanfaat bagi kami, pembaca, atau
peminat lain pada umumnya. Aamiin. Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Dengan hormat kritik dan saran dari para pembaca kami terima demi perbaikan makalah ini.
Terima kasih.

Jakarta, 29 Maret 2021

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................

DAFTAR ISI.................................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................................

A. Latar Belakang......................................................................................................................

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................

C. Tujuan Makalah.....................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN……………………..………………………………………………6

A. Sejarah Munculnya Ilmu Kalam...........................................................................................

B. Faktor Munculnya Ilmu Kalam............................................................................................

C. Alasan Penamaan Ilmu Kalam............................................................................................

D. Hukum Mempelajari Ilmu Kalam.......................................................................................

BAB III PENUTUP......................................................................................................................

Kesimpulan................................................................................................................................

DAFTRA PUSTAKA...................................................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu Kalam pada dasarnya adalah ilmu yang membahas tentang semua yang
berkaitan dengan keyakinan akan Tuhan. Dalam istilah lain disebut Teologi, yaitu ilmu
yang membahas ajaran-ajaran dasar dari sesuatu agama. Mempelajari teologi akan
memberikan keyakinan yang berdasarkan pada landasan yang kuat dan tidak mudah
diombang-ambing oleh peredaran zaman. Ada beberapa definisi tentang ilmu kalam,
diantaranya ada yang mengatakan bahwa Ilmu kalam adalah ilmu yang membahas
tentang zat Allah SWT, sifat-sifat-Nya dan hal-hal yang mungkin dari Al-Mabda’ dan Al-
Ma’ad menurut undang-undang keislaman. Harun Nasution (1986: 9).
Ilmu Kalam belum dikenal pada masa Nabi Muhammad SAW maupun pada masa
sahabat-sahabatnya. Setelah ilmu-ilmu ke-Islaman satu persatu muncul dan banyak orang
membicarakan tentang kepercayaan alam gaib (metafisika), dalam ilmu ini terdapat
berbagai golongan dan aliran. Ahmad Hanafi dalam Ensiklopedia.
Adapun yang melatar belakangi sejarah munculnya persoalan-persoalan
kalam adalah disebabkan oleh factor-faktor politik pada awalnya setelah khalifah Utsman
terbunuh kemudian digantikan oleh Ali menjadi khalifah. Peristiwa menyedihkan dalam
sejarah Islam yang sering dinamakan Al-Fitnat Al-Kubro (Fitnah Besar), sebagaimana
telah banyak dibahas, merupakan pangkal pertumbuhan masyarakat Islam diberbagai
bidang, khususnya bidang-bidang politik, sosial, dan paham keagamaan. Maka ilmu
kalam sebagai suatu bentuk pengungkapan dan penalaran paham keagamaan, juga hampir
secara langsung tumbuh dengan bertitik tolak dari Fitnah Besar itu.

4
B. Rumusan Masalah

Adapun Rumusan dalam Makalah ini adalah:

1. Apa Faktor Munculnya Ilmu Kalam?


2. Apa Alasan Penamaan Ilmu kalam?
3. Bagaimana Sejarah Munculnya Ilmu Kalam?
4. Apa Hukum Mempelajari Ilmu Kalam?

C. Tujuan Makalah

Adapun tujuannya dalam makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui apa Faktor Munculnya Ilmu Kalam


2. Untuk mengetahui apa alas an Penamaan Ilmu Kalam
3. Untuk mengetahui bagaiman Sejarah Munculnya Ilmu Kalam
4. Untuk mengetahui apa Hukum Mempelajari Ilmu Kalam

BAB II

PEMBAHASAN

5
A. Sejarah Munculnya Ilmu Kalam
Sewaktu Nabi Muhammad SAW berada di Mekkah beliau hanya berfungsi selaku
pemimpin agama, sedang di Madinah beliau selain berfungsi selaku pemimpin agama
juga selaku pimpinan pemerintahan. Dengan demikian Madinah menjadi pusat
pemerintahan Islam di bawah pimpinan Nabi Muhammad SAW.

