Anda di halaman 1dari 28

SEJARAH ALIRAN-ALIRAN DALAM PEMIKIRAN ISLAM

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Metodologi Studi Islam

Dosen Pengampu : Dra.SAHLIAH, M.Ag

Disusun oleh :
KELOMPOK 8

1. SILVIA ARMA (0204212175)

2. INNAT ADLAN ADILLAH HARNIZ (0204212109)

3. MUHAMMAD SYAFIQ AIDRI (0204212050)

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
T.A 2021-2022
MEDAN

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puja dan puji hanya bagi Allah subhanahu wa ta’ala yang maha pengasih lagi
maha penyayang. Karena limpahan karunia serta nikmatnya kami dapat menyelesaikan makalah
kami yang berjudul “SEJARAH ALIRAN-ALIRAN DALAM PEMIKIRAN ISLAM” dengan
tanpa halangan suatu apapun. Penyusunan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata
kuliah Metodologi Studi Islam.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen kami Dra.Sahliah, M.Ag yang
berperan sebagai dosen pembimbing mata kuliah Metodologi Studi Islam.

Kami menyadari bahwa makalah ini belum sempurna “Tak ada gading yang tak retak”,
Oleh Karenanya kami memohon maaf apabila terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini.

Kami harap semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca.Khususnya semoga
bisa menambah wawasan mengenai prinsip Sejarah Aliran-Aliran Dalam Pemikiran Islam.

Kepada seluruh pembaca yang bersedia memberikan kritik dan saran yang bersifat
membangun dalam rangka penyempurnaan makalah ini selanjutnya, kami buka tangan selebar-
lebarnya untuk apresiasi tersebut dengan hati yang terbuka dan ucapan terima kasih.

Medan,10 April 2022

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................2

DAFTAR ISI .........................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................................4

I. Latar Belakang.............................................................................................. 4

II. Rumusan Masalah .........................................................................................4

III. Tujuan Masalah .............................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................6

A. Sejarah Munculnya Aliran-Aliran dalam Islam…………………………….6


B. Ritual dan Institusi dalam Islam…………………………………………….10
C. Aliran Fikih…………………………………………………………………13
D. Aliran Kalam………………………………………………………………..15
E. Aliran Metafisika,dan Gnosis……………………………………………….17
F. Aliran Filsafat dan Teosofi………………………………………………….22

BAB III PENUTUP ...............................................................................................................27

I. Kesimpulan ...................................................................................................27

II. Saran ..............................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................28

3
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Membahas aliran-aliran pemikiran islam, maka tak lain membahas agama islamitu
sendri yang biasa disebut dengan studi islam. Di kalangan para ahli masih terdapat
perdebatan di sekitar permasalahan apakah studi islam (agama) dapat dimasukkan kedalam
bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat karakteristik antara ilmu pengetahuan dan agama
berbeda.

Aliaran –aliran dalam Islam secara garis besarnya adalah kalam fiqih,tasawuf,dan
Filsafat. Masing-masing dari pembagian aliran-aliran yang telah kami sebutkan di atas.
Mereka terbagi-terbagi lagi menjadi beberapa bagian.

Namun, hal yang terpenting yang harus digaris bawahi sumber mereka satu, yaitu al-
Qur’an dan as-Sunnah. Sedang realitas yang ada memang benar adanya bahwa Allah SWT
menurunkan ayat yang sifatnya zhanni lebih banyak daripada ayat yang sifatnya Qhat’i, agar
daya nalar yang dimiliki oleh manusia berkembang.

II. Rumusan Masalah


1) Apa saja dan bagaimana pemikiran dari Sejarah Munculnya Aliran-Aliran dalam Islam?
2) Apa saja dan bagaimana pemikiran dari Ritual dan Institusi dalam Islam?
3) Apa saja dan bagaimana pemikiran dari Aliran Fikih?
4) Apa saja dan bagaimana pemikiran dari Aliran Kalam?
5) Apa saja dan bagaimana pemikiran dari Aliran Metafisika dan Gnosis?
6) Apa saja dan bagaimana pemikiran dari Aliran Filsafat dan Teosofi?

4
III. Tujuan Masalah
1) Mengetahui dan memahami Sejarah Munculnya Aliran-Aliran dalam Islam
2) Mengetahui dan memahami Ritual dan Institusi dalam Islam
3) Mengetahui dan memahami Aliran Fikih
4) Mengetahui dan memahami Aliran Kalam
5) Mengetahui dan memahami Aliran Metafisika dan Gnosis
6) Mengetahui dan memahami Aliran Filsafat dan Teosofi

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Munculnya Aliran-Aliran dalam Islam

Ketika Rasulullah mulai menyiarkan ajaran-ajaran islam yang beliau terima dari
Allah di Mekkah, kota ini mempunyai sistem kemasyarakatan yang terletak di bawah
pimpinan suku bangsa Quraisy.

Pada pertengahan abad ke-6 M, jalan dagang Timur-Barat berpindah dari Teluk
Persia – Euphrat di Utara dan Laut Merah – Perlembahan Neil di Selatan, ke Yaman – Hijaz
Syiria.Dengan pindahnya perjalanan dagang Timur-Barat ke Semenanjung Arabia, Mekah
yang terletak di tengah-tengah garis perjalanan dagang itu, menjadi kota dagang.

Kekuasaan sebenarnya terletak di tangan kaum pedagang tinggi untuk menjaga


kepentingan-kepentingan mereka, mempunyai perasaan solidaritas kuat yang kelihatan
efeknya dalam perlawanan mereka terhadap Nabi, sehingga beliau dan pengikut-pengikut
beliau terpaksa meninggalkan Mekkah pergi ke Yatsrib di tahun 622 M.  Keadaan yang
demikian ini berbeda dengan yang ada di kota Yatsrib. Kota ini bukanlah kota pedagang,
tetapi kota petani. Masyarakatnya tidak homogeni, tetapi terdiri dari bangsa Arab dan bangsa
Yahud. bangsa Arabnya tersusun dari dua suku bangsa, al-Khazraj dan al-‘Aus.

Ketika beliau wafat ditahun 632 M daerah kekuasaan Madinah bukan hanya terbatas
pada kota itu saja, tetapi boleh dikatakan meliputi seluruh Semeanjung Arabia. Jadi tidak
mengherankan kalau masyarakat Madinah pada waktu wafatnya Nabi Muhammad  sibuk
memikirkan pengganti beliau untuk mengepalai Negara yang baru lahir itu, sehingga
penguburan Nabi merupakan soal kedua bagi mereka.

