Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ILMU TAUHID

“SEJARAH MUNCULNYA PERSOALAN TEOLOGI DAN


SEKTE-SEKTENYA DLM ISLAM”

DOSEN PEMBIMBING :

AHMAD ZAKARIA, M.H

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 10 :


1. AGUNG AL-MUKRAMIN
2. NOVITA SARI
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA ISLAM
(SIYASAH)
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI
SOEKARNO (UINFAS) BENGKULU
T/A 2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada ALLAH SWT yang melimpahkan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pekerjaan untuk memenuhi tugas mata kuliah
ILMU TAUHID.

Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini memenuhi tugas mata
kuliah ILMU TAUHID dari Bapak AHMAD ZAKARIYA M.H . Untuk mengetahui
tentang SEJARAH MUNCULYA PERSOALAN TEOLOGI DAN SEKTE-SEKTENYA
DALAM ISLAM
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas. Penulis sadar
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada
dosen pengampu Penilis meminta masukannya demi perbaikan makalah Penulis di masa
yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Bengkulu, Desember 01 2001

PENULIS

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
B. Rumusan masalah............................................................................................................................1
C. Tujuan Makalah...............................................................................................................................1
BAB II.........................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................2
A. Pengertian Teologi Islam.................................................................................................................2
B. Sejarah munculnya persoalan teologi islam.....................................................................................2
C. Khawarij, Murji’ah, Mu’tzailah, Jabariyah, Syi’ah, Salaf, dan Al- ayri’ah.....................................4
BAB III......................................................................................................................................................15
PENUTUP.................................................................................................................................................15
A. KESIMPULAN.............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan suatu hal yang kita mantapkan adalah aqidah/keyakinan kepada Allah
SWT. Rasanya aktifitas sehari-hari tidak ada gunanya jika tidak didasarkan dengan
semangat yang kuat.
Dalam kajian ini kita tela mengenal teologi tentang islam yang membahas tentang
pemikiran dan kepercayaan ketuhanan. dalam kehidupan sehari-hari kita banyak bertemu
perbedaan harus berbeda pemikiran dan aqidah yang mengiringi, dan kita pandai dalam
memilih dan memilahnya dengan berlandaskan al-qur'an dan hadits.
Perbedaan pemikiran tersebut membuat mereka saling menyalahkan. semuanya memiliki
pendapat masing-masing tentang tauhid/keyakinan atau hal tentang ketuhanan. dan kita
sebagai orang yang memegang agama harus mengetahui pada pemikiran yang benar dan
yang salah, dalam memandangnya kita harus berpegang teguh pada al-qur'an dan al-hadits.
hal ini merupakan hal penting yang harus di pelajariagar apa yang menjadi keyakinan kita
tentang allah tidak salah, dan pertemuan keyakinan kita salah tentang-nya maka kita bisa
saja menganggap orang keluar agama islam.

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian dari Teologi islam?


2. Bagaimana munculnya persoalan Teplpi islam?

C. Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui pengertian dari Teologi islam


2. Untuk mengetahui munculnya persoalan Teologi islam.

1
2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Teologi Islam

Istilah “Teologi Islam” terdiri dari dua kata yang memiliki pengertian tersendiri,
yakni kata “teologi” dan kata “islam”. Bila kedua kata ini diketahui secara komprehensif,
kemudian kata satu dengan kata lainnya. sehingga akan menghasilkan pengertian yang utuh
tentang “teologi islam” maka teologi islam adalah ilmu yang secara membicarakan tentang
masalah ketuhanan dan alam semesta menurut perspektif islam yang harus diimani dan hal
lain yang terkait dengan ajaran islam yang harus diamalkan keselamatan hidup dunia dan
akhirat.
Adapun peberapa pendapat tentang teologi islam menurut beberapa ahli
1. menurut Wiliam L. Resse, teologi berasal dari bahasa inggris yaitu theology adalah
pemikiran ketuhanan,
2. menurut wiliam ochkam, teologi adalah disiplin ilmu yang membicarakan kebenaran
wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan,
3. menurut ibnu khaldun, teologi adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai
argumentasi tentang akidah imani yang merupakan dalil rasional

