Anda di halaman 1dari 35

PEMIKIRAN KALAM AHLUSUNNAH WAL JAMAAH,

SALAF DAN KHALAF

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Ilmu Kalam

Dosen Pengampu: H. Rudi, S.Sos.I, M.Ag.

Oleh:

Muhamad Wildan Solahudin (2102002096)

Cucu Nuria Hasni ( 2102002107)

FAKULTAS SYARI’AH
PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM (IAID)
CIAMIS-JAWA BARAT
2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh


Segala puji dan syukur marilah kita curahkan kepada Tuhan semesta alam
yakni Allah SWT. Yang telah memberikan kita beribu-ribu nikmat diantaranya
nikmat iman, islam dan ihsan tetapi nikmat yang paling terbesar adalah nikmat
kita dilahirkan ke muka bumi ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini dengan penuh semangat. Tak lupa pula shalawat beserta salam semoga
tercurah limpahkan kepada junjungan alam yakni habibana wa nabiyana wa
maulana Muhammad SAW. Yang telah mengantarkan kita dari zaman jahiliyah
menuju zaman islamiyah.
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
dari mata kuliah Ilmu Kalam. Selain dari itu, penulis berharap agar pembaca dapat
memahami penulisan makalah ini dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-
hari.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak H. Rudi, S.Sos.I,
M.Ag. yang telah mengajar dan membina penulis selama di kampus. Semoga apa
yang beliau kerjakan mendapat balasan dari Allah SWT. Dan kepada elemen-
elemen yang membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan ini, diantaranya
yaitu keluarga, teman, dosen dan yang lainnya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini jauh dari kata sempurna,
dengan demikian penulis menerima semua masukan dan kritikan dari para
pembaca. Semoga pembaca dapat memahami penulis atas banyaknya kesalahan
dalam penulisannya.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Ciamis, 06 Desember 2022

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah..........................................................................1


B. Rumusan Masalah....................................................................................1
C. Tujuan......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2

A. Ahlus Sunnah Waljamaah.......................................................................2


1. Sejarah Lahirnya Ahlus Sunnah Waljamaah.....................................2
2. Devinisi Ahlus Sunnah Waljamaah...................................................3
3. Yang Termasuk Golongan Ahlus Sunnah Waljamaah......................4
4. Prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Waljamaah.........................................6
B. Salaf.......................................................................................................12
1. Pengertian dan Sejarah Lahirnya Salaf.............................................12
2. Tokoh-Tokoh dan Doktrin-doktrin Aliran Salaf...............................13
C. Khalaf....................................................................................................19
1. Pengertian Salaf................................................................................19
2. Tokoh-Tokoh Aliran Salaf................................................................20
3. Doktrin-doktrin Aliran Salaf.............................................................22

BAB III PENUTUP .............................................................................................29

A. Kesimpulan............................................................................................29
B. Saran......................................................................................................30

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setelah Perkembangan dakwah Islam meluas sampai ke luar semenanjung


Arab, kaum Muslim menjalin hubungan langsung dengan budaya, agama, dan
kecenderungan filsafat yang berbeda, seperti Yahudi, Kristen, dan Zoroaster.
Kaum Muslim dihadapkan dengan situasi dan tantangan intelektual baru yang
harus ditanggapi dengan respons yang mencerminkan keimanan Islam. Di
samping Qur’an, kaum Muslim juga menggunakan pemikiran rasional untuk
menghadirkan serta menjelaskan konsep dan doktrin Islam, seperti persoalan
eksistensi Allah, sifat ketuhanan (ilahiyah), dan sifat Qur’an.

Persoalan tersebut dimulai sejak konflik kekerasan yang terjadi di


kalangan kaum Muslim tentang pergantian kepemimpinan (khilafah) setelah
wafatnya Khalifah Usman ibn Affan pada 35 H/ 656 M juga membuka banyak
kontroversi tentang topik-topik lain seperti iman, status orang berdosa, sifat
tindakan manusia, kebebasan dan tekad, serta keimanan. Oleh karena itu, disiplin
dan arus intelektual baru bermunculan dalam perkembangan sejarah Islam. Para
penganjurnya menjawab masalah-masalah tersebut dan memakai penafsiran
Qur’an yang subjektif, menggunakan analogi, filsafat, dan ada juga yang
menempatkan pemikiran rasional di atas wahyu.

B. Rumusan Masalah

1. Kapan terlahirnya aliran Ahlus Sunnah Waljamaah, Salaf, dan Khalaf?


2. Siapa saja pendiri aliran Ahlus Sunnah Waljamaah, Salaf, dan Khalaf?
3. Apa saja doktrin-doktrin aliran Ahlus Sunnah Waljamaah, Salaf, dan Khalaf?

C. Tujuan

1. Mengetahui sejarah lahirnya aliran Ahlus Sunnah Wajamaah, Salaf, dan


Khalaf.

3
2. Mengetahui pendiri-pendiri aliran Ahlus Sunnah Waljamaah, Salaf, dan
Khalaf.
3. Mengetahui doktrin-doktrin aliran Ahlus Sunnah Waljamaah, Salaf, dan
Khalaf.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ahlus Sunnah Waljamaah


1. Sejarah Lahirnya Ahlus Sunnah Waljamaah
Dahulu di zamaan Rasulullaah SAW. kaum muslimin dikenal bersatu,
tidak ada golongan ini dan tidak ada golongan itu, tidak ada syiah ini dan
tidak ada syiah itu, semua di bawah pimpinan dan komando Rasulullah
SAW. Bila ada masalah atau beda pendapat antara para sahabat, mereka
langsung datang kepada Rasulullah SAW. itulah yang membuat para
sahabat saat itu tidak sampai terpecah belah, baik dalam masalah akidah,
maupun dalam urusan duniawi. Kemudian setelah Rasulullah SAW. wafat,
benih-benih perpecahan mulai tampak dan puncaknya terjadi saat Imam Ali
kw. menjadi khalifah. Namun perpecahan tersebut hanya bersifat politik,
sedang akidah mereka tetap satu yaitu akidah Islamiyah, meskipun saat itu
benih-benih penyimpangan dalam akidah sudah mulai ditebarkan oleh Ibin
Saba’, seorang yang dalam sejarah Islam dikenal sebagai pencetus faham
Syiah (Rawafid).

Tapi setelah para sahabat wafat, benih-benih perpecahan dalam akidah


tersebut mulai membesar, sehingga timbullah faham-faham yang
bermacam-macam yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW. Saat itu
muslimin terpecah dalam dua bagian, satu bagian dikenal sebagai golongan-
golongan ahli bid’ah, atau kelompok-kelompok sempalan dalam Islam,
seperti Mu’tazilah, Syiah (Rawafid), Khowarij dan lain-lain. Sedang bagian
yang satu lagi adalah golongan terbesar, yaitu golongan orang-orang yang
tetap berpegang teguh kepada apa-apa yang dikerjakan dan diyakini oleh
Rasulullah SAW. bersama sahabat-sahabatnya. Golongan yang terakhir
inilah yang kemudian menamakan golongannya dan akidahnya Ahlus
Sunnah Waljamaah. Jadi golongan Ahlus Sunnah Waljamaah adalah
golongan yang mengikuti sunnah-sunnah nabi dan jamaatus shohabah.

5
Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW : bahwa golongan yang
selamat dan akan masuk surga (al-Firqah an Najiyah) adalah golongan yang
mengikuti apa-apa yang aku (Rasulullah SAW) kerjakan bersama sahabat-
sahabatku.

Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidah


Islamiyah yang dibawa oleh Rasulullah dan golongan Ahlus Sunnah
Waljamaah adalah umat Islam. Lebih jelasnya, Islam adalah Ahlus Sunnah
Waljamaah dan Ahlus Sunnah Waljamaah itulah Islam. Sedang golongan-
golongan ahli bid’ah, seperti Mu’tazilah, Syiah (Rawafid) dan lain-lain,
adalah golongan yang menyimpang dari ajaran Rasulullah SAW yang
berarti menyimpang dari ajaran Islam.

Dengan demikian akidah Ahlus Sunnah Waljamaah itu sudah ada


sebelum Allah menciptakan Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Syafii dan
Imam Hambali. Begitu pula sebelum timbulnya ahli bid’ah atau sebelum
timbulnya kelompok-kelompok sempalan. Akhirnya yang perlu diperhatikan
adalah, bahwa kita sepakat bahwa Ahlul Bait adalah orang-orang yang
mengikuti sunnah Nabi SAW. dan mereka tidak menyimpang dari ajaran
nabi. Mereka tidak dari golongan ahli bid’ah, tapi dari golongan Ahlus
Sunnah.