Sejarah meriwayatkan bahwa Abu Bakarlah yang disetujui oleh masyarakat islam di
waktu itu menjadi pengganti atau khalifah Nabi dalam mengepalai Negara mereka.
Kemudian Abu Bakar digantikan oleh ‘Umar bin Khattab dan ‘Umar oleh ‘Utsman bin
Affan.

6
‘Umar Ibn Khattabb adalah sahabat Nabi yang bergairah kepada al-Qur’an dan lebih
teguh berpegang kepadanya, yang oleh Nabi semasa hidupnya pernah disebut sebagai orang
yang paling mungkin menjadi utusan Tuhan, seandainya Nabi sendiri bukan Rasul
pungkasan. Khalifah kedua ini oleh mayoritas umat islam disepakati sebagai orang beriman
yang paling berhasil. Namun keadaan gemilang masa ‘Umar itu tak berlangsung lama.

‘Utsman bin Affan, penggantinya selaku khalifah ketiga, sekalipun banyak


mempunyai kelebihan dan jasa di bidang lain,namun dalam kepemimpinan dicatat sebagai
orang yang lemah. Karena kelemahan itu, ‘Utsman agaknya tidak berdaya menghadapi
desakan-desakan kelompok tertentu dari kalangan Bani Umayyah

Setelah ‘Utsman bin Affan wafat, ‘Ali sebagai calon terkuat, menjadi khalifah yang
ke-4, tetapi ia segera mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula menjadi
khalifah. Dan juga Ali terpilih sebagai pengganti Utsman itu tidak mendapat suara bulat, ada
kelompok tertentu yang tidak setuju atas pengangkatan Ali dan menuduh bahwa Ali terlibat
atau setidak-tidaknya membiyarkan komplotan pembunuh ‘Utsman. Kelompok ini kemudian
dikenal dengan golongan Syi’ah.

Tantangan kedua datang dari Mu’awiyah, Gubernur Damaskus dan keluaraga yang
dekta bagi ‘Utsman. Sebagaimana halnya Thalhah dan Zubair, ia tak mau mengakui Ali
sebagai khalifah. Ia menuntut kepada Ali supaya menghukum pembunuh-pembunuh
‘Utsman, bahkan ia menuduh Ali turut campur dalam soal pembunuhan itu. Dan pula Ali
tidak mengambil tindakan keras terhadap pemberontak-pemberontak itu, bahkan Muhammad
Ibn Abi Bakr diangkat menjadi Gubernur Mesir.

Dalam pertempuran yang terjadi antara kedua golongan ini di shiffin, tentara Ali
dapat mendesak tentara muawiyah sehingga yang tersebut akhir ini bersedia-sedia untuk lari.
Tetapi tangan kanan mu’awiyah , ‘Amr ibn al-Ash yang terkenal sebagai orang licik, minta
berdamai dengan mengangkatkan al-Qur’an ke atas. Qurra’ yang ada dipihak Ali mendesak
Ali supaya menerima tawaran itu dan dengan demikian dicarilah perdamaian dengan
mengadakan Arbitrase. Sebagai pengantara diangkat dua orang: ‘Amr bin Ash dari pihak
Mu’awiyah dan Abu Musa al- Asyari dari pihak Ali.

7
Sikap Ali yang menerima tipu muslihat Amr bin ash untuk mengadakn arbitrase,
sungguhpun dalam keadaan terpaksa, tidak disetujui oleh sebagian dari tentaranya. Mereka
berpendapat bahwa hal serupa itu tidak dapat diputuskan oleh arbitrase manusia. Putusan
hanya daatang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam
Alquran. La-hukma illa lillah (tidak ada hukum sealin dari hukum Allah). Atau La hakama
illa Allah tidak ada pengantara selain Allah), menjadi semboyan mereka.

Mereka memandang Ali bin Abi Thalib telah berbuat salah, dan oleh karena itu
mereka meninggalkan barisannya. Golongan mereka inilah dalam sejarah islam terkenal
dengan nama al Khawarij, yaitu orang yang keluar dan memisahkan diri atau seceders.

Karena memandang Ali bersalah dan berbuat dosa, mereka melawan Ali.
Ali  sekarang menghadapi dua musuh, yaitu Muawiyah dari satu pihak dan Khawarij dari
pihak lainnya. Karena selalu mendapat serangan dari pihak kedua ini, Ali terlebih dahulu
memusatkan usahanya untuk menghancurkan kaum Khawarij tetapi setelah mereka ini kalah,
tentara Ali telah terlalu capek untuk meneruskan pertempuran dengan Muawiyah. Muawiyah
tetap berkuasa di Damaskus dan setelah Ali bin Abi Thalib wafat, ia dengan mudah dapat
memperoleh pengakuan sebagai khalifah umat islam ditahun 661 M.

Persoalan-persoalan yang terjadi dalam lapangan politik sebagai digambarkan di atas


inilah terakhirnya membawa kepda timbulnya persoalan-persoalan teologi. Timbullah
persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafirdalam arti siapa yang telah keluar dari
islam dan siapa yang masih tetap dalam islam.

Khawarij memandang bahwa Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, Abu Musa Al Asy’ari
yang menerima arbitrase adalah kafir

Persoalan ini menimbulkan tiga aliran dalam islam:

1)            Khawarij

Mengatakan bahwa orang berdosa besar adalah kafir. Dalam arti keluar dari islam
atau tegasnya murtad dan oleh karena itu ia wajib dibunuh.

8
2)            Aliran Murji’ah

Menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar tetap masih mukin dan bukan
kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, terserah pada Allah SWT untuk mengampuni
atau tidak mengampuninya.   

3)            Mu’tazilah

Aliran yang tidak menerima pendapat di atas. Bagi mereka yang berdosa besar bukan
kafir dan bukan mu’min. Orang yang serupa ini kata mereka mengambil posisi diantara
kedua posisi mu’min dan kafir atau yang disebut dengan al manzilah bain al
manzilatain (posisi diantara dua posisi).4

Aliran Mu’tazilah yang bercorak rasionil ini mendapatkan tantangan keras dari
golongan tradisionil islam, terutama golongan Hanbali. Perlawanan ini kemudian mengambil
bentuk aliran teologi tradisionil yang disusun oleh Abu Hasaan al-Asy’ari (935 M). ‘Asya’ari
sendiri mulanya adalah seorahng Mu’tazilah, tetapi kemudian, menurut riwayatnya setelah
melihat dalam mimpi bahwa ajaran-ajaran Mu’tazilah dicap nabi Muhammadsebagai ajaran-
ajaran yang sesat, Al-Asy’ari meninggalkan ajaran-ajaran itu dan membentuk ajaran-ajaran
baru yang kemudian terkenal dengan nama Asy’ariyah.2

Kemudian hampir bersamaan waktunya dengan Asy’ariyah muncullah aliran


Maturidiyah, yang al Maturidi berpendapat bahwa semua perbuatan manusia adalah
dikehendaki oleh Tuhan, tetapi brebeda dari Asy’ari, ia berpendapa bahwa perbuatan-
perbuatan yang jahat tidaklah diiringi oleh ridha Tuhan. Sekalipun kedua aliarn ini nampak
ada perbedaan pandangan namun, keduanya memiliki kesamaan dalaam hal membangun
kembali teologi aliran yang benar menurut al-Qur’an dan hadits. Pada abad ketiga sampai
emapat muncullah golongna yang gigih menamakan sebagai salafiyah.   Mereka
adalahpengikut golongan pengikut imam Ahmad bin  Hanbal.