B. Sejarah munculnya persoalan teologi islam

Setelah rasulullah saw wafat peran ketika nabi muhammad saw mulai menyiarkan
ajaran islam di mekah, kota ini memiliki sistem kemasyarakatan yang terletak di bawah
pimpinan bangsa qurais. sistem pemerintahan pada masa itu dijalankan melalui majelis yang
anggotanya terdiri dari kepala suku yang dipilih menurut kekayaan dan pengaruh mereka
dalam masyarakat. tetapi, pada saat nabi muhammad diangkat sebagai pemimpin dia
mendapat perlawanan dari orang kafir qurais. Akhirnya, nabi melihat bersama pengikutnya
terpaksa meninggalkan makkah dan hijrah ke yastrip (madinah) pada tahun 622 M. setelah

3
hijrah ke madinah nabi muhammad diangkat menjadi pemimpin agama dan
pemerintahan. inilah awal mula terbentuk sistem pmerintahan islam pertama, yakni dengan
berdirinya negara islam madinah
Sebagai khalifah disebut oleh para sahabat sahabatnya yang dengan khulafaur
rasyidin yakni abu bakar umar bin khatab utsman bin affan dan ali bin abi Thalib. Namun
ketika pada masa utsman bin affan mulai timbul adanya perpecahan antar umat islam yang
disebabkan oleh banyaknya fitnah yang timbul pada masa itu. sejarah mencatat, akibat dari
banyaknya fitnah yang ditimbulkan pada masa itu menyebabkan perpecahan umat islam dari
masalah politik sampai pada masalah teologis.
Setelah utsman wafat Muawiyah sebagai gubernur pada masa itu meminta kepada
Ali Tolhah dan Zubair untuk mencari siapa pembunuh Utsman bin Affan dan mencari
pengganti Kholifah Utsman bin Affan. tetapi ia mendapat tantangan dari pemuka pemuka
yang ingin menjadi khalifah, terutama tolhah dan zubair dari makkah yang mendapat
sokongan dari aisyah. tantangan ini dapat dipatahkan ali dalam perang yang terjadi di irak
tahun 656 M yang dikenal dengan perang jamal. tolhah dan zubair mati kematian dan aisyah
dikirim kembali ke makkah.
Tantangan yang lain datang dari pihak muawiyah, gubernur damaskus dan
keluarga dekat usman. Dia menuntut Ali menghukum pembunuh utsman, bahkan pihak
Muawiyah menuduh bahwa ali turut campur dalam soal pembunuhan itu. Sehingga terjadi
perang saudara (perang Siffin) yaitu perang antar Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah bin
Abi sofyan. dalam peperangan itu pihak ali hampir saja menang, tetapi dengan politiknya
pihak Mu'awiyah bin Abi sofyan meminta berdamai dengan mengangkat al-Qur'an yang
biasa dikenal dengan peristiwa Tahkim (Arbitrase). Dalam menanggapi hal ini pihak Ali ada
yang setuju dan ada yang tidak, sehingga menyebabkan perpecahan antar pihak, yakni kaum
Khawarij yang tidak setuju dengan Tahkim (Arbitrase) dan Syi'ah yang mendesak Ali untuk
menyetujui Tahkim dan menyetujuinya. Sebagi perantara diangkat dua juru bicara yaitu Amr
Ibn al-'as dari pihak Muawiyah dan Abu Musa al-asy'ari dari pihak Ali. Dalam pertemuan
itu, kelicikan Amr mengalahkan perasaan taqwa Abu Musa dan menghasilkan sebuah
kesepakatan. Isi kesepakatan itu adalah bawasannya mereka berdua janji untuk menurunkan
dari kedua pemimpin yang bertentangan, Ali dan Mu'awiyah dihadapan umum. Pada saat itu
Amr mempersilahkan Abu Musa untuk naik ke atas mimbar terlebih dahulu dengan alasan

