Disusun oleh :
GENGGONG KRAKSAAN-PROBOLINGGO
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik
dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menysusun makalah “Posisi Aswaja Di
Tengah Aliran” ini dengan tepat waktu. Solawat serta salam semoga tetap
tercurahkan keharibaan baginda kita nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam jahiliyah menuju alam yang terang benderang seperti
yang kita rasakan saat ini.
Penulis
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................I
DAFTAR ISI..........................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................3
1.3 Tujuan........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
2.1 Syi'ah dan Ajarannya..................................................................................4
2.1.1 Pengertian Syi’ah..............................................................................4
2.1.2 Ajaran Aliran Syi'ah.........................................................................5
2.2 Khawarij dan Ajarannya.............................................................................8
2.2.1 Pengertian Khawarij.........................................................................8
2.2.2 Ajaran Aliran Khawarij....................................................................9
2.3 Mu'tazilah dan Ajarannya.........................................................................11
2.3.1 Pengertian Mu'tazilah.....................................................................11
2.3.2 Ajaran Aliran Mu'tazilah................................................................11
2.4 Posisi Aswaja di Tengah Aliran................................................................13
2.4.1 Definisi Aswaja..............................................................................13
2.4.2 Faham yang berkembang saat ini...................................................14
BAB III PENUTUP..............................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19
II
BAB I
PENDAHULUAN
1
hanya mencerminkan perbedaan tetapi juga pertentangan atau perlawanan.
Misalnya antara NU sebagai pembela Ahlussunnah wal Jama’ah dengan
Laskar Jihad Ahlussunnah wal Jama’ah ternyata corak pemikiran dan haluan
politiknya berlawanan. Pemikiran NU bercorak moderat sedangkan pemikiran
Laskar Ahl alSunnah wa al-Jama’ah bercorak radikal. NU mendukung
Indonesia berdasarkan Pancasila sedangkan Laskar Jihad ingin menerapkan
syariat Islam di Indonesia. Dalam menghadapi tradisi dan budaya lokal,
Muhammadiyah dan PERSIS bersikap konfrontatif sedang NU bersikap
adaptif-selektif.
2
1.2 Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang telah penyusun paparkan sebelumnya,
maka hal yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu:
1. Bagaimana definisi Syi’ah dan ajarannya?
2. Bagaimana definisi Khawarij dan ajarannya?
3. Bagaimana definisi Mu’tazilah dan ajarannya?
4. Bagaimana posisi Aswaja di tengah aliran?
1.3 Tujuan
Sehubung dengan latar belakang dan rumusan diatas, penulismelakukan
pembahasan dengan maksud:
1. Untuk mengetahui definisi Syi’ah dan ajarannya.
2. Untuk mengetahui definisi Khawarij dan ajarannya.
3. Untuk mengetahui definisi Mu’tazilah dan ajarannya.
4. Untuk mengetahui posisi Aswaja di tengah aliran.
3
BAB II
PEMBAHASAN
1
Tahdzibul Lughah, 3/61, karya Azhari dan Tajul Arus, 5/405, karya Az-Zahidi. Dinukil dari
kitab Firaq Mu'ashirah, 1/31, karya Dr. Ghalib bin 'Ali Al-Awaji.
2 Abdur Razak dan Rosihan Anwar. 2006. Ilmu Kalam. Bandang: Puskata Setia, cet ke-2, hal.
89.
4
Muslim Syiah percaya bahwa keluarga Muhammad (khususnya para
imam Syiah) adalah sumber pengetahuan terbaik tentang Al-Qur'an dan
Islam, guru terbaik tentang Islam setelah Nabi Muhammad SAW, dan
pembawa serta penjaga tepercaya dari tradisi Sunnah. Secara khusus, umat
Islam Syiah berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib, sepupu dan menantu
Nabi Muhammad SAW dan kepala keluarga Ahlul Bait, adalah penerus
kekhalifahan setelah Nabi Muhammad SAW, berbeda dengan yang
lain, Khalifah yang diakui oleh umat Islam Sunni.
Muslim Syiah percaya bahwa Ali dipilih atas perintah langsung Nabi
Muhammad dan bahwa perintah nabi menandakan wahyu dari Allah.
Perbedaan pengikut Ahlul Bait dan Abu Bakar memang membawa
perbedaan. Pendapat yang kuat antara Syi’ah dan Sunni dalam penafsiran
Al-Qur’an, Hadits, mengenai para Sahabat dan permasalahan lainnya.