2. Devinisi Ahlus Sunnah Waljamaah


Istilah “Ahlusunnah Waljamaah” adalah sebuah istilah yang dieja-
Indonesiakan dan kata Ahlusunnah Waljamaah” ‫نه والجماعه‬NNN‫ل الس‬NNN‫اه‬. Ia
merupakan rangkaian dari kata-kata:
a. Ahl (Ahlun), berarti “golongan” atau “pengikut”.
b. Al-Sunnah (al-Sunnatu), berarti “tabiat/perilaku” jalan hidup/perbuatan
yang mencakup ucapan dan tindakan Rasulullah SAW.
c. Wa, yang berarti “dan” atau “serta”.
d. Al-Jamaa’ah (al-jamaah), berarti “Jamaah” yakni jamaah para sahabat
Rasul SAW. Maksudnya ialah perilaku atau jalan hidup para sahabat.

6
Dengan demikian, maka secara etimologis, istilah “Ahlusunnah
Waljamaah / golongan yang senantiasa mengikuti jalan hidup Rasul SAW.
dan jalan hidup para sahabatnya. Atau, golongan yang berpegang teguh
pada Sunnah Rasul dan Sunnah (Tariqah) para sahabat, lebih khusus lagi,
sahabat empat (Abu Bakar, Umar bin Khatab, Usman bin ‘Affan, dan Ali
bin Abi Talib). Selanjutnya, jalan hidup Rasul SAW. tidak lain ialah
ekspresi nyata dari isi kandungan al-Quran. Ekspresi nyata tersebut
kemudian biasa diistilahkan dengan “al- Sunnah” atau “al-Hadits’
Kemudian, al-Quran sebagai Wahyu Ilahi, terkemas sendiri dalam mushaf
al-Quran al Karim”, sedangkan ekspresi nyatanya pada diri Rasul SAW.
pun terkemas secara terpisah dalam “mushaf al-sunnah, al-hadits’ seperti
dalam Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, sunan Al
Tirmizi, Sunan al-Nasai, dan Sunan Ibnu Majah, serta kitab-kitab al Hadits
yang disusun oleh para ulama lainnya.

Sementara itu, para sahabat, khususnya sahabat empat; adalah


generasi pertama dan utama dalam melazimi “Perilaku” Rasulullah SAW.,
sehingga jalan hidup mereka praktis merupakan penjabaran nyata dan
petunjuk al-Quran dan al-Sunnah. Setiap langkah hidupnya, praktis
merupakan aplikasi dari norma-norma yang terkandung dan dikehendaki
oleh ajaran Islam, serta mendapat petunjuk dan kontrol langsung dari
baginda Rasul SAW. Oleh karena itu, jalan hidup mereka relatif terjamin
kelurusannya dalam mempedomani ajaran Islam, sehingga jalan hidup
mereka pulalah yang paling tepat menjadi rujukan utama setelah jalan hidup
Rasul SAW.

Adapun wujud kongkritnya, Ahlussunnah Waljamaah tidak lain ialah


golongan yang senantiasa berpegang teguh terhadap petunjuk al-Quran dan
al-Sunnah al-Sahihah. Artinya dalam segala hal selalu merujuk kepada
petunjuk al-Quran dan al-Sunnah. Dengan kata lain, Ahlussunnah
Waljamaah ialah golongan yang senantiasa mengikuti jejak hidup Rasul
SAW. dan jejak hidup para sahabatnya, dengan senantiasa berpegang teguh
kepada al-Qunan dan A-Sunnah.

7
Nabi SAW bersabda yang artinya :

“Dari sahabat Abu Hurairah ra. dia berkata, bahwasanya Rasulullah


SAW. bersabda : Umat Yahudi telah pecah menjadi 71 golongan dan umat
Nasrani terpecah menjadi 72 golongan. Sementara umatku bakal pecah
menjadi 73 golongan” (Abu Dawud, al-Tirmizi, al-Nasa’i, Ibnu Majah).

Hadits ini, tidak secara tegas menyatakan adanya golongan yang


disebut “Ahlussunnah Waljamaah”. Tetapi baru diisyaratkan bakal
terpecahnya umat Rasulullah SAW menjadi 73 golongan (firqah). Maka
golongan ahlussunnah Waljamaah berarti salah satu dari ke-73 golongan
tersebut.

3. Yang Termasuk Golongan Ahlus Sunnah Waljamaah

Akidah Ahlus Sunnah Waljamaah adalah akidah yang diyakini oleh


Rasulullah SAW bersama sahabat-sahabatnya, yang saat itu dikenal
dengan akidah Islamiyah. Sedang golongan Ahlus Sunnah Waljamaah
adalah golongan yang berpegang dengan apa-apa yang diyakini dan
dikerjakan oleh Rasulullah SAW bersama sahabat-sahabatnya.

Dasar mereka adalah sabda Rasulullah SAW yang berbunyi :

N‫ هى ما انا عليه واصحابى‬: ‫الفرقة الناجية‬

“Golongan yang selamat dan akan masuk surga adalah golongan yang
berpegang dengan apa-apa yang aku kerjakan bersama sahabat-sahabatku.”

Mengetahui siapa Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah perkara yang


sangat penting dan salah satu bekal yang harus ada pada setiap muslim
yang menghendaki kebenaran sehingga dalam perjalanannya di muka bumi
ia berada di atas pijakan yang benar dan jalan yang lurus dalam
menyembah Allah Subhanahu wata’ala sesuai dengan tuntunan syariat
yang hakiki yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassallam
empat belas abad yang lalu.

8
Pengenalan akan siapa sebenarnya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah telah
ditekankan sejak jauh-jauh hari oleh Rasulullah kepada para sahabatnya
ketika beliau berkata kepada mereka :

ً‫ َعلَى ثِ ْنتَ ْي ِن َو َسب ِْع ْينَ فِرْ قَة‬N‫ارى‬ َ ‫ص‬ ِ َ‫ت ْاليَهُوْ ُد َعلَى ِإحْ دَى َو َس ْب ِع ْينَ فِرْ قَةً َوا ْفتَ َرق‬
َ َّ‫ت الن‬ Nِ َ‫ا ْفت ََرق‬
ُ‫اح َدةً َو ِه َي ْال َج َما َعة‬ ِ َّ‫ث َو َس ْب ِع ْينَ فِرْ قَةً ُكلُّهَا فِي الن‬
ِ ‫ار ِإالَّ َو‬ ُ ‫َوِإ َّن ُأ َّمتِ ْي َستَ ْفت َِر‬
ِ َ‫ق َعلَى ثَال‬

“Telah terpecah orang–orang Yahudi menjadi tujuh puluh satu firqoh


(golongan) dan telah terpecah orang-orang Nashoro menjadi tujuh puluh
dua firqoh dan sesungguhnya umatku akan terpecah menjadi tujuh puluh
tiga firqoh semuanya dalam neraka kecuali satu dan ia adalah Al-
Jama’ah”. Hadits shohih dishohihkan oleh oleh Syaikh Al-Albany dalam
Dzilalil Jannah dan Syaikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad Mimma
Laisa Fi Ash-Shohihain -rahimahumullahu-.

Demikianlah umat ini akan terpecah, dan kebenaran sabda beliau telah
kita saksikan pada zaman ini yang mana hal tersebut merupakan suatu
ketentuan yang telah ditakdirkan oleh Allah Yang Maha Kuasa dan
merupakan kehendak-Nya yang harus terlaksana dan Allah Maha
Mempunyai Hikmah dibelakang hal tersebut.

Syaikh Sholeh bin Fauzan Al-Fauzan -hafidzahullahu- menjelaskan


hikmah terjadinya perpecahan dan perselisihan tersebut dalam kitab
Lumhatun ‘Anil Firaq cet. Darus Salaf hal. 23-24 beliau berkata :
“(Perpecahan dan perselisihan-ed.) merupakan hikmah dari Allah guna
menguji hamba-hambaNya hingga nampaklah siapa yang mencari
kebenaran dan siapa yang lebih mementingkan hawa nafsu dan sikap
fanatisme. Dan Allah ’Azza wa Jalla Maha Bijaksana dan Maha
Merahmati hambaNya. Jalan kebenaran telah dijelaskan dengan sejelas-
jelasnya sebagaimana dalam sabda Rasululullah :

ٌ ِ‫ارهَا الَ يَ ِز ْي ُغ َع ْنهَا بَ ْع ِديْ ِإالَّ هَال‬


‫ك‬ َ ‫قَ ْْد تَ َر ْكتُ ُك ْم َعلَى ْال َم َح َّج ِة ْالبَ ْي‬
ِ َ‫ضا ِء لَ ْيلِهَا َكنَه‬

“Sungguh saya telah meninggalkan kalian di atas petunjuk yang


sangat terang malamnya seperti waktu siangnya tidaklah menyimpang

9
darinya setelahku kecuali orang yang binasa”. Hadits Shohih dishohihkan
oleh Syaikh Al-Albany dalam Dzilalul Jannah.