4
Abu Musa lebih tua darinya. Setelah Abu Musa menurunkan Ali bin Abi Thalib dari
jabatannya sebagai khalifah. Amr kemudian naik mimbar, menurunkan Muawiyah dari
jabatannya membaiat Muawiyah sebagai Khalifah. Sontak pihak Ali kaget, mereka merasa
marah dan kecewa karena tindakan pihak Muawiyah yang memainkan
permainannya. Peristiwa ini merugikan pihak Ali dan menguntungkan pihak
Muawiyah. Khalifah yang sebenarnya Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah adalah salah satu
gubernur, dengan peristiwa-peristiwa jabatan naik menjadi khalifah yang tidak resmi.
Sikap Ali yang menerima dan mengadakan arbitrase ini, sungguh-sungguh dalam
keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh tentaranya. Mereka berpendapat bahwa hal serupa
tidak dapat diputuskan oleh arbitrase manusia. Putusan hanya datang dari Allah dengan
kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam Al-Qur'an. La hukma illa lillah (tidak ada
hukum dari Allah) atau La hakama illa Allah (Tidak ada pengantar dari hukum Allah),
menjadi semboyan mereka. sebagian pengikut Ali yang tidak setuju dengan peristiwa ini
yang disebut golongan Khawarij, yaitu orang yang keluar dan memisahkan diri
                   Karena mereka menganggap Ali bersalah, maka mereka memusuhi golongan
Ali. Sejak saat itu Ali sekarang menghadapi 2 musuh, yaitu Mu'awiyah dan
Khawarij. Karena selalu mendapat serangan dari kedua pihak ini Ali terlebih dahulu
menfokuskan pembangunan untuk menghancurkan Muawiyah. Setelah berhasil
mengalahkan Khawarij Ali terlalu lelah untuk memantau dengan Muawiyah. Mu'awiyah
tetap sebagai khalifah di Damaskus. Setelah Ali bin Abi Thalib wafat, dengan mudah
Muawiyah dapat memperoleh pengakuan sebagai khalifah umat islam pada tahun 661 M.

C. Khawarij, Murji’ah, Mu’tzailah, Jabariyah, Syi’ah, Salaf, dan Al- ayri’ah

1. Khawarij
Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang
berarti keluar, muncul, timbul atau memberontak.
Adapun yang dimaksud khawarij dalam terminologi ilmu kalam adalah suatu
sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan
karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim),
dalam perang Siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak)
Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.

5
Asal mulanya kaum khawarij adalah orang-orang yang mendukung Sayyidina Ali.
Akan tetapi, akhirnya mereka membencinya karena dianggap lemah dalam menegakkan
kebenaran, mau menerima tahkim yang sangat mengecewakan, sebagaimana mereka
juga membenci Mu’awiyah karena melawan Sayyidina Ali khalifah yang sah.
Keputusan tahkim, yakni Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah, dan
mengangkat Muawiyah menjadi khalifah pengganti , hal ini membuat kaum khawarij
kecewa.
Ajaran pokok khawarij ialah khilafah, dosa, dan imam.Diantara doktrin-doktrin pokok
khawarij adalah berikut ini,
a) Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam.
b) Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang
muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
c) Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan
menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan
kezaliman.
d) Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah, tetapi setelah
tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman r.a. dianggap elah menyeleweng.
e) Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah
menyeleweng.
f) Muawiyah dan Al-Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap
menyeleweng dan telah menjadi kafir.
g) Pasukan perang Jamal yang melawan Ali juga kafir.
h) Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh.
Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim
dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah
dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan juga.
i) Setiap muslim harus berhijrah dan harus bergabung dengan golongan mereka.bila
tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (negara
musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-Islam
(negara Islam)
j) Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.