4 .Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press, Jakarta: 1986, hal 1-7
2
.Harun Nasution, Op. Cit., hal 7-9.

9
Sebenarnya golongan Asy,ariyah juga mengaku sebagai pengikut salaf tetapi menurut
pandangan golongan hanbali, kaum  Asy’ariyah, Maturidiyah, dan Mu’tazilah adalah
golongan yang telah menyimpang dari sikap dan pendirian salaf.5

Dengan demikian aliran-aliran teologi penting yang timbul dalam islam ialah aliran
Khawarij, Murjiah, Mu’tazilah, Asyariah dan Maturidiah. Aliran-aliran Khawarij,Murjiah
dan Mu’tazilah tak mempunyai wujud lagi kecuali dalam sejarah.yang masih ada sampai
sekarang ialah aliran-aliran Asyariah dan Maturidiah dan keduanya disebut Ahl Sunnah wa
al-Jama’ah. Aliran Maturidiah banyak dianut oleh umat islam yang bermadzhab Hanafi,
sedang aliran Asy’ariah pada umumnya dipakai oleh umat islam Sunni lainnya. Dengan
masuknya kembali faham Rasionalisme. ke dunia islam, yang kalau dahulu masuknya itu
melalui kebudayaan Yunani klasik akan tetapi sekarang melalui kebudayaan Barat modern,
maka ajaran-ajaran Mu’tazilah mulai timbul kembali, terutama sekali di kalangan kaum
intelegensia islam yang mendapat pendidikan barat. Kata neo-Mu’tazilah mulai dipakai
dalam tulisan-tulisan mengenai islam.4

B. Ritual Dan Institusi Dalam Islam


I) Ritual Islam

Secara umum, ritual dalam islam dapat dibedakan menjadi dua ritual yang
mempunyai dalil yang tegas dan eksplisit dalam Al-Quran dan Sunnah; dan ritual yang tidak
memiliki dalil, baik dalam Al-Quran maupun dalam Sunnah. Salah satu contoh ritual bentuk
pertama adalah salat. Allah berfirman dalam surat al-isra ayat 78 yang berbunyi.

‫ق اللَّي ِْل َوقُرْ آنَ ْالفَجْ ِر ِإ َّن قُرْ آنَ ْالفَجْ ِر َأقِ ِم‬ ِ ‫صالَةَ لِ ُدلُو‬
ِ ‫ك ال َّش ْم‬
ِ ‫س ِإلَى َغ َس‬ َّ ‫َم ْشهُودًا َكانَ ال‬

Artinya : “Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan
(dirikanlah pula salat) subuh. Sesungguhnya salat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).”

53 .Fathul Mufid, Ilmu Tauhid/Kalam, STAIN Kudus, Kudus: 2009, hal 14-15.


4
.Harun Nasution, Op. Cit., hal 9-10.

10
Sedangkan contoh ritual kedua adalah marhabaan, peringatan hari (bulan) kelahiran
Nabi Muhammad Saw (muludan,Sunda), dan tahlil yang dilakukan keluarga salah satu
anggota keluarganya menunaikan ibadah haji.

Selain perbedaan tersebut, ritual dalam islam dapat ditinjau dari sudut tingkatan. Dari
segi ini, ritual dalam islam dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu primer, sekunder, dan tertier.

1.    Ritual islam primer adalah ritual yang wajib dilakukan oleh umat


islam.Umpamanya, salat wajib lima waktu dalam sehari semalam. Kewajiban ini disepakati
oleh ulama karena berdasarkan ayat Al-Quran dan hadist Nabi Muhammad Saw.

2.    Ritual islam sekunder adalah ibadah salat sunah, umpamanya bacaan dalam


rukuk  dan sujud, salat berjamaah, salat tahajud dan salat duha.

3.    Ritual islam tertier adalah ritual yang berupa anjuran dan tidak sampai pada  
derajat sunah. Umpamanya, dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Nasa’i dan Ibnu
Hibban yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda,”Orang yang membaca
ayat kursiy setelah salat wajib, tidak aka nada yang mengahalanginya untuk masuk surga.”6

II) Institusi Islam

Apabila kita membuaka kamus besar bahasa Indonesia, kita akan menjumpai beberapa
arti tentang lembaga. Arti pertama adalah asal sesuatu; kedua, acuan: sesuatu ytang memberi
bentuk kepada yang lain; ketiga, badan atau organisasi yang bertujuan melakukan sesuatu
pnelitian keilmuan atau melakukan suatu usaha.6

Dalam bahasa Inggris dijumpai dua istiiah yang mengacu kepada pengertian institusi
(Iembaga), yaitu institute dan institution.

6 .Ibnu Hajar al-‘Asqalani,bulugh al-maram min adillah al-ahkam, (Jedah : al-Haramain,t.th.)h.75


institusi
6
.Muhammad Daud Ali, Lemga-Lembaga Islam di Indonesia, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1995), hlm.1

11
Istilah pertama menekankan kepada pengertian institusi sebagai sarana atau
organisasi untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan istilah kedua menekankan pada
pengertian institusi sebagai suatu sistem norma untuk memenuhi kebutuhan.

Sistem norma dalam agama islam bersumber dari firman Allah SWT dan sunnah
Nabi Muhammad SAW. Ia merupakan pedoman bertingkah laku masyarakat muslim agar
mereka memperoleh kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat.

Daya ikat norma dalam islam tercermin dalam lima bentuk yaitu:

1)  Mubah adalah tidak mempunyai daya ikat sehingga tidak mendapatkan sangsi bagi
pelakunya

2)  Mandub adalah sesorang yang mengerjakannya akan memperoleh pahala.

3)  Wujud adalah perilaku yang harus dilakukan sehingga seseorang yang mengerjakan
perilaku wujud akan mendapat pahala sedangkan yang melanggar akaan mendapat sanksi.