Dan dalam hadits ‘Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu :

َ َ‫يَوْ ًما خَطًّا ثُ َّم ق‬


َّ‫ال هَ َذا َسبِ ْي ُل هللاِ ثُ َّم خَط‬ َ ِ‫خَطَّ لَنَا َرسُوْ ُل هللا‬
‫م‬Nَ َّ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآلِ ِه َو َسل‬
ٌ َ‫ ع َْن يَ ِم ْينِ ِه َوع َْن ِش َمالِ ِه ثُ َّم قَا َل هَ ِذ ِه ُسبُ ٌل َعلَى ُك ِّل َسبِي ٍْل ِم ْنهَا َش ْيط‬N‫ُخطُوْ طًا‬
‫ان يَ ْد ُعوْ ِإلَ ْي ِه‬
‫ق بِ ُك ْم ع َْن َسبِ ْيلِ ِه‬ ِ ‫ثُ َّم تَالَ ] َوَأ َّن هَ َذا‬
َ ‫ ال ُّسبُ َل فَتَفَ َّر‬N‫ي ُم ْستَقِ ْي ًما فَاتَّبِعُوْ هُ َوالَ تَتَّبِعُوْ ا‬Nْ ‫ص َرا ِط‬

“Pada suatu hari Rasulullah menggaris di depan kami satu garisan lalu
beliau berkata: “Ini adalah jalan Allah”. Kemudian beliau menggaris
beberapa garis di sebelah kanan dan kirinya lalu beliau berkata : “Ini
adalah jalan-jalan, yang di atas setiap jalan ada syaithon menyeru
kepadanya”. Kemudian beliau membaca (ayat) : “Dan sesungguhnya ini
adalah jalan-Ku maka ikutilah jalan itu dan jangan kalian mengikuti jalan-
jalan (yang lain) maka kalian akan terpecah dari jalan-Nya”.

4. Prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Waljamaah

Prinsip-prinsip tersebut teringkas dalam butir-butir berikut:

Prinsip pertama: beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, Kitab-kitab-


Nya, Rasul- rasul-Nya, Hari Akhir dan Taqdir baik dan buruknya.
1. Iman kepada Allah:

Beriman kepada Allah artinya: berikrar dengan macam-macam


tauhid yang tiga serta beri’tiqad dan mengamalkannya, yaitu: tauhid
Rububiyah, tauhid Uluhiyah, dan tauhid Asma’ dan sifat.

Adapun tauhid Rububiyah adalah mentauhidkan segala apa yang


dikerjakan Allah baik mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan
mematikan; dan bahwasanya Dia itu adalah Raja dan Penguasa segala
sesuatu.

Tauhid Uluhiyah artinya: mengesakan Allah melalui segala


pekerjaan hamba yang dengan itu mereka dapat mendekatkan diri
kepada Allah, apabila memang hal itu disyariatkan oleh-Nya, seperti:

10
berdo’a, takut, berharap, cinta, penyembelihan, nadzar, isti'anah,
istighatsah, minta perlindungan, shalat, puasa, haji, berinfaq di jalan
Allah dan segala apa saja yang disyariatkan dan diperintahkan Allah
dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun baik seorang
malaikat, nabi, wali, maupun yang lainnya.

2. Iman kepada para Malaikat-Nya:

Yakni membenarkan adanya para malaikat, dan bahwasanya


mereka itu adalah makhluk dari sekian banyak makhluk Allah,
diciptakan dari cahaya. Allah menciptakan malaikat dalam rangka
untuk beribadah kepada-Nya dan menjalankan perintah-perintah-Nya di
dunia ini

3. Iman kepada Kitab- kitab-Nya:

Yakni membenarkan adanya Kitab-kitab Allah beserta segala


kandungannya baik yang berupa hidayah (petunjuk) dan cahaya serta
mengimani bahwasanya yang menurunkan Kitab-kitab itu adalah Allah
sebagai petunjuk bagi seluruh manusia. Dan bahwasanya yang paling
agung di antara sekian banyak kitab-kitab itu adalah tiga kitab yaitu;
Taurat, Injil, dan Al-Qur’an, dan di antara kitab agung di atas yang
teragung lagi adalah Al-Qur’an yang merupakan mukjizat yang agung.

4. Iman kepada para Rasul:

Yakni membenarkan semua rasul-rasul, baik; yang Allah sebutkan


nama mereka maupun yang tidak, dari yang pertama sampai yang
terakhir, dan penutup para nabi tersebut adalah nabi kita Muhammad.
Artinya pula, beriman kepada para rasul seluruhnya dan beriman
kepada nabi kita secara terperinci, serta mengimani bahwa beliau adalah
penutup para nabi dan para rasul serta tidak ada nabi sesudahnya.

Maka barangsiapa yang keimanannya kepada para rasul tidak


demikian berarti dia telah kafir.

Termasuk pula beriman kepada para rasul adalah tidak melalaikan


dan tidak berlebih-lebihan terhadap hak mereka. Berbeda dengan kaum

11
Yahudi dan Nasrani yang berlebih-lebihan terhadap para rasul mereka,
sehingga mereka menjadikan dan memperlakukan para rasul itu seperti
memperlakukannya sebagai tuhan (Allah), Iman kepada hari kiamat:

Yakni membenarkan apa-apa yang akan terjadi setelah kematian


dari hal-hal yang telah diberitakan Allah dan Rasul-Nya; tentang adzab
dan nikmat qubur, hari kebangkitan dari qubur, hari berkumpulnya
manusia di padang mahsyar, hari perhitungan dan ditimbangnya segala
amal perbuatan, dan pemberian buku catatan amal dengan tangan kanan
atau tangan kiri, tentang jembatan (shirath), serta surga atau neraka, di
samping itu keimanan untuk bersiap sedia dengan amalan shaleh, dan
meninggalkan amalan buruk serta bertaubat meninggalkannya.

Dan sungguh telah mengingkari adanya hari akhir orang-orang


musyrik dan kaum dahriyyun, sedang orang-orang Yahudi dan orang-
orang Nashrani tidak mengimani hal ini dengan keimanan yang benar
sesuai dengan tuntunan, walau mereka beriman akan adanya hari akhir.

5. Iman kepada takdir

Yakni beriman bahwasanya Allah itu mengetahui apa-apa yang


telah terjadi dan yang akan terjadi; menentukan dan menulisnya di Lauh
Mahfudz; dan bahwasanya segala sesuatu yang terjadi, baik maupun
buruk, kafir, iman, taat, maksiat, itu telah dikehendaki, ditentukan, dan
diciptakan-Nya, dan bahwasanya Allah itu mencintai ketaatan dan
membenci kamaksiatan.

Sedang hamba Allah itu mempunyai kekuasaan, kehendak, dan


kemampuan memilih terhadap pekerjaan-pekerjaan yang menghantar
mereka kepada ketaatan atau kemaksiatan, akan tetapi semua itu
mengikuti kemauan dan kehendak Allah. Berbeda dengan pendapat
golongan Jabariyah yang mengatakan bahwa manusia terpaksa dengan
pekerjan-pekerjaannya, tidak memiliki pilihan atau kemampuan,
sebaliknya golongan Qadariyah mengatakan bahwasanya hamba itu
memiliki kemauan yang berdiri sendiri dan bahwasanya dialah yang

12
menciptakan pekerjaannya, kemauan dan kehendak itu terlepas dari
kemauan dan kehendak Allah.

Dengan ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi setiap


hamba sebagai bantahan terhadap golongan Jabariyah yang ekstrim,
bahkan menjadikannya sesuai dengan kehendak Allah, dalam saat yang
sama, juga merupakan bantahan atas golongan Qadariyah. Dan beriman
kepada takdir dapat menimbulkan sikap sabar saat seorang hamba
menghadapi berbagai cobaan dan menjauhkannya dari segala perbuatan
dosa dan hal-hal yang tidak terpuji, bahkan dapat mendorong orang
tersebut untuk giat bekerja dan menjauhkan dirinya dari sikap lemah,
takut dan malas.