6
k) Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk surga, sedangkan orang
yang jahat harus masuk kedalam neraka)
l) Amar ma’ruf nahi munkar
m) Memalingkan ayat-ayat Al-Quran yang tampak mutasabihat (samar)
n) Al-Quran adalah makhluk.
o) Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
Perkembangan Khawarij
Dalam perkembangannya, sebagaimana dituturkan Harun Nasution, kelompok khawarij
ini sebagian besar sudah musnah. Sisa-sisanya terdapat di Zanzibar, Afrika Utara, dan
Arabia Selatan
2. Murji’ah
Nama murji’ah diambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna penundaan,
penangguhan, dan pengharapan. Oleh karena itu murji’ah, artinya orang yang menunda
penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta
pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan Murji’ah. Teori
pertama mengatakan bahwa gagasan irja atau arja dikembangkan oleh sebagian sahabat
dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian
politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme. Teori lain mengatakan
bahwa gagasan irja, yang merupakan bagian doktrin Murji’ah, muncul pertama kali
sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin
Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695 H.
Pemimpin Murji’ah adalah Hasan bin Bilal Al-Muzni, Abu Salat As Samman,
Tsauban Dliror bin Umar. Penyair Murji’ah yang terkenal pada pemerintahan Bani
Umayah ialah Tsabit bin Quthanah, mengarang syair kepercayaan-kepercayaan kaum
Murji’ah.
Berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, W. Montgomery Watt merincinya sebagai
berikut:
a) Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah
memutuskannya diakhirat kelak.

7
b) Penangguhan Ali untuk menduduki ranking ke empat dalam peringkat Al-
Kholifah Ar-Rasyidun.
c) Pemberian harapan (giving of houp) terhadap orang muslim yang berdosa besar
untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
Sementara itu, Abu ‘A’ la Al-Mududi menyebutkan dua doktrin ajaran pokok Murji’ah,
yaitu:
a) Iman adalah percaya kepada Allah dan RasulNya saja. Adapun amal atau
perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal
ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang
difardhukan dan melakukan dosa besar.
b) Dasar keselamatan adalah iman semata. Selam masih ada iman dihati setiap
maksiat tidak dapat mendatangkan madharat ataupun gangguan atas sesorang.
Untuk mendapatkan ampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri
dari syirik dan maki dalam keadaan akidah dan tauhid.
Sekte-Sekte Murji’ah
Harun Nasution secara garis besar mengklasifikasikan Murji’ah menjadi dua
sekte, yaitu golongan moderat dan golongan ekstrim.
Murji’ah moderat berpendirian bahwa pendosa besar tetap mukmin, tidak kafir,
tidak pula kekal didalam neraka. Mereka disiksa sebesar dosanya dan diampuni oleh
Allah.
Adapun kelompok ekstrim adalah:
Jahniyah, kelompok Jahmbin Shafwan dan para pengikutnya, berpandangan
bahwa orang yang percaya kepada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufurannya
secara lisan tidak menjadi kafir karena iman dan kufurnya tempatnya di dalam hati,
bukan bagian lain dalam tubuh manusia.
3. Mu’tzailah
Secara harfiah Mu’tazlah berasal dari i’tazala yang berarti berpisah atau
memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri. Secara teknis, istilah
Mu’tazilah menunjuk pada dua golongan.
Golongan pertama muncul sebagai respon politik murni. Golongan ini tumbuh sebagai
kaum netral politik, khususnya dalam arti bersikap lunak dalam menangani

8
pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan lawan-lawannya, terutama Mu’awiyah,
Aisyah, dan Abdullah bin Zubair.
Golongan kedua muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di
kalangan khawarij dan murji’ah. Golongan ni muncul karena mereka berbeda pendapat
dengan golongan khawarij dan murji’ah tentang pemberian status kafir kepada orang
yang berbuat dosa besar.
Lima Ajaran Dasar Teologi Mu’tazilah (Al-Ushul Al-Khomsah)
Kelima ajaran Mu’tazah yang tertuang dalam al-ushul al-khamsah adalah at-tauhid
(pengesahan tuhan), al-adl (keadian tuhan) al-waad wa al-wa’id(janji dan ancaman
tuhan), dan al-amr bi al-ma’ruf wa al-nahy an al-munkar (menyeru kapada kebaikan dan
mencegah kemunkaran).
Tokoh-Tokoh Aliran Mu’tazilah
Ajaran-ajaran mu’tazilah mendapat dukungan dan penganut dari penguasa dari Bani
Umayyah, seperti khalifah Jazid bin Walid (125-126 H). Sedangkan dari Bani
Abbasiyah khalifah-khalifah yang mendukungnya, yaitu:
Khalifah Makmun bin Harun al-Rasyid (198-218 H)
Khalifak al-Mu’tashim bin Harun al-Rasyid (218-227 H)
Al-Watsiq bin al-Mu’tashim (227-232 H)
Dari dukungan dan simpati keempat khalifah tersebut, maka paham-paham Mu’tazilah
menjadi tersebar luas. Ulama-ulamanya yang terkenal yaitu:
Utsman al-Jahiz (w. 255 H), mengarang kitab al-Hiwan.
Syarif Radhi (w. 406 H), mengarang kitab Majaz al-Qur’an.
Abdul Jabbar bin Ahmad, lebih dikenal dengan Qadhil Qudhot, mengarang kitab Syarah
Ushul al-Khamsah
Zamakhsyari (w. 528 H), mengarang kitab Syarah Nahjul Balaghah.
4. Jabariyah
Kata Jabariyah berasal dari kata Jabara yang berarti “memaksa”.didalam Al-
Munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata Jabara yang berarti memaksa
dan mengharuskan melakukan sesuatu. Jika dikatakan bahwa Allah mempunyai sifat
Al-Jabbar (dalam bentuk mubalaghah) artinya Allah maha memaksa. Ungkapan al-insan
majbur(bentuk isim maf’ul) mempunyai arti bahwa manusia dipaksa atau terpaksa.