4)  Makruh adalah tingkat norma yang memberikan saksi kepada yang melanggarnya; dan
yang tidak melanggarnya tidak diberi pahala.

5)  Adapun haram adalah norma yang memberikan sanksi yang sangat berat kepada
pelanggar.7

Institusi adalah sistem nilai dan norma. Adapun norma islam terdapat dalam 4 aspek:

1)  Norma akidah tercermin dalam rukun iman dan rukun islam.

2)  Norma ibadah dalam shalat, zakat, puasa haji dan umrah.

3)  Norma muammalah dalam kehartaan dan pemanfaatannya, jual beli, sewa-menyewa dan
upah, utang piutang, agunan, pemberian waqaf, wasiat serta sistem kerja sama dalam islam.

4)  Norma akhlak tercermin dalam akhlak terhadap Allah dan sesama manusiadan mahkluk.8

Norma-norma tersebut kemudian melahirkan kelompok-kelompok asosiasi tertentu


yang merupakan wujud konkret dari norma. Hal itu dilakukan dalam upaya untuk memenuhi

7 . Atang ABD. Hakim- Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009, h. 135.
8
. Amir syarifuddin, Garis-garis besar fiqih, Jakarta: kencana 2010,h.17-239.

12
kebutuhan hidup mereka agar bisa hidup tenteram dan bahagia dunia akhirat, karena institusi
islam adalah sistem norma yang berdasarkan ajaran islam dan diadakan untuk kebutuhan
imat islam.

Contoh institusi islam yang ada di Indonesia:

1)  Institusi perkawinan diasosiasikan melalui KUA dan peradilan agama.

2)  Institusi pendidikan diasosiakan dalam bentuk pesantren dan madrasah.

3)  Institusi ekonomi diasosiasikan menjadi bank muammalah di Indonesia dan BMT.

4)  Institusi zakat diasosiasikan menjadi BAZIS.

5)  Institusi dakwah diasosiasikan menjadi LDK.

C. Aliran Fikih

I) Aliran Syafi’iyyah dan Mutakallimin

Aliran ini membangun ushul fiqih mereka secara teoritis, tanpa terpengaruh oleh
masalah-masalah furu’ (masalah keagamaan yang tidak pokok). Dalam membangun teori,
aliran ini menetapkan kaidah-kaidah dengan alasan yang kuat, baik dari naqli (al-Qur’an dan
atau Sunnah) maupun dari ‘aqli (akal pikiran), tanpa dipengaruhi oleh masalah-masalah
furu’ dari berbagai mazhab, sehingga teori tersebut adakalanya sesuai dengan furu’ dan ada
kalanya tidak. Setiap permasalahan yang diterima akal dan didukung oleh dalil naqli, dapat
dijadikan kaidah, baik kaidah itu sejalan dengan furu’ mazhab maupun tidak, sejalan dengan
kaidah yang telah ditetapkan imam mazhab atau tidak.

Dalam kenyataannya, ada ulama mazhab Syafi’iyyah yang berupaya menyusun teori
tersendiri, sehingga terdapat pertentangan dengan teori yang telah dibangun. Misalnya, Imam
al-Amidi (ahli Ushul fiqh Syafi’i), menyatakan bahwa ijma’ al-Sukuti dapat dijadikan hujjah
dalam menetapkan hukum Islam. Imam al-Syafi’i sendiri tidak mengakui keabsahan ijma’
sukuti sebagai hujjah, karena ijma’ yang dia terima hanyalah ijma’ para sahabat secara jelas.

Imam al-Amidi dan Imam al-Qarafi (ahli Ushul fiqh Maliki), berupaya
menggabungkan teori aliran Syafi’iyyah/Mutakallimin dengan aliran yang lain. Hal ini
mereka lakukan untuk mencari jalan terbaik dalam masalah ushul fiqh.

13
Oleh sebab itu, ada beberapa teori Ushul fiqh mereka yang bertentangan dengan
pendapat mazhab mereka sendiri, seperti yang dikemukakan al-Amidi di atas.

a. Karya-karya aliran Syafi’iyah dan Mutakalimin

Semua pemikirannya itu dapat dilihat dari hasil karya, berikut ini adalah kitab standar
dalam aliran Syafi’iyah & Mutakalimin, diantaranya sebagai berikut:

1.      Kitab al-Risalah yang disusun Imam al-Syafi’i.

2.      Kitab al-Mu’tamad, disusun Abu al-Husain Muhammad ibn All al-Bashri (wafat 463
H).

3.      Kitab al-Burhanfi Ushul al-Fiqih, disusun Imam al-Haramain al-Juvaini (wafat 487 H),

4.      Tiga rangkaian kitab ushul fiqih Imam Abu Hamid al-Ghazali (450-505 H/1085-1111
H), yaitu al-Mankhul min Ta’liqat al-Ushul, Syifa’ al-Ghalil Fil Bayan al-Syabah wal Mukhil
wal Masalik al-Ta’lil, dan al-Mustashfa fi ’Ilm al-Ushul.

b. Ciri-ciri aliran mutakallimun

Ada beberapa ciri khas penulisan ushul fiqih aliran Mutakallimin, antara lain:

1.   Penggunaan deduksi di dalamnya. Ushul fiqh Mutakallimin membahas kaidah-kaidah,


baik disertai contoh maupun tidak. Kaidah-kaidah itulah yang menjadi pilar untuk
pengambilan hukum. Jadi, kaidah dibuat dahulu sebelum digunakan dalam istimbath.
Kaidah-kaidah tersebut utamanya berisi kaidah kebahasaan.

2.   Adanya pembahasan mengenai teori kalam dan teori pengetahuan, seperti terdapat
dalam al-Luma karya al-Syirazi dan al-Ihkam karya al-Amidi. Teori kalam yang sering
dibahas adalah tentang tahsin dan taqbih. Sementara itu, dalam pembahasan mengenai teori
pengetahuan tersebut, dimasukkan pengertian ilmu dan terkadang dimasukkan
pula muqaddimah mantiqiyyah (pengantar logika), sebagaimana terdapat dalam al-
Mustashfa karya al-Ghazali, Rawdlah al-Nadzir karya Ibnu Qudamah, dan Muntaha al-
Wushul (al-Sul) karya Ibnu Hajib.