Prinsip kedua:

Dan di antara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah:


bahwasanya iman itu perkataan, perbuatan, dan keyakinan yang bisa
bertambah dengan ketaatan dan bisa berkurang dengan kemaksiatan, maka
iman itu bukan hanya perkataan dan perbuatan tanpa keyakinan sebab
yang demikian itu merupakan keimanan kaum munafiq, dan bukan pula
iman itu hanya sekedar ma’rifah (pengetahuan) dan meyakini tanpa ikrar
dan amal. Sebab yang demikian itu merupakan keimanan orang-orang
kafir yang menolak kebenaran.

Bukan pula iman itu hanya satu keyakinan dalam hati atau perkataan
dan keyakinan tanpa amal perbuatan, karena yang demikian adalah
keimanan golongan Murjiah, Allah sering kali menyebut amal perbuatan
termasuk iman.

Prinsip ketiga:

Dan di antara prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah


adalah bahwasanya mereka tidak mengkafirkan seseorang dari kaum
muslimin kecuali apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan
keislamannya. Adapun perbuatan dosa besar selain kemusyrikan dan tidak
ada dalil yang menghukumi pelakunya sebagai kafir, misalnya

13
meninggalkan shalat karena malas, maka pelaku (dosa tersebut) tidak
dihukumi kafir akan tetapi dihukumi fasiq dan imannya tidak sempurna.
Apabila ia mati sedang dia belum bertaubat maka dia berada dalam
kehendak Allah. Jika Ia berkehendak Ia akan mengampuninya dan jika Ia
berkehendak Ia akan mengazdabnya, namun si pelaku tidak kekal di
neraka.

Dan madzhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah dalam masalah ini


pertengahan antara Khawarij yang mengkafirkan orang-orang yang
melakukan dosa besar walau bukan termasuk syirik, dan Murjiah yang
mengatakan si pelaku dosa besar sebagai mukmin sempurna imannya, dan
mereka mengatakan pula suatu dosa maksiat tidak mengurangi iman,
sebagaimana tak berguna suatu perbuatan taat dengan adanya kekafiran.

B. Salaf

1. Pengertian dan Sejarah Lahirnya Salaf


Kata salafiyah berasal dari kata kerja salafa, yaslufu, salafan yang
berarti sudah berlalu, sudah lewat, atau yang terdahulu. Masa salaf adalah
masa yang paling murni dalam perkembangan Islam. Pengertian murni di
sini adalah pemikiran Islam yang belum dimasuki oleh interprestasi-
interprestasi filosofis. Masa salaf adalah masa Nabi, Sahabat dan Tabi’in,
yakni tiga angkatan pertama Islam yang di istilahkan dengan Al-Tsalatsah
al-Ula.

Istilah salaf dikenal pertama kali untuk memberi nama gerakan


hanabilah yang muncul pada abad keempat hijriah dengan mempertalikan
dirinya kepada pendapat-pendapat Imam Ahmad bin Hanbal yang
dipandang telah menghidupkan dan mempertahankan pendirian Ulama
salaf. Karena pemikiran keagamaan ulama-ulama salaf menjadi motivasi
gerakannya, maka orang-orang hanabilah itu menamakan gerakannya
sebagai paham atau aliran salaf dan karena pemikirannya tersebut mereka
menentang secara mental dan fisik terhadap alairan Al-Asy’ariyah.

14
Dalam perkembangannya, di abad ke-7 Hijriah, gerakan salaf
memperoleh kekuatan baru dengan munculnya Ibnu Taimiyah (661-728 H)
di Syria dan gerakan Wahabi (1115-1201 H) di Saudi Arabia. Di tangan
IbnuTaimiyah salafiyah mendapat semangat yang lebih besar, Ibnu
Taimiyah tampil menggalang kekuatan dan kesatuan umat di saat kota
Damaskus diserang dan dikepung oleh tentara Mongol pada tahun 700
Hijriyah. Ia bangkitkan semangat penguasa Damaskus dan rakyat untuk
berjuang angkat senjata melawan tentara Mongol. Bahkan ia sendiri ikut
terjun ke medan perang memanggul senjata sebagai seorang pejuang
bersama dengan umat Islam lainnya.

Kemudian pada abad ke-12 Hijriah pemikiran salaf dibangkitkan


kembali oleh seorang tokoh pemikir dan pergerakan dari Hijaz yang
bernama Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, ia menyerukan ajaran Isalam
kembali ke ajaran Islam yang murni yang bersumber dari Al-Qur’an dan
sunnah Rasulullah SAW, gerakan ini dinamakan dengan gerakan
Wahabiyah. Pada masa kini muncul salafiyah yang memperlihatkan
kecenderungan untuk kembali ke masa murni Islam, dengan meneladani
kehidupan Rasulullah SAW. Dalam meneladani kehidupan Rasulullah saw
tersebut bukan hanya pada ajaran yang dibawanya, tetapi juga perilaku
sehari-hari yang diperbuat oleh Rasulullah SAW.

2. Tokoh-tokoh dan Doktrin-doktrin Aliran Salaf

a. Ibnu Taimiyah

 Riwayat Hidup Ibnu Taimiyah


Nama lengkap Ibnu Taimiyah adalah Taqiyuddin Ahmad bin
Abdil Halim bin Taimiyah, lahir di Haman, wilayah Irak, 10 Rabiul
Awal 661 Hijriah/ 22 Januari 1263 Masehi dan meninggal pada 20
Dzul Qa’dah 728 Hijriah/26 September 1328 Masehi. Dia dibesarkan
oleh keluarga yang taat beragama dan berguru kepada Syaikh Ali Abd
Al-Qawi, ulama terkenal pada zamannya. Ibnu Taimiyah hidup di era
kemunduran Islam, ketika Baghdad dihancurkan oleh tentara Hulako
(1258 M).

15
Ibnu Taimiyah merupakan seorang Ulama yang sangat berani,
tidak mengenal takut dalam apa yang dipandanya benar. Pada tahun
700 Hijriah ketika Damaskus diserang oleh tentara Mongol, Ibnu
Taimiyah mendorong semangat penguasa Damaskus dan seluruh
rakyat untuk berjuang mengangkat senjata, bahkan ia sendiri tidak
sungkan-sungkan untuk memanggul senjata, maju ke medan laga.
Pada usia tujuh belas tahun, kegiatan ilmiahnya sudah mulai
tampak, dan ketika Ibnu Taimiyah berumur 21 tahun ia mulai
mengarang, mengajar, dan berani mengeluarkan pendapat-
pendapatnya, bahkan menurut suatu sumber Ibnu Taimiyah memiliki
karangan lebih dari 300 kitab, meliputi masalah tafsir, fiqih, retorika
(jadal) dan fatwa-fatwa yang merupakan kumpulan jawaban atas
berbagai pertanyaan masyarakat. Pemerintahan pada masanya, yaitu
golongan Bani Buwaih menyokong dan menanamkan madzhab Syafi’i
dalam fiqih dan aliran Asy’ariyah dalam lapangan kalam, namun
keadaan itu tidak menghalang-halanginya untuk mendalami pendapat-
pendapat Imam Ahmad bin Hanbal dalam lapangan Fiqh maupun
aqidah. Dia tidak pernah mengenal takut untuk menegakkan
kebenaran, sehingga mendapatkan gelar “Muhyis Sunnah”
(pembangun/penghidup as-Sunnah).
 Doktrin-doktrin Teologi Ibnu Taimiyah
Pemikiran Ibnu Taimiyah seperti dikatakan Ibrahim Madzkur,
adalah sebagai berikut
1) Sangat berpegang teguh pada nash (Al-Quran dan Al-Hadits)
2) Tidak memberikan ruang gerak kepada akal/
3) Berpendapat bahwa Al-Quran mengandung semua ilmu agama
4) Di dalam Islam yang diteladani hanya tiga generasi saja (Sahabat,
Tabi’in dan Tabi’tabi’in)
5) Allah memiliki sifat yang tidak bertentangan dengan tauhid dan
tetap mentanzihkan-Nya.
Ibnu Taimiyah mengkritik Imam Hanbali yang mengatakan
bahwa kalamullah itu qadim, menurut Ibnu Taimiyah jika kalamullah