9
Kemudian, kata jabara (bentuk pertama), setelah ditarik menjadi jabariah, artinya adalah
suatu kelompok atau aliran (isme). Asy-Syahratsany menegaskan bahwa paham al-jabar
berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti yang sesungguhya dan
menyandarkannya kepada Allah SWT. Dengan kata lain, manusia mengerjakan
perbuatannya dalam keadaan terpaksa.
Jabariyah berpendapat bahwa hanya Allah Swt. Sajalah yang menentukan dan
memutuskan segala amal perbuatan manusia. Semua perbuatan itu sejak semula telah
diketahui oleh Allah Swt. Dan semua amal perbuatan itu adalah berlaku dengan kodrat
iradat-Nya. Manusia tidak mencampurinya sama sekali. Usaha manusia bukan sama
sekali ditentukan oleh manusia itu sendiri. Qadrat dan Iradat Allah Swt, adalah
membekukan dan mencabut kekuasaan manusia sama sekali. Pada hakikinya segala
pekerjaan serta gerak-gerik manusia sehari-harinya adalah merupakan paksaan (majbur)
semata-mata.
Ajaran (Doktrin-doktrin Pokok Jabariyah)
Menurut Asy-Syahrastani, jabariyah dapat dikelompokkn menjadi dua bagian, yaitu
ektrem dan moderat. Diantara doktrin jabariyah ekstrem adalah pendapatnya bahwa
segala perbuatan manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya,
melainkan perbuatan yang dipaksakan atas dirinya.
Berbeda dengan Jabariah Ekstrem, Jabariyah Moderat mengatakan bahwa Tuhan
menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi
manusia memiliki bagian didalamnya.
5. Syi’ah
Syi’ah di lihat dari bahasa pengikut ,pendukung, partai atau kelompok sedangkan
secara terminologis adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang spiritual dan
keagamaannya selalu merujuk pada keturunan nabi muhammad saw. Menurut
Thabathbai istilah syi’ah di tujuk pada para pengikut ali (syi’ah ali), pemimpin pertama
al-bait pada masa rosulullah .para pengikut ali disebut syi’ah itu diantaranya abu dzar al
ghiffari ,miqad bin aswad dan amar bin yasir.
Dokrin-dokrin yang yang meliputi berbagai aspek diantaranya aspek kehidupan yaitu
imamah,taqiyah,mu’tah’ dan lain sebagainnya.syi’ah mendapatkan pengikut basar pada
dinasti Amawiyah . Hal ini menurut abu zahrah akibat dari perlakuan kasar pada dinasti