II) Aliran Fuqaha’

14
Aliran ini dianut ulama-ulama mazhab Hanafi. Dinamakan aliran Fuqaha’, karena aliran
ini dalam membangun teori ushul fiqhnya banyak dipengaruhi oleh masalah furu’ dalam
mazhab mereka. Artinya, mereka tidak membangun suatu teori kecuali setelah melakukan
analisis terhadap masalah-masalah furu’ yang ada dalam mazhab mereka. Dalam menetapkan
teori tersebut, apabila terdapat pertentangan antara kaidah yang ada dengan hukum furu’,
maka kaidah tersebut diubah dan disesuaikan dengan hukum furu’ tersebut. Oleh sebab itu,
aliran ini berupaya agar kaidah yang mereka susun sesuai dengan hukum-hukum furu’ yang
berlaku dalam mazhabnya, sehingga tidak satu kaidah pun yang tidak bisa diterapkan.

a. Ciri-ciri aliran hanafiyah

Adapun Ciri khas penulisan madzhab Hanafi dalam mengarang kitab ushul adalah
sebagai berikut:

1. Persoalan-persoalan hukum yang furu yang dibahas oleh para imam mereka, lalu membuat
kesimpulan metodologis berdasarkan pemecahan hukum furu tersebut. Jadi, kaidah-kaidah
dibuat secara induktif dari kasus-kasus hukum.

2. Kaidah-kaidah yang sudah dibuat bisa berubah dengan munculnya kasus-kasus hukum
yang menuntut pemecahan hukum yang lain.

3. Ushul fiqh Hanafi dipenuhi dengan persoalan hukum yang nyata.

D. Aliran Kalam

I) Aliran Khawarij

Aliran Khawarij merupakan Aliran teologi tertua yang merupakn Aliran pertama
yang muncul dalam teologi Islam. Menurut Ibnu Abu Bakar Ahmad Al-Syahrastani, bahwa
yang disebut Khawarij adalah setiap orang yang keluar dari imam yang hak dan telah di
sepakati para jama’ah,baik ia keluar pada masa sahabat khulafaurrasyidin, atau pada masa
tabi’in secara baik-baik. Menurut bahasa nama Khawarij ini berasal dari kata “kharaja” yang
berarti keluar. Nama itu diberikan kepada mereka yang keluar dari barisan Ali.9

Atas dasar ini, kemudian golongan yang semula mendukung Ali ini selanjutnya
berbalik menentang dan memusuhi Ali beserta tiga orang tokoh pelaku tahkim lainnya yaitu
99 .Abuddin Nata,  Ilmu kalam, Filsafat, dan tasawuf, ( Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995) hlm. 29

15
Abu Musa Al-Asyari, Mu’awiyah bin Abi Sofyan dan Amr Bin Ash. Untuk itu mereka
berusaha keras agar dapat membunuh ke empat tokoh ini, dan menurut fakta sejarah, hanya
Ali yang berhasil terbunuh ditangan mereka.

a. Tokoh-tokoh Khawarij

Diantara tokoh-tokoh Khawarij yang terpenting adalah:

1. Abdullah bin Wahab al-Rasyidi, pimpinan rombongan sewaktu mereka berkumpul di


Harura (pimpinan Khawarij pertama)
2. Urwah bin Hudair
3. Mustarid bin sa’ad
4. Hausarah al-Asadi
5. Quraib bin Maruah
6. Nafi’ bin al-azraq (pimpinan al-Azariqah)
7. Abdullah bin Basyir
8. Zubair bin Ali
9. Qathari bin Fujaah
10. Abd al-Rabih
11. Abd al Karim bin ajrad
12. Zaid bin Asfar
13. Abdullah bin ibad.1010

b.  Ajaran-ajaran pokok Khawarij

Secara umum ajaran-ajaran pokok Khawarij adalah:

1. Orang Islam yang melakukan Dosa besar adalah kafir; dan harus di bunuh.
2. Orang-orang yang terlibat dalam perang jamal (perang antara Aisyah, Talhah, dan zubair,
dengan Ali bin abi tahAlib) dan para pelaku tahkim—termasuk yang menerima dan
mambenarkannya – di hukum kafir;
3. Khalifah harus dipilih langsung oleh rakyat.
4. Khalifah tidak harus keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak
menjadi Khalifah apabila suda memenuhi syarat-syarat.

1010 . Ibid. hlm.104

16
5. Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan
menjalankan syari’at islam, dan di jatuhi hukuman bunuh bila zhalim.
6. Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahun ke tujuh dari masa kekhalifahannya
Usman r.a dianggap telah menyeleweng,
7. Khalifah Ali dianggap menyelewang setelah terjadi Tahkim (Arbitrase).

II) Aliran Murji’ah

a.   Pengertian dan latar belakang timbulnya aliran Murji’ah

Nama Murji’ah diambil dari kata irja atau arja'a yang bermakna penundaan,


penangguhan. dan Pengharapan. Kata arja'a mengandung Pula arti memberi harapan, yakni
memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat
Allah. Selain itu, arja'a berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang
yang mengemudikan amal dan iman. Oleh karena itu Murji’ah, artinya orang yang menunda
penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta
pasukannya masing-masing, ke hari kiamat kelak.

Hal-hal yang melatarbelakangi kehadiran Murji’ah antara lain adalah :   

1)   Adanya perbedaan pendapat antara Syi’ah dan Khawarij, mengkafirkan pihak-pihak yang
ingin merebut kekuasaan Ali dan mengakfirkan orang- yang terlihat dan menyetujui tahkim
dalam perang siffin.

2)   Adanya pendapat yang menyalahkan Aisyah dan kawan-kawan yang menyebabkan


terjadinya perang jamal.

3)   Adanya pendapat yang menyalahkan orang yang ingin merebut kekuasaan Usman bin
Affan. 

E. Aliran Metafisika,Dan Gnosis

I) Pengertian Metafisika

Istilah Metafisika berasal dari akar kata “Meta” dan Fisika’. Meta berarti sesudah dan
“fisika” berarti nyata atau alam fisik. Dengan kata lain, Metafisika adalah cabang Filsafat

17
yang membicarakan hal-hal yang berada di belakang gejala-gejala yang nyata.1111 Ditinjau
dari segi Filsafat secara menyeluruh Metafisika adalah ilmu yang memikirkan hakikat di
balik alam nyata. Metafisika membicarakan hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata tanpa
dibatasi pada sesuatu yang dapat diserap oleh pancaindera.

Tafsiran paling pertama yang diberikan manusia terhadap alam ini adalah bahwa
terdapat wujud-wujud bersifat gaib (supernatural) dan wujud ini lebih tinggi atau lebih kuasa
dibandingkan alam nyata. Animisme merupakan kepercayaan yang berdasarkan pemikiran
supernaturalisme, di mana manusia percaya bahwa terdapat roh-roh yang bersifat gaib yang
terdapat dalam benda-benda seperti batu, pohon dan air terjun. 12 Animisme ini merupakan
kepercayaan yang masih banyak dianut oleh masyarakat di bumi ini.