16
qadim maka kalamnya juga qadim. Ibnu Taimiyah adalah seorang
tekstualis oleh sebab itu pandangannya oleh Al-Khatib AlJauzi
sebagai pandangan tajsim Allah, yakni menyerupakan Allah dengan
makhlukNya. Oleh karena itu, Al-Jauzi berpendapat bahwa pengakuan
Ibn Taimiyah sebagai Salaf perlu ditinjau kembali ( Rozak,2006:116).
Berikut ini merupakan pandangan Ibnu Taimiyah tentang sifat-
sifat Allah: (Yusuf, 1993:58-60).
1) Percaya sepenuh hati terhadap sifat-sifat Allah yang disampaikan
oleh Allah sendiri atau oleh Rasul-Nya. Sifat-sifat dimaksud
adalah:
a. Sifat Salabiyyah, yaitu qidam, baqa, mukhalafatul lil hawaditsi,
qiyamuhu binafsihi dan wahdaniyyat.
b. Sifat Ma’ani, yaitu : qudrah, iradah, ilmu, hayat, sama’, bashar
dan kalam.
c. Sifat khabariah (sifat yang diterangkan Al-Quran dan Al-Hadits
walaupun akal bertanya-tanya tentang maknanya), seperti
keterangan yang menyatakan bahwa Allah ada di langit; Allah di
Arasy; Allah turun ke langit dunia; Allah dilihat oleh orang yang
beriman di surga kelak; wajah, tangan, dan mata Allah.
d. Sifat Idhafiah yaitu sifat Allah yang disandarkan (di-Idhafat-kan)
kepada makhluk seperti rabbul ‘alamin, khaliqul kaun dan lain-
lain.
2) Percaya sepenuhnya terhadap nama-nama-Nya, yang Allah dan
Rasul-Nya sebutkan seperti Al-Awwal, Al-Akhir dan lain-lain.
3) Menerima sepenuhnya sifat dan nama Allah tersebut dengan:
a. Tidak mengubah maknanya kepada makna yang tidak
dikehendaki lafad (min ghoiri tashrif/ tekstual)
b. Tidak menghilangkan pengertian lafaz (min ghoiri ta’thil)
c. Tidak mengingkarinya (min ghoiri ilhad)
d. Tidak menggambar-gambarkan bentuk Tuhan, baik dalam
pikiran atau hati, apalagi dengan indera (min ghairi takyif at-
takyif)

17
e. Tidak menyerupakan (apalagi mempersamakan) sifat-sifat-Nya
dengan sifat makhluk-Nya (min ghairi tamtsili rabb ‘alal
‘alamin) (Rozak, 2006: 115).
Berdasarkan alasan di atas, Ibn Taimiyah tidak menyetujui
penafsiran ayat-ayat Mutasyabihat. Menututnya, ayat atau hadits yang
menyangkut sifat-sifat Allah harus diterima dan diartikan
sebagaimana adanya, dengan catatan tidak men-tajsim-kan, tidak
menyerupakan-Nya dengan Makhluk., dan tidak bertanya-tanya
tentangnya. Dalam masalah perbuatan manusia Ibnu Taimiyah
mengakui tiga hal:
1) Allah pencipta segala sesuatu termasuk perbuatan manusia.
2) Manusia adalah pelaku perbuatan yang sebenarnya dan mempunyai
kemauan serta kehendak secara sempurna, sehingga manusia
bertanggung jawab atas perbuatannya.
3) Allah meridhai pebuatan baik dan tidak meridlai perbuatan buruk.
Dalam masalah sosiologi politik Ibnu Taimiyah berupaya untuk
membedakan antara manusia dengan Tuhan yang mutlak, oleh sebab
itu masalah Tuhan tidak dapat 10 diperoleh dengan metode rasional,
baik metode filsafat maupun teologi. Begitu juga keinginan mistis
manusia untuk menyatu dengan Tuhan adalah suatu hal yang
mustahil .(Rozak:,2006:117).
Dikatakan oleh Watt bahwa pemikiran Ibn Taimiyah mencapai
klimaksnya dalam sosiologi politik yang mempunyai dasar teologi.
Masalah pokoknya terletak pada upayanya membedakan manusia
dengan Tuhan yang mutlak. Oleh sebab itu masalah Tuhan tidak dapat
diperoleh dengan metode rasional, baik metode filsafat maupun
teologi. Begitu juga keinginan mistis manusia untuk menyatu dengan
Tuhan adalah suatu hal yang mustahil (Mustopa, 2011:58).
b. Imam Ahmad bin Hanbal
 Riwayat Hidup Imam Ahmad bin Hambal
Ia adalah seorang ulama dan intelektual Muslim terpenting
dalam sejarah peradaban Islam. Umat Islam di Indonesia biasa

18
menyebutnya Imam Hambali. Sosok ahli fikih pendiri Mazhab
Hambali itu begitu populer dan legendaris. Namun, ulama yang hafal
satu juta hadis dan selalu tampil bersahaja itu tak pernah ingin apalagi
merasa dirinya terkenal.
Ahmad bin Hanbal dikenal sebagai ulama yang berotak brilian.
Kecerdasannya diakui para ulama besar di zamannya. Penulis sederet
kitab penting bagi umat Islam itu juga dikenal sebagai seorang ulama
yang berilmu tinggi, saleh, dan berakhlak mulia. Kemuliaan yang ada
dalam diri Imam Ahmad bin Hanbal telah membuat guru-gurunya
kagum dan bangga.
Imam Syafi'i menjuluki muridnya itu sebagai imam dalam
delapan bidang. Imam dalam hadis, Imam dalam fikih, Imam dalam
bahasa, Imam dalam Alquran, Imam dalam kefakiran, Imam dalam
kezuhudan, Imam dalam wara', dan Imam dalam sunah. Ia terlahir di
Merv, Asia Tengah (sekarang Turkmenistan), pada 20 Rabiul Awal
tahun 164 H. Ia tutup usia di baghdad pada 12 Rabi'ul Awal tahun 241
H, di usianya yang ke-77.
 Doktrin-doktrin Teologi Imam Ahmad bin Hambal
1) Tentang Ayat-ayat Mutasyabihat
Dalam memahami ayat Al-Quran Ibnu Hanbal lebih suka
menerapkan pendekatan lafdzi (tekstual) daripada pendekatan
ta’wil. Dengan demikian ayat AlQuran yang mutasyabihat diartikan
sebagaimana adanya, hanya saja penjelasan tentang 6 tata cara
(kaifiat) dari ayat tersebut diserahkan kepada Allah SWT. Ketika
beliau ditanya tentang penafsiran surat Thaha ayat 5 berikut ini :
‫الرَّحْ َمنُ عَل َى ْال َعرْ ش ِ ا ْست ََوى‬
Artinya: yaitu yang Maha Pengasih Yang Bersemayam di atas Arsy
(Q.S. Thaha:5) (Depag RI, 2007: 312).
Dalam hal ini, Ibnu Hanbal menjawab :
ٌ ‫ص‬
‫ف‬ ِ َ‫إ ِ ْستَ َوى عَل َى ْال َعرْ ش ِ َك ْیفَ َشآ َء َو َك َما َشآ َء ب ِالَ َح ٍّد َوال‬
ِ ‫صفَ ٍة یُ ْبلِ ُغھَا َوا‬

19
Artinya: Istiwa di atas Arasy terserah kepada Allah dan bagaimana
saja Dia kehendakidengan tiada batas dan tiada seorang pun yang
sanggup menyifatinya.
Dan dalam menanggapi Hadits nuzul (Tuhan turun ke langit
dunia), ru’yah (orang-orang beriman melihat Tuhan di akhirat), dan
hadits tentang telapak kaki Tuhan, Ibnu Hanbal berkata: “Kita
mengimani dan membenarkannya, tanpa mencari penjelasan cara
dan maknanya( Rozak, 2006:113). Dari pernyataan di atas tampak
bahwa Ibnu Hanbal bersikap menyerahkan (tafwidh) makna-makna
ayat dan hadits mutasyabihat kepada Allah dan Rasul-Nya serta
tetap mensucikan-Nya dari keserupaan dengan makhluk. Ia sama
sekali tidak menakwilkan pengertian lahirnya.
2) Tentang Status Al-Quran
Salah satu persoalan teologis yang dihadapi Ibn Hanbal, yang
kemudian membuatnya dipenjara beberapa kali, adalah tentang
status al-Qur’an, apakah diciptakan (mahluk) yang karenanya
hadits (baru) ataukah tidak diciptakan yang karenanya qodim?
Faham yang diakui oleh pemerintah, yakni Dinasti Abbasiyah di
bawah kepemimpina khalifah Al-Makmun, al-Mu’tasim, dan al-
Watsiq, adalah faham Mu’tazilah, yakni al-Qur’an tidak bersifat
qodim, tetapi baru dan diciptakan. Faham adanya qodim disamping
Tuhan, berarti menduakan Tuhan, sedangkan menduakan Tuhan
adalah Syirik dan dosa besar yang tidak diampuni Tuhan.
Ibnu Hanbal tidak sependapat dengan faham tersebut di atas.
Oleh karena itu, ia kemudian diuji dalam kasus mihnah oleh aparat
pemerintah. Pandangannya tentang status Al-Qur’an dapat dilihat
dari dialognya dengan Ishaq bin Ibrahim, Gubernur Irak:
Ishaq bertanya : Bagaimana pendapatmu tentang Al-Qur’an?
Ahmad bin Hambal : Ia adalah kalam Allah.
Ishaq : Apakah ia makhluk
Ibn Hambal : Ia adalah kalam Allah, aku tidak menambahnya lebih
dari itu.