10
ini terhadap al bait ,yang dilakukan oleh penguasa bani umayah. Dalam
perkembangannya selain memperjuangkan hak kekhalifahan ahl bait dihadapan dinasti
ammawiyah dan abbasyi’ah syi’ah juga mengembangkan dokrin-dokrinnya sendiri
berkaitan dengan teologi mereka mempunyai lima rukun iman yakni tauhid, nubuwwah,
ma’ad, dan immamahdan.
para pengikut syi’ah ini percaya bahwa islam dibangun oleh tujuh pilar, seperti
dijelaskan al-Qadhi An-Nu’man dlam Da’aim Al Islam .tujuh pilar tersebut adalah.
1) Iman
2) Thaharoh
3) Sholat
4) Zakat
5) Saum
6) Menunaikan Haji
7) Jihat
6. Salaf
Paham atau gerakan salaf adalah pengikut mazhab Hambali yang muncul pada
abad 4 H. Mereka beranggapan bahwa Imam Ahmad bin Hambal (169-241 H) telah
menghidupkan dan mempertahankan pendirian ulama-ulama salaf. Karena pemikiran
keagamaan ulama-ulama salaf menjadi motivasi gerakannya, Hanabilah itu menamakan
gerakannya sebagai paham atau aliran salaf.
Tokoh Ulama Salaf dan Pemikirannya
1) IMAM AHMAD BIN HANBALI
Riwayat Singkat Hidup Ibn Hanbal
Ia dilahirkan di Baghdad tahun 164 H/780 M, dan meninggal 241 H/855 M. Ia sering
dipanggil Abu Abdillah karena salah seorang anaknya bernama Abdillah. Namun, ia
lebih dikenal dengan nama Imam Hanbali karena merupakan pendiri mazhab Hanbali.
Pemikiran Teori Ibn Hanbal
Tentang ayat-ayat mutasyabihat
Dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an, Ibn Hanbal lebih suka menerapkan pendekatan
lafdzi (tekstual) daripada pendekatan ta’wil, terutama yang berkaitan dengan sifat-sifat
Tuhan dan ayat-ayat mutasyabihat

11
2) IBN TAIMIYAH
Riwayat Singkat Ibn Taimiyah
Nama lengkap Ibn Taimiyah adalah taqiyuddin Ahmad bin Abi al-Halim bin Taimiyah.
Dilahirkan di Harran pada hari senin tanggal 10 Rabiul Awwal tahun 661 H dan
meninggal di penjara pada malam senin tanggal 20 Dzul Qaidah tahun 729 H.
Kewafatnnya telah menggetarkan dada seluruh penduduk Damaskus, Syam, dan Mesir,
serta kaum muslimin pada umumnya. Ayahnya bernama Syihabuddin Abu Ahmad
ABDUL Halim bin Abdussalam Ibn Abdullah bin Taimiyah, seorang syaikh, khatib dan
hakim di kotanya.
Dikatakan oleh Ibrahim Madkur bahwa Ibn Taimiyah merupakan seorang.Tokoh salaf
yang ekstrim karena kurang memberikan ruang gerak leluasa kepada akal. Ia adalah
murid yang muttaqi, wara, dan zuhud, serta seorang panglima dan penentang bangsa
Tartass yang berani. Selain itu, ia dikenal sebagai seorang muhaddits mufassir, faqih,
teolog, bahkan memiliki pengetahuan luas tentang filsafat. Ia telah mengkritik khalifah
Umar dan khalifa Ali bin Abi Thalib. Ia juga menyerang al-Ghazali dan Ibn Arabi.
Kritikannya ditujukan pula kepada kelompok-kelompok agama sehingga
membangkitkan kemarahan para ulama sezamannya.
Ibn Taimiyah mengkritik Imam Hanbali dengan mengatakan bahwa kalaulah
kalamullah itu qadim,kalamnya pasti qadim pula.
Ibn Taimiyah adalah seorang tekstualis. Oleh sebab itu, pandangannya dianggap oleh
ulama mazhab Hanbal, al-Khatib Ibn al-Jauzi, sebagai pandangan tajsim
(antropomrpisme) Allah, yakni menyerupakan Allah dengan makhlukNya. Oleh karena
itu, al-Jauzi berpendapat bahwa pengakuan Ibn Taimiyah sebagai salaf perlu ditinjau
kembali.
Berikut ini merupakan pandangan Ibn Taimiyah tentang sifat-sifat Allah
Percaya sepenuh hati terhadap Allah yang ia sendiri atau Rssulullah menyifati. Sifat-
sifat yang dimaksud adalah:
1) Sifat salbiyah, yaitu qidam, baqa, mukhalafatu lil hawadisi, qiymuhu binafshihi,
dan wahdaniyah.
2) Sifat ma’ani, yaitu qudrah, iradah, sama, bashar, hayat, ilmu, dan kalam