Sebagai lawan dari supernatural maka terdapat paham Naturalisme yang menolak


pendapat bahwa terdapat wujud-wujud yang bersifat supernatural. Materialisme, yang
merupakan paham berdasarkan naturalisme, berpendapat bahwa gejala-gejala alam tidak
disebabkan oleh pengaruh kekuatan gaib, melainkan oleh kekuatan yang terdapat di alam itu
sendiri,yang dapat dipelajari dengan demikian dapat diketahui.13

II) Aliran-Aliran Metafisika


a.       Aliran Monoisme

Aliran ini menganggap bahwa hakikat yang  asal dari seluruh kenyataan ini hanyalah


satu saja, tidak mungkin dua. Hanyalah dari selintas penglihatan saja seakan-akan ada dua
hakikat itu. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber  asal, baik yang asal berupa materi
maupun berupa rohani.14 Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri
sendiri. Aliran Monoisme kemudian dibagi menjadi dua aliran yaitu aliran materialisme dan
aliran Idealisme atau spiritualisme.

Meterialisme menganggap bahwa yang ada hanyalah materi, dan segala sesuatu yang
lainnya yang kita sebut jiwa atau roh tidak merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri.
Jiwa atau roh menurut paham materialisme hanyalah merupakan akibat saja daripada proses

1111 . Win Usuluddin Bernadien, Membuka Gerbang Filsafat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2011), hlm. 54
12 .
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), hlm. 64.
13
. Susanto, Filsafat, hlm. 93
14 .
Hasbullah Bakry, Sistematik Filsafat, ( Jakarta: Widjaya, 1992), Hlm. 51

18
gerakan kebendaan dengan salah satu cara tertentu. 1515 Materialisme ada yang sering
menyebut nuturalisme, padahal kalau kita lihat ada perbedaan sedikit di antara dua paham
ini. Naturalisme aliran Filsafat yang menganggap alam saja yang ada, yang lainnya di luar
alam tidak ada.16 Maksud alam disini adalah segala-galanya, yang meliputi benda dan roh.

Jadi benda dan roh sama nilainya sebagai alam yang satu. Sebaliknya materialisme
menganggap roh adalah kejadian dari benda, jadi tidak sama nilai benda dan roh seperti
dalam naturalisme.17  Sedangkan menurut aliran Idealisme atau dinamakan juga
spiritualisme beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam ini semua berasal
dari ruh, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang. Materi atau zat hanyalah
merupakan suatu jenis dari penjelmaan rohani.18

b. Aliran Dualisme

Aliran Dualisme merupakan paham yang memandang bahwa alam terdiri


dari dua macam hakekat sebagai sumbernya, menurut paham Dualisme, di dalam dunia ini
selalu dihadapkan kepada dua pengertian, yaitu yang ada sebagai potensi, dan yang ada
secara terwujud. Keduanya adalah sebutan yang melambangkan materi (hule) dan bentuk
(eidos).19 Menurut Aristoteles, materi adalah dasar terakhir segala perubahan dari hal-hal
yang berdiri sendiri dan unsur bersama yang terdapat di dalam segala sesuatu yang menjadi
dan binasa. 

Sedangkan bentuk (eidos) adalah pola segala sesuatu yang tempatnya di luar dunia
ini, yang berdiri sendiri, lepas dari benda yang konkret, yang ada penerapannya.20 

Bagi Aristoteles, eidos adalah asas yang berada di dalam benda yang konkret, yang
secara sempurna menentukan jenis benda itu, yang menjadikan benda yang konkret itu
disebut demikian (misalnya disebut meja,kursi,).

c. Aliran Pluralisme

1515 . Ibid, hlm. 52


16
. Ibid
17
. Ibid
18
. Susanto, Filsafat, hlm. 94
19
. Susanto, Filsafat, hlm. 96.
20
. Ibid, hlm. 97
19
Aliran ini menganggap bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan dan
semuanya nyata. Kenyataan adalah banyak, ada berbagai bentuk kenyataan yang
mempunyai hubungan satu sama lain.2121 Tokoh aliran ini pada masa Yunani kuno adalah
Empedocles dan Anaxagoras. Empedocles (490-430 SM) berpendapat bahwa segala
sesuatu atau kenyataan terdiri atas empat unsur yaitu api, air, udara dan tanah. 22 Keempat
unsur ini bersama-sama menyusun segala sesuatu.

d. Aliran Nikhilisme

Nikhilisme Berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Aliran
ini mengajarkan sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang
positif.23 Istilah ini diperkenalkan oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fathers and
Childern yang ditulis pada tahun 1862 di Rusia. Doktrin ini sudah ada semenjak zaman
Yunani  kuno pada pandangan Georgias (483-360 SM).24

e. Aliran Agnotisme

Secara sederhana Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui


hakikat  seperti yang dikehendaki oleh ilmu Metafisika, baik hakekat meteri ataupun
hakekat rohani.25 Sebab menurut aliran ini, manusia mempunyai kemampuan yang sangat
terbatas dan tidak mungkin tahu apa hakikat sesuatu yang sebenarnya ada, baik oleh
indranya maupun pikirannya.

Untuk itu, salah satu Tokoh-tokoh yang terkenal dalam aliran ini di antaranya,
Soren Kierkegaar (1813-1855 M) yang terkenal dengan Bapak Filsafat
Eksistensialisme menyatakan, manusia tidak pernah hidup sebagai suatu aku umum,
tetapi sebagai aku individu yang sama sekali unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam
sesuatu yang lain.2626

2121 . Sunoto, Mengenal Filsafat Pancasila (Yogyakarta: Hanindita, 1987), Hlm. 23


22
. Amsal Bakhtiar, Filsafat, hlm. 144
23
. Degi Sartika Zubaidah dkk,“Ontologi: Metafisika, Asumsi, dan Peluang”, Dalam
Website http://gieekazone.blogspot.com. 9 November 2012
24
. Haris, Ontologi
25
. Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm. 125

2626 . Amsal Bakhtiar, Filsafat, hlm. 147

20
Jadi dalam paham Agnotisme ini merupakan paham yang menganggap, bahwa
manusia itu tidak mungkin mengetahui terhadap hakikat suatu benda, baik materi maupun
rohani. Karena kemampuan pada diri manusia itu hanya terbatas dan tidak mungkin
mengetahui lebih jauh lagi terhadap sesuatu yang ada.