Misalnya, perawi hadis Muslim Syiah fokus pada perawi Ahlul Bait,
sedangkan perawi lain seperti Abu Hurairah tidak digunakan. Terlepas dari
perbedaan khalifah, kaum Syi'ah mengakui otoritas Imam Syi'ah (juga
dikenal sebagai khalifah ilahi) sebagai otoritas. agama, meskipun sekte
dalam Syiah berbeda pendapat mengenai siapa yang harus menggantikan
para Iman dan Imam saat ini. 3
َواِ َّن ِم ْن ِش ْي َعتِ ٖه َ َِلب ْٰر ِهي َْم
Artinya:"Dan sungguh, Ibrahim termasuk golongannya (Nuh)". (Q.S. Ash-
Saffat: 83).
Kaum Syi'ah mempunyai lima pokok gagasan yang harus dianut oleh
pengikutnya, yaitu at tahuid, al 'adl, an nubuwah, al imamah dan al ma'ad.
a. At tauhid
Kaum Syiah juga meyakini bahwa Allah SWT Maha Esa yang
menjadi sandaran seluruh makhluk, tidak memperanakkan dan tidak
dapat diperanakkan, serta tidak serupa dengan makhluk yang ada di
5
muka bumi ini. Namun menurut mereka Allah mempunyai dua sifat
yaitu al-tsubutiyah yang merupakan sifat wajib dan dipelihara pada
Allah SWT. Sifat ini mencakup 'alim (mengetahui), qadir (berkuasa),
hayy (hidup), murid (berkehendak), mudrik (cerdas, berakal), qadim
azaliy baq (tidak berpemulaan, azali dan kekal), mutakallim (berkata-
kata) dan shaddiq (benar). Sedangkan sifat kedua yang dimiliki Allah
SWT adalah al-salbiyah, sifat ini merupakan sifat yang tidak terdapat
pada Allah SWT. Sifat ini antara lain terdiri dari banyak bagian,
mempunyai berjisim, terlihat,bertempat, bersekutu, menginginkan
sesuatu, dan menjadi tambahan pada Wujud yang telah dimiliki-Nya. 4
b. Al 'adl
Kaum Syi'ah percaya bahwa Allah Maha Adil secara kodratnya. Allah
tidak pernah melakukan kezaliman atau perbuatan buruk lainnya.
Allah tidak berbuat apa-apa kecuali atas dasar kemaslahatan dan
kebaikan umat manusia. Menurut semua kaum Syiah perbuatan yang
dilakukan oleh Allah SWT harus mempunyai maksud dan tujuan
tertentu yang ingin dicapai, agar setiap perbuatan yang dilakukan
Allah SWT adalah baik. Dengan demikian, dari penjelasan di atas
dapat disimpulkan bahwa konsep keadilan Tuhan adalah Tuhan selalu
berbuat baik dan tidak berbuat salah. Tuhan juga tidak meninggalkan
apapun untuk Dia lakukan.
c. An nubuwwah
Keyakinan Syiah terhadap keberadaan Nabi pun demikian. Begitu
pula dengan umat Islam lainnya. Menurut mereka, Allah
SWT mengutus para nabi dan rasul untuk membimbing umat manusia.
Para rasul membawa kabar gembira kepada orang-orang yang beramal
shaleh dan mengumumkan hukuman atau ancaman kepada orang-
orang yang durhaka dan mengingkari Allah SWT. Dalam hal kenabian,
kaum Syi’ah memperkirakan jumlah nabi dan rasul berjumlah 124
orang. Nabi yang terakhir adalah Nabi Muhammad SAW, nabi yang
4 Abdur Razak dan Rosihan Anwar. 2006. Ilmu Kalam. Bandung: Puskata Setin, cet ke-2. hal.
94.