12
3) Sifat khabariyah (sifat-sifat yang diterangkan al-Qur’an dan hadis walaupun akal
bertanya-tanya tentang maknanya), seperti ketarangan yang menyatakan bahwa
Allah di langit; Allah di atas Arasy; Allah turun ke langit dunia; Allah dilihat
oleh orang yang beriman di surga kelak; wajah tangan dan mata Allah.
4) Sifat dhafiah, meng-idhafatkan atau etau menyandarkan nama-nama Allah pada
alam makhluk, seperti rabb al-alamin, khaliq al-kaun, dan falik al-hubb wa al-
nawa.
5) Percaya sepenuhnya terhadap nama-namaNya, yang Allah atau RasulNya
sebutkan, sperti al-awwal, al-akhir, azh-zhahir, al-bathin, al-alim, al-qadir, al-
hayy, al-qoyyum , as-sami dan al-bashir.
6) Menerima sepenuhnya sifat dan nama Allah tersebut:
7) Tidak mengubah maknanya psada makna yang tidak dikehendaki lafaz (min
ghair tahrif),
8) Tidak menghilangkan pengertian lafaz (min ghair ta’hil),
9) Tidak mengingkarinya (min ghair ilhad),
10) Tidak menggambar-gambarkan bentuk Tuhan, baik dalam pikiran atau hati,
apalagi dengan indera (min ghair takyif at-takyif),
11) Tidak menyerupakan (apalagi menyamakan) sifat-sifatNya dengan sifat-sifat
makhlukNya (min ghair tamtsil rabb al-alamin). Hal ini disebabkan bahwa tiada
sesuatu pun yang dapat menyamaiNya bahkan yang menyerupaiNya pun tidak
ada.

7. Al-Asy’ari
Asy’ariyah adalah sebuah paham akidah yang dinisbatkan kepada Abu Al Hasan
Al Asy’ariy. Beliau lahir di Bashrah tahun 260 H. bertepatan dengan tahun 935 M.
Beliau wafat di Bashrah pads tahun 324 H di usia lebih dari 40 tahun.
Nama tokoh-tokoh aliran Asy’ariyah yang terkenal antara lain
1) Al Baqilani (wafat 403 H)
2) Ibnu Faruak (wafat 406 H)
3) Ibnu Ishak al Isfarani (wafat 418 H)
4) Abdul Kahir al Bagdadi (wafat 429 H)

13
5) Imam al Haramain al Juwaini (wafat 478 H)
6) Abdul Mudzaffar al Isfaraini (wafat 478 H)
7) Al Ghazali (wafat 505 H) lbnu Tumart (wafat 524 H)
8) As Syihristani (wafat 548)
9) Ar Razi (1149-1209 M)
10) Al Iji (wafat 756 H)
11) Al Sanusi (wafat 895)
Nama lengkap Al-Asy’ari adalah Abu Al-Hasan ‘Ali bin Ismail bin ishaq bin salim bin
ismail bin musa bin bilal bin abi burdah bin abi musa Al-Asy’ari. Sebelum wafat ia
sempat berwasiat kepada seorang sahabatnya yang bernama zakaria bin yahya as-saji
agar mendidik Al-Asyari ibunya menikah lagi dengan seorang tokoh Mu’tazilah yang
bernama abu ‘Ali Al-juba’i, ayah kandung abu hasyim al-juba’i. Berkat didikan ayah
tirinya, Al-Asy’ari kemudian menjadi tokoh mu’tazilah sebagai tokoh mu’tazilah, ia
sering menggantikan Al-Jubba’i dalam perdebatan menentang lawan-lawan mu’tazilah
dan banyak menulis buku yang membela alirannya.
Al-Asy’ari menganut paham mu’tazilah hanya sampai usia 40 tahun. Setelah itu, secara
tiba-tiba ia mengumumkan dihadapan jamaah masjid basharah bahwa dirinya telah
meninggalkan paham mu’tazilah dan akan menunjukkan keburukan-keburukannya.
Menurut ibn ‘sakir, yang melatar belakangi Al-Asy’ari meininggalkan paham
muktazilah adalah pengakuan Al-Asy’ari telah bermimpi bertemu dengan Rosulallah
SAW. Sebanyak 3 kali, yaitu pada malam ke-10, ke-20, dan ke-30 bulan ramadhan.
Dalam 3 kali mimpinya rosulallah SAW. Memperingatkannya agar segera
meninggalkan paham mu’tazilah dan segera membela paham yang telah diriwayatkan
dari beliau.
Menghadapi dua kelompok yang berbeda tersebut Al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah
memiliki sift-sifat (bertentangan dengan mu’tazilah) dan sifat-sifat itu, seperti
mempunyai tangan dan kaki, tidak boleh diartiakn secara harfiah, tetapim secara
simbolis (berbeda dengan pendapat kelompok sifatiah) selanjutnya, Al-Asy’ari
berpendapat bahwa sifat-sifat allah unik dan tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat
manusia yang tampaknya mirip. Sifat-sifat Allah berbeda dengaan Allah, tetapi sejauh