III) Gnosis
a. Aliran Gnosis

Gnostik adalah sebuah aliran (agama) yang meyakini Gnosis (pengetahuan)


sebagai satu-satunya jalan keselamatan. Untuk memahami ketuhanan, kaum gnostik
mempelajarinya sendiri tanpa bantuan atau perantara rabbi, pendeta, uskup, imam atau
pemimpin agama yang lain. Para pemimpin agama menganggap gnostik sebagai aliran
sesat (heresy). Oleh orang-orang Kristen, kaum ini dianggap berbahaya karena dianggap
telah seolah-olah menyingkapkan kebenaran.

Salah satu sinkretisme (paham/aliran baru yang merupakan perpaduan dari


beberapa paham yang berbeda untuk mencari keserasian atau keseimbangan) yang
dualistis-panthestis, yang berusaha mengabungkan Filsafat barat dengan agama timur,
ialah gnostik yaitu ajaran tentang Gnosis. Adapun kata "Gnostik" berasal dari kata
Yunani "Gnosis" berarti "pengetahuan " yang dimaksudkan disini ialah "hikmat tinggi
yang rahasia dan tersembunyi tentang asal dan tujuan hidup manusia.

Kaum gnostik secara terus menerus mencari kebenaran yang bersumber dari
pengetahuan Kaum dan kebijaksanaan (wisdom) dari sumber mana pun.

Salah satunya yang cukup kuno, mereka meyakini Sophia yang merupakan
manifestasi dari kebijaksanaan ilahi. Untuk menambah pengetahuan, kaum gnostik tidak
pernah lelah membaca dan mencari informasi tentang kebenaran dari segala macam
agama dan keyakinan.Di luar teks-teks atau literatur yang bercorak agama Yahudi,
Kristen dan Yunani-Roma, kaum gnostik juga mempelajari literatur lain dari orang-orang
Mesir. Mesopotamia. Zoroaster. Islam dan Buddha. Semua jenis literatur tentu semakin
menyingkapkan kebenaran.

F. Aliran Filsafat Dan Teosofi

21
I) Aliran-Aliran Filsafat

A. Empirisme

Kata ini berasal dari bahasa Yunani emoeiria, empeiros (berarti berpengalaman
dalam, berkenalaan dengan, terampil untuk).2727 Empirisme adalah suatu aliran dalam
Filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal dari pengalaman manusia.
Berbeda dengan anggapan rasionalis yang mengatakan bahwa sumber pengetahuan
adalah rasio. Paham ini berpendapat bahwa indera atau pengalaman adalah sumber satu-
satunya atau paling tidak sumber primer dari pengetahuan manusia, sehingga pengenalan
inderawi merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempuma. Sumber ilmu
pengetahuan dalam teori Empirisme adalah pengalaman dan penginderaan inderawi.

Dalam sejarah Filsafat, klaim empiris ialah tidak ada sesuatu dalam pikiran yang
mulanya tidak ada dalam indera. Hal tersebut mengandung makna bahwa:

1. Sumber seluruh pengetahuan harus dicari dalam pengalaman

2. Semua ide (gagasan) merupakan abstraksi yang dibentuk lewat menggabungkan apa
yang dialami

3. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan

4. Akal budi tidak dapat memberikan tentang realitas tanpa acuan dari pengalaman
inderawi.2828

Empirisme berpendirian bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui indera,


Indera memperoleh kesan-kesan dari alam nyata. Untuk kemudian kesan- kesan tersebut
berkumpul dalam diri manusia sehingga menjadi pengalaman.

B. Rasionalisme

2727 . Lorens Bagus,Kamus Filsafat, (Jakarta : Gramedia,1997),cet.I,197-198

2828 . Lorens Bagus,Kamus Filsafat,opcit,


29
. Abd,Gafur,Filsafat Ilmu, (Malang:Kantor Jaminan Mutu (KJM) UIN Malang: 2007),59
30
. Ahmad Tafsir,Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales sampai Capra,127

22
Rasionalisme. adalah paham Filsafat yang menyatakan akal (reason) adalalah
terpenting untuk memperoleh pengetahuan. Menurut aliran Rasionalisme., sesuatu
pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir.29 Rasio adalah sumber kebenaran. Hanya
pada rasio sajalah yang dapat membawa orang kepada kebenaran.

Rasionalisme. tidak mengingkari kegunaan indera dalam memperoleh


pengetahuan, pengalaman indera diperlukan untuk merangsang akal yang dapat
memberikan bahan-bahan yang menyebabkan akal tersebut bekerja.Akan tetapi untuk
sampainya manusia kepada kebenaran adalah semata- mata dengan akal. Laporan indera
menurut Rasionalisme. merupakan bahan yang belum jelas.

Rasionalisme. adalah paham Filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason)


adalah alat tepenting untuk memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan. Jika
Empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh dengan alam mengalami objek
empiris. Maka Rasionalisme. mengajarkan bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara
berpikir.Alat dalam berpikir itu kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah logika.30

C. Positivisme

Positivisme berasal dari kata "positif". Kata positif sama artinya dengan kata
faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta - fakta. Menurut Positivisme, pengetahuan kita
tidak pernah boleh melebihi fakta - fakta.

Dalam Filsafat Positivisme adalah aliran Filsafat yang berpangkal dari fakta
positif yang diluar fakta atau kenyataan yang dikesampingkan dalam pembicaraan
Filsafat dan ilmu pengetahuan.3131 Positivisme adalah aliran yang beranggakpan bahwa
pengetahuan itu semata - mata berdasarkan pengalaman dan ilmu yang pasti.Perbedaan
pengalaman manusia akan menjadi perbedaan dalam menentukan kebenaran, yang mana
pada metafisik kebenaran bersifat abstrak.

3131 . Fuad Ihsan,Filasfat Ilmu,(Jakarta,PT.rineka cipta,2010),182


32
. Harun Hadiwijono,Sari Sejarah Barat 2,(Yogyakarta ,kanisius,1980),110
33
. Ahmad Tafsir,Filsafat Umum,144

23
Ajaran Positivisme timbul pada abad ke 19 dan termasuk jenis Filsafat abad
modern. Kelahirannya hamper bersamaan dengan Empirisme.Kesamaan diantara
keduanya antara lain bahwa keduanya mengutamakan pengalaman Perbedaanya
hanyalah Positivisme membatasi diri pada pengalaman yang objektif. sedangkan
Empirisme menerima juga pengalaman batiniah atau pengalaman yang subjektif.32

D. Idealisme

Idealisme berasal dari kata idea yang berarti sesuatu yang hadir dalam jiwa dan
isme yang berarti paham atau pemikiran. Sehingga Idealisme adalah doktrin yang
mengajarkan bahwa hakikat dan fisik hanya dapat dipahami danlam kebergantungannya
pada jiwa (mind) dan spirit (roh). Keyakinan ini ada pada Plato.33

Idealisme mempunyai nama lain serba cita yang merupakan salah satu aliran
Filsafat tradisional yang paling tua dan merupakan aliran ilmu Filsafat yang
mengagungkan jiwa. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan - angan
yaiku dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah
idea. Idea sendiri selalu tetap dan tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang
mengalami gerak tidak dikategorikan idea. Alasan terpenting dari aliran ini adalah
manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga, lebih tinggi nilainya dari materi
dari kehidupan manusia.