6
paling utama diantara semua nabi yang ada, istri-istri Nabi suci dari
segala keburukan, Nabi dilindungi dari segala bentuk kesalahan
sebelum dan sesudah pengangkatan menjadi Rasul, Al Qur'an adalah
mukjizat Nabi Muhammad yang kekal, dan kalam Allah adalah hadis
(baru), makhluk (diciptakan) hukian qadim dikarenakan kalam Allah
tersusun atas huruf-huruf dan suara-suara yang dapat di dengar,
sedangkan Allah berkata-kata tidak dengan huruf dan suara.
d. Al-Imamah
Bagi kaum Syi’ah, imamah berarti pemimpin dalam urusan agama
maupun di dunia, ia adalah penerus Rasulullah dalam menjaga syariat,
melaksanakan hudud (had atau hukuman- hukuman bagi yang
melanggar hukum Allah SWT), menciptakan kebaikan dan
perdamaian di kalangan masyarakat. Bagi kaum Syiah, satu-satunya
orang yang berhak memimpin masyarakat adalah imam, dan mereka
menganggap pemimpin non-imam adalah pemimpin yang tidak sah
dan tidak memiliki kewajiban untuk mematuhinya. Oleh karena itu,
pemerintahan Islam sejak wafatnya Nabi (kecuali Ali Bin Abi Thalib)
merupakan pemerintahan yang tidak sah. Selain itu, imam dianggap
tidak bersalah, terlindungi dari dosa, dan perintah, larangan, dan
tindakannya tidak dapat ditentang atau dikritik.
e. Al-Ma'ad
Secara harfiah al ma'dan yang artinya tempat kembali, disini
maksudnya akhirat. Kaum Syi'ah sangat yakin bahwa akhirat pasti
akan terjadi. Menurut kepercayaan mereka, suatu saat manusia akan
dibangkitkan dan seluruh tubuhnya akan kembali ke keadaan semula,
termasuk daging, tulang, dan roh. Dan pada hari kiamat, hal yang
sama akan terjadi pada manusia. mempertanggungjawabkan segala
perbuatan yang dilakukannya selama hidup di muka bumi di hadapan
Allah SWT. Kemudian Allah akan memberi pahala kepada orang-
orang yang berbuat baik dan menghukum orang-orang yang tidak
menaatinya.
7
2.2 Khawarij dan Ajarannya
5
AW Munawwir. 2007. Kamus Al Munawwir Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif.
hal. 330.
6 Tim Ulin Nuha. 2010. Dirasatul Firaq. Solo: Pustaka Arafah. hal. 60.
8
Dalam kitab Al Adyan wal Firoq wal Madzahib Al-Mu'asaroh yang
disusun oleh Abdul Qodir Syaibatul Hamd disebutkan bahwa Khawarij
adalah orang-orang yang mengikuti pemimpin yang shaleh. Dan
kaum Khawarij ini mempunyai banyak nama antara lain, Al Mahkamah,
Asy Syurooh, Al Haruriyah, An Nawasib dan Al Marigoh. Disebut Al
Mahkamah karena selalu mengulangi pepatah bahwa tidak ada hukum
selain hukum Allah. Disebut Surrooh karena mengaku sebagai orang yang
memiliki semangat pengorbanan (melalui Al-Quran). Disebut Haruriyah
karena setelah lepas dari kepemimpinan Ali bin Abi Thalib, mereka
berkumpul di wilayah Harura. Disebut An Nawasib karena sikap
permusuhannya yang berlebihan terhadap Ali bin Abi Thalib.Disebut Al
Mariqoh karena apa yang disabdakan dalam hadist Rasulullah SAW:
Mereka melesat dari agama seperti anak panah yang lepas dari busur. 7
7 Abdul Qodir Syaibatul Hamd. 2012. Al Adyan wal Firoq wal Madzahib Al
Mu’asaroh.Riyadh: Maktabah Fahd Al-Wathoniyah. hal. 168.
9
menjalankan atau menerima segala bentuk perundingan (tahkim).
Seorang khalifah tidak harus berasal dari suku Quraisy atau suku
lainnya, sekalipun ia berasal dari suku Habsyi (negro atau kulit hitam).
Ketika dia terpilih sebagai Khalifah, dia menjadi kepala
(pemimpin) umat Islam dan dia harus menaati hukum yang ditentukan
oleh Allah. Jika dia menyimpang dari perintah Allah, dia akan dicopot
8
dari jabatannya". Khawarij tidak menerima sistem khilafah
berdasarkan silsilah keturunan tidak pula seperti Syi'ah yang hanya
menerima kekhilafahan dari garis keturunan Ali dan anak-anaknya
dari kaum muslimin lainnya, dan tidak pula harus melihat garis
keturunan dari Rasulullah sedikit dan banyaknya. 9
b. Mu'amalah dengan sesama umat Islam selain mereka.