Menurut pendapat Louis Gardet dan Anawati menyatakan bahwa ilmu kalam tumbuh
seiring dengan adanya kajian terhadap teks al-Qur’an. Namun, ilmu kalam mulai
mempunyai bentuknya yang definisi sejak masa kebangunannya yang ditandai dengan
masuknya pengaruh filsafat Yunani. Pada masa Nabi, dan Khulafa al-Rasyidin, umat
Islam bersatu, mereka satu akidah, satu syariah dan satu akhlaqul karimah, kalau mereka
ada perselisihan pendapat dapat diatasi dengan wahyu dan tidak ada perselisihan diantara
mereka.

Awal mula adanya perselisihan dipicu oleh Abdullah bin Saba’ (seorang Yahudi)
pada pemerintahan Khalifah Usman bin Affan dan berlanjut pada masa khalifah Ali.
Awal mula adanya gejala timbulnya aliran-aliran adalah sejak kekhalifahan Usman bin
Affan. Pada masa itu di latar belakangi oleh kepentingan kelompok, yang mengarah
terjadinya perselisihan sampai terbunuhnya khalifah Usman bin Affan. Kemudian
digantikan oleh Ali bin Abi Thalib, pada masa itu perpecahan di tubuh umat Islam terus
berlanjut. (Nasution, 1985)

Awal mula perpecahan dimulai sejak kematian Usman bin Affan. Ahli sejarah
menggambarkan Usman sebagai orang yang lemah dan tidak sanggup menentang ambisi
keluarganya yang kaya dan berpengaruh itu untuk menjadi gubernur. Tindakan-tindakan
yang dijalankan Usman ini mengakibatkan reaksi yang tidak menguntungkan bagi
dirinya. Menurut segolongan kecil, Usman salah bahkan kafir dan pembunuhnya berada
di pihak yang benar, karena perbuatannya yang dianggap salah selama menjadi khalifah.
Sebaliknya, pihak yang lain mengatakan bahwa pembunuhan tersebut adalah kejahatan
besar dan pembunuh-pembunuhnya adalah orang-orang kafir, karena Usman adalah salah
seorang prajurit Islam yang setia. Penilaian yang saling bertentangan kemudian menjadi
fitnah dan peperangan yang terjadi sewaktu Ali memegang pemerintahan. Setelah Usman
wafat, Ali sebagai calon terkuat menjadi khalifah keempat. Tetapi segera ia mendapat
tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula menjadi khalifah, tantangan-tantangan
tersebut diantaranya dari Talhah dan Zubair dari Mekkah yang mendapat dukungan

6
Aisyah, Mu’awiyah Gubernur Damaskus dan keluarga dekat Usman. Ia menuntut Ali
supaya menghukum pembunuh-pembunuh Usman, bahkan ia menuduh bahwa Ali turut
campur dalam soal pembunuhan itu (Watt, 1987)

Menurut Harun Nasution, menyatakan bahwa persoalan kalam yang pertama kali
muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa
yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih tetap dalam Islam. Khawarij
sebagaimana yang telah disebutkan, memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam
peristiwa tahkim yakni Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash, Abu Musa Al-Asy’ari adalah kafir
(Nasution, Teologi Islam, 1986). Persoalan ini telah menimbulkan tiga alioran teologi
dalam Islam yaitu

1. Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam
arti telah keluar dari Islam atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
2. Aliran Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar masih tetap mukmin
dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, hal itu terserah kepada Allah
untuk mengampuni atau menghukumnya.
3. Aliran Mu’tazilah, yang tidak menerima pendapat kedua di atas. Bagi mereka orang
yang berdosa besar bukan kafir, tetapi bukan mukmin. Mereka mengambil posisi
antara mukmin dan kafir, yang dalam bahasa arabnya terkenal dengan istilah al-
manzi>lun bayna manzi>lataini (posisi diantara dua posisi). Dalam Islam timbul pula
dua aliran teologi yang terkenal dengan Qadariyah dan Jabariyah. Menurut Qadariyah,
manusia mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Adapun
Jabariyah berpendapat sebaliknya, manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam
kehendak dan perbuatannya. Aliran Mu’tazilah yang bercorak rasional mendapat
tantangan keras dari golongan tradisional Islam yaitu aliran Asy’ariyah dan Aliran
Maturidiyah.