14
menyangkut realitasnya (haqqiqah)- tidak terpisah dari esensi-Nya. Dengan demikian,
tidak berbeda dengan-Nya.

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam sejarah perkembangan Agama Islam, tercatat bahwa sesaat setelah Rosululloh
Saw. wafat, maka para ‘petinggi’ Negara Madinah, menjadi sibuk seketika, mencari
pengganti Rosululloh Saw sebagai Pemimpin Negara. Hal ini jelas menunjukkan bahwa
betapa penting masalah ‘kepemimpinan dan politik’ dalam Islam, dan sejak itulah
kemudian muncul istilah apa yang disebut ‘kholifah’, yaitu pengganti Nabi Saw. sebagai
Kepala Negara sekaligus pemimpin ummat Islam. Pada perkembangan selanjutnya,
Pemerintahan sistem kekhalifahan ini terbukti menjadi ‘mercu suar’ kejayaan Islam,
untuk waktu yang cukup lama, sebelum kemudian runtuh pada abad ke XII, seiring
dengan memudarnya kekuatan Islam dalam pentas percaturan politik internasional,
bahkan terasa hingga saat ini. Sejarah mencatat bahwa Abu Bakar ra adalah pejabat
Kholifah I yang dibai’at oleh kaum Muslimin secara aklamasi, yang sepeninggalnya,
jabatannya diganti oleh Umar bin Khothob ra sebagai Kholifah ke II, sedang Utsman bin
Affan ra. Menjadi Kholifah ke III, dan Ali bin AbiTholib ra sebagai Kholifah ke IV.
Sejarah juga mencatat bahwa pada masa kekholifahan inilah mulai terjadinya friksi dan
pertarungan politik dt antara kaum Muslimin, yang ditandai dengan munculnya
kelompok-kelompok yang saling mengklaim sebagai kelompok yang paling benar dengan
menyalahkan kelompok lain.

16
DAFTAR PUSTAKA

Nasir, Sahilun A. 2010. Pemikiran Kalam (Teologi Islam) Sejarah, Ajaran, dan
Perkembangannya. Jakarta: Rajawali Pers.
Nasution, Harun. 2010. Teologi Islam: Aliran-aliran, Sejarah dan Perbandingan. Jakarta:
UI Press.
Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. 2003. Ilmu Kalam. Cetakan ke-2. Bandung: Pustaka
Setia.
Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. 2010. Ilmu Kalam. Edisi Revisi. Bandung: Pustaka
Setia.
Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. 2014. Ilmu Kalam. Cetakan ke-tiga. Edisi Revisi.
Bandung: Pustaka Setia.
https://mysetetestinta.blogspot.com/2016/11/madzab-madzab-dalam-teologi-islam.html
https://www.scribd.com/doc/15821231/Sejarah-Teologi-Islam

17

Anda mungkin juga menyukai