Tidak cukup hanya dengan mengkafirkan umat Islam di luar
keyakinan mereka sendiri, namun mereka memandangnya dengan
permusuhan dan diperbolehkan menumpahkan darah. Di lain waktu,
mereka berinteraksi dengan non-Muslim, penganut agamalainnya,
dengan penuh kemanusiaan dan sedikit permusuhan dan intimidasi.
Maka suatu hari, Washil bin Atho', seorang Mu'tazilah, jatuh ke
tangan mereka dan terpaksa mengakui bahwa dirinya musyrik, agar
bisa selamat dari penyiksaan mereka.
c. Mengajak pengikut mereka kepada zuhud dan ibadah.
Mereka menjalankan amalan-amalan Islam dengan sangat kuat
sehingga di dahi mereka terlihat bekas sujud. Ada pula yang memikul
beban ibadah hingga melampaui batas yang telah Allah tetapkan bagi
hamba-Nya. Mereka mengajak semua orang melakukan ibadah diluar
kemampuannya. Sedangkan beban atau keterpaksaan dalam beribadah
adalah bertentangan dengan apa yang Allah perintahkan kepada
8Amin, Ahmad. 1980. Fajar Islam. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian
Pelajaran. hal. 353-354, (Terjemahan dari Fajr al-Islam, Maktabah al-Nahdhah al-Mishriyyah:
Qahirah,1955).
9 An-Nasr, Umar Abu. 1970. Al-Khawarij fi al-Islam: Qissah al-Hazb al-Jumhuriy al-Araby fi
fajr al-Islam, Maktab Umar Abu An-Nasr. Beirut. hlm.42.
10
Rasul-Nya untuk memperingankan (at-Takhfif) dalam beribadah
kepada-Nya, ketika Rasulullah memperpanjang waktu shalat
malamnya. Maka Allah berfirman kepada Nabi:
علَيْكَ ْالقُ ْرآنَ ِلت َ ْشقَى
َ ما أنزَ ْلنَا
a. At-Tauhid
At-tauhid (pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan hakikat
ajaran mu'tazilah. Semua aliran pemikiran teologi dalam Islam mendukung
doktrin ini. Namun bagi Mu'tazilah, tauhid mempunyai arti khusus. Tuhan
harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat merusak kesadaran akan
kemahaesaan-Nya. Tuhan itu unik dan tidak ada yang bisa menyamai- Nya.
Oleh karena itu, hanya Dia-lah yang qodim. Jika qodimnya lebih dari satu
maka terjadi ta’addud al-qudama (banyak hakikat tanpa permulaan).
10 Nunu Burhanuddin. 2016. Ilmu Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan. Jakarta:
Prenadamedia Group. hal. 95.
11 Ibrahim Madkour. 2009. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara. hal. 170.
11
Mu'tazilah berpendapat bahwa Tuhan itu Esa, tidak ada yang serupa
dengan-Nya.
Menurut mereka, sifat adalah sesuatu yang melekat. Bila sifat Tuhan
yang qodim, berarti ada dua yang qodim, yaitu dzat dan sifat-Nya. Wasil
bin Atha' seperti dikutip oleh Asy- Syahrastani mengatakan, "Siapa yang
mengatakan sifat yang qodim berati telah menduakan Tuhan". Ini tidak
dapat diterima karena merupakan perbuatan syirik. Mu'tazilah juga
berpendapat bahwa Al-Qur'an itu baru (diciptakan). Al-Qur'an adalah
manifestasi kalam Tuhan. Al-Qur'an terdiri dari atas rangkaian huruf, kata,
dan bahasa yang satunya mendahului yang lainnya. 12 Doktrin tauhid yang
diusung Mu’tazilah lebih jauh menjelaskan bahwa tidak ada seorang pun
yang dapat menyamai Tuhan. Demikian pula Tuhan tidak sama dengan
makhluk-Nya. Mereka berlandaskan pada Al-Qur'an, yaitu Q.S. Asy-Syura:
9, yang berbunyi:
ٍيء َ ع ٰلى كُ ِل
ْ ش َ ي َوه َُو يُحْ ي ِ ْال َم ْو ٰتى َۖوه َُو ا َ ِم ات َّ َخذ ُ ْوا ِم ْن د ُْو ِن ٖ ٖٓه ا َ ْو ِل َي ۤا َۚ َء فَ ه
ُّ اّٰللُ ه َُو ْال َو ِل
قَ ِدي ٌْر
Artinya:"Atau mereka mengambil pelindung-pelindung selain Dia?