Roh itu dianggap sebagai hakikat yang sebenarnya. Sehingga materi hanyalah
badannya, bayangan atau penjelmaannya saja.

Idealisme dapat di kelompokkan menjadi beberapa jenisnya. Yang mana


Idealisme subjektif, Idealisme objektif, Idealisme personalisme, rasional, etis. estetis,
religious.

II) Teosofi
a. Pengertian Teosofi

Teosofi berasal dari kata inggris yaitu theosophy yang diambil dari kata theos
(Allah) dan Sophia (kebijakan). Namun jika di lihat dari aspek keseluruhan menjelaskan

24
bahwa Teosofi merupakan gabungan dari kata Theos atau yang biasa dikenal teologi.

Teologi berasal dari kata theos yang artinya Tuhan dan logos yang artinya ilmu
atau pengetahuan, sehingga disimpulkan bahwa teologi merupakan ilmu pengetahuan
tentang tuhan.

Sedangkan jika kita merujuk kepada beberapa ahli seperti menurut Maulana dkk
mengemukakan bahawa teologi secara arfiah berarti teori atau study tuhan yang dalam
aspek praketknya dipakai untuk mengetahui kumpulan doktrin-doktrin (ajaran-ajaran) dari
kelompok keagamaan tertentu atau individu.3434

a. Sejarah Timbulnya Teologi Islam


Benih ilmu teologi islam berdasarkan realitas historis sebenarnya telah muncul
sejak Nabi Muhammad masih hidup fakta adanya sahabat yang bertanya kepada Nabi
Muhammad tentang “Al-qadar”, sebuah tema yang pada masa selanjutnya menjadi topik
pembicaraan teologi islam, setidaknya adalah argumen yang memperkuat pernyataan
diatas. Hal ini kalau kita sepakat dengan apa yang dijelskan oleh Louis Gardet dan
Anawati bahwa teologi islam dimulai dengan adanya kajian terhadap teks Al-Qur’an yang
nantinya menjadi topik pembicaraan teologi.

Namun demkian, teologi islam mulai mempunyai bentuk yang definitif sejak
periode kebangunan semangat kritis masuknya Filsafat yunani dengan tuntutan
rasionalnya sangat berpengaruh besar di kalangan masyarakat muslim dan menimbulkan
kehausan akan pengetahuan filosofis kegelisahan untuk menjelaskan hal-hal yang di
imani, dan keinginan untuk mengkoordinasikan keseluruhan pengetahuan manusia.
Walaupun suatu pernyataan yang tidak dapat kita nafikan bahwa konflik politik
dikalangan umat islam merupakan “ragi” yang mewarnai tumbuhnya teologi islam di masa
awal.3535

3434 . Qashim Muhtar, Sejarah Teologi dan Etika Agama Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2005), hlm. 147

3535 . Muhammad In’am Esha, Teologi islam: Isu-isu Kontemporer, (Malang:UIN-Malang Press, 2008), hlm. 1-2.

25
BAB III
PENUTUP

I. Kesimpulan

Sejarah merekam bahwa Islam sebagai agama Universal justru mendapat tantangan
dari dirinya sendiri (Universalitas). Setiap pemeluk islam jika melihat ke dalam keluasan
aspek dan pembahasannya maka meniscayakan beragamnya pendapat dan pandangan , tak
ayalnya samudera tak bertepi, islam berusaha untuk selalu “diarungi” sejauh dan sedalam
mungkin. Maka dari itu, kita melihat banyaknya kaum muslimin baik perorangan atau
kelompok yang senantiasa berusaha sekuat mungkin untuk menemukan hakikat ajarannya
yang Universal.Tak heran jika terjadi gesekan pandangan dan perbedaan pendapat yang

26
mengemuka. Namun, bagi kami justru hal ini merupakan anugerah yang memperkaya
khazanah keilmuan islam.

Perbedaan yang terjadi pada ranah aliran Metafisika,aliran fikih,aliran kalam,aliran


Teosofi, hingga aliran Filsafat dan yang lainnya memberi warna dan corak tersendiri bagi
dinamika peradaban Islam.

II. Saran

Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kekhilafan oleh karena itu, kepada para pembaca kami mengharapkan saran dan kritik
ataupun tegur sapa yang sifatnya membangun akan diterima dengan senang hati demi
kesempurnaan makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Fathul Mufid, Ilmu Tauhid/Kalam, STAIN Kudus, Kudus: 2009 Fathul Mufid, Ilmu


Tauhid/Kalam, STAIN Kudus, Kudus: 2009.

Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press,


Jakarta: 1986.

Ali, Muhammad Daud. 1995. Lembaga-Lembaga Islam di Indonesia. PT Raja Grafindo


Persada: Jakarta.

Hakim, Atang Abdul.,Jaih Mubarok. 2009. Metodologi Studi Islam. PT Remaja


Rosdakarya : Bandung.

27
Haroen, Nasrun. 1997. Ushul fiqh 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu

Syafe’i, Rachmat. 2007. Ilmu Ushul Fiqh. Bandung: Pustaka Setia

Abbas, Sirajuddin, I’tiqad Ahlussunah Wal Jamaah, Jakarta Selatan: Pustaka Tarbiyah


Baru,  2010

Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.

Bernadien, Win Usuluddin, Membuka Gerbang Filsafat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar


2011.

Bakry, Hasbullah, Sistematik Filsafat, Jakarta: Widjaya, 1992.

Bertens, K. Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta: Kanisius, 1999.

Abdul Hakim, Atang, Beni Ahmad Saeban. 2008. Filsafat Umum dari Metodologi

sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia

Bagus, Lorens. 1997. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.

Ghafur. Abd. 2007. Filsafat Ilmu. Malang: Kantor Jaminan Mutu KJM UIN Malang.

Nasution, Harun. 2002. Teologi Islam Aliran Aliran Sejarah Analisa Perbandingan.


Jakarta: Universitas Indonesia

Muhtar, Qashim. 2005. Sejarah Teologi dan Etika Agama Agama. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar

28

Anda mungkin juga menyukai