B. Faktor munculnya kajian kalam

Kemunculan kajian kalam dapat dilihat dari dua faktor: internal dan eksternal.
Faktor internal disebabkan oleh dua hal:

a) Pertama, perbedaan interpretasi terhadap teks-teks keagamaan. Dalam Al-Qur‘an


terdapat ayat-ayat Muhkamat, ayat Muhkamat adalah ayat yang maksudnya dapat
diketahui secara jelas atau yang sifatnya pasti. Dan Mutasyabihat, ayat Mutasyabihat

7
adalah ayat yang maksudnya hanya diketahui oleh Allah atau yang tidak pasti.
Perbedaan metodologis Umat Islam terhadap kedua jenis ayat tersebut memicu
munculnya pemikiran-pemikiran kalam yang beragam, dan tidak jarang saling
bertentangan.
 Contoh ayat Muhkamat:
As-Syura: 11

‫ْس َكم ِْثلِ ِه َشيْ ٌء ۖ َوه َُو ال َّسمِي ُع ْالبَصِ ي ُر‬


َ ‫َي ْذ َرُؤ ُك ْم فِي ِه ۚ َلي‬
Artinya: Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia yang maha
Mendengar, Maha Melihat.

Az-Zumar: 23

‫ث ِك ٰ َتبًا ُّم َت ٰ َش ِبهًا َّم َثان َِى َت ْق َشعِرُّ ِم ْن ُه‬


ِ ‫ٱهَّلل ُ َن َّز َل َأحْ َس َن ْٱل َحدِي‬

Artinya: “Allah telah menurunkan Perkataan yang paling baik (yaitu) Al


Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang”.

Al-Hud: 1

ٍ ِ‫ت ِمن لَّ ُد ْن َح ِك ٍيم َخب‬


‫ير‬ ْ ‫ا ٓلر ۚ ِك ٰتَبٌ ُأحْ ِك َم‬
ِّ ُ‫ت َءا ٰيَتُهۥُ ثُ َّم ف‬
ْ َ‫صل‬
Artinya: “Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatNya disusun
dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang
Maha Bijaksana lagi Maha tahu”.

 Contoh ayat Mutasyabihat:

Az-Zumar: 53
ُ ‫ِين َأسْ َرفُوا َع َل ٰى َأ ْنفُسِ ِه ْم اَل َت ْق َن‬
َ ‫طوا ِمنْ َرحْ َم ِة هَّللا ِ ۚ ِإنَّ هَّللا‬ َ ‫ِي الَّذ‬
َ ‫قُ ْل َيا عِ َباد‬
‫وب َجمِيعًا ۚ ِإ َّن ُه ه َُو ْال َغفُو ُر الرَّ حِي ُم‬َ ‫الذ ُن‬ُّ ‫َي ْغ ِف ُر‬
Artinya: Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya

8
Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.

Thahaa: 110

‫ون ِب ِهۦ ِع ْل ًما‬


َ ُ‫يَ ْعلَ ُم َما بَي َْن َأ ْي ِدي ِه ْم َو َما َخ ْلفَهُ ْم َواَل ي ُِحيط‬
Artinya: Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada
di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.