Padahal Allah, Dialah pelindung (yang sebenarnya). Dan Dia menghidupi
orang mati, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu". (Q.S. Asy-Syura:
9).13
b. Al-adl (Keadilan Tuhan)
Adil adalah sifat jelas yang melambangkan kesempurnaan. Karena
Tuhan itu Maha Sempurna, Dia pasti adil. Ajaran ini dimaksudkan untuk
meneguhkan Tuhan yang benar-benar adil dalam sudut pandang manusia,
karena alam semesta sungguh diciptakan untuk kemaslahatan manusia.
Tuhan dikatakan adil jika Dia hanya bertindak pada apa yang baik (Ash-
Shalah) dan terbaik (Al-Ashlah), dan tidak pada apa yang tidak baik.
12
Nunu Burhanuddin. 2016. Ilmu Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan. Jakarta:
Prenadamedia Group. hal. 106.
12
Demikian pula Tuhan akan berlaku adil jika Dia tidak mengingkari janji-
Nya. Oleh karena itu, Tuhan terikat dengan janji-Nya.
c. Al-Wa'd Wa Al-Wa'id (Janji dan Ancaman)
Tuhan yang Maha Adil dan Maha Bijaksana tidak akan mengingkari
janjinya sendiri, yaitu memberi pahala surga kepada orang yang berbuat
baik (Al-Muthi) dan mengancam orang yang durhaka (Al-Ashi) dengan
siksa neraka. Demikian pula janji Tuhan untuk memberikan pengampunan
kepada orang yang bertobat benar adanya. Hal ini sesuai dengan prinsip
keadilan. Siapa yang berbuat baik maka akan mendapat balasan yang baik
pula, begitu pula orang yang berbuat sebaliknya, mereka yang berbuat jahat
akan dihukum dengan sangat pedih.
d. Al-Amr Bi Ma'ruf Wa An-Nahy Al-Munkar (Perintah berbuat baik dan
larangan berbuat maksiat).
Ajaran ini menekankan hubungan dengan kebenaran dan kebaikan.
Itulah konsekuensi logis dari iman. Pengakuan iman harus dibuktikan
dengan perbuatan baik, termasuk menasihati manusia untuk berbuat baik
dan mencegahnya berbuat jahat.
e. Al-Manzilah Bain Al-Manzilatain (Tempat di antara Dua Tempat)
Karena prinsip ini Washil bin Atha menjauhkan diri dari majelis yakni,
HasanAl-Bashri. Menurut pendapatnya, seorang Muslim mengerjakan
dosa besar selain syirik (mempersekutukan Tuhan), tidak lagi beriman dan
tidak lagi pula kafir, melainkan menjadi orang fasik. Kefasikan mempunyai
tempat khusus di antara “kufur” dan “iman”. Derajat orang fasik berada di
bawah orang beriman dan di atas orang kafir.
Pada saat sekarang ternyata masih ada orang yang belum faham apa itu
ahlus sunnah wal jama’ah (Aswaja) dan bagaimana Aswaja, kalau
membahas secara mendetail apa dan bagaimana itu Aswaja memang sangat
panjang dan untuk menulisnya membutuhkan banyak waktu, karena itu saya
13
simpulkan dalam dua garis definisi yaitu: definisi secara umum dan definisi
secara khusus:
a. Definisi Aswaja Secara umum adalah: satu kelompok atau golongan
yang senantiasa komitmen mengikuti ajaran sunnah Nabi SAW dan
para shabatnya dalam hal aqidah, amaliyah fiqih dan akhlaq Tasawwuf.
b. .Sedangkan definisi Aswaja secara khusus adalah: Golongan yang
mengikuti ajaran Imam abul hasan al Asya’ry dan abu mansshur al
Maturidi dalam bidang ilmu tauhid, bertaklid kepada salah satu
madzhab Syafii, Maliki, Hanafi dan Hanbali dalam ilmu fikih. 14
Banyak sekali jenis aliran islam yang dewasa ini berkembang di kalangan
masyarakat indonesia, seiring perkembangan wacana demokrasi
dan HAM yang membuka ruang kebebasan berpikir masyarakat dengan
derasnya kemajuan sarana teknologi informasi dunia modern , kita ambil
beberapa aliran pemikiran yang menonjol dintaranya adalah:
a. Faham Salafi Ibnu Taimiyah.