20
Ishaq : Apakah arti bahwa Allah itu Maha Mendengar dan Maha
Melihat?
Ibn Hambal : Itu seperti apa yang Dia sifatkan kepada diri-Nya.
Ishaq : Apakah maksudnya?
Ibn Hambal : Aku tidak tahu, Dia seperti apa yang Dia sifatkan
kepada diriNya ( Nasir, 2010: 126-127).
Ibn Hanbal, berdasarkan dialog di atas, tidak mau membahas
lebih lanjut tentang status Al-Qur’an. Ia hanya mengatakan bahwa
Al-Qur’an tidak diciptakan. Hal ini sejalan dengan pola pikirnya
yang menyerahkan ayat-ayat yang berhubungan dengan sifat Allah
kepada Allah dan Rasul-Nya (Abdul Rozak, 2006:114). Bagi
Ahmad bin Hanbal, iman adalah perkataan dan perbuatan yang
dapat berkurang dan bertambah, dengan kata lain iman itu meliputi
perkataan dan perbuatan, iman bertambah dengan melakukan
perbuatan yang baik dan akan berkurang bila mengerjakan
kemakiatan ( Fauzi, tt:99).

C. Khalaf

1. Pengertian dan Sejarah Lahirnya Aliran Khalaf

Khalaf artinya Masa yang datang sesudah. Khalaf menurut isltilah


diartikan sebagai jalan para ulama modern. Walaupun tidak dapat dikatakan
bahwa semua ulama modern mengikuti jalan ini.Kata khalaf umumnya
digunakan untuk merujuk para ulama pada abad ke-3 H dengan karakeristik
yang berlawanan dengan kaum salaf.

Aliran khalaf terdiri dari dua versi, yaitu sebagai berikut.

a. Aliran yang lebih mengutamakan akal, karena menurut aliran ini tanpa
wahyu pun manusia mampu mengenal Tuhan, serta mampu mentapkan
hukum dengan bantuan akal, paham ini indentik dipegang oleh aliran
Mu’tazilah.

b. Aliran yang menempatkan akal sebagai mitra dari wahyu, menurut


mereka akal dan wahyu saling mendukung kecualli dalam beberapa hal

21
tertentu, karena dalam hal tertentu akal tidak cukup untuk memahami
wahyu karena keterbatasannya, paham ini identik dipegang oleh
Asy’ariyah.

Dalam istilah tauhid, aliran Asy’ariyah dianggap sebagai golongan


moderat dari aliran salaf dan mu’tazilah, dan karena hal ini aliran
Asy’ariyah mempunyai banyak pengikut, disebabkan karena
banyaknyapengikut maka aliran Asy’ariyah mayoritas disebut dengan Ah-
al-Sunnah wa al-Jama’ah.

Tasy Kubra Zadah menerangkan bahwa Ahl al-Sunnah Wa al Jama’ah


muncul karena keberanian dari Abu Hasan al-Asy’ari pada tahun 300
Hijriah. Menurut Harun Nasution, yang disebut dengan aliran Ahl al-
Sunnah wa al-Jama’ah adalah Asy’ariyah dan Maturidiyah.

Ahli Khalaf merupakan gerakan ulama yang menghidupkan dan


meneruskan tradisi salaf, menolak bid'ah dan khurafat supaya kembali
kepada AlQuran dan As-Sunnah. Perkembangan zaman terutama dalam
pemikiran dan kebudayaan asing telah mula menyelinap masuk ke dalam
pemikiran dan kebudayaan umat Islam. Kehadiran golongan Khalaf juga
bertujuan untuk menangani permasalahan dalam mentafsirkan sumber
agama Islam daripada sebarang penyelewengan dan membersihkan Akidah
Islam daripada pemikiran falsafah, ketuhanan Yunani, Batiniah, Tasawuf
Falsafi dan kebudayaan lama Parsi daripada terus bertapak dalam
masyarakat Islam.

2. Tokoh-tokoh Aliran Khalaf

a. Al- Asy’ari

Nama lengkap Al-Asy’ari adalah Abu Al-Hasan ‘Ali bin Isma’il


bin Ishaq bin Salim bin Isma’il bin ‘Abudillah bin Musa bin Bilal bin Abi
Burdah bin Abi Musa Al-Asy’ari. Al-Asy’ari lahir di Basrah pada tahun
260 H/875 M. Setelah berusia lebih dari 40 tahun, ia hijrah ke kota
Baghdad dan wafat disana pada tahun 324 h/935 M.

22
Menurut Ibn ‘Asakir (571 H), ayah Al-Asy’ari adalah seorang yang
berpaham Ahlusunnah dan ahli hadits. Ia wafat ketika Al-Asy’ari masih
kecil. Sebelum wafat, ia sempat berwasiat kepada seorang sahabatnya
yang bernama Zakaria bin Yahya As-Saji agar mendidik Al-Asy’ari.
Ibunya menikah lagi dengan seorang tokoh Mu’tazilah yang bernama
Abu ‘Ali Al-Jubba’I ( 303 H/915 M), ayah kandung Abu Hasyim Al-
Jubba’I ( 21 H/932 M). Berkat didikan ayah tirinya, Al-Asy’ari kemudian
menjadi tokoh Mu’tazilah.

Al-Asy’ari menganut paham Mu’tazilah hanya sampai usia 40


tahun. Setelah itu, secara tiba-tiba ia mengumumkan dihadapan jamaah
Masjid Basrah bahwa dirinya telah meninggalkan paham Mu’tazilah dan
akan menunjukkan keburukan-keburukannya.

Menurut Ibn ‘Asakir yang melatarbelakangi Al-Asy’ari


meninggalkan paham Mu’tazilah adalah pengakuan Al-Asy’ari telah
bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW sebanyak tiga kali pada
malam ke-10, ke-20, dan ke-30 bulan ramadhan. Dalam tiga kali
mimpinya, Rasulullah SAW memperingatkannya agar segera
meninggalkan paham Mu’tazilah dan segera membela paham yang telah
diriwayatkan dari Beliau.

Sebab lain bahwa Al-Asy’ari berdebat dengan gurunya Al-Jubba’i


dan dalam perdebatan itu guru tak dapat menjawab tantangan murid. Al-
Jubba’i terpaksa diam.

Tetapi bagaimanapun Al-Asy’ari meninggalkan paham Mu’tazilah


seketika golongan ini sedang berada dalam fase kemunduran dan
kelemahan. Setelah Mutawakkil membatalkan putusan Al-Ma’mun
tentang penerimaan aliran Mu’tazilah sebagai mazhab dan menyusun
teologi baru yang sesuai dengan aliran orang yang berpegang kuat pada
Hadits (ahlissunnah).

Tokoh aliran A-Asy’ari

1)Abu bakar Al-Baqilani ( 403 H )

23
2) Ibnu Faruak ( 406 H )

3) Ibnu Ishak al Isfarani ( 418 H)

4) Abdul Kahir al Bagdadi ( 429 H )

5) Imam al Haramain Al Juwaini ( 478 H )

6) Abdul Mudzaffar al Isfaraini ( 478 H )

7) Al Ghazali ( 505 H )

8) Ibnu Tumart ( 524 H )

9) As Syihristani ( 548 H )

10) Ar Razi ( 1209 M )

11) Al Iji ( 756 H )

12) Al Sanusi ( 895 H )

b. Al-Maturidi

Aliran Maturidiyah adalah aliran kalam yang dinisbatkan kepada


Abu Mansur al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan argumentasi
dan dalil aqli kalami. Sejalan dengan itu juga, aliran Maturidiyah
merupakan aliran teologi dalam Islam yang didirikan oleh Abu Mansur
Muhammad al-Maturidiyah dalam kelompok Ahli Sunnah Wal Jamaah
yang merupakan ajaran teknologi yang bercorak rassional.