Al-An’am: 103

َ ۚ ‫ْص‬
‫ار َوه َُو اللَّطِ يْفُ ْال َخ ِب ْي ُر‬ َ ‫ك ااْل َب‬ َ ‫اَل ُت ْد ِر ُك ُه ااْل َ ْب‬
ُ ‫صا ُر َوه َُو ي ُْد ِر‬
Artinya: Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat
melihat segala penglihatan itu, dan Dialah Yang Mahahalus, Mahateliti.

b) Kedua, perbedaan sikap politik. Fakta historis menunjukkan bahwa setelah wafatnya
Nabi Muhammad Saw, terjadi perselisihan di kalangan Umat Islam terkait siapa yang
menggantikannya sebagai pemimpin (khalifah). Lalu pada masa pemerintahan
khalifah ke-3 Utsman bin Affan wafat terbunuh oleh para pemberontak, dan ketika
masa pemerintahan digantikan oleh Ali RA peristiwa terbunuhnya Utsman bin Affan
tidak langsung diselesaikan karena Ali RA pada peristiwa tersebut
mempertimbangkan dari segi maslahat dan mafsadatnya. Namun keputusan Ali untuk
menunda qishash terhadap pelaku tersebut mengundang perselisihan dan perdebatan,
salah satu kelompok yang tidak menerima keputusan Ali dalam menunda qishash
ialah kelompok Siti Aisyah. Karena penyebaran fitnah yang tidak bertanggung jawab,
akhirnya terjadilah perang Jamal antara kelompok Ali dan kelompok Aisyah.
Keputusan tersebut juga mengundang perselisihan dengan kelompok Muawiyah yang
mana terjadilah perang yang dinamakan perang shiffin, yang mengakibatkan
kepemimpinan Ali jatuh ke tangan Muawiyah. Pada akhirnya ketika pemerintahan
dipegang kendali oleh Muawiyah pun para pelaku pembunuhan Utsman tidak
langsung di qishash sama seperti ketika pemerintahan dipegang Ali, karena
Muawiyah baru melihat peristiwa tersebut dari sisi pandang pemerintahan yang
mempertimbangkan banyak hal. Perselisihan-perselisihan tersebut berdampak pada
munculnya aliran-aliran kalam seperti Syi‘ah (kelompok yang mendukung kelompok

9
Ali), dan Khawarij (kelompok yang keluar dari kelompok Ali). Amal Fathullah (2006:
11-13).

Sedangkan faktor eksternal, terdiri dari dua hal: Pertama, persentuhan Islam dengan
peradaban lain. Amal Fathullah (2006: 16) Perluasan daerah Islam (al-Futuhat) yang
dilakukan oleh para pemimpin Umat Islam setelah wafatnya Nabi, secara tidak langsung
membuka persentuhan dengan agama-agama lain semisal Yahudi, dan Nashrani, atau
tradisi berfikir Yunani dan lain sebagainya. Amal Fathullah menggambarkan kondisi
tersebut sebagai berikut:

“Orang-orang Islam telah bersentuhan dengan orang-orang di luar Islam yang


tentunya membawa cara pandang masing-masing. Mereka tentunya ingin
mempengaruhi orang-orang Islam dengan pemikiran mereka, ini tentunya memunculkan
pemikiran kalam yang menyimpang, yang perlu dikonfrontasi secara logis, sesuai
dengan cara pandang Islam yang berdasarkan al-Qur‘an.”

Kedua, gerakan penerjemahan. Khususnya pada masa Abbasiyah (132-656 H)


banyak dilakukan penerjemahan buku-buku khususnya filsafat Yunani yang mencakup
bahasan-bahasan yang cukup pelik, seperti masalah hakikat ada (being), termasuk di
dalamnya esensi dan eksistensi. Pengkajian filsafat merangsang para pemikir Muslim
berupaya untuk mengharmonikan antara Islam dan Filsafat. Hal ini berdampak pada
munculnya konsep-konsep baru yang tidak pernah sama sekali didengar sebelumnya
dalam tradisi keilmuan Islam.