Di akhir masa 600 H, muncullah seorang laki-laki yang dikenal
jenius yang telah banyak menguasai berbagai jenis disiplin ilmu,
dialah Taqiyuddin ahmad bin Abdul Hakim yang dikenal dengan nama
Ibnu Taimiyah. Ia dilahirkan di desa Heran, sebuah desa kecil di
Palestina. Ia hidup sezaman dengan Imam Nawawi salah satu ulama
terbesar madzhab Syafi’i.
Sesungguhnya ia merupakan sosok pribadi yang memiliki
karakter nyeleneh dan pemberani, yang selalu mencurahkan segala
sesuatu untuk membangun madzhabnya, dengan keberanian yang ia
miliki dia mengajarkan hal hal baru yang dianggap tabu oleh ulama
dan bahkan menjadikan ia jauh dari kebenaran, karena yang menjadi
dasar pendiriannya ialah mengartikan ayat-ayat dan hadits-hadits nabi
14
Muhammad yang berkaitan dengan sifat-sifat Tuhan hanya menurut
arti lafadznya yang dlohir, yakni hanya secara harfiyah saja.
Oleh sebab itu menurut Ibnu Taimiyah “Tuhan itu memiliki muka,
tangan, rusuk dan mata, duduk bersila, datang dan pergi, tuhan adalah
cahaya langit dan bumi karena katanya semua itu disebut dalam Al
Qur’an”.Ajaran Ibnu Taymiyah ini banyak dipakai landasan oleh
golongan yang hari ini menamakan dirinya kaum salafy, mereka
sangat tekstual dan kaku dalam memahami arti ayat al-Quran dan
hadits hingga hal kecil semisal cara berpakaian, sehingga kemudian
mengarah pada gerakan islam radikal yang menjadi akar terorisme,
karena berlaku keras dalam memberi cap bid’ah kepada golongan
muslim yang lain atau tidak toleran terhadap masalah khilafiyah dan
cenderung mudah mengkafirkan orang selain golongannya.Diantara
paham mereka: Bepergian dengan tujuan ziarah ke makam Nabi
Muhammad SAW setelah beliau wafat hukumnya haram atau maksiat,
termasuk peringatan maulid, tawassul dan tabarruk kepada Nabi SAW.
b. Paham Wahabi
Pada pertengahan kurun ke 12 muncul seorang yang bernama
Muhammad bin Abdul Wahab yang berdomisili di Najd yang
termasuk kawasan Hijaz, ia dilahirkan pada tahun 1111 H, dan
meninggal pada tahun 1207 H.Konon pada mulanya ia memperdalam
ilmu agama dari ulama-ulama ahli sunnah di Makkah dan Madinah
termasuk diantaranya adalah Syaikh Muhammad Sulaiman Al Kurdi
dan Syaikh Muhammad Hayyan Assindi, diantara guru yang pernah
mengajarkan ilmu kepadanya, jauh sebelum ia membuat pergerakan
telah berfirasat kalau di suatu hari nanti ia tergolong orang yang sesat
dan menyesatkan, itupun akhirnya menjadi kenyataan, firasat ini juga
dirasakan oleh ayah dan saudaranya (Syeh Sulaiman).
Muhammad bin Abdul Wahab pada masa mudanya banyak
membaca buku-buku karangan Ibnu Taimiyah dan pemuka-pemuka
lain yang sesat, sehingga ahirnya membangun faham Wahabiyah yang
terpusat ditanah Hijaz sebagai penerus tongkat estafet dari ajaran Ibnu
15
Taimiyah, bahkan lebih ekstrim dan radikal daripada Ibnu Taimiyah
sendiri, sebab ia sangat mudah memberikan label kafir kepada setiap
orang Islam yang tidak mau mengikuti fahamnya. Langkah yang ia
tempuh dalam mengembangkan fahamnya ialah dengan memberikan
tambahan- tambahan baru dari ajaran Ibnu Taimiyah yang semula
dianutnya. 15
Dalam menghadapi kedua faham yang sama-sama ekstrim
tersebut, Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari (W.324 H) dan Imam Abu
Manshur al-Maturidi (W. 333 H) merasa berkewajiban untuk
meluruskan kedua kelompok tersebut sehingga sesuai dengan apa
yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabatnya. Mereka
berdua memunculkan kembali pola pikir yang mengambil jalan tengah
antara kedua faham teologi yang ekstrim tersebut.