Aliran Maturidiyah lahir di Samarkanda pada pertengahan abad IX


M. Pendirinya adalah Abu Mansur Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu
Mahmaud AlMaturidi. Maturidiyah semasa hidupnya dengan Asy’ary,
hanya dia hidup di Samarkanda sedangkan Asy’ary hidup di
Basrah.Asy’ary adalah pengikut Syafi’I dan Maturidy pengikut Mazhab
Hanafy. Karena itu kebanyakan pengikut Asy’ary adalah orang sufiyyah,
sedangkan pengikut Maturidy adalah orang-orang Hanafiah.

Golongan Maturidyah berasal dari Abu Al Mansur Al


Maturidi.Abu Manshur Al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah kota
kecil di daerah Samarkand, Trmsxiana di Asia Tengah, daerah yang

24
sekarang di Uzbekistan Tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti,
hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriah. Ia wafat pada
tahun 333 H/944. Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi bernama
Nasyr bin Yahya Al-balakhi. Ia wafat pada tahun 268 H. Al-Maturidiyah
hidup pada masa Khlaifah Al-Matuwakil yang memerintah tahun 232-
274/-861 M.

Karir pendidikan al-Maturidi lebih dikonsentrasikan untuk


menekuni bidang teologi dari pada fiqih. Hal ini ia lakukan sebagai usaha
untuk memperkuat pengetahuannya untuk menghadapi paham-paham
teologi yang banyak berkembang dalam masyarakat Islam, yang
dipandangnya tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan
syara’.

Pemikiran-pemikirannya banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis,


diantaranya adalah kitab Tauhid ( buku sumber terbesar keyakinan dan
aqidah aliran Maturidiyah ), Ta’wil Al-Qur’an Makhas Asy-
Syara’I( buku ini berkenaan dengan tafsir Al-Qur’an dan di dalamnya
dijelaskan tentang keyakinan-keyakinan Ahlu Sunnah dan pandangan-
pandangan fiqih imam mazhabnya yaitu Abu Hanifah, pada hakikatnya
ini adalah buku aqidah dan fiqih. Buku ini juga merupakan satu paket
tafsir AlQur’an dan buku tersebut mencakup juz terakhir Qur’an dari
surat Munafiqin sampai akhir Qur’an ), Al-Jald dan lainnya. Selain itu
ada pula karangan-karangan yang diduga ditulis oleh Al-Maturidi yaitu
Al-Aqaid dan Sarah fiqih.

a. Tokoh aliran Al- Maturidi

Tokoh yang sangat penting dari aliran Al-Maturidiyah ini adalah


Abu alYusr Muhammad al-Badzawi yang lahir pada tahun 421
Hijriyah dan meninggalkan pada tahun 493 Hijriyah. Ajaran-Ajaran
Al-Maturidi yang dikuasainya adalah karena neneknya adalah murid
dari Al-Maturidi.

Al-Badzawi sendiri mempunyai beberapa orang murid, yang


salah satunya adalah Najm al-Din Muhammad al-Nasafi ( 460-537 H),

25
pengarang buku al- ‘Aqa’idal Nasafiah. Seperti Al-Baqillani dan Al-
Juwaini, Al-Badzawi tidak pula selamanya sepaham dengan Al-
Maturidi. Antara kedua pemuka aliran Maturidiyah ini, terdapat
perbedaan paham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran
Maturidiyah ini, terdapat perbedaan paham sehingga boleh dikatakan
bahwa dalam aliran Maturidiyah terdapat dua golongan, yaitu
golongan Samarkand yang mengikuti paham-paham Al-Maturidi dan
golongan Bukhara yang mengikuti paham-paham Al-Badzawi.

3. Doktrin-Doktrin Aliran Khalaf

a. Aliran Asy’ari

1) Tuhan dan Sifat-Sifat-Nya

Tuhan dapat dilihat di akhirat, demikian pendapat Al-Asy’ari.


Di antara alsan-alasannya ialah bahwa sifat-sifat yang tidak dpat
diberikan kepada Tuhan hanyalah sifat-sifat yang akan membawa
kepada arti diciptakannya Tuhan. Tuhan memang memiliki sifat-sifat
itu ( berbeda dengan Mu’tazilah) dan sifat-sifat itu, seperti
mempunyai tangan dan kaki namun tidak boleh diartikan secara
harfiah. Selanjutnya AlAsy’ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah
itu unik, sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat
manusia yang tampaknya mirip. Dengan demikian kalau dikatakan
Tuhan dapat dilihat itu tidak mesti berarti bahwa Tuhan harus
bersifat diciptakan.

2) Kebebasan dalam Berkehendak

Menurut Al-Asy’ariah Allah pencipta perbuatan manusia,


sedangkan manusia sendiri yang mengupayakannya (muktasib).
Hanya Allah lah yang mampu menciptakan segala sesuatu (termasuk
keinginan manusia). Hal ini berbeda dengan Mu’tazilah yang
berpendapat bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri.

3) Akal dan Wahyu dan Kriteria Baik dan Buruk

26
Meskipun Al-Asy’ari dan orang-orang Mu’tazilah mengakui
pentingnya akal dan wahyu, tetapi berbeda dalam menghadapi
persoalan yang memperoleh penjelasan kontradiktif dari akal dan
wahyu. Al-Asy’ari mengutamakan wahyu dan Mu’tazilah
mengutamkan akal. Dalam menentukan baik dan buruk pun terjadi
perbedaan pendapat di antara mereka.Al-Asy’ari berpendapat bahwa
baik dan buruk harus berdasarkan wahyu, sedangkan Mu’tazilah
mendasarkan pada akal.

4) Qadimnya Al-Qur’an

Asy’ari berpendapat bahwa walaupun AlQur’an terdiri atas


katakata,huruf, dan bunyi, semua itu tidak melekat pada esensi Allah
karenanya tidak qodim. Menurut Al-Asy’ari AlQur’an tidak
diciptakan. Sebab apabila diciptakan, sesuai dengan Qs. An-Nahl : 40.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman yang artinya : Sesungguhnya
firman Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami
hanya mengatakan kepadanya, Jadilah! Maka jadilah sesuatu itu."

5) Melihat Allah

Al-Asy’ari yakin bahwa Allah dapat dilihat di akhirat, tetapi


tidak dapat digambarkan. Kemungkinan ru’yat dapat terjadi ketika
Allah yang menyebabkan dapat dilihat atau ia menciptakan
kemampuan penglihatan manusia atau melihat-Nya.18 f. Keadilan Al-
Asy’ari tidak sependapat dengan ajaran Mu’tazilah yang
mengharuskan Allah berbuat adil sehingga ia harus menyiksa orang
yang salah dan memberu pahala pada orang yang berbuat baik.
AlAsy’ari berpendapat bahwa Allah tidak memiliki keharusan apapun
karena Ia adalah Penguasa Mutlak.

6) Kedudukan Orang Berdosa

Al-Asy’ari menolak ajaran dainut Mu’tazilah. Mengingat


kenyataan bahwa iman merupakan lawan kufur, predikat bagi
seseorang harus satu diantaranya.Jika tidak mukmin ia kafir. Oleh
karena itu, Al-Asy’ari berpendapat bahwa mukmin yang berbuat dosa

27
besar adalah mukmin yang fasik sebab iman tidak mungkin hilang
karena dosa selain kufur.

b. Aliran Al-Maturidi

1) Akal dan Wahyu

Dalam pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada


AlQur’an dan akal sebagaimana Asy’ariyah. Akan tetapi, porsi yang
diberikan pada akal lebih besar daripada uang diberikan pada
Asy’ariyah.

Menurut Al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban


mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Kemampuan akal
dalam mengetahui dua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat AlQur’an
yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam usaha
memperoleh pengetahuan dan keimannya terhadap Allah melalui
pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk
ciptaannya. Apabila akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh

pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak akan menyuruh manusia


untuk melakukannya. Menurut Al-Maturidi, akal tidak mampu
mengetahui kewajiban lainnya, kecuali dengan bimbingan dari wahyu
(Al-Qur’an).

Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa


penentu baik dan buruk sesuatu itu terletak pada suatu itu sendiri,
sedangkan perintah atau larangan syari’ah hanyalah megnikuti
ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. Dalam kondisi
demikian, wahyu diperoleh unutk dijadikan sebagai pembimbing.

Al-Maturidi membagi sesuatu yang berkaitan dengan akal pada tiga


macam, yaitu:

1) Akal hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu

2) Akal hanya mengetahui keburukan sesuatu itu

28
3) Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali
dengan petunjuk ajaran wahyu.

Jadi, yang baik itu baik karena diperintah Allah, dan yang buruk itu
karena larangan Allah. Pada korteks ini, Al-Maturidi berada pada
posisi tengah dari Mu’tazilah dan Al-Asy’ari.

2) Perbuatan Manusia

Menurut Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan


karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Dalam hal
ini, AlMaturidi mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan
manusia dan qudrat Tuhan sebagai pencipta perbuatan manusia.Tuhan
menciptakan daya dalam diri manusia dan manusia bebas
menggunakannya. Dayadaya tersebut diciptakan bersamaan dengan
perbuatan manusia. Dengan demikian, tidak ada pertentangan antara
qudrat Tuhan yang menciptakan perbuatan manusia dengan ikhtiar
yang ada pada manusia.

Dalam masalah pemakaian daya, Al-Maturidi membawa paham


Abu Hanifah, yaitu adanya masyi’ah (kehendak) dan rida (kerelaan).
Kebebasan manusia dalam melakukan baik atau buruk tetap dalam
kehendak Tuhan, tetapi memilih yang diridhaai-Nya atau yang tidak
diridhai-Nya. Manusia berbuat baik atas kehendak dan kerelaan
Tuhan, dan berbuat buruk juga atas kehendak Tuhan, tetapi tidak atas
kerelaanNya.

3) Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan

Allah Maha Berkehendak atas segala sesuatu/ciptaan-Nya


termasuk perbuatan manusia dan segala sesuatu dalam wujud ini, yang
baik atau yang buruk. Akan tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu
berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah
ditetapkan-Nya sendiri.

4) Sifat Tuhan

25
Berkaitan dengan masalah sifat Tuhan, dapat ditemukan
persamaan antara pemikiran Al-Maturidi dengan Asy’ari.Seperti
halnya AlAsy’ari, Al-Maturidi berpendapat bahwa Tuhan mempunyai
sifat-sifat, seperti sama’, bashar, dan sebagainya. Al-Maturidi
berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai esensi-Nya dan
bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah(ada
bersama/innheren) dzat tanpa terpisah(innaha lam takun ain adz-dzat
wa la hiya ghairuhu).

5) Melihat Tuhan

Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan.


Hal ini diberitahukan oleh Al-Qur’an, antara lain firman Allah dalam
surat AlQiyamah ayat 22-23. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
Artinya:“Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.
Memandang Tuhannya." (QS. Al-Qiyamah 75: Ayat 22- 23).

Al-Maturidi lebihh lanjut mengatakan bahwa Tuhan kelak di


akhirat dapat ditangkap dengan penglihatan karena Tuhan mempunyai
wujud, walaupun Tuhan immaterial(tak berwujud). Namun melihat
Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena
keadaan di akhirat tidak sama dengan keadaan di dunia.

6) Kalam Tuhan

Al-Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan


huruf dan bersuara dengan kala nafsi(sabda yang sebenarnya atau
makna abstrak).Kalam nafsi adalah sifat qodim bagi Allah, sedangkan
kalam yang tersusun dari huruf dan kata-kata adalah baharu. Kalam
nafsi tidak daapt kita ketahui hakikatnya dan bagaimana Allah bersifat
dengannya tidak dapat kita ketahui kecuali dengan suatu perantara.

Al-Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir


dan tidak kekal di dalam neraka walaupun isi mati sebelum berobat.
Hal ini 14 karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan
kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka
adalah bagi orang yang berbuat syirik. Dengan demikian berbuat dosa

26
besar selain syirik tidak akan menyebabkan pelakunya kekal di dalam
neraka. Oleh karena itu, perbuatan dosa besar (selain syirik) tidaklah
menjadikan seseorang kafir atau murtad.

7) Perbuatan Tuhan

Semua yang terjadi atas kehendak-Nya, dan tidak ada yang


memaksa atau membatasi kehendak Tuha, kecuali karena ada hikmah
dan keadilan yang ditentukan oleh kehendak-Nya sendiri. Setiap
perbuatanNya yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang
dibebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan
yang dikehendaki-Nya.Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain :

1) tuhan tidak akan membebankan kewajiban-kewajban kepda


manusia diluar kemampuannya karena hal tersebbut tidak sesuai
dengan keadilan, dan manusia juga diberi Tuhan kemerdekaan dalam
kemampuan dan perbuatannya.

2) Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena yang demikian


merupakan tuntunan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya. h.
Pengutusan Rasul Akal tak selamanya mampu mengetahui kewajiban-
kewajiban yang dibebankan kepada manusia, seperti kewajiban
mengetahui baik dan buruk serta kewajiban lainnya dari syariat yang
dibebankan kepada manusia. Al-Maturidi berpendapat bahwa akal
memerlukan bimbingan ajaran wahyu untuk dapat mengetahui
kewajiban-kewajiban tersebut.

8) Pengutusan Rasul

Berfungsi sebagai sumber informasi, tanpa mengikuti ajaran


wahyu yang disampaikan oleh rasul berarti manusia telah
membebankan sesuatu yang berada di luar kemampuan akalnya, yaitu
bahwa pengutusan rasul kepada umat adalah kewajiban Tuhan agar
manusia dapat berbuat baik bahkan terbaik dalam hidupnya.

9) Pelaku Dosa Besar (murtakib al-kabir)

27
Al-Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir
dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebwlum bertaubat.
Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan
kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka
adalah balasan untuk orang musyrik.

Menurut Al-Maturidi, iman cukup dengan tashdiq dan iqrar.


Adapun amal adalah penyempurna iman. Oleh karena itu, amal tidak
akan menambah atau mengurangi esensi iman, kecuali menambah
atau mengurangi pada sifa

28
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Arti salaf secara bahasa adalah pendahulu bagi suatu generasi.
Sedangkan dalam istilah syari’ah Islamiyah as-salaf itu ialah orang-orang
pertama yang memahami, mengimami, memperjuangkan serta mengajarkan
Islam yang diambil langsung dari shahabat Nabi salallahu 'alaihi wa sallam,
para tabi'in (kaum mukminin yang mengambil ilmu dan pemahaman/murid dari
para shahabat) dan para tabi'it tabi'in (kaum mukminin yang mengambil ilmu
dan pemahaman / murid dari tabi'in). istilah yang lebih lengkap bagi mereka ini
ialah as-salafus shalih. Selanjutnya pemahaman as-salafus shalih terhadap Al-
Qur'an dan Al-Hadits dinamakan as-salafiyah. Sedangkan orang Islam yang
ikut pemahaman ini dinamakan salafi. Demikian pula dakwah kepada
pemahaman ini dinamakan dakwah salafiyyah.
Kata khalaf biasanya digunakan untuk merujuk para ulama yang lahir
setelah abad III H dengan karakteristik yang bertolak belakang dengan apa
yang dimiliki salaf.
Ahlusunnah (sunni) ada dua pengertian:
1. Secara umum, Sunni adalah lawan kelompok syiah
2. Secara khusus, Sunni adalah mazhab yang berada dalam barisan asy’ariyah
dan merupakan lawan mutazilah.
Dua aliran yang menentang ajaran-ajaran mutazilah. Harun Nasution dengan
meminjam keterangan Tasi Kurbazadah, menjelaskan bahwa aliran ahlu
sunnah muncul atas keberanian dan usaha Abu Hasan Al-asy’ari sekitar tahun
300 H.
Diantara ulama salaf adalah Imam Ahmad bin Hambal dan Ibn Taimiyah
dengan peemikiran keduanya yang menuju kepada faham bisa dikatakan
ekstrim, selanjutnya diantara ulama khalaf adalah Abul Hasan Al-Asy’ari dan
Abu Mansur Al-Maturidi yang menjadi cikal bakal ulama yang menjadi anutan
Ahlu Sunnah yang murni.

29
B. Saran
Makalah ini jauh dari kata kesempurnaan, penulis mohon maaf apabila
terdapat kesalahan dari penulisan ataupun pembacaannya. Kritik dan saran
sangat penulis harapkan untuk mendorong kelancaran dalam penulisan ini.

30

Anda mungkin juga menyukai