C. Alasan Penamaan Ilmu Kalam

Kalam adalah kata-kata. Kalau yang dimaksud Kalam adalah firman Tuhan, maka
penamaan Ilmu Kalam dikarenakan Kalam Allah pernah menimbulkan pertentangan-
pertentangan keras di kalangan Islam pada Abad ke-9 dan ke-10 Masehi, sehingga timbul
penganiayaan dan pembunuhan-pembunuhan terhadap sesama muslim di waktu itu. Di
dalam sejarah Islam dikenal dengan sebutan Mihnah.

Di dalam surat An-Nisa ayat 164 dinyatakan bahwa Allah berkata-kata kepada Nabi
Musa secara langsung. Timbul persoalan apakah suara yang didengar oleh Nabi Musa
juga Qadim, berarti pendengaran Nabi Musa juga Qadim. Kalau demikian bertentangan
dengan kenyataan bahwa Nabi Musa itu makhluk (hadits/baru) dengan segala sifatnya
yang baru pula.

10
Suara yang didengar oleh Nabi Musa mengandung huruf. Apakah tidak bertentangan
dengan keyakinan bahwa Kalamullah itu tanpa huruf dan suara. Demikian pula tentang
Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Apakah Al-Qur’an itu
Qadim? Bukankah cetakan dan tulisan Al-Qur’an itu buatan manusia? Sedangkan
manusia dan tulisannya itu tidak bersifat Qadim? Dari sinilah timbul persoalan apakah
Al-Quran itu Qadim atau hadis? Dan dari sini pulalah timbul sebutan Ilmu Kalam.

Ilmu Kalam dinamakan juga Ilmu Tauhid. Arti Tauhid ialah percaya kepada Tuhan
Yang Maha Esa (mengesakan Tuhan), tidak ada sekutu baginya. Ilmu Kalam dinamakan
Ilmu Tauhid karena tujuannya menetapkan ke-Esaan Allah. Ke-Esaan Allah dalam Islam
sebagai agama Tauhid, percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa (Monotheisme)
merupakan sifat yang terpenting di antara segala sifat Tuhan. Namun demikian, pada hal-
hal tertentu terdapat perbedaan antra Ilmu Kalam dengan Ilmu tauhid.

Ilmu Kalam disebut juga Ushuluddin atau Ilmu Aqaid. Hal ini dikarenakan Ilmu
Kalam membahas ajaran dasar agama Islam, yaitu kepercayaan atau keyakinan yang
menjadi pokok ajaran agama. Ajaran dasar ini disebut juga Aqaid (jamak dari aqidah).

Teologi Islam dalam bentuk Ilmu Kalam pembahasannya lebih bersifat filosofis,
corak berfikir yang demikian itu mengakibatkan timbulnya aliran-aliran teologi Islam
yang mempunyai paham yang berbeda dan bertentangan satu sama lain. Lahirlah teologi
Islam seperti Khawarij, Murji’ah, Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah. Pada
umumnya teologi Islam yang diajarkan dan yang dikenal di Indonesia beraliran
Asy’ariyah sehingga timbul kesan di kalangan sementara umat Islam di Indonesia
seolah-olah inilah satu-satunya teologi yang ada dalam Islam.

D. Hukum Mempelajari Ilmu Kalam


Ilmu kalam adalah salah satu ilmu Islam dan yang di bahas adalah iman dan aqidah
Islam yang dipeluk oleh seorang muslim, apa saja yang berkaitan dengan nalar dan akal
manusia disebut aqidah. Ilmu kalam ini menjelaskan aqidah Islam serta membahasnya
dari segala aspeknya dan memaparkan alasan-alasan untuk memperkuatnya.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa mempelajari Ilmu Kalam adalah untuk
memelihara akidah, maka sebagian besar Ulama mengatakan hukum mempelajarinya
adalah fardhu ain bagi setiap mukallaf baik laki-laki maupun perempuan.
Adapun mayoritas Ulama, baik dari kalangan mazhab Syafi‘i, Maliki, dan Abu
Hanifah, berpendapat bahwa hukum mempelajari Ilmu Kalam adalah fardhu kifayah,