Dan perlu diketahui bahwa selama 40 tahun al-Asy’ari adalah
pengikut faham Mu’tazilah. Karena adanya argumentasi Mu’tazilah
yang tidak benar dan ditambah dengan hasil mimpinya bertemu Nabi
SAW; di mana Nabi SAW berkata kepadanya bahwa yang benar
adalah mazhab ahli Hadits (al-Sunnah), bukan mazhab Mu’tazilah,
maka ditinggalkanlah faham Mu’tazilah. Keduanya akhirnya ingin
mengembalikan faham aqiedah umat Islam sesuai dengan apa yang
diajarkan Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya, dengan
mengemukakan dalil-dalil naqliyah (nash-nash al-Qur’an dan Hadits)
dan dalil-dalil aqliyah (argumentasi rasional).
Karena faktor dari kedua tokoh tersebut, Aswaja juga dikenal
dengan istilah al-Asy’ariyyun dan al-Maturidiyyun. Berkait dengan
hal tersebut perlu diketahui bahwa mayoritas umat Islam di negeri kita,
terlebih lagi kaum Nahdliyyin (NU), dan wilayah-wilayah Asia
Tenggara lainnya, adalah Asy’ariyyun. Sebagai catatan buat kita,
bahwa meskipun kedua ulama tersebut dikenal sebagai pencetus dan
sekaligus pembela faham Aswaja, namun di antara keduanya ada
15 K.H.U Balukia Syakir, 1992, Ahlussunnah Wal Jama’ah, Bandung, CV. Sinar Baru Offset.
Hal. 132-133
16
perbedaan-perbedaan yang bersifat far’iyyah (cabang), bukan dalam
masalah-masalah pokok aqiedah; Al-Asy’ari lebih condong ke faham
Jabariyah sementara al-Maturidi lebih condong ke faham Qadariyah.
(Alangkah baiknya bila mana kita dapat mempelajari konsep
pemikiran al-Maturidi juga sehingga kita dapat memiliki pemahaman
teologi Aswaja secara lebih luas). 16
Secara ideologi politik penganut Aswaja juga sering disebut
dengan “kaum Sunni”. Istilah ini sering diantonimkan dengan “kaum
Syi’i”. Hal ini pada awalnya terjadi karena adanya perbedaan
pandangan di kalangan para sahabat Nabi mengenai kepemimpinan
setelah wafatnya Nabi. Setelah itu persoalannya berlanjut menjadi
persoalan yang bersifat politik. Dari ranah yang terpolitisasikan inilah
akhirnya persoalannya berkembang ke dalam berbagai perbedaan pada
aspek-aspek yang lain, terutama pada aspek teologi dan fiqih. Inilah
realitas sejarah perjalanan umat Islam. Dan perlu untuk diketahui
bahwa mayoritas umat Islam di dunia ini adalah berfaham Aswaja
(kaum Sunni). Dalam berfiqih mereka (kaum Sunni) menjadikan
empat mujtahid besar, Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam Syafi’i dan
Imam Hanbali RA sebagai rujukan utamanya. Karena mayoritas ulama
Asia Tenggara bermazhab Syafi’i, maka umat Islam di Indonesia,
termasuk kaum Nahdliyyin, mengikuti mazhab Syafi’i. 17
Syafiq A. Mughni, “ Ahlussunnah wal Jama’ah ”, dalam Dien Syamsuddin (ed.), , (Jakarta:
17
Pustaka Panjimas, 1990), h. 260; Syafiq A. Mughni, Hasan Bandung Pemikir Islam Radikal,
(Surabay: PT. Bina Ilmu, 1994), h. 98.
17
BAB III
PENUTUP
18
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jalil. Abdul Aziz Nashir. 2018. Kisah Teladan Orang-Orang Saleh. Solo:
Aqwam.
Nunu Burhanuddin. 2016. Ilmu Kalam dari Tauhid Menuju Keadilan. Jakarta:
Prenadamedia Group.
Razak, Abdur dan Rosihan Anwar. 2006. Ilmu Kalam. Bandung: Puskata Setia,
cet ke-2.
Sahilun A. Nasir. 2010. Pemikiran Kalam (Teologi Islami Sejarah. Ajaran, dan
Perkembangannya. Jakarta: Rajagratindo Persada.
19