11
sama halnya dengan mempelajari ushul fiqh, musthalah hadits, ulum Al-Qur’an dan lain
sebagainya. Ini karena keterkaitan objek kajian teologi Islam dengan prinsip-prinsip
kalam Islam. 4 Upaya prefentif di sini tentunya dilandasi oleh nalar-nalar logis atas
ajaran-ajaran Islam. Hal ini merupakan bentuk konfrontasi terbaik (wa jadilhum billati
hiya ahsan) terhadap pemikiran-pemikiran kalam yang menyimpang. Secara historis,
diketahui bahwa Ali RA (40 H) melakukan konfrontasi intelektual terhadap gerakan
Qadariyah yang menyatakan bahwa perbuatan manusia tidak ada sama sekali intervensi
Tuhan. Ia juga mengutus Ibn Abbas (78 H) untuk mendebat salah satu elit kelompok
ekstrimis, Khawarij. Abdullah bin Mas‘ud (652 M) berdialog dengan Yazid bin Amirah
tentang Iman.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kemunculan kajian kalam dapat dilihat dari dua faktor: internal dan eksternal. Faktor
internal disebabkan oleh dua hal: Pertama, perbedaan interpretasi terhadap teks-teks
keagamaan. Dalam al-Qur‘an terdapat ayat-ayat Muhkamat, yang sifatnya pasti, dan
Mutasyabihat, yang tidak pasti. Perbedaan metodologis Umat Islam terhadap kedua jenis ayat
tersebut memicu munculnya pemikiran-pemikiran kalam yang beragam, dan tidak jarang
saling bertentangan. Kedua, perbedaan sikap politik. Fakta historis menunjukkan bahwa
setelah wafatnya Nabi Muhammad Saw, terjadi perselisihan di kalangan ummat Islam terkait
siapa yang menggantikannya sebagai pemimpin (khalifah).

Kalam adalah kata-kata. Kalau yang dimaksud Kalam adalah firman Tuhan, maka
penamaan Ilmu Kalam dikarenakan Kalam Allah pernah menimbulkan pertentangan-
pertentangan keras di kalangan Islam pada Abad ke-9 dan ke-10 Masehi, sehingga timbul
penganiayaan dan pembunuhan-pembunuhan terhadap sesama muslim di waktu itu. Di dalam
sejarah Islam dikenal dengan sebutan Mihnah.

Sebagian besar Ulama mengatakan hukum mempelajari Ilmu Kalam adalah fardhu ain
bagi setiap mukallaf baik laki-laki maupun perempuan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Hanafi. Ensiklopedi Islam 2. h. 346 & 6.

Amal Fathullah Zarkasyi. (2006). Ilmu al-Kalam: Tarikh al-Madzahib al-Islamiyah


wa Qadhayaha al-Kalamiyah. ISID Gontor: Ponorogo. P. 11- 13.

Drs. Hasan Basri, M. Ag., Drs. Muri Yahya, M. Pd., Tedi Priatna M, Ag. (2006). Ilmu
Kalam dan Sejarah Pokok Pikiran Aliran-Aliran. Azkia Pustaka Utama. Bandung.

Harun Nasution. (1986). Teologi Islam, Aliran-aliran dan Sejarah analisa


Perbandingan. UI Press. Jakarta. h. ix.

Hasbi, D. H. (2015). ILMU KALAM: Memotret Berbagai Aliran Teologi Dalam


Islam. Trustmedia Publishing. Yogyakarta.

Nasution, H. (1985). Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. UI


Press. Jakarta.
Nasution, H. (1986). Teologi Islam. Universitas Indonesia. Jakarta.
Watt, W. M. (1987). Pemikiran Teologi dan Filsafat Islam. P3M. Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai